Namun, Karin tidak percaya dengan kata-kata Rachel. Apa lagi dia melihat ada dua kertas yang di pegang Rachel. Tanpa berpikir panjang lagi, salah satu surat itu di ambil oleh Karin. Karena penasaran, dia nekat langsung membuka surat tersebut. Namun bukan surat kelulusan yang dia ambil, tapi surat beasiswa yang barusan di berikan Kepala Sekolah.
“Ya Tuhan, dasar pembohong kamu ya. Kabar sebagus ini kamu bilang tidak lulus. Ini apa? Beasiswa kan, Chel?”
“Hehe, iya. Maaf, aku Cuma bercanda kok.”
“Ya, ampun teman aku ini. Suka banget buat orang cemas. Selamat ya, sudah mendapatkan beasiswa.”
“Iya, sama-sama. Oh iya, lupakan soal beasiswa ini. Mending kita rayakan kelulusan kita.”
“Em, benar juga. Kalau begitu ayo kita coret-coret baju kita.”
“Kayaknya nggak deh. Daripada kita coretin baju kita, mending bajunya kita kasih sama adik kelas. Kan berguna juga. Mending kita rayakan dengan makan-makan, gimana?”
“Tapi kamu ya, Chel yang traktir?”
“Aman kalau soal itu. Yuk ah!”
“Oke siap!”
***
“Ayah!!!” Teriak Rachel ketika sampai di rumah dan memeluk ayahnya dari belakang yang sedang duduk di kursi.
“Tumben Ayah pulang cepat?” sambungnya.
“Memangnya tidak boleh Ayah pulang cepat, malah bagus dong kalau pulang cepat. Iya kan? Oh iya, mana hasilnya Ayah mau lihat! Pasti anak Ayah lulus kan? Kan anak Ayah ini anak yang pintar.”
“Ini, Yah!” Rachel menyodorkan sebuah surat.
“Semoga hasilnya tidak mengecewakan, Ayah!” sambungnya sembari memasang wajah khawatir.
Ayah mengerutkan keningnya, dan seolah ragu ingin membuka surat tersebut. Tapi karena penasaran, lalu Ayah buka isi amplop dan mengeluarkan selembar kertas. Ayah tampak serius membaca isi surat tersebut dengan seksama. Dengan berkali-kali membenarkan kacamata yang di pakainya.
“Loh, ini surat apa? Bukan surat kelulusan! Maksudnya apa?” Sepertinya ayah belum mengerti maksud dari isi surat beasiswa yang Rachel berikan.
“Memangnya di situ tertulis apa, Yah?”
“Surat beasiswa. Tunggu! Tunggu!” Ayah membaca ulang surat beasiswa yang dia baca. Di sana tertulis bahwa ada nama Rachel Maharani.
“Jadi kamu dapat beasiswa, Chel?”
Rachel mengangguk kan kepala dan mengembangkan senyum di bibirnya.
“Alhamdulillah ya Allah. Ternyata anak Ayah yang pintar ini berhasil mendapatkan beasiswa.”
“Iya, Yah. Ayah senang kan? Alhamdulillah, Yah. Tapi Ayah rela kalau aku kuliah di tempat ini, Yah? Kan jauh dari sini. Jadi aku harus tinggal di sekitar sana.”
“Tidak apa-apa, memangnya kenapa juga. Yang penting kamu bisa belajar lebih baik.”
“Tapi nanti Ayah tinggal sendiri di rumah kalau aku jauh, Yah. Andai saat itu aku setujui Ayah menikah lagi, pasti ada yang urus Ayah di rumah saat aku tidak ada.”
“Tidak apa-apa, lagian saat itu Ayah juga masih ragu dengan pilihan Ayah. Jadi Ayah pilih urus kamu saja. Ayah tidak apa-apa sendiri kok.”
“Baiklah, Yah.”
“Ayah sangat bangga dengan kamu, Nak. Kamu sangat mewariskan wajah ibu kamu, dan juga pintarnya.”
“Masa iya, Yah? Terus aku di wariskan apa dari Ayah?” Rachel terkekeh meledek Ayahnya.
