"Kak, tunggu, ada yang harus kita bicarakan!" panggil Jasmin saat malam itu Arya pulang namun langsung balik badan dan pergi lagi setelah membawa beberapa potong pakaian untuk di bawanya serta.
Begitulah Arya akhir-akhir ini, dia semakin jarang pulang, kalaupun pulang paling hanya sekedar mampir untuk membawa barang-barang yang diperlukannya saja."Aku buru-buru, kita bicara lain waktu saja!" jawab Arya sambil terus berjalan bahkan tanpa menoleh sedikitpun ke arah istrinya yang terus mengekori dan mengejarnya dari dalam sampai ke teras.Namun langkah Jasmin terhenti saat melihat sekilas samar- samar bayangan seseorang duduk di dalam kursi penumpang depan mobil suaminya. Kaca film jendela mobil Arya memang tak terlalu gelap, jadi masih bisa terlihat jika ada orang di dalam mobil itu, meski tak terlalu jelas."Siapa dia, kak?" tanya Jasmin, matanya terus tertuju ke arah sosok di dalam mobil yang sepertinya tak asing bagi dirinya."Apa itu mbakSepanjang perjalanan selepas meninggalkan Jasmin di rumah, Arya terlihat banyak melamun, bahkan beberapa kali mobil yang di kendarainya nyaris saja bertabrakan dengan kendaraan lain, ucapan Jasmin yang mengatakan kalau dirinya sedang hamil terus saja terngiang di kepalanya, sungguh mempunyai keturunan merupakan impiannya, apalagi di usianya yang sekarang sudah melewati angka 30, dimana teman teman sebayanya sudah mempunyai dua bahkan tiga anak yang sudah masuk sekolah."Mas, apa kamu memikirkan tentang kehamilan Jasmin? Aku juga bisa memberi mu anak yang lucu lucu, kita bisa berkonsultasi bersama ke dokter, aku yakin kita pasti bisa, belum tentu kan, anak yang di kandung Jasmin itu anak mu, dan belum tentu juga kalau Jasmin benar-benar sedang hamil, bisa saja dia hanya mengada ada agar kamu tak pergi meninggalkannya." Ujar Maya yang sepetinya sangat paham kalau saat ini pikiran Arya sedang tak merasa tenang akibat memikirkan ucapan istrinya tadi."Mas, aku sudah be
Jasmin berjalan dengan langkah setengah berlari, terburu menuju halaman rumah orangtuanya setelah dia turun dari mobil yang di kendarainya dan di parkirkan di halaman rumah mewah itu.Dadanya bergemuruh kencang, dengan pikiran yang kalaut tak karuan, satu tujuannya, menemui Dimas yang tak bisa dia temui di kantor tempat mereka seharusnya sering bertemu karena berada di kantor yang sama, namun kakak laki-lakinya itu jarang terlihat dan sangat sulit untuk di temui akhir-akhir ini."Mana abang, bu?" Kata pertama yang terucap dari bibir Jasmin saat bertemu dengan ibunya di ruang tengah rumah itu."Hai sayang, tumben jam segini mampir, abang mu baru saja datang, dia di atas." Jawab ibunya menyambut hangat kedatangan puteri bungsu kesayangnnya, namun sikap Jasmin justru berbanding terbalik, dia sangat dingin, dan tanpa basa basi langsung menuju ke lantai atas rumah itu, dimana kamar abangnya berada.Bruakkk !!!Tanpa mengetuk pintu terlebih dah
Ayah, ibu dan kakak laki-laki Jasmin berkumpul di depan ruangan UGD menanti kabar dari dokter yang sedang memeriksa kesayangan mereka di dalam sana, sudah hampir satu jam lamanya Jasmin di periksa di dalam ruangan yang dimana mereka hanya bisa pasrah dan mempercayakan keselamatan anaknya pada para dokter yang sedang berjuang di dalam sana demi kesembuhan Jasmin.Hanya kaca tembus pandang berukuran 20X20 CM yang terdapat di pintu ruangan itulah tempat mereka mengintip secara bergantian, melihat keadaan Jasmin, meski tak jelas betul bagaimana keadaan putri kesayangan mereka itu, karena terkadang posisi Jasmin terhalang oleh para dokter yang sibuk menanganinya.Ibunya hanya bisa menangis sesenggukan tanpa henti meratapi keadaan putrinya, sementara ayahnya sibuk menenangkan istrinya di saat hatinya pun sama kacaunya saat ini.Lantas Dimas, saat ini dia sibuk dengan ponselnya di ujung lorong rumah sakit, berkali-kali dirinya menghubungi Arya dan juga Maya, namun k
