Langkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat.
"Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir inTiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Sudah tiga tahun lamanya Arya meninggalkan kota ini, semenjak penghianatan yang dilakukan Maya sang istri bersama sahabatnya Dimas, kini Arya kembali ke kota yang penuh dengan kenangan pahit itu, tiga tahun tak membuat Arya melupakan semua penghianatan itu, kepergiannya ke luar negeri pun tak meluluhkan rasa sakit di dadanya, hatinya masih sangat terasa perih saat harus mengingat penyebab perceraiannya dengan Maya, wanita yang di cintainya semenjak masa SMU dulu.*Flash backArya seorang manajer di perusahaan furniture itu terbilang sangat beruntung hidupnya, selain mempunyai wajah tampan, otak yang pintar dan kehidupan yang lumayan mapan, di tambah lagi sosok seorang istri yang cantik yang selama dua tahun ini berhasil di persuntingnya.Maya Aruna namanya, wanita cantik itu adalah sahabatnya sejak duduk di bangku SMU, mereka bersahabat ber-tiga, Arya, Maya dan satu lagi Dimas, mereka bahkan masih bersahabat dengan baik meski Arya dan Maya sudah menikah, sementara D
Suara Arya yang menyerukan kata "Kejutan!" justru terdengar seperti suara gemuruh petir di siang hari, atau suara dentuman bom atom, atau bahkan seperti lolongan srigala di tengah malam, semuanya sama-sama mengerikan saat sampai di pendengaran."A-Arya?!" Cicit Maya tertahan, mood bercinta yang tadi sedang tinggi-tingginya dan seolah menerbangkannya ke langit ke tujuh itu, kini seakan menghempaskannya ke dasar bumi.Kegiatan panas pasangan yang tak semestinya itu harus di hentikan secara paksa meski keduanya belum mencapai puncaknya, Maya menutupi tubuh polosnya dengan selimut yang sudah berpindah posisi yang biasanya di atas kasur kini tergeletak di lantai, bersisian dengan pakaian mereka yang juga berceceran di lantai.Sepertinya mereka sangat bernafsu sampai-sampai lupa menutup pintu dengan sempurna, atau mungkin mereka merasa aman karena Arya sedang dinas di luar kota, sementara asisten rumah tangganya memang hanya bekerja sampai jam empat sore saja.Tak jauh berbeda dengan Maya, D
"Hai, Kak Arya!" Seorang gadis cantik menggerak-gerakan telapak tangannya di hadapan wajah Arya yang pandangannya terarah jauh ke depan, namun kosong entah kemana."Ah sorry, Kau sudah besar sekali Jasmin, terakhir bertemu dengan mu saat dulu aku menikah dengan ---" Berat rasanya saat bibirnya ingin mengatakan dan mengingat pernikahannya dengan Maya sekitar hampir enam tahun yang lalu itu."Haha,,, iya, saat itu aku masih kelas tiga SMP, aku patah hati karena kakak menikah dengan kak Maya, dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah di luar negeri, sekarang aku baru saja lulus kuliah," celoteh gadis yang di panggil Arya dengan nama JAsmin itu.Jasmin Suseno adalah adaik perempuan satu-satunya dari Dimas, mantan sahabatnya yang kini menjadi suami dari Maya sang mantan istri.Sejak kecil kalau Arya kebetulan main ke rumah Dimas, Jasmin selalu mengatakan kalau Arya adalah Aladinnya dan hanya akan menikah dengan Arya jika suatu hari dirinya sud
