Sepanjang perjalanan selepas meninggalkan Jasmin di rumah, Arya terlihat banyak melamun, bahkan beberapa kali mobil yang di kendarainya nyaris saja bertabrakan dengan kendaraan lain, ucapan Jasmin yang mengatakan kalau dirinya sedang hamil terus saja terngiang di kepalanya, sungguh mempunyai keturunan merupakan impiannya, apalagi di usianya yang sekarang sudah melewati angka 30, dimana teman teman sebayanya sudah mempunyai dua bahkan tiga anak yang sudah masuk sekolah.
"Mas, apa kamu memikirkan tentang kehamilan Jasmin? Aku juga bisa memberi mu anak yang lucu lucu, kita bisa berkonsultasi bersama ke dokter, aku yakin kita pasti bisa, belum tentu kan, anak yang di kandung Jasmin itu anak mu, dan belum tentu juga kalau Jasmin benar-benar sedang hamil, bisa saja dia hanya mengada ada agar kamu tak pergi meninggalkannya." Ujar Maya yang sepetinya sangat paham kalau saat ini pikiran Arya sedang tak merasa tenang akibat memikirkan ucapan istrinya tadi."Mas, aku sudah beJasmin berjalan dengan langkah setengah berlari, terburu menuju halaman rumah orangtuanya setelah dia turun dari mobil yang di kendarainya dan di parkirkan di halaman rumah mewah itu.Dadanya bergemuruh kencang, dengan pikiran yang kalaut tak karuan, satu tujuannya, menemui Dimas yang tak bisa dia temui di kantor tempat mereka seharusnya sering bertemu karena berada di kantor yang sama, namun kakak laki-lakinya itu jarang terlihat dan sangat sulit untuk di temui akhir-akhir ini."Mana abang, bu?" Kata pertama yang terucap dari bibir Jasmin saat bertemu dengan ibunya di ruang tengah rumah itu."Hai sayang, tumben jam segini mampir, abang mu baru saja datang, dia di atas." Jawab ibunya menyambut hangat kedatangan puteri bungsu kesayangnnya, namun sikap Jasmin justru berbanding terbalik, dia sangat dingin, dan tanpa basa basi langsung menuju ke lantai atas rumah itu, dimana kamar abangnya berada.Bruakkk !!!Tanpa mengetuk pintu terlebih dah
Ayah, ibu dan kakak laki-laki Jasmin berkumpul di depan ruangan UGD menanti kabar dari dokter yang sedang memeriksa kesayangan mereka di dalam sana, sudah hampir satu jam lamanya Jasmin di periksa di dalam ruangan yang dimana mereka hanya bisa pasrah dan mempercayakan keselamatan anaknya pada para dokter yang sedang berjuang di dalam sana demi kesembuhan Jasmin.Hanya kaca tembus pandang berukuran 20X20 CM yang terdapat di pintu ruangan itulah tempat mereka mengintip secara bergantian, melihat keadaan Jasmin, meski tak jelas betul bagaimana keadaan putri kesayangan mereka itu, karena terkadang posisi Jasmin terhalang oleh para dokter yang sibuk menanganinya.Ibunya hanya bisa menangis sesenggukan tanpa henti meratapi keadaan putrinya, sementara ayahnya sibuk menenangkan istrinya di saat hatinya pun sama kacaunya saat ini.Lantas Dimas, saat ini dia sibuk dengan ponselnya di ujung lorong rumah sakit, berkali-kali dirinya menghubungi Arya dan juga Maya, namun k
Disinilah Dimas berada kini, di sebuah villa di tepi pantai, setelah selama tiga hari mencari dimana keberadaan Arya dan Maya, akhirnya usahanya membuahkan hasil juga.Pihak rumah sakit tak mau menggugurkan janin Jasmin meski ada persetujuan dari pihak keluarga, karena Jasmin yang sampai detik ini masih tergolek tak sadarkan diri, pihak rumah sakit meminta persetujuan dari suami atau ayah dari bayi itu, kecuali kalau Jasmin sadar dan dia menyetujui tindakan aborsi si janin demi keselamatan nyawa ibunya itu."D-Dimas,,,!" Cicit Arya da Maya hampir bersamaan.Namun Dimas yang mereka sebut namanya itu hanya membisu dengan tatapan setajam elang menyorot kedua pasangan pengantin baru itu bergantian, rahang Dimas mengeras menahan amarah yang bergemuruh di dadanya sekencang gemuruh ombak yang menjadi pemandangan indah villa itu.Bagaimana tidak, kedua manusia ini sedang berasyik asikan menikmati perayaan kembali rujuknya pernikahan mereka yang yang sempa
"Aku tak mau menanda tangani semua ini!" Tolak Arya mengembalikan kertas-kertas beserta amplop itu, yang lantas dia lemparkan begitu saja ke meja yang berada di hadapan Dimas."Kau tak mencintai adik ku, dan kau juga sudah mendapatkan kembali istri mu, terlebih kau juga sudah berhasil menyakiti Jasmin dan menorehkan luka yang sangat dalam bagi ku dan keluarga ku, tidak kah pembalasan dendam mu itu sudah cukup? Meskipun itu sangat tidak adil bagi ku, karena harusnya kau mencari lawan yang seimbang seperti aku, bukan adik perempuan ku. Apa lagi yang membuat mu tak bersedia menandatangani surat-surat itu?"Dimas sudah mulai bangkit dari tempat duduknya semula, penolakan Arya untuk menanda tangani berkas-berkas itu memancing emosinya yang sedari tadi sudah di tahannya dengan sekuat tenaga."Tapi--tapi ini,,," gugup Arya tak tau harus berbicara dengan cara bagaimana, dirinya sangat syok manakala mengetahui ada surat pengguguran kandungan yang harus dirinya tanda tan
