"Jas-min,,," ucapnya lirih, hatinya terasa begitu perih bagai tersayat melihat kondisi istri yang sering di siksanya lahir batin itu terbaring tak berdaya.Sungguh melihat kondisi Jasmin yang seperti sekarang ada di hadapan matanya itu membuat dunianya tiba-tiba serasa berhenti berputar.Ternyata dia lebih memilih Jasmin menatapnya penuh kebencian, berkata dengan kemarahan, mendiamkannya dengan kekesalan, dari pada harus melihat istrinya seperti ini, ada jiwa yang seakan ikut runtuh dan hancur melihat Jasmin hanya terdiam bahkan pandangan penuh benci istrinya kini sangat di rindukannya."Aku sudah bilang pada mu, tak ada gunanya kau bertemu dan berbicara dengan adik ku, dia bahkan tak bisa melihat dan mendengar suara mu, puas kau buat adik ku se menderita ini? Aku memang pernah berbuat salah pada mu, tapi itu masalah kita, tak adil rasanya jika dia yang harus menjadi korban dari permasalahan kita, sebagai kakaknya, aku memohon pada mu, selamatkan nyawa adi
Arya memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan Jasmin yang tanpa dia tahu ternyata meneteskan air mata dari sudut matanya yang masih terpejam.Entah apa yang terjafi pada diri Jasmin sekarang ini, apa dia mendengar semua yang di ucapkan Arya di alam bawah sadarnya, atau bahkan ternyata Jasmin memang sudah tersadar sedari tadi namun hanya pura-pura terpejam demi untuk menghindari bertatap langsung dengan ayah dari anak yang di kandungnya kini, yang jelas air mata itu turun begitu saja dari sudut mata Jasmin dengan derasnya.Tiiit,,,,tiiiit,,,,tiiit,,,Suara pendeteksi jantung yang menandakan suatu yang tidak bagus mengundang para perawat dan juga dokter yang langsung berlarian menuju kamar dimana Jasmin di rawat, tak terkecuali Niko yang berlari dengan wajah paniknya.Arya yang memang belum jauh dari sana langsung memutar tungkai kakinya dan bergegas untuk kembali menuju ruangan Jasmin, namun Dimas dan kedua orang tuanya dengan sigap menjegal la
Sudah lebih dari dua tahun berlalu, namun Arya diam-diam masih mencari keberadaan Jasmin, sehari semenjak dirinya datang ke rumah sakit untuk menanda tangani surat persetujuan pengangkatan janin dan juga pengucapan talak, Arya datang kembali ke rumah sakit, dia ingin melihat bagaimana keadan Jasmin pasca pengangkatan janin buah hati mereka, namun ternyata pihak rumah sakit mengatakan kalau Jasmin sudah di pindahkan ke rumah sakit lain, dan pihak rumah sakit tak bisa mengatakan ke rumah sakit mana Jasmin di pindahkan atas permintaan keluarga yang meminta hal itu di rahasiakan pada siapapun.Sempat beberapa kali Arya menghubungi Gita, barangkali wanita yang dulu tergila-gila padanya dan pernah di peralatnya untuk mendekati Dimas itu mengetahui sesuatu tentang Jasmin, namun kenyataannya nihil, Karena kini bahkan Gita sudah tidak bersama Dimas lagi.Sungguh berbagai jalan untuk sekedar mengetahui kabar Jasmin yang sagat ingin di ketahuinya itu sepertinya sudah sangat b
Entah harus di katakan sebagai penyesalan atau apa, Arya pun tak bisa menyimpulkannya, yang jelas selama dua tahun terakhir ini, semenjak kepergian Jasmin yang entah kemana membuat selalu di penuhi banyak kata 'andai' dalam dirinya.Andai dirinya tak berbuat jahat pada Jasmin, andai dirinya menjaga Jasmin saat dia mengandung anaknya, andai dia tak harus menanda tangani surat yang persetujuan aborsi anaknya, semua andai itu seakan menjadi cambuk yang terus menyiksanya dari waktu ke waktu selama leebig dari dua tahun belakangan ini.Arya pikir setelah lama berlalu dia akan lebih bisa memaafkan dirinya dengan berbuat baik dan menjalani rumah tangga dengan Maya dengan sebagaimana mestinya, Arya juga mengira kalau dia akan cepat melupakan Jasmin karena sejak awal dia tak pernah mencintainya, hubungan mereka hanya berawal dari kebencian dan rasa dendam dirinya pada keluarganya. Namun ternyata, semakin dia berusaha melupakan, maka semakin jelas rasa bersalah dan waja
