“Apa peduliku, kenapa juga aku masih memikirkan tentang parfum itu. Kalau memang Mas Radit selingkuh, ya biarkan saja. Toh dia juga tidak peduli dengan aku.” Rachel berusaha menguatkan kembali dirinya sendiri ketika mengingat hal tersebut. Namun dia seperti orang linglung dan kebingungan. Terkadang dia merasa curiga, bahkan bisa saja tidak peduli sama sekali.
“Tapi kenapa aku hati aku merasa cemburu ya? Padahal semua itu juga percuma aku pikirkan. Ah, entah lah.” Rachel menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.
“Nak, kamu yang sabar ya sayang. Kamu harus tetap bertahan. Sebenarnya ibu sudah tidak tahan tinggal di sini. Tapi ibu tidak punya uang untuk biaya melahirkan kamu nanti. Semua ini demi kamu sayang. Seperti apa pun nanti kamu, ibu akan selalu menyayangi kamu. Biarkan saja Ayah dan kakek nenekmu tidak mengakui kamu, tapi ada ibu yang akan selalu ada untuk kamu sayang.” Tidak terasa air mata Rachel menetes bergulir membasahi pipi
“Non Rachel, non tidak apa-apa kan?” Bibi menempelkan kupingnya dan memastikan keadaan Rachel yang menangis terisak-isak di dalam kamarnya. Tidak sengaja bibi melewati kamar Rachel dengan suara tangisan. Ketika di tanya bibi, tak sepatah kata pun di ucapkan Rachel. Bibi terus bertanya untuk memastikan keadaan Rachel.“Kenapa, Bi?” Tiba-tiba Radit di belakang mengejutkan bibi yang sedari tadi kuping dan pipinya menempel pintu kamar.“Ini Den, dari tadi Non Rachel menangis gak berhenti. Bibi takut dia kenapa-kenapa, dan pintu terkunci.”“Coba biar aku yang tanya, Bi.” Radit mengganti kan posisi bibi berdiri di depan pintu lalu bertanya dengan Rachel. Memang benar, suara tangisan tak henti-hentinya di dalam. Terdengar seperti sangat pilu yang sedang di alami.“Jangan-jangan Non Rachel ingin melahirkan, Den?” tanya Bibi lagi.“Kalau memang dia ingin melahirkan, tidak mungkin dia ha
“Tidak mungkin aku katakan itu sekarang pada Joe. Apa lagi sekarang dia lagi sekarat di rumah sakit. Tapi kasihan, dia juga menjadi korban perselingkuhan. Memang benar-benar kurang ajar Bella. Tidak tahu diri!” Rachel menggerutu sendiri dalam kamarnya. Sembari menunggu kabar selanjutnya tentang keadaan Joe sekarang.“Nanti ada saatnya, pasti akan aku katakan kebenarannya. Aku tidak peduli lagi dengan mas Radit. Tapi di sisi lain, Joe juga harus tahu semua suatu saat nanti,” gumamnya lagi.*** Keadaan di rumah sakit mama, papa dan juga Bella sedang berlari cepat untuk segera menuju ruangan di mana Joe di rawat. Sesampainya di ruang rawat kondisi sangat mengejutkan. Joe yang sudah t
“Sebenarnya ini kesempatan aku untuk melukai mas Joe. Tapi tidak mungkin aku ke sana bawa anak ini. Lalu jika aku tertangkap, dan aku masuk penjara, siapa yang akan urus anak ini?” Bella terus bicara dengan diri sendiri di dalam kamar sembari menenangkan anaknya yang sedikit rewel.“Ada apa, Bel? Kenapa dengan anak kamu. Kok sejak tadi rewel saja?” Ucap mama dari luar kamar.“Tidak apa-apa kok, Ma. Mungkin dia sedikit kangen dengan Ayahnya saja. Ini lagi tenang kan, sebentar lagi juga tidur.” Sahut Bella beralasan.“Ssttttttt...!!!” Bella berusaha mendiam kan anaknya dengan telunjuk jarinya. Mama pun sudah tidak bertanya-tanya lagi.