Jasmin masih menunduk di hadapan Arya, dia tak tau harus menyikapi pernyataan cinta dan lamaran pria itu yang terkesan tiba-tiba."Jasmin, seperti yang kamu tau, usia ku sudah tak muda lagi, aku seusia dengan abang mu, tahun ini aku menginjak 30 tahun, jadi bagi ku sudah bukan saatnya lagi untuk bermain-main atau pacaran, apalagi kamu juga tau kalau aku pernah gagal dalam berumah tangga, aku ingin membangun rumah tangga lagi dengan orang yang benar-benar dapat mengerti aku, setia dan tulus menyayangi ku, dan aku rasa semua kriteria itu ada pada mu, terserah kamu mau mau menerima lamaran ku atau tidak, aku ingin jawabannya sekarang juga, aku tak suka menunggu, jika pun jawabannya tidak aku tak apa-apa." bebernya panjang lebar."Tapi kak, kenapa aku, aku ini adik dari orang yang telah merebut istri kakak, menghancurkanrumah tangga kakak?" lagi-lagi pertanyaan itu yang keluar dari mulut Jasmin, dirinya seakan tak percaya jika saat ini dia sedang di lamar oleh pri
Menjelang malam Jasmin baru sampai di rumahnya, setelah tadi dia puas berjalan-jalan dan wisata kuliner dengan 'kekasih barunya' yang mungkin sebentar lagi akan menjadi calon suaminya, jika kedua orang tuanya memberi ijin padanya untuk menikah muda.Kalaupun kedua orang tuanya tak setuju, dia akan akan memaksanya, dia akan menggunakan kekuatan tahtanya di rumah itu sebagai anak bungsu kesayangan yang setiap permintaannya harus selalu di turuti dan tak boleh di bantah."Welcome home princess,,,,!" teriak semua orang dari dalam rumah saat Jasmin baru saja membuka pintu utama rumah mewah milik orang tuanya yang bagaikan istana itu.Ayah, ibu, dan semua para pelayan rumahnya berkumpul di ruang tamu menyambut kedatangan putri kesayangan dari seluruh keluarga Bagas Suseno itu, tak ketinggalan sang kakak tercinta Dimas beserta sang istri Maya, juga ikut berkumpul meramaikan acara penyambutan sang princess yang terdiam mematung di ambang pintu."Aku sudah
Arya berjalan dengan penuh percaya diri, seperti tak pernah ada konflik besar di antara mereka semua, Arya bahkan melemparkan senyuman hangatnya pada semua orang yang berada di ruangan itu, dimana hampir semua orang disana hanya bisa fiam terpaku, tiba-tiba mereka merasa kaku bahkan hanya untuk membalas senyuman pria yang pernah di sakiti sedemikian rupa oleh anak dan menantu keluarga besar Suseno itu."Selamat malam semuanya," sapa Arya dengan begitu ramah, tak tampak sama sekali guratan benci atau marah di wajah pria tampan itu, semua berjalan normal seperti dulu saat dirinya sering main ke rumah itu untuk menemui Dimas.Bagas mengangguk tanpa bersuara, ingin sekali membalas sapaan pria itu, namun suaranya seakan tertahan di tenggorokannya, dia hanya mampu memberikan senyum tipis namun kaku dan terkesan dingin saat menyambut pria yang konon katanya ingin melamar putri kesayangannya itu.Seakan terhipnotis, semua orang yang berada di sana mengikuti a
"Arya, tunggu!" panggil Dimas mengejar langkah Arya yang mulai meninggalkan halaman rumahnya, menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu utama kediaman Suseno.Arya menghentikan langkahnya saat suara seorang pria yang tiga tahun lalu sangat familiar dan sering sekali berbagi cerita dengannya itu, tapi Arya tak buru-buru memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Dimas yang berdiri di belakang tubuhnya.Entahlah apa yang ingin di sampaikan pria yang mengaku sahabatnya itu pada Arya, jujur saja sebenarnya Arya malas dan belum siap untuk berinteraksi lagi secara langsung dengan pria yang memporak porandakan rumah tangganya, meskipun itu bukan sepenuhnya salah Dimas, karena Maya juga punya andil besar dalam kehancuran rumah tangga mereka, intinya mereka berdua sama saja, penghianat!Perlahan Arya menghela nafas sangat dalam, mempersiapkan dirinya untuk pura-pura baik-baik saja di hadapan Dimas yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya itu, Arya memutar kakinya membawa seluruh tub
Tiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Langkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat."Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir in
"Anak mu memang tidak bersalah, namun kau yang bersalah! Seharusnya kau tidak menikah dengan Arya, seharusnya kau tidak usah lagi muncul di kehidupan kami, lihatlah,,, kehadiran mu membuat rumah tangga kami menjadi hancur, dia ingin kembali mengejar mu, dan ingin meninggalkan ku! Kau sialan!" maki Maya pada Jasmin sambil mendorong Nirel dengan penuh emosi ke arah luar pagar pembatas, membuat Jasmin akhirnya tidak kuasa menyaksikan semua itu dan dia menjerit histeris dibuatnya. "Nirel,,, tidak,,,!!" jerit Jasmin terdengar pilu.Namun tanpa di duga Arya justru berlari secepat kilat menangkap tubuh mungli Nirel yang hampir saja terlempar dari pagar pembatas balkon, membuat Maya semakin di kuasai emosi karena merasa suaminya lebih membela Jasmin, bahkan rela mengorbankan apapun demi anak mantan istrinya itu."Sialan kau Arya, masih saja kau membela dia, kenapa selalu dia,,, dia,,,dan dia, aku memang bersalah, tapi tidak seharusnya aku di perlakukan tidak adil
Bugh,,,,Pukulan telak yang mengenai wajah Arya itu membuat pandangan Arya sedikit kabur akibat kecangnya tinju yang di layangkan Niko, beruntung dia hanya terhenyak ke sandaran jok mobil yang empuk, jika itu terjadi di luar mobil, ceritanya akan lain, mungkin dia akan tersungkur di tanah."Apa-apaan ini?" teriak Arya kesal, sambil memegangi hidungnya yang kini mengeluarkan darah segar akibat pukulan Niko.Rupanya tinju Niko tepat mengenai tulang hidung Arya sehingga seketika cairan merah kental itu mengalir dari kedua lubang hidungnya."Dimana Nirel? Kembalikan dia pada kami!" geram Niko dengan tangannya yang mencengkeram kasar bagian kerah baju Arya."Nirel? Apa maksud mu? Kenapa kau menanyakannya pada ku? aku bahkan baru saja sampai ke tempat ini!" Arya menyingkirkan tangan Niko dari hadpannya."Ini--- kau yang mengirimkan pesan ini pada kami bukan? Jika bukan kau, siapa lagi? Mengapa kau tidak pernah puas menyakiti ku? Bukank
Jasmin dan Niko di buat kalang kabut mencari-cari keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang dalam sekejapan mata saja, ada sedikit rasa sesal dalam hati keduanya karena mereka tadi mereka malah bermesraan sampai tidak sadar jika Nirel yang mereka kira aman-aman saja bermain di area halaman rumah, nyatanya kini menghilang begitu saja."Sebaiknya kita lapor polisi." ujar Jasmin pada Niko yang sebenarnya tidak kalah paniknya dari Jasmin, namun pria itu berpura-pura terlihat tegar agar tidak semakin membuat Jasmin panik."Tapi laporan kehilangan orang baru bisa di terima jika tang bersangkutan sudah menghilang 1X24 jam." jawab Niko dengan lemas. Selain tubuhnya yang terasa lelah karena sudah mengemudi selama berjam jam lamanya, pikirannya juga tidak kalah lelahnya karena harus di peras memikirkan dimana keberadaan Nirel yang tiba-tiba menghilang."24 jam? Bagaimana jika ternyata dia tersesat di hutan, lantas bertemu dengan hewan buas? Mana bisa kita menungg
