“Rachel, kamu gambar apa ini? Duh lucunya.”
Ibu mendekati Rachel yang asyik bermain dengan berbagai macam pensil warna. Rachel membuat gambar dirinya, ayah dan ibunya di sebelah kanan dan kirinya dan menggandeng tangan Rachel. Dengan penuh warna warni dalam gambar, meski gambar tidak rapi tapi memiliki penuh arti. Ibu selalu memuji kepintaran Rachel dan selalu mendukung dalam kegiatan yang bagus.
“Ini Ayah, ini Ibu. Dan ini aku, Bu,” jelasnya.
“Wah, gambar yang bagus. Pintar anak Ibu?”
Ibu memberikan senyum pada bibirnya, lalu mengecup kening Rachel. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar Rachel rasakan. Tiba-tiba mendadak ibu mengalami sakit yang luar biasa pada dadanya. Sudah beberapa kali ibu check up ke dokter untuk meringankan rasa sakitnya. Ibu mempunyai riwayat sakit jantung. Hingga hari itu, rasa sakit ibu kambuh lagi. Sayangnya, kebetulan tidak ada ayah karena sedang kerja. Rachel yang sangat panik, minta tolong dengan para tetangga yang lumayan agak jauh untuk di datangi.
“Paman, tolong Ibu. Sakit Ibu kambuh lagi!”
Rachel dengan napas tersengal-sengal minta tolong dengan tetangga yang paling dekat dia jangkau.
“Memangnya, di mana ayah kamu? Kerja ya?”
“Iya, Paman. Ayo, Paman. Cepat tolong ibu!”
Lalu orang itu pun langsung menuju rumah Rachel. Ketika sampai di rumah, Ibu sudah terdiam lemas. Segera Paman periksa napas juga urat nadi ibunya Rachel. Tapi saat itu, denyut nadi ibunya sudah tidak berdenyut lagi.
“Maaf ya, Chel. Kamu yang sabar, ibu kamu sudah meninggal.”
“Apa? Ibu meninggal? Ibuuuu!!”
Rachel menangis sekuat-kuatnya. Ibu sudah meninggal karena terlambat mendapat pertolongan. Paman bingung harus bagaimana, hingga akhirnya dia menghubungi ayahnya yang masih kerja.
Kejadian itu tidak pernah Rachel lupakan hingga kini sampai dewasa. Ayah yang setia sampai sekarang pada ibu dan tidak menikah lagi. Ayah berjanji akan menjaga Rachel anak satu-satunya.
Rachel tersadar dari lamunannya. Ketika melihat ada anak masih kecil dan berjuang cari makan sehari-hari, di situ lah Rachel merasa bersyukur. Karena selama ini ayahnya masih bisa bekerja dan memberikan keperluan untuk Rachel sampai dia dewasa.
“Chel, kok kamu diam saja? Kamu tidak apa-apa kan?” Sembari menyetir mobilnya dan melihat Rachel yang hanya diam sejak tadi di sepanjang perjalanan.
“Tidak apa-apa, aku hanya senang saja melihat mereka-mereka.” Rachel menunjuk orang-orang yang sedang duduk santai di pinggir jalan, taman, dan tempat lainnya.
“Em, aku tahu. Pasti kamu ingat dengan masa lalu kamu. Jangan terlalu di pikirkan ya, Chel. Nanti kamu bisa sakit.”
“Iya, tidak kok, Sayang.”
***
“Nah, Kita sudah sampai nih,” ujar Radit.
“Terima kasih ya. Kamu mau mampir tidak?”
“Tidak, aku langsung pulang saja sayang. Karena tadi aku ada janji sama Mama di rumah.”
“Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati ya di jalan.”
“Siap, Tuan Putri.”
Radit langsung pulang ke rumah usai mengantar Rachel. Begitu juga Rachel dengan lunglai masuk ke dalam rumah yang masih terkunci. Padahal dia berharap ayahnya sudah pulang saat itu. Tapi tetap saja, ayah belum pulang juga membuat Rachel tambah sedih karenanya.
