Beranda / Lain / Terikat Perjanjian / Sekaligus Dua Kabar Gembira

Share

Sekaligus Dua Kabar Gembira

Namun, Karin tidak percaya dengan kata-kata Rachel. Apa lagi dia melihat ada dua kertas yang di pegang Rachel. Tanpa berpikir panjang lagi, salah satu surat itu di ambil oleh Karin. Karena penasaran, dia nekat langsung membuka surat tersebut. Namun bukan surat kelulusan yang dia ambil, tapi surat beasiswa yang barusan di berikan Kepala Sekolah.

“Ya Tuhan, dasar pembohong kamu ya. Kabar sebagus ini kamu bilang tidak lulus. Ini apa? Beasiswa kan, Chel?”

“Hehe, iya. Maaf, aku Cuma bercanda kok.”

“Ya, ampun teman aku ini. Suka banget buat orang cemas. Selamat ya, sudah mendapatkan beasiswa.”

“Iya, sama-sama. Oh iya, lupakan soal beasiswa ini. Mending kita rayakan kelulusan kita.”

“Em, benar juga. Kalau begitu ayo kita coret-coret baju kita.”

“Kayaknya nggak deh. Daripada kita coretin baju kita, mending bajunya kita kasih sama adik kelas. Kan berguna juga. Mending kita rayakan dengan makan-makan, gimana?”

“Tapi kamu ya, Chel yang traktir?”

“Aman kalau soal itu. Yuk ah!”

“Oke siap!”

***

“Ayah!!!” Teriak Rachel ketika sampai di rumah dan memeluk ayahnya dari belakang yang sedang duduk di kursi.

“Tumben Ayah pulang cepat?” sambungnya.

“Memangnya tidak boleh Ayah pulang cepat, malah bagus dong kalau pulang cepat. Iya kan? Oh iya, mana hasilnya Ayah mau lihat! Pasti anak Ayah lulus kan? Kan anak Ayah ini anak yang pintar.”

“Ini, Yah!” Rachel menyodorkan sebuah surat.

“Semoga hasilnya tidak mengecewakan, Ayah!” sambungnya sembari memasang wajah khawatir.

Ayah mengerutkan keningnya, dan seolah ragu ingin membuka surat tersebut. Tapi karena penasaran, lalu Ayah buka isi amplop dan mengeluarkan selembar kertas. Ayah tampak serius membaca isi surat tersebut dengan seksama. Dengan berkali-kali membenarkan kacamata yang di pakainya.

“Loh, ini surat apa? Bukan surat kelulusan! Maksudnya apa?” Sepertinya ayah belum mengerti maksud dari isi surat beasiswa yang Rachel berikan.

“Memangnya di situ tertulis apa, Yah?”

“Surat beasiswa. Tunggu! Tunggu!” Ayah membaca ulang surat beasiswa yang dia baca. Di sana tertulis bahwa ada nama Rachel Maharani.

“Jadi kamu dapat beasiswa, Chel?”

Rachel mengangguk kan kepala dan mengembangkan senyum di bibirnya.

“Alhamdulillah ya Allah. Ternyata anak Ayah yang pintar ini berhasil mendapatkan beasiswa.”

“Iya, Yah. Ayah senang kan? Alhamdulillah, Yah. Tapi Ayah rela kalau aku kuliah di tempat ini, Yah? Kan jauh dari sini. Jadi aku harus tinggal di sekitar sana.”

“Tidak apa-apa, memangnya kenapa juga. Yang penting kamu bisa belajar lebih baik.”

“Tapi nanti Ayah tinggal sendiri di rumah kalau aku jauh, Yah. Andai saat itu aku setujui Ayah menikah lagi, pasti ada yang urus Ayah di rumah saat aku tidak ada.”

“Tidak apa-apa, lagian saat itu Ayah juga masih ragu dengan pilihan Ayah. Jadi Ayah pilih urus kamu saja. Ayah tidak apa-apa sendiri kok.”

“Baiklah, Yah.”

“Ayah sangat bangga dengan kamu, Nak. Kamu sangat mewariskan wajah ibu kamu, dan juga pintarnya.”

“Masa iya, Yah? Terus aku di wariskan apa dari Ayah?” Rachel terkekeh meledek Ayahnya.

“Kamu mewarisi keberanian Ayah, kalau soal yang lain, kamu mewarisi kebiasaan bangun siang. Soalnya waktu muda dulu, Ayah juga seperti kamu.”

“Wah, pantes saja aku suka bangun kesiangan. Jadi gara-gara Ayah ya. Haha!”

Suasana hangat sore itu membuat kedua anak dan ayah itu semakin akrab. Rachel yang sudah berhasil membuat bangga ayahnya.

Waktu demi waktu berjalan begitu cepat, beberapa tahun kemudian Rachel sudah menyandang gelar sarjana dan lulusan terbaik dengan nilai paling tinggi di kampus. Tidak di ragukan lagi kepintaran Rachel yang sudah menjadi berita dan meluas kemana-mana. Hari itu, dia wisuda tanpa di hadiri ayahnya. Padahal dia sangat berharap kalau ayahnya dapat hadir di hari bahagianya.

***

“Rachel, Selamat ya sayang sudah menjadi sarjana sekarang.”

“Terima kasih, Sayang.”

“Tapi kok wajah kamu cemberut begitu? Kenapa?” tanya Radit kekasih Rachel. Mereka kenal dan berpacaran sejak pertama kali Rachel duduk di bangku perkuliahan. Mereka beda jurusan dan semester, hingga saat itu Radit sudah lulus duluan sebelum wisuda Rachel. Tapi hubungan mereka terlihat baik sampai sekarang setelah sekian lamanya.

Radit pria tampan, juga kaya raya. Dengan potongan rambut kekinian, penampilan baju yang selalu modis bak seorang model majalah pria tampan. Banyak wanita yang iri dengan Rachel karena sudah dengan mudahnya mendapatkan Radit bintangnya di kampus tersebut.

“Ayah!”

“Ayah kenapa, Chel?”

“Ayah tidak dapat datang hari ini, aku sedih. Cuma kamu yang aku miliki di sini. Tapi aku juga iri melihat orang lain semua berfoto dengan kedua orangtuanya.”

“Memangnya alasan Ayah apa sampai dia tidak bisa datang kemari?

“Ayah sibuk kerja di kantor, katanya tadi ada urusan yang tidak bisa di tinggal.”

“Ya sudah, jangan sedih lagi ya. Kan masih ada aku yang temani kamu. Kalau Ayah nanti biar kita rayakan di rumah bersama Ayah.”

“Terima kasih ya, Sayang. Sudah selalu ada untuk aku.” Rachel kembali tersenyum karena Radit yang selalu ada untuknya.

“Ya sudah, kalau begitu aku antar pulang ya.”

Radit mengantar Rachel pulang ke rumah. Sepanjang jalan, Rachel merasa sedih. Karena setiap tempat yang dia lihat, selalu ada anak kecil bersama Ayah dan ibunya. Melihat semua itu, timbul lagi bayangan ketika dia masih kecil sekitar umur sembilan tahun. Begitu hidup bahagia bersama ayah dan ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status