Beranda / Lain / Terikat Perjanjian / Pernikahan Sakral

Share

Pernikahan Sakral

Bismillahirrahmanirrahim. Ketua KUA langsung membacakan doa terlebih dahulu sebelum mengucapkan ijab kabul nya. Setelah itu baru lah mengucapkan ijab kabul.

“Saya nikahkan engkau Radit Rajendra bin Abdul Qodir dengan Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat Shalat di bayar tunai,”

Dengan cepat dan sigap Radit meraih tangan penghulu dan mengucapkan kata-kata.

“Saya terima nikahnya Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat shalat dibayar tunai,”

“Bagaimana saksi? Sah?”

“Sah!”

“Alhamdulillah,” semua yang hadir turut mengucapkan hamdalah.

Setelah selesai proses akad, Rachel mencium tangan Radit. Begitu juga Radit mencium kening Rachel. Dua hati yang terikat dalam satu cinta kini bersatu dalam bahtera rumah tangga.

Sesuai yang di inginkan, Radit dan Rachel akhirnya menikah secara agama dan hukum. Namun itu bukan kebahagiaan yang sebenarnya Rachel rasakan. Dia terus teringat perjanjian yang sudah dia tanda tangani. Meski dia bahagia telah bersama Radit, tapi selalu ada yang kurang dari pernikahan mereka jika tidak di karuniai seorang anak.

Dua polisi sudah menanti dan akan membawa Ayahnya Rachel kembali ke penjara setelah selesai menjadi wali untuk Rachel.

“Nak, selamat ya sudah menjadi istri. Berbaktilah dengan suami kamu, ayah hanya bisa sedikit bantu dan menemani kamu sampai di sini. Ayah harus kembali ke penjara.”

“Terima kasih, Ayah. Baik lah, Ayah juga jaga diri baik-baik ya?”

“Iya, Rachel.”

Ayah kembali di borgol dan pergi dari acara pernikahan tersebut, sebelum dia pergi juga menepuk bahu Radit dengan sebuah senyuman getir di bibirnya dan melontarkan beberapa kata saja.

“Ingat janji kamu!”

“Iya pasti, Yah. Jangan khawatir!” Ayah mengingat kan janji Radit yang akan menjaga Rachel.

Di sela beberapa tamu memberi ucapan selamat dengan kedua mempelai, datang Leo menghampiri mama papa juga yang lainnya.

“Ma, Pa! Kenalkan, ini calon istri yang aku pilih untuk aku nikahi nanti.” Di tengah pesta yang pernikahan, adiknya Radit sedang memperkenalkan pacarnya bernama Arin.

“Wah, cantiknya. Ini baru calon menantu idaman,” ujar Mama.

“Hai, Tante, Om,” Arin menyalami tangan Mama papanya. Dengan gaya yang anggun dan menjadi pusat perhatian semua tamu undangan. Pakaian yang modis, rambut ikal dengan warna pirang nan panjang tergerai dengan indah, Kulit putih bersih dan wajah yang cantik.

“Iya dong, Ma. Dia juga berpendidikan loh,” sambung Leo.

“Bagus dong! Jadi bisa meneruskan keturunan yang baik di keluarga kita. Tidak seperti istrinya Radit,” tutur papa. Hal itu di dengar oleh Rachel, namun Radit tidak dengar karena asyik bicara dengan teman-teman yang datang.

“Ya Allah, sebenci itukah mertuaku karena latar belakangku? Kasihan Ayah mendekam di penjara, tapi hal ini Ayah tidak boleh tahu,” gumam Rachel.

“Dan pasti kamu dari keluarga terpandang bukan?” Mama memastikan bahwa pacar yang di bawa Leo berasal dari keluarga baik-baik. Arin hanya tersenyum malu dengan pertanyaan tersebut.

“Duh, Ma. Jelas keluarganya orang terpandang. Mana mungkin juga aku sembarang memilih pasangan,” lagi-lagi yang menjawab Leo.

“Bagus kalau begitu, jadi Mama dan Papa tidak ragukan lagi hubungan kalian. Jadi kapan mau nyusul nikah?”

“Kalau bisa secepatnya nanti, Ma. Soalnya sekarang Arin lagi selesai kan proyek. Iya kan, Rin?”

“Iya, Mas,” jawab Arin.

