Share

Takdir

Penulis: Mr.Dopamine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sudah hampir setahun sejak kecelakaan yang merenggut hampir semua yang Bian miliki—kesehatannya, pernikahannya, dan mungkin, hidupnya yang dulu penuh ambisi. Kini, setelah berbulan-bulan terbaring di rumah untuk memulihkan diri, dia telah kembali. Bukan hanya kembali sebagai pria yang lebih kuat secara fisik, tetapi juga dengan tekad yang semakin bulat untuk mengambil alih kendali penuh atas hidupnya.

Selama tiga bulan terakhir, Bian bekerja keras untuk memulihkan reputasinya di perusahaan. Dia kembali ke kantor dengan satu tujuan—meyakinkan para direksi bahwa ia adalah orang yang tepat untuk memimpin. Dia menghadapi banyak skeptisisme dari mereka yang meragukan kapasitasnya setelah kecelakaan, tetapi Bian tidak gentar. Dengan kerja keras dan kejelian dalam membaca situasi, dia menyelesaikan masalah-masalah yang selama ini menghambat kemajuan perusahaan. Salah satu kemenangan besarnya adalah ketika ia berhasil menjebloskan Lucas, tangan kanan pamannya yang selama ini menjadi duri dala
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Luna?

    Bian menatap jalanan yang dilaluinya dengan fokus penuh. Di kursi belakang mobilnya, Rafael dan Julian saling berbicara pelan mengenai pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan para pemilik lahan. Selama beberapa hari terakhir, mereka telah mengunjungi sejumlah pemilik tanah di pesisir pantai untuk membicarakan proyek besar yang Bian rencanakan. Sebagian besar sudah setuju dengan penawaran yang Bian berikan, namun kali ini, mereka akan bertemu dengan pemilik terakhir—seseorang yang memegang lahan penting di daerah tersebut. Dan lebih menarik lagi, lahan itu ditempati oleh salah satu kafe paling laris di kawasan tersebut, Shore Haven Cafe, sebuah tempat yang sudah terkenal di kalangan wisatawan.Mobil berhenti di depan sebuah bangunan sederhana yang dikelilingi oleh tanaman hijau dan menghadap langsung ke pantai. *Shore Haven Cafe terlihat ramai dengan para pengunjung yang duduk menikmati makanan dan minuman, beberapa di antaranya bahkan membawa anak-anak kecil yang bermain pasir di sekita

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pertemuan 1

    Di dapur kafe Shore Haven Cafe, Luna dengan lincah menyiapkan pesanan ikan kakap yang sudah menjadi salah satu menu andalan di tempatnya. Aroma harum ikan panggang bercampur dengan bumbu khas memenuhi ruangan kecil itu. Tangannya bekerja cepat, memotong sayuran dan mengatur piring dengan sangat rapi, seperti biasa. Dia fokus pada pekerjaannya, menikmati setiap momen kecil yang menenangkan dalam rutinitasnya.Namun, suara tawa akrab dari pintu belakang membuat Luna menoleh. Miya dan Adam muncul, keduanya terlihat santai dan tersenyum lebar. Miya, sahabat terbaiknya sejak lama, melambaikan tangan dengan riang. Luna tersenyum hangat melihat kedatangan mereka.“Miya!” Luna berseru, mengusap tangannya dengan lap sambil berlari kecil mendekati sahabatnya itu. “Kukira kamu bilang baru datang besok?”Miya tertawa kecil. “Kejutan! Lagipula, aku tidak tahan buat menunggu hari esok. Aku kangen sama kamu, dan Adam juga ingin melihat tempat baru ini.”Adam mengangguk sambil memandangi kafe yang ra