Disinilah Dimas berada kini, di sebuah villa di tepi pantai, setelah selama tiga hari mencari dimana keberadaan Arya dan Maya, akhirnya usahanya membuahkan hasil juga.Pihak rumah sakit tak mau menggugurkan janin Jasmin meski ada persetujuan dari pihak keluarga, karena Jasmin yang sampai detik ini masih tergolek tak sadarkan diri, pihak rumah sakit meminta persetujuan dari suami atau ayah dari bayi itu, kecuali kalau Jasmin sadar dan dia menyetujui tindakan aborsi si janin demi keselamatan nyawa ibunya itu."D-Dimas,,,!" Cicit Arya da Maya hampir bersamaan.Namun Dimas yang mereka sebut namanya itu hanya membisu dengan tatapan setajam elang menyorot kedua pasangan pengantin baru itu bergantian, rahang Dimas mengeras menahan amarah yang bergemuruh di dadanya sekencang gemuruh ombak yang menjadi pemandangan indah villa itu.Bagaimana tidak, kedua manusia ini sedang berasyik asikan menikmati perayaan kembali rujuknya pernikahan mereka yang yang sempa
"Aku tak mau menanda tangani semua ini!" Tolak Arya mengembalikan kertas-kertas beserta amplop itu, yang lantas dia lemparkan begitu saja ke meja yang berada di hadapan Dimas."Kau tak mencintai adik ku, dan kau juga sudah mendapatkan kembali istri mu, terlebih kau juga sudah berhasil menyakiti Jasmin dan menorehkan luka yang sangat dalam bagi ku dan keluarga ku, tidak kah pembalasan dendam mu itu sudah cukup? Meskipun itu sangat tidak adil bagi ku, karena harusnya kau mencari lawan yang seimbang seperti aku, bukan adik perempuan ku. Apa lagi yang membuat mu tak bersedia menandatangani surat-surat itu?"Dimas sudah mulai bangkit dari tempat duduknya semula, penolakan Arya untuk menanda tangani berkas-berkas itu memancing emosinya yang sedari tadi sudah di tahannya dengan sekuat tenaga."Tapi--tapi ini,,," gugup Arya tak tau harus berbicara dengan cara bagaimana, dirinya sangat syok manakala mengetahui ada surat pengguguran kandungan yang harus dirinya tanda tan
"Jas-min,,," ucapnya lirih, hatinya terasa begitu perih bagai tersayat melihat kondisi istri yang sering di siksanya lahir batin itu terbaring tak berdaya.Sungguh melihat kondisi Jasmin yang seperti sekarang ada di hadapan matanya itu membuat dunianya tiba-tiba serasa berhenti berputar.Ternyata dia lebih memilih Jasmin menatapnya penuh kebencian, berkata dengan kemarahan, mendiamkannya dengan kekesalan, dari pada harus melihat istrinya seperti ini, ada jiwa yang seakan ikut runtuh dan hancur melihat Jasmin hanya terdiam bahkan pandangan penuh benci istrinya kini sangat di rindukannya."Aku sudah bilang pada mu, tak ada gunanya kau bertemu dan berbicara dengan adik ku, dia bahkan tak bisa melihat dan mendengar suara mu, puas kau buat adik ku se menderita ini? Aku memang pernah berbuat salah pada mu, tapi itu masalah kita, tak adil rasanya jika dia yang harus menjadi korban dari permasalahan kita, sebagai kakaknya, aku memohon pada mu, selamatkan nyawa adi
Arya memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan Jasmin yang tanpa dia tahu ternyata meneteskan air mata dari sudut matanya yang masih terpejam.Entah apa yang terjafi pada diri Jasmin sekarang ini, apa dia mendengar semua yang di ucapkan Arya di alam bawah sadarnya, atau bahkan ternyata Jasmin memang sudah tersadar sedari tadi namun hanya pura-pura terpejam demi untuk menghindari bertatap langsung dengan ayah dari anak yang di kandungnya kini, yang jelas air mata itu turun begitu saja dari sudut mata Jasmin dengan derasnya.Tiiit,,,,tiiiit,,,,tiiit,,,Suara pendeteksi jantung yang menandakan suatu yang tidak bagus mengundang para perawat dan juga dokter yang langsung berlarian menuju kamar dimana Jasmin di rawat, tak terkecuali Niko yang berlari dengan wajah paniknya.Arya yang memang belum jauh dari sana langsung memutar tungkai kakinya dan bergegas untuk kembali menuju ruangan Jasmin, namun Dimas dan kedua orang tuanya dengan sigap menjegal la