"Mau kemana pagi-pagi begini, Mas?" tanya Maya yang merasa heran, karena tidak biasanya Arya pergi pagi sekali, dia sudah bukan pekerja kantor yang tiap hari harus berangkat pagi dan pulang sore, semenjak punya usaha sendiri, meski tiap hari datang ke toko dan bengkel mebelnya, tapi biasanya itu agak siangan , bukan di jam-jam anak berangkat sekolah seperti ini."Aku ada janji bertemu klien pagi ini." Jawab Arya santai.Arya sungguh pandai menyembunyikan kebohongan di wajahnya, sehingga dengan mudahnya Maya percaya dengan ucapannya yang mengaku akan bertemu klien, padahal dia hendak menyelidiki keberadaan alamat rumah dokter Niko yang dia dapat dari perawat rumah sakit kemarin, tiba-tiba saja dia ingin mencari tahu tentang kehidupan Niko, dan penasaran dengan sosok istri Niko yang telah memberinya seorang putri se lucu Nirel.Tuhan seperti memberinya karma terlalu cepat, semenjak berpisah dengan Jasmin, tak seharipun hidup Arya mengalami kebahagiaan, jika
Karena merasa sangat penasaran dengan pertanyaan yang mengganjal di dalam dadanya, Arya memutuskan untuk bertahan dan berdiam diri di dalam mobilnya yang di parkir di seberang sekolah taman kanak-kanak di mana tempat Nirel bersekolah, entah mengapa, hati kecilnya mengatakan kalau dia akan menemukan jawaban itu jika dia bersabar menunggu di sana.Benar saja, tepat pukul dua belas siang, saat jam sekolah sudah selesai, satu persatu murid di jemput orang tuanya, mata Arya kini terus terkunci ke arah penjemputan, belum terlihat Nirel keluar dari sana, itu berarti bocah perempuan lucu yang menarik perhatiannya itu belum ada yang menjemput.Jantung Arya seperti berhenti berdetak saat seorang wanita turun dari mobil sedan berwarna merah terang, "Jasmin?!" Gumam Arya dengan suara terbata.Dua tahun lebih berlalu, hampir tidak ada yang berubah dari Jasmin, tubuhnya tetap ramping, potongan rambutnya tetap panjang tergerai, yang membedakan hanyalah sudut pandang Arya
Sekitar empat puluh menit berlalu, jasmin yang baru saja menyelesaikan belanja untuk keperluan dapurnya, merasa sangat kaget karena Nirel tidak ada di arena bermain itu, saat dia bertanya pada pernjaga arena bermain itu, mereka mengatakan kalau Nirel pergi bersama seorang pria yang merupakan teman ayahnya, bahkan itu di katakan oleh Nirel sendiri. Sontak saja Jasmin merasa panik dan ketakutan, seorang pria? teman Niko? Mereka baru pindah beberapa minggu ke kota itu, tak banyak yang Nirel kenal selain beberapa teman Niko di rumah sakit karena Nirel sesekali ikut Niko bekerja, Niko sangat memnjakan Nirel, sehingga dia tidak akan tega meninggalkan Nirel, jika bocah itu merengek minta ikut dengannya, bahkan itu untuk bekerja sekali pun.Jasmin sangat panik, dia terus melihat kesana kemari, berlarian di sekitar arena bermain itu mencari-cari barangkali Nirel berada di sana, namun ternyata nihil. Sampai pada akhirnya,"Mama,,,," teriak Nirel sambil berhambur memeluk Jasmin ya
"Jasmin, apa dia putri ku?" tanya Arya yang menjegal langkah Jasmin dan Nirel dan berdiri mengghalangi langkah ibu dan anak itu."Apa kau mabuk? Beraninya mengatakan hal itu di depan anak ku, tentu saja ini anak ku, bukan anak mu. Dasar pria gila!" Jasmin menyingkirkan tubuh Arya yang menghalanginya dengan mendorongnya kasar.Sungguh Jasmin tidak menyangka jika Arya akan seberani itu mempertanyakan mengenai status Nirel, bahkan di hadapan putrinya secara langsung, apa Arya tidak memikirkan bagaimana psikologi Nirel nantinya setelah mendengar pertanyaannya itu. Nirel mungkin masih kecil, tapi bocah itu pasti mengerti, karena entah mengapa bocah itu selalu lebih pintar di banding bocah-bocah seusianya."Jasmin, tunggu aku! Ada hal yang harus kita bicarakan." Arya masih berusaha mengejar Jasmin yang terus menghindar dari Arya dan melangkah dengan langkah yang tergesa agar bisa lebih cepat meninggalkan pria yang pernah menyakiti dirinya di masa lalu itu, Jasmi