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pertemuan 2

    Bian menatap kafe Shore Haven Cafe sekali lagi sebelum membuka pintu mobil. Tatapannya tertuju pada papan nama kafe yang sederhana namun elegan, dengan latar belakang biru laut yang mencerminkan pesisir pantai di belakangnya. “Kenapa kita tidak mampir saja dulu?” Julian, yang berdiri di sebelahnya, menatap Bian dengan tatapan penuh makna. “Keliatannya tempatnya menarik. Dan aku lihat kamu penasaran sekali sama penyewa kafenya.” Bian berdehem, mencoba menyembunyikan rasa gelisah yang mendadak muncul. “Tempat ini sepertinya bagus untuk proyek kita, bukan?” kilahnya, mencoba meredakan kecurigaan Julian. Tapi dia tahu Julian lebih pintar dari itu. Temannya pasti sudah merasakan ada sesuatu yang lain dari sikap Bian. Mereka juga pasti mendengar pemilik lahan menyebut nama Luna. “Kita di sini bukan cuma soal bisnis, Bian,” Julian melanjutkan sambil tersenyum tipis. “Pemiliknya menyebut nama Luna. Daripada kita menebak-nebak, bagaimana jika masuk." Bian tidak bisa menyangkal kebenara

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Halo

    Luna masih berdiri di tempatnya, memegang nampan dengan tangan gemetar. Matanya tidak bisa lepas dari sosok Bian yang duduk hanya beberapa meter darinya. Hatinya bergemuruh. Bagaimana mungkin dia berada di sini? Bagaimana bisa Bian menemukan tempat ini? Semua pertanyaan itu berputar di kepalanya, mengacaukan segala pikiran yang sudah ia bangun selama setahun terakhir.Di belakangnya, Miya berjalan mendekat dengan raut khawatir. “Luna, kamu baik-baik saja?” bisiknya pelan, menatap sahabatnya yang jelas-jelas terguncang.Luna mengangguk kaku, tetapi pandangannya tetap tertuju pada Bian. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meskipun dalam hati, ia tahu itu tidak benar. Kemunculan Bian begitu tiba-tiba, dan ia takut bahwa kedatangannya ke sini bukan hanya kebetulan. Mungkinkah Bian sudah tahu tentang Arga? Bayi mereka yang selama ini Luna sembunyikan?Miya melirik ke arah Bian dan para pria di mejanya, kemudian berbisik lagi, “Kalau kamu tidak sanggup, aku bisa menggantikanmu.”Luna menggigit

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Aku Senang Melihatmu

    Luna berdiri di balik meja kafe, mencoba sibuk dengan pekerjaannya, tetapi pikirannya tidak pernah jauh dari Arga atau Bian. Sudah beberapa kali Bian datang ke kafe dalam beberapa minggu terakhir, selalu dengan alasan untuk melihat-lihat lokasi yang cocok untuk proyek bisnisnya. Namun, Luna tahu lebih dari itu. Setiap kali mereka berpapasan, tatapan Bian terlalu intens. Ada sesuatu di balik sikap dinginnya yang membuat Luna gelisah.“Luna, kamu baik-baik saja?” tanya Miya sambil membawa nampan kosong ke meja kasir. “Kamu kelihatan seperti tidak fokus.”Luna tersentak, menghela napas pelan sebelum memaksa senyum. “Aku baik-baik saja, Miya. Cuma sedikit lelah. Banyak pelanggan hari ini.” Miya mendekat, matanya tajam memperhatikan wajah Luna. “Jangan bohong. Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Ini tentang Bian, bukan?” Miya memilih tinggal karena cemas dengan Luna.Luna menunduk, jemarinya mengacak-acak gelas di depannya tanpa alasan. “Aku… aku takut dia sudah tahu, Miya."Miya mend