Sudah lebih dari dua tahun berlalu, namun Arya diam-diam masih mencari keberadaan Jasmin, sehari semenjak dirinya datang ke rumah sakit untuk menanda tangani surat persetujuan pengangkatan janin dan juga pengucapan talak, Arya datang kembali ke rumah sakit, dia ingin melihat bagaimana keadan Jasmin pasca pengangkatan janin buah hati mereka, namun ternyata pihak rumah sakit mengatakan kalau Jasmin sudah di pindahkan ke rumah sakit lain, dan pihak rumah sakit tak bisa mengatakan ke rumah sakit mana Jasmin di pindahkan atas permintaan keluarga yang meminta hal itu di rahasiakan pada siapapun.Sempat beberapa kali Arya menghubungi Gita, barangkali wanita yang dulu tergila-gila padanya dan pernah di peralatnya untuk mendekati Dimas itu mengetahui sesuatu tentang Jasmin, namun kenyataannya nihil, Karena kini bahkan Gita sudah tidak bersama Dimas lagi.Sungguh berbagai jalan untuk sekedar mengetahui kabar Jasmin yang sagat ingin di ketahuinya itu sepertinya sudah sangat b
Tiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Langkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat."Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir in
"Anak mu memang tidak bersalah, namun kau yang bersalah! Seharusnya kau tidak menikah dengan Arya, seharusnya kau tidak usah lagi muncul di kehidupan kami, lihatlah,,, kehadiran mu membuat rumah tangga kami menjadi hancur, dia ingin kembali mengejar mu, dan ingin meninggalkan ku! Kau sialan!" maki Maya pada Jasmin sambil mendorong Nirel dengan penuh emosi ke arah luar pagar pembatas, membuat Jasmin akhirnya tidak kuasa menyaksikan semua itu dan dia menjerit histeris dibuatnya. "Nirel,,, tidak,,,!!" jerit Jasmin terdengar pilu.Namun tanpa di duga Arya justru berlari secepat kilat menangkap tubuh mungli Nirel yang hampir saja terlempar dari pagar pembatas balkon, membuat Maya semakin di kuasai emosi karena merasa suaminya lebih membela Jasmin, bahkan rela mengorbankan apapun demi anak mantan istrinya itu."Sialan kau Arya, masih saja kau membela dia, kenapa selalu dia,,, dia,,,dan dia, aku memang bersalah, tapi tidak seharusnya aku di perlakukan tidak adil
Bugh,,,,Pukulan telak yang mengenai wajah Arya itu membuat pandangan Arya sedikit kabur akibat kecangnya tinju yang di layangkan Niko, beruntung dia hanya terhenyak ke sandaran jok mobil yang empuk, jika itu terjadi di luar mobil, ceritanya akan lain, mungkin dia akan tersungkur di tanah."Apa-apaan ini?" teriak Arya kesal, sambil memegangi hidungnya yang kini mengeluarkan darah segar akibat pukulan Niko.Rupanya tinju Niko tepat mengenai tulang hidung Arya sehingga seketika cairan merah kental itu mengalir dari kedua lubang hidungnya."Dimana Nirel? Kembalikan dia pada kami!" geram Niko dengan tangannya yang mencengkeram kasar bagian kerah baju Arya."Nirel? Apa maksud mu? Kenapa kau menanyakannya pada ku? aku bahkan baru saja sampai ke tempat ini!" Arya menyingkirkan tangan Niko dari hadpannya."Ini--- kau yang mengirimkan pesan ini pada kami bukan? Jika bukan kau, siapa lagi? Mengapa kau tidak pernah puas menyakiti ku? Bukank
Jasmin dan Niko di buat kalang kabut mencari-cari keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang dalam sekejapan mata saja, ada sedikit rasa sesal dalam hati keduanya karena mereka tadi mereka malah bermesraan sampai tidak sadar jika Nirel yang mereka kira aman-aman saja bermain di area halaman rumah, nyatanya kini menghilang begitu saja."Sebaiknya kita lapor polisi." ujar Jasmin pada Niko yang sebenarnya tidak kalah paniknya dari Jasmin, namun pria itu berpura-pura terlihat tegar agar tidak semakin membuat Jasmin panik."Tapi laporan kehilangan orang baru bisa di terima jika tang bersangkutan sudah menghilang 1X24 jam." jawab Niko dengan lemas. Selain tubuhnya yang terasa lelah karena sudah mengemudi selama berjam jam lamanya, pikirannya juga tidak kalah lelahnya karena harus di peras memikirkan dimana keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang."24 jam? Bagaimana jika ternyata dia tersesat di hutan, lantas bertemu dengan hewan buas? Mana bisa kita menungg
