Beranda / CEO / Tergoda Suami Sewaan / Bab 01 - Jebakan

Share

Tergoda Suami Sewaan
Tergoda Suami Sewaan
Penulis: Olivia Yoyet

Bab 01 - Jebakan

"Hey!" seru Hadrian Danadyakhsa, yang mengejutkan kedua lelaki yang sedang mengeroyok Kirman, ajudannya. 

"Akang kejar Non Zaara!" pekik Kirman sambil menendangi lawan-lawannya yang sempat termangu. 

"Dia di mana?" 

"Mobil sedan hitam. Ada stiker huruf C putih di kaca belakang!" 

Hadrian memutar badan dan lari menuju mobil inventaris khusus PG. Dia menekan remote untuk membuka kunci pintu MPV hitam, kemudian dia memasuki kendaraan dan segera menyalakan mesinnya. 

Hadrian mengemudi dengan kecepatan tinggi. Dia mengamati setiap sedan yang berada di lajur yang sama. Kala menemukan mobil dengan ciri-ciri yang disebutkan Kirman, Hadrian berusaha mendekati kendaraan tersebut dari sisi kiri. 

Hadrian memastikan perempuan yang sedang menyandar ke pintu mobil itu adalah Zaara. Dia memutar otak agar bisa memindahkan gadis tersebut ke mobilnya tanpa menimbulkan kehebohan pengendara lainnya. 

Hadrian mengulum senyuman saat tiba di perempatan yang cukup sepi. Tanpa ragu-ragu dia membanting setir ke kanan hingga mobilnya menyerempet mobil sedan. 

Hadrian berpura-pura hendak kabur dengan membelokkan kemudi ke kiri. Pancingannya berhasil karena pengendara mobil sedan benar-benar mengejarnya. 

Hadrian menghentikan mobil dan memasang rem tangan. Dia tidak mematikan mesin karena akan segera pergi setelah mendapatkan Zaara. 

Hadrian keluar sambil membuka jasnya dan melemparkan benda itu ke jok kursi tengah. Pria berparas tampan mengambil cincin besi andalannya dari saku celana, lalu memasang benda-benda itu di jemari kanan dan kiri. 

"Dasar, bodoh!" seru pria berkemeja marun menggunakan bahasa Inggris berlogat unik. 

Hadrian tidak menyahut, melainkan langsung maju dan menghantamkan tinjuan ke rahang lawannya. Pria bermata sipit mengumpat dalam bahasa Mandarin yang membuat Hadrian teringat akan keluarga Adhitama, sahabat-sahabatnya yang merupakan keturunan Tionghoa. 

Perkelahian terus berlanjut. Hadrian mengeluarkan semua kemampuan karatenya yang dibalas dengan wushu apik oleh lawannya. 

Pada satu kesempatan Hadrian berhasil menendang lelaki tersebut hingga menabrak mobil. Hadrian menarik kerah kemeja lawannya, sebelum menghantamkan kepala pria tersebut ke kaca mobil.

Kala tubuh pria berkemeja marun bergoyang, Hadrian mendorongnya hingga jatuh telentang di jalan dan tidak bergerak lagi. Hadrian memutari mobil dan membuka pintu bagian penumpang. 

Tubuh Zaara yang ternyata tidak mengenakan sabuk pengaman, meluncur turun. Hadrian segera menangkapnya dan menarik badan gadis bergaun hitam. Dia terpaksa menggendong Zaara yang ternyata cukup berat. 

Tanpa menutup pintu mobil sedan, Hadrian jalan secepat mungkin ke mobilnya. Dengan susah payah dia membuka pintu samping kiri dan mendudukkan Zaara. Kemudian Hadrian menutup pintu dan segera memutari depan mobil. 

Tidak berselang lama mobil MPV hitam telah melaju melintasi jalan lengang. Hadrian berusaha membangunkan Zaara yang hanya bergumam tanpa membuka mata. 

Pria berhidung mancung bingung hendak mengantarkan Zaara ke mana. Kemudian dia memutuskan mengajak gadis tersebut ke apartemennya, yang berada satu gedung dengan apartemen khusus milik PG. 

Setibanya di tempat tujuan, Hadrian membopong Zaara menuju lobi utama. Dia meminta bantuan petugas lobi buat mengantarkannya ke lantai 19, menggunakan lift. Hadrian menjelaskan siapa Zaara dan sang petugas tidak lagi bertanya apa pun. 

Sesampainya di unit pribadi, Hadrian menggendong Zaara ke kamar utama. Namun, belum sempat dia membaringkan gadis tersebut, Zaara tiba-tiba muntah hingga mengotori gaunnya. 

"Bisa tolong aku?" tanya Hadrian sembari mendudukkan Zaara di sofa. 

"Bantu apa, Pak?" tanya petugas lobi dengan bahasa Melayu.

"Carikan secwan. Maksudku, pegawai perempuan. Baju Zaara harus diganti," terang Hadrian sembari mengambil tisu dari meja untuk membersihkan kotoran di gaun Zaara. 

"Baik. Segera saya carikan." 

Sang petugas berbalik dan segera keluar. Dia menutup pintu unit, kemudian memasuki lift. Sementara Hadrian masih sibuk membersihkan gaun Zaara yang tengah terisak-isak. 

"Ra, aku cariin susu, ya. Mungkin bisa menetralisir alkohol di badanmu," tutur Hadrian sembari mengusap tisu ke wajah gadis yang balas menatapnya dengan mata berkabut. 

"Kang, antarkan aku ke toilet," cicit Zaara. 

Hadrian hendak bertanya, tetapi diurungkan saat menyadari jika Zaara kemungkinan akan kembali muntah. Pria berkemeja hijau muda bangkit dan menuntun Zaara yang jalan terhuyung-huyung. 

