Naraya tiba-tiba berdiri, membuat Kalandra sangat terkejut dan menatap istrinya yang begitu marah. Kalandra benar-benar takut kalau Naraya percaya dengan fitnah Mila.Naraya berjalan dengan bantuan tongkatnya, membuat Kalandra dan yang lainnya cemas akan kondisi mental Naraya. Namun, siapa sangka jika Naraya ternyata berjalan hingga kini berdiri tepat di hadapan Mila. Dia bisa mengetahui posisi Mila dari bau parfum wanita itu.“Kamu bilang suamiku hendak memperkosamu?” tanya Naraya yang sebenarnya sedang memastikan posisi Mila berdiri.“Ya, Nona,” jawab Mila tanpa keraguan.Setelah Naraya memastikan posisi Mila, dia tiba-tiba mengayunkan tangan dan menampar Mila meski tidak terlalu tepat mengenai pipi.Semua orang terkejut termasuk Kalandra, mereka bergeming menyaksikan Naraya menampar Mila, meski tidak melihat di mana posisi pelayan itu.Mila sangat terkejut sambil memegangi pipi dan rahang yang terasa panas, kenapa Naraya bisa tepat menamparnya di sana.“Kamu mencoba memfitnahnya se
“Terima kasih karena sudah membela dan memercayaiku, Ra.” Kalandra menggenggam kedua telapak tangan Naraya, kemudian mengecup punggung tangan Naraya penuh kelembutan.“Aku selalu memercayaimu, Al. Meski aku sempat berpikiran negatif tentangmu tadi,” ujar Naraya jujur karena hatinya memang sempat sakit.“Tidak masalah, aku juga tidak menyalahkanmu karena paham akan perasaanmu. Bagiku sekarang yang terpenting kamu tidak salah paham karena tuduhan wanita sialan itu.” Kalandra tiba-tiba kembali kesal karena Mila berani menjebaknya hanya untuk membuat hubungannya dengan Naraya berantakan.Membahas tentang Mila, membuat Naraya teringat akan pelaku utama yang telah menyuruh wanita itu memfitnah Kalandra. Mila sendiri masih ditahan di rumah itu agar tidak bisa melaporkan ke wanita yang menyuruhnya kalau misinya gagal.“Apa yang akan kamu lakukan kepadanya, Al? Jangan buat dirimu kembali masuk ke dalam masalah dan menambah musuh,” ujar Naraya cemas jika ada yang ingin menghancurkan Kalandra la
Amanda berangkat ke rumah sakit bersama Kenan, hubungan keduanya tidak diketahui oleh rekan kerja mereka karena memang disembunyikan agar tidak melanggar peraturan rumah sakit.Saat keduanya sedang berjalan sambil berbincang, Amanda melihat Nayla yang duduk di luar rumah sakit sambil menangis.“Bukankah itu Nayla?” Amanda menajamkan penglihatan.Kenan menoleh dan memandang ke arah Amanda melihat, hingga dirinya juga melihat Nayla yang duduk sambil menundukkan kepala dan menutup wajah.“Sepertinya iya.”Amanda pun mengajak Kenan menemui Nayla, untuk bertanya kenapa dia di sana sambil menangis.“Nay.” Amanda memanggil saat sudah berdiri di hadapan Nayla.Nayla terkejut mendengar suara Amanda, kemudian secepat mungkin mengusap air mata yang membasahi pipi, lantas mendongak dan melihat Amanda berdiri di hadapannya bersama Kenan.“Ada apa? Kenapa kamu menangis?” tanya Amanda kemudian memilih duduk di samping Nayla, sedangkan Kenan tetap berdiri.Nayla menggelengkan kepala, dirinya hanya ma
Prang!!!Terdengar suara benda pecah dari kamar Naraya. Ternyata Naraya sedang ingin mengambil air minum, tapi tanpa sengaja tangan menyenggol gelas yang ada di meja.Kalandra yang kebetulan belum berangkat kerja pun terkejut, hingga berlari masuk kamar dan melihat Naraya yang berdiri dengan pecahan gelas di sekitarnya.“Ra! Jangan bergerak!” Kalandra panik. Dia langsung berlari kemudian mengangkat tubuh Naraya, membawanya ke sofa yang lebih aman.Evangeline dan salah satu pembantu juga datang, mereka terkejut melihat yang terjadi.“Bersihkan itu!” perintah Kalandra ke pelayan rumah.“Ada apa?” tanya Evangeline mendekat ke sofa.Kalandra langsung mengecek kaki Naraya, takut jika ada pecahan gelas yang menggores kaki istrinya itu.“Aku hanya tidak sengaja menyenggol gelas,” ucap Naraya meski sebenarnya jantung kini berdegup dengan cepat.Evangeline ikut memperhatikan kaki Naraya, tapi untungnya tidak ada pecahan gelas yang menggores kaki Naraya.“Al, aku tiba-tiba ingat Ibu,” ucap Nara