"Tidak perlu memaksakan diri untuk berusaha mencintaiku, percayalah,,, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap menunggu hingga kamu benar-benar mencintai ku." Goda Niko pagi itu saat mendapati jasmin yang sudah berada di dapur dengan wajah yang terlihat berkeringat karena menyiapkan bebrapa menu masakan.Hari ini, karena weekend Niko ingin mengajak Jasmin dan Nirel untuk pergi ke salah satu villa milik keluarganya yang berada di pegunungan, Niko ingin membuat jasmin melupakan kesdihan dan ketegangannya akibat pertengkarannya dengan Arya tempo hari, jadilah hari ini Jasmin memasak lebih banyak dari hari biasanya karena sebagian makanannya akan dia bekal untuk pejalanan yang mungkin akan di tempuh selama tiga sampai empat jam itu.Mendengar ucapan Niko, Jasmin menoleh ke arah sumber suara sambil tersenyum lebar. "Orang bilang memikat pria itu harus di mulai dari perutnya, setelah itu maka dia akan menaklukan hatinya." celoteh Jasmin, membuat kini Giliran Ni
Tok,,,tok,,,tok!Dengan penuh hati-hati Niko mengetuk pintu kamar Jasmin yang tertutup rapat.Beberpa menit berdiri di depan pintu kayu bercat coklat tua itu, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar, padahal Niko sudah mengulangi ketukan pintunya sebanyak tiga kali."Jas,,, jasmin. Ini aku, apaaku boleh masuk?" tanya Niko memanggil-manggil Jasmin yang masih memilih untuk diam tidak bersuara di dalam kamarnya."Jasmin,,, izinkan aku berbicara dengan mu," sambung Niko lagi masih tetap berusaha.Ternyata usahanya tidak sia-sia, karena suara anak kunci yang di putar dari dalam kini terdengar jelas di telinga Niko, membuat pria itu akhirnya bsa bernafas dengan lega.Jasmin membuka sedikit pintu kamarnya, dia menutupi mata sembabnya dengan rambutnya yang sengaja dia gerai menutupi sebagian wajahnya, namun semua itu sia-sia, karena Niko masih tetap bisa melihat dengan jelas sisa-sisa air mata yang tergenang di di kedua netra coklat indah it
"K-kamu mengikuti ku?" gugup Arya."Kenapa? Bukankah dengan begitu akhirnya aku jadi tahu, jika selama ini kamu di hantui rasa bersalah dan menyesal telah meninggalkan mantan istri mu, apa kamu masih mencintainya?" sinis Maya yang sontak saja membuat Arya gelagapan di buatnya. "Kau keterlaluan, bisa-bisanya kau mengikuti ku secara diam-diam seperti ini, kau anggap aku ini apa, huh?" emosi Arya tiba-tiba saja meledak, entah itu hanya untuk menutupi kegugupan dan mengaburkan kesalahannya, sehingga seolah-olah dalam hal ini Maya lah yang bersalah karena telah menguntitnya. Namun satu yang pasti, Arya kali ini sedang merasa marah dan juga kecewa dengan sikap Jasmin yang tidak memberinya kesempatan bahkan hanya untuk berbicara lebih lama lagi, sehingga Maya menjadi pelampiasan kemarahannya saat ini."Aku menganggap mu pria yang paling mengerti dan mencintai ku, namun ternyata aku salah, karena teryata kau mencintai orang lain, bukankah aku yang seharusnya bert
"Jasmin, apa dia putri ku?" tanya Arya yang menjegal langkah Jasmin dan Nirel dan berdiri mengghalangi langkah ibu dan anak itu."Apa kau mabuk? Beraninya mengatakan hal itu di depan anak ku, tentu saja ini anak ku, bukan anak mu. Dasar pria gila!" Jasmin menyingkirkan tubuh Arya yang menghalanginya dengan mendorongnya kasar.Sungguh Jasmin tidak menyangka jika Arya akan seberani itu mempertanyakan mengenai status Nirel, bahkan di hadapan putrinya secara langsung, apa Arya tidak memikirkan bagaimana psikologi Nirel nantinya setelah mendengar pertanyaannya itu. Nirel mungkin masih kecil, tapi bocah itu pasti mengerti, karena entah mengapa bocah itu selalu lebih pintar di banding bocah-bocah seusianya."Jasmin, tunggu aku! Ada hal yang harus kita bicarakan." Arya masih berusaha mengejar Jasmin yang terus menghindar dari Arya dan melangkah dengan langkah yang tergesa agar bisa lebih cepat meninggalkan pria yang pernah menyakiti dirinya di masa lalu itu, Jasmi