Tapi tidak lama kemudian, ayah pulang dengan wajah lesu. Yang tadinya Rachel ingin marah, ketika melihat wajah sendu, renta membuat Rachel tidak tega ingin memarahi ayahnya.
“Kamu sudah pulang kemari, Chel?”
“Sudah, Yah.”
“Maafin Ayah ya? Sudah tidak datang di acara wisuda kamu. Tapi doa Ayah selalu yang terbaik untuk kamu. Dan Ayah yakin pasti kamu dapatkan nilai terbaik lagi bukan?”
“Iya benar, Ayah.”
Bahkan, rasanya Rachel sudah tidak perduli dengan prestasinya. Karena percuma punya kelebihan tapi, kurangnya keluarga. Namun, Rachel sangat bersyukur punya Ayah luar biasa.
“Alhamdulillah.”
Tidak lama kemudian, datang beberapa polisi ke rumahnya.
“Permisi!” Sapa polisi yang sudah berada di depan pintu terbuka. Rachel di dalam bersama ayah, akhirnya keluar untuk melihat siapa yang sudah datang.
“Iya, Pak!” Rachel merasa was-was karena kedatangan tamu polisi.
“Benar ini rumahnya Bapak Indra?”
“Benar, Pak. Ada apa ya?” sahut ayah keluar dari dalam.
“Borgol dia!” perintah atasan untuk memborgol ayah.
“Loh, ada apa ini?”
“Iya, ada apa ini, Pak? Apa salah Ayah saya?” sahut Rachel yang masih menggunakan baju toga wisudanya.
“Bapak kami tahan atas laporan yang kami terima, karena Bapak sudah melakukan korupsi di kantor.”
“Apa? Benar, Yah?” tanya Rachel.
Melihat ayah yang terdiam dan menundukkan kepalanya menandakan bahwa dia benar-benar melakukan kesalahan tersebut.
“Ayah! Jawab?”
“Iya, Chel. Ayah sudah melakukan kesalahan. Maafin Ayah ya, Nak.”
“Iya, tapi kenapa? Kenapa ayah lakukan?” Rachel mulai tidak bisa menahan tangisnya. Ayah terdiam, dan polisi pun membawa ayah ke kantor polisi.
“Tunggu, Pak. Saya ingin bicara sebentar dengan Ayah saya.”
“Baiklah.”
Polisi memberikan kesempatan untuk Rachel bicara dengan ayahnya. Namun hanya diberikan waktu sebentar.
“Ayah, tolong jujur sama aku. Kenapa Ayah lakukan ini semua?”
“Maafin, Ayah. Ayah sudah tidak tahu mau bagaimana lagi. Hutang Ayah banyak, makanya ayah korupsi untuk membayar hutang itu. Tapi semua itu tidak cukup.”
“Lalu kenapa Ayah harus korupsi?”
“Ayah harus bagaimana, Chel. Apa yang harus Ayah lakukan untuk melunasi hutang itu. Cuma itu satu-satunya jalan.”
“Tapi itu bukan jalan, Yah. Yang Ada sekarang Ayah harus menanggung bebannya.”
“Waktu sudah habis, Ayah kamu harus segera kami bawa.”