Naraya sangat terkejut mendengar permintaan Nayla, terlebih adiknya itu bicara sambil menangis.“Ibu sakit apa, Nay? Kenapa kamu sampai menangis seperti itu?” tanya Naraya yang mulai panik, bahkan kini jantungnya berdegup semakin cepat karena kekhawatirannya akan sang ibu terbukti.Naraya mendengar Nayla semakin menangis menjadi-jadi, bahkan kini terisak dan sampai sesenggukan. Kalandra dan Evangeline hanya mendengarkan, harus memastikan dulu apa yang sebenarnya terjadi.“Nay, tenanglah. Jangan membuatku takut,” ucap Naraya yang merasa jika memang terjadi sesuatu dengan ibunya.“Ibu terkena kanker paru-paru stadium empat, Na. Tadi pagi ibu batuk darah hingga muntah. Kemungkinan Ibu sembuh sangat kecil, Ibu berkata sangat ingin melihatmu sebagai permintaan terakhir. Aku mohon datang dan temui dia, aku mohon.” Suara Nayla begitu memelas dan pilu.Jantung Naraya seperti diremas begitu kuat mendengar ibunya mengidap kanker paru-paru. Tubuhnya seketika lemas dan pandangannya kabur, hingga
“Jika Ibu mati, kamu ambil mata Ibu untuk mengganti matamu ya, Na.” Naraya sangat terkejut mendengar ucapan ibunya. Dia dan Kalandra sampai di kota itu saat sore hari, mereka langsung pergi ke kamar inap Sofi dan wanita itu ternyata sudah sadar, meski masih lemas dan belum bisa bangun. “Ibu bicara apa? Ibu akan sehat kembali, aku dan Al akan bantu pengobatan Ibu. Iya ‘kan, Al?” Naraya mencoba meyakinkan sang ibu jika semuanya akan baik-baik saja. “Aku akan membantu pengobatan Ibu sampai sembuh,” timpal Kalandra memberikan perhatiannya demi menenangkan perasaan istrinya. Nayla menahan tangisnya, kenapa ucapan Sofi seperti sudah sangat dekat dengan kematian, membuat bulu kuduk Nayla sampai berdiri. Sofi tersenyum mendengar ucapan Naraya, tapi dirinya memang sudah putus asa akan hidupnya. Dia ternyata sudah tahu akan penyakitnya dari lama, tapi Sofi memilih diam dan tidak memberitahukan kondisinya ke anak-anaknya. Naraya duduk sambil meraba dan meraih telapak tangan Sofi, sebelum ke
Nayla bangun lebih awal pagi itu, dia ternyata bermimpi buruk hingga membuatnya terjaga sebelum fajar menyapa. Nayla melihat Naraya yang tidur di sofa, sedangkan Kalandra tidur sambil duduk.Nayla meregangkan kedua tangan ke atas, tubuhnya terasa kaku karena semalaman tidur dengan posisi duduk dan kepala bersandar di tepian ranjang Sofi. Dia melihat cairan infus di kantong habis, membuat Nayla buru-buru bangun untuk menekan tombol darurat agar perawat datang.Namun, saat tangan siap menekan bel, tatapan Nayla tertuju ke wajah Sofi yang begitu pucat. Nayla tetap menekan bel kemudian memberanikan diri menyentuh pipi Sofi dan merasakan dinginnya kulit wajah sang ibu.“Bu.” Nayla mencoba memanggil ibunya.Namun, tidak ada respon dari Sofi, hingga Nayla akhirnya menyentuhkan telunjuk untuk mengecek napas sang ibu, karena tidak ada gerakan pada dada ibunya.Tidak ada napas yang keluar, membuat tangan Nayla gemetar. Saat itu perawat masuk, lantas mendekat ke ranjang Sofi.“Sus, kenapa napas
“Na, Ibu hanya ingin kamu bahagia. Anggap ini penebusan dosa karena Ibu telah banyak menyakitimu. Tolong jangan menolak, lihatlah duniamu sekali lagi dengan mata yang Ibu berikan.”Suara itu terus terngiang meski itu tidak nyata. Naraya akhirnya menerima donor mata dari ibunya karena Nayla pun terus memaksa. Hingga dia kini baru saja menjalani operasi setelah dilakukan beberapa tes. Kedua matanya kini tertutup perban, Naraya berbaring meski tidak dalam kondisi tidur. Dia menunggu sampai dokter membuka penutup itu di saat mata barunya siap untuk melihat.“Na.” Suara Kalandra terdengar merdu di telinga. Naraya menanggapinya hanya dengan sebuah gumaman.“Kamu ingin makan?” tanya Kalandra karena tahu jika Naraya tidak tidur tapi hanya diam saja.“Tidak,” jawab Naraya, “apa Ibu sudah dimakamkan?” tanyanya kemudian.“Sudah pagi tadi,” jawab Kalandra yang kemudian menggenggam telapak tangan istrinya.Sofi dimakamkan sehari setelah meninggal, setelah mendonorkan mata untuk Naraya.Naraya jela