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tamu Tak Diundang

    Luna akhirnya menyerah. Menghindari Bian, dia memutuskan untuk meliburkan diri. Arga juga kebetulan sedang rewel. Jadi, dia memilih untuk berdiam diri di rumah bersama Arga. Pengasuh Arga ia liburkan selama dia libur. Ia sudah meminta kepada karyawannya untuk tidak memberitahu alamat rumahnya jika Bian bertanya kepada salah satu dari mereka. Luna sedang menyusui Arga sambil menatap penuh puja wajah sang anak. Arga baru saja mandi dan saatnya dia tidur lagi. Luna memindahkannya ke box. Dia akan merapikan rumah selama jagoannya tidur. Siang nanti Miya akan mampir untuk berpamitan pulang. "Tidur nyenyak, Jagoan Ibu." Ia mencium putranya sebelum beranjak.Luna membuka pintu kamarnya lalu menutupnya perlahan. Ia bersenandung riang, menatap pantulan dirinya di cermin, merapikan beberapa helai rambut yang terlepas dari kuncir ekor kudanya. Ketika bel pintu berbunyi, ia segera berlari kecil menuju pintu. "Mungkin Miya datang lebih awal."Senyum lebar menghiasi wajahnya saat membuka pintu, n

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Argantara Sagara

    Luna berdiri di belakang Bian, menautkan jemarinya, mencoba menekan kecemasan, kegugupan, dan ketakutannya. Ia tidak menyangka Bian akan muncul setelah satu tahun berlalu.Luna berjalan mendekat ketika melihat jemari Bian menyentuh bayi mungil itu, membuka diapers-nya untuk memastikan jenis kelaminnya, seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Luna.Dari tempatnya berdiri, Luna bisa melihat bibir Bian bergerak, emosi yang jelas terpancar di wajahnya. Hal itu membuat Luna semakin takut.Haruskah ia mengatakan bahwa ia bekerja sebagai pengasuh bayi dan yang ia rawat adalah anak majikannya yang masih berusia tiga bulan? Tapi Luna segera mengenyahkan pikiran itu. Bayi ini jelas-jelas mirip dengannya. Sementara Alis, mata, dagu, merupakan replika miniatur Bian. "Ternyata benar, laki-laki," gumam Bian, tangannya kini menyentuh pipi si bayi. Sorot matanya memancarkan rasa takjub."Ya, tentu saja. Apa kamu kira aku menipu?"Bian mengulurkan tangannya, menggendong bayi itu ke dadanya. A

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Jangan Bawa Bayiku

    Bian menatap dari ujung kaki ke ujung kepala pria yang berdiri di hadapannya. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat tampilan pria yang bergaya unik tersebut. Ia juga penasaran dari mana Luna menemukan manusia seperti pria itu.Rambut belah tengah, yang dikasih gel sebanyak mungkin. Ia yakin jika lalat hinggap, lalat tersebut akan terpeleset di atas sana. Tapi hal yang paling mengganggu pemandangan Bian adalah fashion yang dikenakan. Celana cutbray yang pernah tenar pada zamannya dipadukan dengan kemeja cerah bermotif bunga."Di mana Luna?" tanya pria bernama Jemi, salah satu karyawan Luna di kafe yang bertugas mengisi stok gudang. Pria itu datang untuk bertanya apa ada tambahan lain yang akan dibeli. Tentu saja itu hanya alasan, karena fakta sebenarnya adalah ia ingin menemui wanita itu. Hanya itu.Bian mengangkat tatapannya, menukik alisnya sebelah sembari duduk dengan santainya. "Duduklah. Ibu muda itu sedang menyusui putraku." Bian langsung mengklaim Arga sebagai putranya. Tidak ada

Bab terbaru

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Happy Ending

    Tepuk tangan kembali menggema, kali ini lebih meriah. Luna menatap Bian dengan mata berkaca-kaca, tidak mampu berkata apa-apa selain tersenyum. Ia mengambil mikrofon kecil yang disodorkan salah satu tamu, mencoba menguasai dirinya."Terima kasih, Mas Bian," katanya, suaranya sedikit bergetar tetapi tetap penuh ketulusan. "Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa istimewa. Aku tidak pernah meminta apa-apa selain cinta darimu, dan kamu memberiku lebih dari itu. Kamu memberiku keluarga, kebahagiaan, dan cinta yang tak pernah habis. Aku juga mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."Seketika suasana terasa semakin emosional. Beberapa tamu bahkan terlihat menyeka air mata mereka, terharu oleh keintiman yang mereka saksikan. Dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya, Bian menggenggam tangan Luna lebih erat. "Ayo kita potong kuenya," katanya, membawa mereka kembali ke momen yang lebih santai.Setelah mereka memotong kue bersama, suasana berub