"Jas-min,,," ucapnya lirih, hatinya terasa begitu perih bagai tersayat melihat kondisi istri yang sering di siksanya lahir batin itu terbaring tak berdaya.Sungguh melihat kondisi Jasmin yang seperti sekarang ada di hadapan matanya itu membuat dunianya tiba-tiba serasa berhenti berputar.Ternyata dia lebih memilih Jasmin menatapnya penuh kebencian, berkata dengan kemarahan, mendiamkannya dengan kekesalan, dari pada harus melihat istrinya seperti ini, ada jiwa yang seakan ikut runtuh dan hancur melihat Jasmin hanya terdiam bahkan pandangan penuh benci istrinya kini sangat di rindukannya."Aku sudah bilang pada mu, tak ada gunanya kau bertemu dan berbicara dengan adik ku, dia bahkan tak bisa melihat dan mendengar suara mu, puas kau buat adik ku se menderita ini? Aku memang pernah berbuat salah pada mu, tapi itu masalah kita, tak adil rasanya jika dia yang harus menjadi korban dari permasalahan kita, sebagai kakaknya, aku memohon pada mu, selamatkan nyawa adi
Arya memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan Jasmin yang tanpa dia tahu ternyata meneteskan air mata dari sudut matanya yang masih terpejam.Entah apa yang terjafi pada diri Jasmin sekarang ini, apa dia mendengar semua yang di ucapkan Arya di alam bawah sadarnya, atau bahkan ternyata Jasmin memang sudah tersadar sedari tadi namun hanya pura-pura terpejam demi untuk menghindari bertatap langsung dengan ayah dari anak yang di kandungnya kini, yang jelas air mata itu turun begitu saja dari sudut mata Jasmin dengan derasnya.Tiiit,,,,tiiiit,,,,tiiit,,,Suara pendeteksi jantung yang menandakan suatu yang tidak bagus mengundang para perawat dan juga dokter yang langsung berlarian menuju kamar dimana Jasmin di rawat, tak terkecuali Niko yang berlari dengan wajah paniknya.Arya yang memang belum jauh dari sana langsung memutar tungkai kakinya dan bergegas untuk kembali menuju ruangan Jasmin, namun Dimas dan kedua orang tuanya dengan sigap menjegal la
Sudah lebih dari dua tahun berlalu, namun Arya diam-diam masih mencari keberadaan Jasmin, sehari semenjak dirinya datang ke rumah sakit untuk menanda tangani surat persetujuan pengangkatan janin dan juga pengucapan talak, Arya datang kembali ke rumah sakit, dia ingin melihat bagaimana keadan Jasmin pasca pengangkatan janin buah hati mereka, namun ternyata pihak rumah sakit mengatakan kalau Jasmin sudah di pindahkan ke rumah sakit lain, dan pihak rumah sakit tak bisa mengatakan ke rumah sakit mana Jasmin di pindahkan atas permintaan keluarga yang meminta hal itu di rahasiakan pada siapapun.Sempat beberapa kali Arya menghubungi Gita, barangkali wanita yang dulu tergila-gila padanya dan pernah di peralatnya untuk mendekati Dimas itu mengetahui sesuatu tentang Jasmin, namun kenyataannya nihil, Karena kini bahkan Gita sudah tidak bersama Dimas lagi.Sungguh berbagai jalan untuk sekedar mengetahui kabar Jasmin yang sagat ingin di ketahuinya itu sepertinya sudah sangat b
Entah harus di katakan sebagai penyesalan atau apa, Arya pun tak bisa menyimpulkannya, yang jelas selama dua tahun terakhir ini, semenjak kepergian Jasmin yang entah kemana membuat selalu di penuhi banyak kata 'andai' dalam dirinya.Andai dirinya tak berbuat jahat pada Jasmin, andai dirinya menjaga Jasmin saat dia mengandung anaknya, andai dia tak harus menanda tangani surat yang persetujuan aborsi anaknya, semua andai itu seakan menjadi cambuk yang terus menyiksanya dari waktu ke waktu selama leebig dari dua tahun belakangan ini.Arya pikir setelah lama berlalu dia akan lebih bisa memaafkan dirinya dengan berbuat baik dan menjalani rumah tangga dengan Maya dengan sebagaimana mestinya, Arya juga mengira kalau dia akan cepat melupakan Jasmin karena sejak awal dia tak pernah mencintainya, hubungan mereka hanya berawal dari kebencian dan rasa dendam dirinya pada keluarganya. Namun ternyata, semakin dia berusaha melupakan, maka semakin jelas rasa bersalah dan waja