Polisi tidak memberikan waktu lagi, pembicaraan mereka hanya sampai di situ saja. Rachel tidak tahu harus berbuat apa lagi sejak itu. Ayah yang korupsi dan harus di penjara selama sepuluh tahun lamanya. Dan meninggalkan hutang sehingga membuat Rachel bekerja keras. Impiannya untuk bekerja di perusahaan terbaik setelah lulus kuliah menjadi pupus. Karena tuntutan hutang tiap bulan yang harus di bayar, dan lamaran pekerjaan belum juga di terima dari berbagai perusahaan, membuatnya harus bekerja seadanya. Tapi penghasilan pas-pasan untuk kebutuhan bahkan kurang.“Sayang, aku sangat mencintaimu. Dan sudah beberapa bulan kamu menderita hidup sendiri dan serba kekurangan sejak ayah di penjara. Apa kamu mau kita menikah saja? Aku sekarang sudah siap,” ungkap Radit.“Apa dengan kita menikah, bisa menyelesaikan masalah?”“Aku ingin menikah dengan kamu karena ibadah. Karena tidak ingin juga melihat kamu hidup sendiri di rumah. Jika sudah bersa
“Ibu Rachel sudah meninggal sejak Rachel kecil, dan Ayah Rachel baru beberapa Minggu yang lalu masuk tahanan,” jelas Radit dengan jujur.“Apa? Kenapa bisa Ayah kamu masuk penjara, Chel?” tanya mama langsung kepada Rachel yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Rachel kaget bak tersambar petir ketika mama Radit bertanya tentang Ayahnya. Dia bingung harus jawab apa. Menunggu jawaban dari Radit, namun tidak di jawab juga. Hingga pertanyaan kedua datang langsung dari papa.“Jawab, kenapa Ayah kamu bisa masuk penjara? Apa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal atau hanya sebuah kesalahan atas dasar fitnah yang dia dapatkan?” tanya Papa dengan suara yang menggelegar. Rachel sudah menduga, latar belakangnya tentu akan menjadi bahan pertimbangan di keluarga Radit. Tapi semua sudah terlanjur dan harus Rachel jawab sejujur mungkin dan siap terima apa pun itu nanti pendapat mereka.“Ma-maaf, Om. Ayahku masuk penjara karena korups
Bismillahirrahmanirrahim. Ketua KUA langsung membacakan doa terlebih dahulu sebelum mengucapkan ijab kabul nya. Setelah itu baru lah mengucapkan ijab kabul.“Saya nikahkan engkau Radit Rajendra bin Abdul Qodir dengan Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat Shalat di bayar tunai,”Dengan cepat dan sigap Radit meraih tangan penghulu dan mengucapkan kata-kata.“Saya terima nikahnya Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat shalat dibayar tunai,”“Bagaimana saksi? Sah?”“Sah!”“Alhamdulillah,” semua yang hadir turut mengucapkan hamdalah.Setelah selesai proses akad, Rachel mencium tangan Radit. Begitu juga Radit mencium kening Rachel. Dua hati yang terikat dalam satu cinta kini bersatu dalam bahtera rumah tangga.Sesuai yang di inginkan, Radit dan Rachel akhirnya menikah secara agama dan hukum. Namun itu buk
Satu tahun sudah berlalu, namun Rachel dan Radit masih seperti biasa yang selalu bertengkar karena perjanjian tersebut. Selama ini Rachel selalu sabar menanggapi sikap Radit. Dia hanya bisa berharap suaminya dapat berubah untuk membela dirinya. Tapi kenyataannya, usaha Rachel selalu sia-sia. Keadaan kini tambah semakin berubah. Selain Rachel selalu mendapat cemoohan dari mertua, kini di tambah lagi dengan hadirnya Bella yang sudah menikah dengan Joe. Hari-hari yang di lalui Rachel semakin terlihat suram dengan hadirnya Bella. Karena jelas Mama mertuanya selalu membandingkan dirinya dengan Bella. "Mbak Rachel, tolong ambilkan aku Snack di kulkas dong!" Perintah Bella yang duduk tepat di depan tv ketika melihat Rachel berada di dapur. Mulut memerintah namun mata masih tetap fokus dengan tv. Hal itu sudah biasa Bella lakukan bersantai untuk menonton. Sikap Mama yang selalu memanjakan dirinya membuat dia semena-mena terhadap Rachel. Semenjak menikah dengan Joe, Bella men