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Lah Takdirku

    Luna terus menelusuri setiap halaman buku jurnal yang diberikan Bian kemarin. Tulisan tangan suaminya terasa seperti suara dari hatinya sendiri, mengalir dengan kejujuran dan kerinduan yang tak terbendung. Setiap kata menggambarkan perjalanan emosional seorang pria yang berusaha keras mencari istri yang hilang, menanggung penyesalan yang mendalam atas kegagalannya selama setahun penuh. Air mata membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap bertahan. Ini bukan tangisan sedih; ini adalah tangisan karena cinta yang begitu nyata, begitu tulus.Ketika pintu kamar mereka terbuka, Luna mendongak, mendapati sosok Bian berdiri di sana. Cahaya dari luar ruangan menyinari pria itu, menegaskan aura ketenangan yang selalu menyelimutinya. "Hei, aku memberikan jurnal ini bukan untuk membuatmu menangis, Sayang," ujarnya, melangkah masuk dan langsung duduk di depannya. Dengan lembut, ia mengusap pipi Luna, menghapus jejak air mata yang masih tersisa. Sentuhan itu bukan hanya lembut, tetapi juga penuh ci

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bahagia Selamanya

    “Sikapmu mencurigakan!” Luna tertawa ringan saat ia memukul lembut dada suaminya, namun segera menyerah dalam pelukannya. Dekapan Bian selalu berhasil meredakan segala kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Hangat, nyaman—seolah seluruh dunia berhenti berputar, memberikan mereka momen yang hanya milik mereka berdua. Luna menyandarkan kepalanya di dada Bian, merasakan detak jantungnya yang stabil, menenangkan. Tidak ada tempat ternyaman selain berada di sisinya, seolah Bian adalah oksigen yang ia butuhkan untuk bertahan hidup. Membayangkan hidup tanpa pria itu terasa tak mungkin lagi, dan setiap kali ada keraguan yang muncul, ia segera tenggelamkan dalam ketenangan pelukannya.“Kamu tahu aku mencintaimu,” bisik Bian di telinga Luna, suaranya rendah namun penuh keyakinan, mengirimkan getaran lembut yang langsung menusuk ke dalam hati Luna. Bian tidak perlu bersuara keras untuk menunjukkan betapa ia sangat menyayangi istrinya—bisikan itu saja sudah cukup untuk mengukir janji tanpa kata-

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Yang Terindah

    “Kita tidak bisa mencampuri hubungan mereka,” ucap Bian, suaranya tenang namun penuh ketegasan. Dia telah mendengar cerita sebenarnya dari Luna—bagaimana Julian tidak menyentuh Sarena sama sekali, bagaimana situasi rumit itu hanyalah bayang-bayang dari ketidakpastian. Tetapi justru karena dia mengetahui kebenarannya, Bian merasa tidak berhak mengambil peran dalam keputusan yang hanya bisa diambil oleh Sarena sendiri. Hatinya berat, namun ia tahu apa yang harus dilakukan.“Sarena sudah jauh lebih dewasa. Dia pasti bisa menyikapi semua ini,” lanjutnya, seolah kata-kata itu diucapkan untuk menenangkan diri sendiri lebih dari sekadar memberi penegasan kepada istrinya. Dia ingin yang terbaik untuk Sarena, tanpa intervensi yang malah akan mengaburkan pilihan yang sebenarnya. Tapi, sebagai kakak, ada kekhawatiran yang tak bisa sepenuhnya ditepiskan. Ia tahu apa yang telah dilewati Julian, dan sebentuk kasih yang tak terucap tumbuh di hatinya.“Biarkan dia yang mengambil keputusan, Luna.” D

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tentang Sarena

    “Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Julian Yang Malang

    Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Akan Menikahimu?

    Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bagaimana Denganmu Luna Sayang

    Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lega

    Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat

DMCA.com Protection Status