Home / Pernikahan / Terbelahnya Rindu / Bab 18: Hidup dalam Ketidakpastian

Share

Bab 18: Hidup dalam Ketidakpastian

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2024-11-07 11:18:02

Pagi itu, Laras berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap bayangannya yang tampak lebih lelah dari biasanya. Wajahnya terlihat kuyu, dengan lingkaran hitam di bawah matanya sebagai saksi dari malam-malam yang dilalui tanpa tidur yang nyenyak.

Dalam beberapa minggu terakhir, hidupnya terasa seperti terperangkap dalam kabut kelabu yang tak kunjung sirna. Setiap pagi ia bangun, mengurus anak-anak, menyiapkan sarapan, mengantarkan mereka ke sekolah, tetapi semua itu terasa hampa, seolah hanya mengikuti rutinitas tanpa makna.

Pikirannya selalu kembali ke Dimas, pada kenyataan pahit bahwa pria yang dulu ia percayai sepenuh hati telah mengkhianatinya selama lebih dari setahun. Bahkan setelah semua ini terungkap, ia merasa tak pernah benar-benar bisa memahami alasan Dimas.

Pengkhianatan itu menggerogoti dirinya, sepert

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terbelahnya Rindu   Bab 19: Konfrontasi dengan Dimas

    Malam itu, setelah anak-anak tidur, Laras duduk di ruang tamu, menunggu Dimas. Seluruh perasaan yang selama ini ia pendam terasa mendesak, seperti gelombang besar yang ingin pecah. Ia merasa bahwa malam ini adalah waktu untuk benar-benar jujur, bahkan jika itu berarti mengungkapkan semua luka dan amarah yang selama ini ia coba sembunyikan.Ketika Dimas masuk, ia melihat Laras duduk dengan wajah tegang, tatapannya dingin dan tak lagi menunjukkan keraguan. Dimas tahu bahwa Laras ingin berbicara, namun ia tidak menyangka akan menghadapi ekspresi setegas itu.“Mas, aku nggak tahan lagi,” Laras mulai dengan nada yang jelas, tanpa keraguan. “Aku sudah cukup mencoba, cukup bertahan, tapi semakin lama, yang aku rasakan hanya luka yang semakin dalam. Aku meras

  • Terbelahnya Rindu   Bab 20: Janji yang Rapuh

    Malam itu, Laras duduk di ruang tamu dengan perasaan campur aduk. Keputusan untuk tidur terpisah dari Dimas sudah ia ambil, tetapi tak urung, kehadiran Dimas di rumah ini masih terasa seperti bayangan yang menghantui pikirannya. Ia tahu bahwa ketidakpastian ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, dan meskipun hatinya sudah terlalu terluka, masih ada bagian kecil yang meragukan apakah perpisahan benar-benar satu-satunya jalan keluar.Dimas duduk di seberangnya, terlihat gugup namun berusaha tenang. Selama beberapa hari terakhir, ia telah berusaha menunjukkan perhatian yang lebih kepada Laras, berusaha mengembalikan kepercayaan yang telah ia hancurkan. Namun, Laras tahu bahwa tidak ada yang semudah itu. Rasa sakit dan ketidakpercayaan yang ada di hatinya bukanlah sesuatu yang bisa dihapus dengan kata-kata atau tind

  • Terbelahnya Rindu   Bab 21: Pikiran yang Membebani

    Malam itu, Laras berbaring di tempat tidur, tetapi pikirannya terlalu bising untuk membiarkannya tidur. Cahaya lampu jalan yang menembus tirai kamar hanya menambah keheningan yang menusuk. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya terus berputar, seolah-olah mencoba memaksa dirinya menemukan jawaban yang sebenarnya sudah ia ketahui tapi tak berani ia akui.Ia memikirkan anak-anak, bayangan wajah-wajah mereka terlintas di benaknya. Sarah, Naya, dan Raka—mereka adalah alasan utama mengapa ia selama ini bertahan. Setiap kali ia teringat tawa dan kepolosan mereka, hati Laras terasa hancur. Ia tidak ingin anak-anaknya tumbuh dengan kenangan yang penuh luka, dengan kehilangan yang mungkin mereka tidak akan mengerti sepenuhnya. Namun, di sisi lain, bertahan dalam pernikahan yang telah hancur terasa seperti mengorbank

  • Terbelahnya Rindu   Bab 22: Nina yang Tak Mau Pergi

    Dimas baru saja keluar dari kantor saat ia melihat sosok Nina berdiri di depan mobilnya, menunggunya dengan wajah serius. Sudah beberapa minggu sejak pertemuan terakhir mereka, dan Dimas benar-benar berusaha untuk menghindarinya sejak ia berjanji kepada Laras untuk memutuskan semua hubungan dengan Nina. Namun, kehadiran Nina hari ini membuatnya merasa terjebak lagi dalam jeratan yang semakin sulit ia lepaskan.“Nina, apa yang kamu lakukan di sini?” Dimas mencoba berbicara dengan nada tenang, meskipun ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.Nina memandangnya dengan tatapan tajam, tak berusaha menyembunyikan kemarahan dan kepedihan di wajahnya. “Aku perlu bicara dengan kamu, Dimas. Dan kali ini, kamu tidak bisa menghindar.”Dimas menarik napas