“Kamu mewarisi keberanian Ayah, kalau soal yang lain, kamu mewarisi kebiasaan bangun siang. Soalnya waktu muda dulu, Ayah juga seperti kamu.”
“Wah, pantes saja aku suka bangun kesiangan. Jadi gara-gara Ayah ya. Haha!”
Suasana hangat sore itu membuat kedua anak dan ayah itu semakin akrab. Rachel yang sudah berhasil membuat bangga ayahnya.
Waktu demi waktu berjalan begitu cepat, beberapa tahun kemudian Rachel sudah menyandang gelar sarjana dan lulusan terbaik dengan nilai paling tinggi di kampus. Tidak di ragukan lagi kepintaran Rachel yang sudah menjadi berita dan meluas kemana-mana. Hari itu, dia wisuda tanpa di hadiri ayahnya. Padahal dia sangat berharap kalau ayahnya dapat hadir di hari bahagianya.
***
“Rachel, Selamat ya sayang sudah menjadi sarjana sekarang.”
“Terima kasih, Sayang.”
“Tapi kok wajah kamu cemberut begitu? Kenapa?” tanya Radit kekasih Rachel. Mereka kenal dan berpacaran sejak pertama kali Rachel duduk di bangku perkuliahan. Mereka beda jurusan dan semester, hingga saat itu Radit sudah lulus duluan sebelum wisuda Rachel. Tapi hubungan mereka terlihat baik sampai sekarang setelah sekian lamanya.
Radit pria tampan, juga kaya raya. Dengan potongan rambut kekinian, penampilan baju yang selalu modis bak seorang model majalah pria tampan. Banyak wanita yang iri dengan Rachel karena sudah dengan mudahnya mendapatkan Radit bintangnya di kampus tersebut.
“Ayah!”
“Ayah kenapa, Chel?”
“Ayah tidak dapat datang hari ini, aku sedih. Cuma kamu yang aku miliki di sini. Tapi aku juga iri melihat orang lain semua berfoto dengan kedua orangtuanya.”
“Memangnya alasan Ayah apa sampai dia tidak bisa datang kemari?
“Ayah sibuk kerja di kantor, katanya tadi ada urusan yang tidak bisa di tinggal.”
“Ya sudah, jangan sedih lagi ya. Kan masih ada aku yang temani kamu. Kalau Ayah nanti biar kita rayakan di rumah bersama Ayah.”
“Terima kasih ya, Sayang. Sudah selalu ada untuk aku.” Rachel kembali tersenyum karena Radit yang selalu ada untuknya.
“Ya sudah, kalau begitu aku antar pulang ya.”
Radit mengantar Rachel pulang ke rumah. Sepanjang jalan, Rachel merasa sedih. Karena setiap tempat yang dia lihat, selalu ada anak kecil bersama Ayah dan ibunya. Melihat semua itu, timbul lagi bayangan ketika dia masih kecil sekitar umur sembilan tahun. Begitu hidup bahagia bersama ayah dan ibunya.