Sinar hangat mentari pagi yang menembus celah fentilasi kamar Rachel mengenai wajah putih bersihnya. Dan suara kicauan burung bersahutan di luar terdengar sangat riuh. Hembusan demi hembusan sepoi-sepoi angin membuat helai rambut sedikit berayun manja di hidung mancung Rachel saat itu.“Rachel sayang! Kamu belum bangun ya, Nak. Sudah siang ini. Katanya hari ini mau lihat hasil kelulusan kamu?” Tampak Ayahnya dari luar pintu bicara pada Rachel dan sesekali mengetuk pintu kamarnya. Namun tidak juga ada sahutan dari dalam, bahkan untuk di buka pintu saja tidak. Lagi-lagi ayahnya dengan tidak bosan selalu memanggil Rachel untuk membangun kan.“Sayang! Sebentar lagi Ayah mau berangkat kerja. Jangan lupa bangun ya, nanti kamu telat kalau tidak ada yang bangunkan. Di atas meja makan juga sudah Ayah siapkan nasi goreng. Jangan lupa di makan! Nanti keburu dingin sudah tidak enak.”Ayah yang begitu sayang dengan anak satu-satunya setiap pagi memang
Namun, Karin tidak percaya dengan kata-kata Rachel. Apa lagi dia melihat ada dua kertas yang di pegang Rachel. Tanpa berpikir panjang lagi, salah satu surat itu di ambil oleh Karin. Karena penasaran, dia nekat langsung membuka surat tersebut. Namun bukan surat kelulusan yang dia ambil, tapi surat beasiswa yang barusan di berikan Kepala Sekolah.“Ya Tuhan, dasar pembohong kamu ya. Kabar sebagus ini kamu bilang tidak lulus. Ini apa? Beasiswa kan, Chel?”“Hehe, iya. Maaf, aku Cuma bercanda kok.”“Ya, ampun teman aku ini. Suka banget buat orang cemas. Selamat ya, sudah mendapatkan beasiswa.”“Iya, sama-sama. Oh iya, lupakan soal beasiswa ini. Mending kita rayakan kelulusan kita.”“Em, benar juga. Kalau begitu ayo kita coret-coret baju kita.”“Kayaknya nggak deh. Daripada kita coretin baju kita, mending bajunya kita kasih sama adik kelas. Kan berguna juga. Mending kita rayakan deng
“Rachel, kamu gambar apa ini? Duh lucunya.”Ibu mendekati Rachel yang asyik bermain dengan berbagai macam pensil warna. Rachel membuat gambar dirinya, ayah dan ibunya di sebelah kanan dan kirinya dan menggandeng tangan Rachel. Dengan penuh warna warni dalam gambar, meski gambar tidak rapi tapi memiliki penuh arti. Ibu selalu memuji kepintaran Rachel dan selalu mendukung dalam kegiatan yang bagus.“Ini Ayah, ini Ibu. Dan ini aku, Bu,” jelasnya.“Wah, gambar yang bagus. Pintar anak Ibu?”Ibu memberikan senyum pada bibirnya, lalu mengecup kening Rachel. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar Rachel rasakan. Tiba-tiba mendadak ibu mengalami sakit yang luar biasa pada dadanya. Sudah beberapa kali ibu check up ke dokter untuk meringankan rasa sakitnya. Ibu mempunyai riwayat sakit jantung. Hingga hari itu, rasa sakit ibu kambuh lagi. Sayangnya, kebetulan tidak ada ayah karena sedang kerja. Rachel yang sangat panik, minta tolong
Polisi tidak memberikan waktu lagi, pembicaraan mereka hanya sampai di situ saja. Rachel tidak tahu harus berbuat apa lagi sejak itu. Ayah yang korupsi dan harus di penjara selama sepuluh tahun lamanya. Dan meninggalkan hutang sehingga membuat Rachel bekerja keras. Impiannya untuk bekerja di perusahaan terbaik setelah lulus kuliah menjadi pupus. Karena tuntutan hutang tiap bulan yang harus di bayar, dan lamaran pekerjaan belum juga di terima dari berbagai perusahaan, membuatnya harus bekerja seadanya. Tapi penghasilan pas-pasan untuk kebutuhan bahkan kurang.“Sayang, aku sangat mencintaimu. Dan sudah beberapa bulan kamu menderita hidup sendiri dan serba kekurangan sejak ayah di penjara. Apa kamu mau kita menikah saja? Aku sekarang sudah siap,” ungkap Radit.“Apa dengan kita menikah, bisa menyelesaikan masalah?”“Aku ingin menikah dengan kamu karena ibadah. Karena tidak ingin juga melihat kamu hidup sendiri di rumah. Jika sudah bersa
“Ibu Rachel sudah meninggal sejak Rachel kecil, dan Ayah Rachel baru beberapa Minggu yang lalu masuk tahanan,” jelas Radit dengan jujur.“Apa? Kenapa bisa Ayah kamu masuk penjara, Chel?” tanya mama langsung kepada Rachel yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Rachel kaget bak tersambar petir ketika mama Radit bertanya tentang Ayahnya. Dia bingung harus jawab apa. Menunggu jawaban dari Radit, namun tidak di jawab juga. Hingga pertanyaan kedua datang langsung dari papa.“Jawab, kenapa Ayah kamu bisa masuk penjara? Apa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal atau hanya sebuah kesalahan atas dasar fitnah yang dia dapatkan?” tanya Papa dengan suara yang menggelegar. Rachel sudah menduga, latar belakangnya tentu akan menjadi bahan pertimbangan di keluarga Radit. Tapi semua sudah terlanjur dan harus Rachel jawab sejujur mungkin dan siap terima apa pun itu nanti pendapat mereka.“Ma-maaf, Om. Ayahku masuk penjara karena korups