  • Terbelahnya Rindu    Bab 23: Bisik-Bisik Tetangga

    Pagi itu, Laras sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya ketika ia mendengar suara pelan dari arah pagar depan. Beberapa ibu-ibu yang biasa berkumpul untuk berbincang tampak berkerumun, membentuk lingkaran kecil sambil berbisik-bisik. Sesekali, mereka melirik ke arah rumahnya, tatapan yang cepat mereka alihkan begitu Laras menoleh.Awalnya, Laras mencoba mengabaikan mereka, meyakinkan dirinya bahwa mungkin itu hanya perasaannya saja. Namun, seiring berjalannya hari, perasaan tidak nyaman semakin menghantuinya. Setiap kali ia bertemu dengan tetangga di jalan atau di supermarket dekat rumah, ia bisa merasakan tatapan aneh, seolah-olah mereka ingin berbicara tapi menahan diri.Beberapa hari kemudian, saat ia tengah menjemput Naya dari sekolah, seorang tetangga yang sel

  • Terbelahnya Rindu    Bab 24: Kepedihan Sarah

    Laras memperhatikan perubahan kecil yang mulai muncul pada diri Sarah, anak sulungnya yang baru berusia tujuh tahun. Biasanya, Sarah adalah anak yang ceria, suka bercerita tentang hari-harinya di sekolah, tentang teman-temannya, atau tentang pelajaran yang ia sukai. Namun, belakangan ini, Laras menyadari bahwa Sarah semakin pendiam, lebih sering mengunci diri di kamar, dan kadang-kadang terlihat termenung tanpa alasan yang jelas. Seolah ada sesuatu yang dipendam oleh putrinya, namun ia terlalu kecil untuk memahami atau mengungkapkannya.Malam itu, Laras duduk di tepi tempat tidur Sarah, mengusap kepala putrinya dengan lembut. Sarah menatap ibunya dengan mata yang tampak redup, tak lagi penuh keceriaan seperti biasa.“Mama, kenapa Papa nggak pernah peluk Mama lagi?” Sarah bertanya tiba-tiba, suaranya kec

  • Terbelahnya Rindu    Bab 25: Andi sebagai Sandaran

    Laras semakin sering menghabiskan waktu bersama Andi, sahabat lama Dimas yang sudah ia anggap seperti saudara. Andi selalu bisa mendengarkan tanpa menghakimi, menawarkan pandangan yang jernih, dan memberikan dukungan yang begitu Laras butuhkan. Dalam beberapa bulan terakhir, di saat-saat terberatnya, Andi adalah satu-satunya orang yang Laras percayai sepenuhnya.Sore itu, mereka duduk di kafe favorit mereka yang tenang, dengan secangkir teh hangat di hadapan masing-masing. Laras tampak lebih santai saat berbicara dengan Andi, tertawa kecil saat mengingat masa-masa dulu ketika mereka masih sering berkumpul bertiga—ia, Dimas, dan Andi. Tetapi di balik senyumannya, tetap ada bayang-bayang kesedihan yang tampak jelas di wajahnya."Andi, kadang aku merasa seperti terj

  • Terbelahnya Rindu   Bab 26: Permintaan yang Tak Terjawab

    Malam itu, Laras duduk di ruang tamu, menunggu Dimas pulang. Hatinya penuh dengan perasaan campur aduk—kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan yang bercampur menjadi satu. Beberapa hari terakhir, ia memikirkan tentang pilihan hidupnya, tentang bagaimana ia tak bisa terus hidup dalam kebingungan dan ketidakpastian ini. Laras sadar bahwa inilah saatnya ia memberikan ultimatum kepada Dimas. Suaminya harus memilih, dan tidak bisa lagi berada di antara dua dunia yang berbeda.Ketika Dimas akhirnya masuk ke dalam rumah, Laras menatapnya dengan tatapan penuh kesungguhan. Dimas terdiam, menyadari bahwa Laras tampak berbeda malam itu. Ia merasa bahwa ini bukan hanya percakapan biasa, bahwa ada sesuatu yang mendalam yang ingin disampaikan istrinya."Laras, ada apa?" tanya Dimas dengan nada pelan, mencoba menyelidiki suasa

Latest chapter

  • Terbelahnya Rindu   Bab 74 - Perasaan yang Tak Bisa Dihindari

    “Kamu tahu, Ras, aku nggak akan kemana-mana,” suara Andi terdengar lembut di seberang telepon, membungkus hati Laras yang tengah bergemuruh.Laras menghela napas panjang, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang menghantui pikirannya. Setiap kali ia mendengar suara Andi, ada rasa damai yang memenuhi hatinya, seolah-olah menemukan tempat perlindungan di tengah badai yang tak kunjung reda. Suara Andi selalu berhasil membuatnya merasa diterima, seolah tak ada yang perlu disembunyikan, seolah ia bisa melepaskan semua kepenatan tanpa takut dihakimi.“Aku tahu, Andi. Kamu selalu di sana, dan aku… aku nggak tahu harus bilang apa,” jawab Laras, suaranya bergetar samar. “Aku nggak mau kamu terlalu terbebani sama semua masalahku.”Di ujun