“Rachel, kamu gambar apa ini? Duh lucunya.”Ibu mendekati Rachel yang asyik bermain dengan berbagai macam pensil warna. Rachel membuat gambar dirinya, ayah dan ibunya di sebelah kanan dan kirinya dan menggandeng tangan Rachel. Dengan penuh warna warni dalam gambar, meski gambar tidak rapi tapi memiliki penuh arti. Ibu selalu memuji kepintaran Rachel dan selalu mendukung dalam kegiatan yang bagus.“Ini Ayah, ini Ibu. Dan ini aku, Bu,” jelasnya.“Wah, gambar yang bagus. Pintar anak Ibu?”Ibu memberikan senyum pada bibirnya, lalu mengecup kening Rachel. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar Rachel rasakan. Tiba-tiba mendadak ibu mengalami sakit yang luar biasa pada dadanya. Sudah beberapa kali ibu check up ke dokter untuk meringankan rasa sakitnya. Ibu mempunyai riwayat sakit jantung. Hingga hari itu, rasa sakit ibu kambuh lagi. Sayangnya, kebetulan tidak ada ayah karena sedang kerja. Rachel yang sangat panik, minta tolong
Polisi tidak memberikan waktu lagi, pembicaraan mereka hanya sampai di situ saja. Rachel tidak tahu harus berbuat apa lagi sejak itu. Ayah yang korupsi dan harus di penjara selama sepuluh tahun lamanya. Dan meninggalkan hutang sehingga membuat Rachel bekerja keras. Impiannya untuk bekerja di perusahaan terbaik setelah lulus kuliah menjadi pupus. Karena tuntutan hutang tiap bulan yang harus di bayar, dan lamaran pekerjaan belum juga di terima dari berbagai perusahaan, membuatnya harus bekerja seadanya. Tapi penghasilan pas-pasan untuk kebutuhan bahkan kurang.“Sayang, aku sangat mencintaimu. Dan sudah beberapa bulan kamu menderita hidup sendiri dan serba kekurangan sejak ayah di penjara. Apa kamu mau kita menikah saja? Aku sekarang sudah siap,” ungkap Radit.“Apa dengan kita menikah, bisa menyelesaikan masalah?”“Aku ingin menikah dengan kamu karena ibadah. Karena tidak ingin juga melihat kamu hidup sendiri di rumah. Jika sudah bersa
“Ibu Rachel sudah meninggal sejak Rachel kecil, dan Ayah Rachel baru beberapa Minggu yang lalu masuk tahanan,” jelas Radit dengan jujur.“Apa? Kenapa bisa Ayah kamu masuk penjara, Chel?” tanya mama langsung kepada Rachel yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Rachel kaget bak tersambar petir ketika mama Radit bertanya tentang Ayahnya. Dia bingung harus jawab apa. Menunggu jawaban dari Radit, namun tidak di jawab juga. Hingga pertanyaan kedua datang langsung dari papa.“Jawab, kenapa Ayah kamu bisa masuk penjara? Apa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal atau hanya sebuah kesalahan atas dasar fitnah yang dia dapatkan?” tanya Papa dengan suara yang menggelegar. Rachel sudah menduga, latar belakangnya tentu akan menjadi bahan pertimbangan di keluarga Radit. Tapi semua sudah terlanjur dan harus Rachel jawab sejujur mungkin dan siap terima apa pun itu nanti pendapat mereka.“Ma-maaf, Om. Ayahku masuk penjara karena korups
Bismillahirrahmanirrahim. Ketua KUA langsung membacakan doa terlebih dahulu sebelum mengucapkan ijab kabul nya. Setelah itu baru lah mengucapkan ijab kabul.“Saya nikahkan engkau Radit Rajendra bin Abdul Qodir dengan Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat Shalat di bayar tunai,”Dengan cepat dan sigap Radit meraih tangan penghulu dan mengucapkan kata-kata.“Saya terima nikahnya Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat shalat dibayar tunai,”“Bagaimana saksi? Sah?”“Sah!”“Alhamdulillah,” semua yang hadir turut mengucapkan hamdalah.Setelah selesai proses akad, Rachel mencium tangan Radit. Begitu juga Radit mencium kening Rachel. Dua hati yang terikat dalam satu cinta kini bersatu dalam bahtera rumah tangga.Sesuai yang di inginkan, Radit dan Rachel akhirnya menikah secara agama dan hukum. Namun itu buk