Mereka tiba di toilet dan Zaara benar-benar kembali mengeluarkan isi perutnya di lantai. Mengesampingkan rasa jijik, Hadrian menyambar selang shower kecil dan menyiram kotoran dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya memijat belakang leher Zaara yang tengah merunduk di kloset. 

Seusai mengeluarkan semua isi perut, Zaara kembali menangis. Dia malu pada Hadrian karena tengah berada dalam kondisi yang memprihatinkan. 

"Ra, stop dulu nangisnya," pinta Hadrian. "Lebih baik bajumu segera diganti. Kalau nggak kamu akan muntah lagi," lanjutnya. "Tunggu, aku carikan pakaian ganti," sambungnya sembari keluar, bertepatan dengan bunyi bel pintu depan. 

Zaara menatap pantulan wajahnya di cermin, kemudian mengumpati Leroy Cheng, pria yang ternyata telah menjebaknya. Zaara benar-benar kesal pada lelaki yang awalnya dikira gentleman, tetapi kenyataannya Leroy adalah orang yang licik. 

Zaara ingin menelepon kedua temannya di hotel untuk mengabarkan posisinya. Dia memindai sekitar sebelum mendengkus kuat kala menyadari sejak tadi dia tidak melihat tas hitamnya. 

Setelah pintu unit dibukakan Hadrian, perempuan berseragam pegawai melangkah masuk. Dia menutup pintu, kemudian mengikuti arahan Hadrian dan bergegas mendatangi Zaara. 

Sekian menit berlalu, Zaara dan Sophia keluar dari toilet. Mereka meneruskan langkah menuju ruangan depan di mana Hadrian baru selesai menelepon Kirman. 

Sophia berpamitan dan Hadrian memberinya tips. Zaara duduk miring di sofa sambil memeluk kedua lututnya. Rasa mual di perut masih terasa, tetapi ditahannya agar tidak kembali muntah. 

"Ra, kamu nginap di mana? Kuantarkan," tutur Hadrian sambil duduk di kursi seberang. 

"Hotel Meridien," sahut Zaara. "Tapi, kalau aku pulang dalam kondisi begini, teman-temanku akan panik. Mungkin nanti mereka akan laporan ke Ayah, dan aku nggak boleh lagi keluyuran tanpa pengawal," jelasnya. 

"Wait. Tanpa pengawal?" 

"Hu um." 

"Kok, bisa?" 

"Aku bujuk Ayah dan Ibu. Kebetulan Mas Ivan lagi nggak ada. Jadi lolos, deh." 

"Hmm, ya, Mas Ivan lagi di Bali sama tim." Hadrian mengamati perempuan muda yang wajahnya masih pucat. "Lalu, aku nganterin kamu ke mana?" tanyanya. 

"Aku boleh nginap di sini? Besok pagi-pagi aku balik ke hotel." 

Hadrian terdiam sejenak. Dia ragu-ragu untuk mengizinkan gadis berpipi tembam untuk menginap. "Atau begini aja. Kamu nginap di unit PG lantai 15," usulnya.

"Aku nggak mau sendirian." 

"Ehm, Kirman nanti nemenin kamu." 

Zaara spontan menggeleng. "Aku nggak kenal sama dia." 

"Kirman itu pengawal sekaligus asistenku. Dijamin aman." 

"Tetap nggak mau. Bagiku dia tetap orang asing." 

Hadrian tertegun, kemudian dia melengos. Dia tidak menduga bila gadis berparas manis di hadapannya, ternyata sama keras kepalanya dengan Ivan. 

Hadrian menyandar dan menempelkan kepalanya ke sandaran kursi. Dia memijat dahi yang tiba-tiba berdenyut, sambil memikirkan sesuatu. 

Tiba-tiba Zaara bangkit dan lari ke dapur mini. Dia kembali muntah di wastafel dan menjadikan Hadrian mengeluh dalam hati, karena harus mengizinkan gadis itu menginap sekaligus merawatnya. 

Hadrian bangkit untuk mendatangi Zaara. Dia mengurut belakang leher perempuan berusia 25 tahun tersebut, kemudian merapikan rambut Zaara yang terdorong ke depan. 

"Sudah? Kalau belum, keluarin semuanya," cakap Hadrian sembari mengepang rambut Zaara yang lebat. Terbiasa mengurus adiknya sejak kecil menjadikan Hadrian cekatan menjalin rambut hingga rapi.

"Udah," cicit Zaara. 

"Mau minum susu atau teh hangat?" 

"Teh aja." 

"Sebentar kubuatkan." 

"Ada yang bisa dimakan? Aku ... lapar." 

"Ada roti, atau kalau mau, kubuatkan nasi goreng." 

"Apa aja, deh." 

Hadrian menuntun Zaara kembali ke kursinya. Kemudian dia berbalik dan bersiap untuk membuatkan minuman buat mereka.

Zaara mengamati lelaki berparas tampan yang memang cukup dekat dengannya. Terutama semenjak Hadrian bersahabat dengan Ivan selama beberapa tahun terakhir. 

Bunyi bel pintu mengejutkan Hadrian. Dia segera membukanya setelah memastikan bila orang di balik pintu adalah Kirman. Hadrian menggeleng pelan menyaksikan kondisi ajudannya yang mengalami luka-luka. Pria berbibir tipis membatin bila malam itu dia harus mengurus dua pasien sekaligus, dan keduanya sama-sama kepala batu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
kang Iaaaaaaan yuhuuuuu
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Syahreza
calon pasangan baru bakal hadir ini si zaara sama hardian
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status