"Tidak perlu memaksakan diri untuk berusaha mencintaiku, percayalah,,, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap menunggu hingga kamu benar-benar mencintai ku." Goda Niko pagi itu saat mendapati jasmin yang sudah berada di dapur dengan wajah yang terlihat berkeringat karena menyiapkan bebrapa menu masakan.Hari ini, karena weekend Niko ingin mengajak Jasmin dan Nirel untuk pergi ke salah satu villa milik keluarganya yang berada di pegunungan, Niko ingin membuat jasmin melupakan kesdihan dan ketegangannya akibat pertengkarannya dengan Arya tempo hari, jadilah hari ini Jasmin memasak lebih banyak dari hari biasanya karena sebagian makanannya akan dia bekal untuk pejalanan yang mungkin akan di tempuh selama tiga sampai empat jam itu.Mendengar ucapan Niko, Jasmin menoleh ke arah sumber suara sambil tersenyum lebar. "Orang bilang memikat pria itu harus di mulai dari perutnya, setelah itu maka dia akan menaklukan hatinya." celoteh Jasmin, membuat kini Giliran Ni
Tok,,,tok,,,tok!Dengan penuh hati-hati Niko mengetuk pintu kamar Jasmin yang tertutup rapat.Beberpa menit berdiri di depan pintu kayu bercat coklat tua itu, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar, padahal Niko sudah mengulangi ketukan pintunya sebanyak tiga kali."Jas,,, jasmin. Ini aku, apaaku boleh masuk?" tanya Niko memanggil-manggil Jasmin yang masih memilih untuk diam tidak bersuara di dalam kamarnya."Jasmin,,, izinkan aku berbicara dengan mu," sambung Niko lagi masih tetap berusaha.Ternyata usahanya tidak sia-sia, karena suara anak kunci yang di putar dari dalam kini terdengar jelas di telinga Niko, membuat pria itu akhirnya bsa bernafas dengan lega.Jasmin membuka sedikit pintu kamarnya, dia menutupi mata sembabnya dengan rambutnya yang sengaja dia gerai menutupi sebagian wajahnya, namun semua itu sia-sia, karena Niko masih tetap bisa melihat dengan jelas sisa-sisa air mata yang tergenang di di kedua netra coklat indah it
"K-kamu mengikuti ku?" gugup Arya."Kenapa? Bukankah dengan begitu akhirnya aku jadi tahu, jika selama ini kamu di hantui rasa bersalah dan menyesal telah meninggalkan mantan istri mu, apa kamu masih mencintainya?" sinis Maya yang sontak saja membuat Arya gelagapan di buatnya. "Kau keterlaluan, bisa-bisanya kau mengikuti ku secara diam-diam seperti ini, kau anggap aku ini apa, huh?" emosi Arya tiba-tiba saja meledak, entah itu hanya untuk menutupi kegugupan dan mengaburkan kesalahannya, sehingga seolah-olah dalam hal ini Maya lah yang bersalah karena telah menguntitnya. Namun satu yang pasti, Arya kali ini sedang merasa marah dan juga kecewa dengan sikap Jasmin yang tidak memberinya kesempatan bahkan hanya untuk berbicara lebih lama lagi, sehingga Maya menjadi pelampiasan kemarahannya saat ini."Aku menganggap mu pria yang paling mengerti dan mencintai ku, namun ternyata aku salah, karena teryata kau mencintai orang lain, bukankah aku yang seharusnya bert
"Jasmin, apa dia putri ku?" tanya Arya yang menjegal langkah Jasmin dan Nirel dan berdiri mengghalangi langkah ibu dan anak itu."Apa kau mabuk? Beraninya mengatakan hal itu di depan anak ku, tentu saja ini anak ku, bukan anak mu. Dasar pria gila!" Jasmin menyingkirkan tubuh Arya yang menghalanginya dengan mendorongnya kasar.Sungguh Jasmin tidak menyangka jika Arya akan seberani itu mempertanyakan mengenai status Nirel, bahkan di hadapan putrinya secara langsung, apa Arya tidak memikirkan bagaimana psikologi Nirel nantinya setelah mendengar pertanyaannya itu. Nirel mungkin masih kecil, tapi bocah itu pasti mengerti, karena entah mengapa bocah itu selalu lebih pintar di banding bocah-bocah seusianya."Jasmin, tunggu aku! Ada hal yang harus kita bicarakan." Arya masih berusaha mengejar Jasmin yang terus menghindar dari Arya dan melangkah dengan langkah yang tergesa agar bisa lebih cepat meninggalkan pria yang pernah menyakiti dirinya di masa lalu itu, Jasmi