Satu tahun sudah berlalu, namun Rachel dan Radit masih seperti biasa yang selalu bertengkar karena perjanjian tersebut. Selama ini Rachel selalu sabar menanggapi sikap Radit. Dia hanya bisa berharap suaminya dapat berubah untuk membela dirinya. Tapi kenyataannya, usaha Rachel selalu sia-sia. Keadaan kini tambah semakin berubah. Selain Rachel selalu mendapat cemoohan dari mertua, kini di tambah lagi dengan hadirnya Bella yang sudah menikah dengan Joe. Hari-hari yang di lalui Rachel semakin terlihat suram dengan hadirnya Bella. Karena jelas Mama mertuanya selalu membandingkan dirinya dengan Bella. "Mbak Rachel, tolong ambilkan aku Snack di kulkas dong!" Perintah Bella yang duduk tepat di depan tv ketika melihat Rachel berada di dapur. Mulut memerintah namun mata masih tetap fokus dengan tv. Hal itu sudah biasa Bella lakukan bersantai untuk menonton. Sikap Mama yang selalu memanjakan dirinya membuat dia semena-mena terhadap Rachel. Semenjak menikah dengan Joe, Bella men
Rachel rasa semua pekerjaan rumah sudah selesai. Mulai dari bersih-bersih dan masak di dapur. Semenjak pembantunya pulang kampung, semua pekerjaan rumah di serahkan pada Rachel. Papa, Joe dan Radit seperti biasa tiap hari bertugas di kantor. Sedangkan Mama dan Bella setiap hari hanya bersantai bahkan shopping di luar.Pagi itu, setelah Rachel membersihkan Snack yang berserakan di lantai, dan masak pun sudah selesai, dia berniat ingin mandi setelah itu. Namun baru saja dia duduk di kamarnya, mama memanggil dengan lantang."Rachel!" Panggilnya."Iya, Ma." Dengan sabar Rachel menjawab. Karena baru saja dia menghela napas panjang."Kesini kamu!" Perintahnya lagi."Iya, Ma. Sebentar." Rachel pun keluar dari kamar dan menuju ruang tv. Melihat mama dan Bella sudah rapi dandan cantik membuat Rachel bertanya-tanya."Mau kemana, Ma?" Tanya Rachel ingin tahu."Sudah, tidak usah banyak tanya. Mama dan Bella ingin pergi keluar. Dan mam
“Ma, aku mau tanya sesuatu,” ucap Rachel sedikit rasa ragu. Mama duduk santai di depan tv dengan Bella serentak mereka memandangi Rachel yang sedari tadi sudah berdiri di samping mama.“Iya, katakan saja,” jawab mama datar.“Palingan juga minta uang belanja tuh, Ma,” sahut Rachel dengan pandangan sinis.“Begini, Ma. Kemarin waktu Mama dan Bella keluar, Bibi telepon. Dia tanya soal gaji dia bulan ini sudah di transfer atau belum katanya.”“Oh, bilang saja nanti kalau dia telepon lagi, secepatnya Mama transfer.”“Iya, Ma.” Rachel tetap berdiri di samping Mama. Rasa ingin ada sesuatu yang ingin di sampaikan, namun takut untuk memulai kata-kata itu. Sehingga dia terus berdiri dengan mulut seperti ingin bicara namun ragu untuk melontarkan.“Kamu kenapa, Chel? Apa ada yang ingin kamu katakan lagi?” Mama menatap mata Rachel kali ini.“Em, em, maaf. Bibi
“Ma, aku mau tanya sesuatu sama Mama.” Radit keluar dari kamar di susul Rachel yang menahan tangan Radit agar tidak bicara dengan Mama. Tapi Radit nekat untuk tetap bertanya dengan Mama yang masih sibuk dengan menonton tayangan kesukaannya di tv. “Mas Radit, jangan.” Rachel berusaha mencegah Radit. Namun, Radit tidak mendengarkan Rachel. “Ada apa, Dit?” tanya Mama melihat Radit dengan heran. “Apa Mama sudah pecat Bibi pembantu kita, Ma?” “Iya, memangnya kenapa? Syukur deh kamu sudah tahu. Mama memang sengaja pecat dia,” jelasnya. “Mama bilang sengaja? Jadi Mama juga sengaja sudah buat Rachel seperti ini?” Radit mengeluarkan suara dengan lantang. Kali ini dia benar-benar marah. “Seperti apa maksud kamu, Dit? Dia terlihat baik-baik saja bukan?” “Dia sakit, Ma. Karena ulah Mama sudah semena-mena terhadap Rachel. Untuk apa Mama lakukan itu semua, bukannya kita tidak pernah kekurangan uang. Tapi kenapa pembantu-pembantu kita