Rachel rasa semua pekerjaan rumah sudah selesai. Mulai dari bersih-bersih dan masak di dapur. Semenjak pembantunya pulang kampung, semua pekerjaan rumah di serahkan pada Rachel. Papa, Joe dan Radit seperti biasa tiap hari bertugas di kantor. Sedangkan Mama dan Bella setiap hari hanya bersantai bahkan shopping di luar.Pagi itu, setelah Rachel membersihkan Snack yang berserakan di lantai, dan masak pun sudah selesai, dia berniat ingin mandi setelah itu. Namun baru saja dia duduk di kamarnya, mama memanggil dengan lantang."Rachel!" Panggilnya."Iya, Ma." Dengan sabar Rachel menjawab. Karena baru saja dia menghela napas panjang."Kesini kamu!" Perintahnya lagi."Iya, Ma. Sebentar." Rachel pun keluar dari kamar dan menuju ruang tv. Melihat mama dan Bella sudah rapi dandan cantik membuat Rachel bertanya-tanya."Mau kemana, Ma?" Tanya Rachel ingin tahu."Sudah, tidak usah banyak tanya. Mama dan Bella ingin pergi keluar. Dan mam
“Ma, aku mau tanya sesuatu,” ucap Rachel sedikit rasa ragu. Mama duduk santai di depan tv dengan Bella serentak mereka memandangi Rachel yang sedari tadi sudah berdiri di samping mama.“Iya, katakan saja,” jawab mama datar.“Palingan juga minta uang belanja tuh, Ma,” sahut Rachel dengan pandangan sinis.“Begini, Ma. Kemarin waktu Mama dan Bella keluar, Bibi telepon. Dia tanya soal gaji dia bulan ini sudah di transfer atau belum katanya.”“Oh, bilang saja nanti kalau dia telepon lagi, secepatnya Mama transfer.”“Iya, Ma.” Rachel tetap berdiri di samping Mama. Rasa ingin ada sesuatu yang ingin di sampaikan, namun takut untuk memulai kata-kata itu. Sehingga dia terus berdiri dengan mulut seperti ingin bicara namun ragu untuk melontarkan.“Kamu kenapa, Chel? Apa ada yang ingin kamu katakan lagi?” Mama menatap mata Rachel kali ini.“Em, em, maaf. Bibi
“Ma, aku mau tanya sesuatu sama Mama.” Radit keluar dari kamar di susul Rachel yang menahan tangan Radit agar tidak bicara dengan Mama. Tapi Radit nekat untuk tetap bertanya dengan Mama yang masih sibuk dengan menonton tayangan kesukaannya di tv. “Mas Radit, jangan.” Rachel berusaha mencegah Radit. Namun, Radit tidak mendengarkan Rachel. “Ada apa, Dit?” tanya Mama melihat Radit dengan heran. “Apa Mama sudah pecat Bibi pembantu kita, Ma?” “Iya, memangnya kenapa? Syukur deh kamu sudah tahu. Mama memang sengaja pecat dia,” jelasnya. “Mama bilang sengaja? Jadi Mama juga sengaja sudah buat Rachel seperti ini?” Radit mengeluarkan suara dengan lantang. Kali ini dia benar-benar marah. “Seperti apa maksud kamu, Dit? Dia terlihat baik-baik saja bukan?” “Dia sakit, Ma. Karena ulah Mama sudah semena-mena terhadap Rachel. Untuk apa Mama lakukan itu semua, bukannya kita tidak pernah kekurangan uang. Tapi kenapa pembantu-pembantu kita
Semua tampak sedang berbahagia karena kelahiran cucu pertama. Rachel seperti tidak di anggap. Bahkan, ketika semua mendapat giliran menggendong hanya dia yang tidak di perbolehkan memegangnya. Sebenci itu kah mereka terhadap Rachel.“Sini gantian Kakek yang gendong,” pinta Papa yang baru bergelar menjadi Kakek dari cucu pertama. Dia meminta gantian gendong ketika cucu di gendong Mama. Setelah semua mendapat giliran menggendong, Rachel pun mengulurkan kedua tangannya untuk menggendong anak Bella ketika anaknya sudah di samping Bella. Namun, Bella berpura-pura sibuk memeluk anaknya sambil berbicara. Rachel pun mundur beberapa langkah untuk menjauh.‘Meski aku sudah menolong Bella, tidak membuat hatinya luluh. Kenapa Bella ikut membenci aku? Apa salah aku terhadapnya?’ gumam Rachel.Tiba-tiba Rachel mengaduh kesakitan di bagian perutnya, di sertai mual yang begitu hebat. Tapi yang lain hanya bertanya