“Baru juga menjadi pacar, tapi Arin sudah mendapatkan perlakuan yang baik. Sedangkan aku,” gumam Rachel sedih.

Beberapa hari setelah menikah, bukan mendapat kebahagiaan yang utuh. Namun selalu ada pertengkaran kecil menjadi besar. Berharap sebuah pernikahan yang romantis layaknya pasangan lain, tapi berbeda dengan yang Rachel dan Radit rasakan.

“Mas, apa kamu tidak bisa bujuk mama papa untuk batalkan perjanjian kemarin?”

“Percuma ngomong sama papa, dia tidak akan dengarkan kita, Chel.”

“Tidak ada salahnya kita terus mencoba. Siapa tahu papa terbuka hatinya untuk kita. Coba saja, Mas. Mumpung papa ada di ruang tamu itu.”

“Baiklah. Kali ini akan aku coba!.”

Sebelumnya Rachel sudah meminta kepada Radit suaminya, untuk membatalkan niat kedua orangtuanya Radit. Namun, ketika Rachel berdiri di balik pintu untuk mendengarkan Papa mertuanya lagi berbicara dengan Radit saat itu, bahwa perjanjian sebelum menikah kemarin akan tetap Papa buat. Dengan alasan tidak mau punya menantu keturunan dari seorang koruptor. Sebenarnya hal itu sudah di bantah berulang kali oleh Radit, Tapi tidak membuat papanya untuk membatalkan niatnya.

    “Pa, kenapa Papa harus buat perjanjian ini? Tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan.”

    “Papa tidak buat perjanjian ini, tapi karena keinginan kamu lah yang membuat semua ini terjadi.”

    Radit tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan orang tuanya. Karena bagaimana pun mereka tetap saling mencintai.

“Tapi, Pa. Apa tidak ada hal lain yang bisa membatalkan perjanjian tersebut?”

“Keputusan Papa sudah bulat. Tidak ada hal lain yang bisa membatalkan kecuali kamu dan Rachel bercerai saja.”

“Pa? Tidak bisa begitu dong. Rachel hanya korban, dia hanya anak dari yang tersangka bukan pelakunya.”

“Bagi Papa, mau tersangka mau pelaku tetap sama saja. Tidak ada bedanya. Sudahlah, Papa tidak mau bahas lagi soal ini. Papa capek, mau istirahat.”

Nyatanya percuma saja bicara kan hal itu lagi kepada Papa, karena tetap saja papa bersi keras untuk mempertahankan surat perjanjian tersebut. Baginya harta tahta dan martabat sangat lah penting, apa lagi untuk pewarisnya kelak.

“Gimana, Mas? Apa berhasil?”

“Berhasil apanya? Yang ada malah kena ceramah. Sudahlah, aku tidak mau bertanya soal ini lagi dengan Papa. Percaya saja suatu saat pasti hati mereka akan luluh kok.”

“Iya, tapi mau sampai kapan semua ini. Yang ada semakin berlarut mereka akan semakin tidak peduli.”

“Ya kamu yang sabar dong. Baru juga beberapa hari kita menikah.”

“Tapi, Mas!”

“Sudahlah, kamu jangan membantah.”

“Aku tidak kuat jika kamu terus-menerus seperti ini, Mas. Aku juga ingin punya anak, tapi aku juga tidak mau kena resiko dari perjanjian itu.”

“Ya mau tidak mau harus kita jalani, toh kita sama-sama mau menikah kan kemarin. Jadi untuk apa di sesali.”

Lagi-lagi Rachel hanya bisa pasrah dengan keadaan. Tapi bukan berarti dia menyerah, hampir tiap hari dia katakan itu dengan suaminya. Namun, Radit yang terlalu penurut dengan kedua orang tuanya.

“Ya, Allah. Kenapa ini semua terjadi padaku. Kenapa kedua mertua aku siksa batinku seperti ini. Bahkan suamiku sendiri tidak peduli dengan perasaan aku. Sampai kapan aku akan begini, tidak mungkin harus selamanya mengikuti perjanjian itu.”

Tangis dan doa dalam sujud Rachel meminta petunjuk dari Allah atas beban dalam hidupnya. Kian hari kian makin tersiksa dengan perilaku mamanya yang seenaknya atur-atur kehidupan juga masalah pekerjaan Rachel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status