  • Terbelahnya Rindu    Bab 73 - Langkah Hukum yang Terus Berlanjut

    “Kamu sadar nggak, Laras, ini sudah terlalu jauh?” tanya Andi, suaranya nyaris berbisik.Laras mengangkat wajahnya, matanya tampak lelah dan penuh luka yang tersembunyi di balik senyuman yang dipaksakan. Keduanya duduk di sebuah kedai kopi yang sepi, di pojok kota tempat mereka biasa bertemu ketika Laras butuh pelarian dari kekacauan yang Dimas bawa dalam hidupnya.Andi menatap Laras penuh simpati. Ia tahu, masalah ini sudah menggerogoti perempuan yang selalu ia kagumi dalam diam. Namun, entah kenapa, Laras masih saja terlihat ragu untuk benar-benar melepaskan Dimas, meskipun pengkhianatan itu jelas telah menghancurkan hatinya.“Aku juga nggak nyangka semuanya akan begini, Andi,” jawab Laras akhirnya, suaranya bergetar. “Seakan-akan semua yang kubangun... rapuh. Seperti pasir yang tersa

  • Terbelahnya Rindu    Bab 72: Kesabaran yang Terkikis

    Laras merasakan kelelahan yang luar biasa. Setiap hari, ia harus menghadapi berbagai persoalan yang tak kunjung usai. Persidangan yang berlarut-larut dengan Dimas dan Nina, sikap memberontak dari Sarah yang semakin sulit dikendalikan, dan tuntutan sehari-hari sebagai seorang ibu tunggal yang harus mengurus dua anak lainnya, semuanya menumpuk menjadi beban yang terasa semakin tak tertahankan.Malam itu, Laras duduk sendirian di dapur setelah anak-anak tidur. Ia menatap secangkir teh yang belum sempat ia minum, merasakan kepedihan yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Kepalanya berdenyut, badannya lelah, tetapi pikirannya terus berputar, mengingat setiap konflik dan pertengkaran yang baru-baru ini terjadi. Sarah semakin berontak, Naya yang sering menangis melihat pertengkaran ibunya dengan kakaknya, dan Raka

  • Terbelahnya Rindu    Bab 71: Sarah yang Tertekan

    Sejak berita tentang perpisahan Laras dan Dimas sampai ke telinga anak-anak, terutama Sarah, suasana di rumah menjadi semakin tegang. Sarah, yang dulunya adalah anak yang ceria dan penurut, kini mulai menunjukkan perubahan sikap yang mencolok. Laras menyadari bahwa putri sulungnya ini sangat terpengaruh oleh keretakan rumah tangga mereka, dan dampaknya mulai terlihat dalam kesehariannya.Sarah sering kali pulang sekolah dengan wajah cemberut, langsung mengurung diri di kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Laras tahu bahwa putrinya sedang mengalami masa yang sulit, dan ia berusaha untuk tetap sabar dan memahami perasaannya. Namun, semakin hari, Sarah menjadi semakin sulit diatur. Ia sering membantah, mengabaikan nasihat ibunya, bahkan mulai menunjukkan sikap pemberontakan yang belum pernah Laras lihat sebelumn

  • Terbelahnya Rindu    Bab 70: Penyelidikan Masa Lalu

    Setelah keputusan untuk berpisah, Laras berusaha mencari ketenangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Namun, meskipun ia telah berdamai dengan kenyataan bahwa hubungannya dengan Dimas telah berakhir, rasa penasaran yang tak tertahankan terus menghantuinya. Ada bagian dari dirinya yang merasa perlu mengetahui lebih dalam tentang hubungan Dimas dan Nina—tentang bagaimana semua ini sebenarnya dimulai, dan apakah ada tanda-tanda yang selama ini ia abaikan.Beberapa hari kemudian, Laras akhirnya memutuskan untuk menggali informasi lebih dalam. Ia tidak melakukannya karena ingin kembali pada Dimas atau mencari pembenaran untuk keputusannya, tetapi lebih sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang selama ini terus berputar di kepalanya. Ia merasa bahwa dengan mengetahui kebenaran, meskipun menyakitkan, ia bi

  • Terbelahnya Rindu    Bab 69: Kesadaran Pahit Laras

    Malam itu, Laras duduk sendirian di kamar, memandangi album foto pernikahannya yang tergeletak di pangkuannya. Foto-foto yang dulu begitu berarti kini hanya terasa seperti potongan kenangan yang sudah lama berlalu. Laras menelusuri gambar-gambar itu dengan jemarinya, mengingat saat-saat ketika ia dan Dimas berdiri bersebelahan dengan senyuman lebar, penuh harapan akan masa depan yang mereka yakini akan selalu bahagia.Namun, kini semua itu terasa seperti kebohongan. Setiap janji yang mereka ucapkan di hari pernikahan mereka, setiap mimpi yang mereka rencanakan bersama, terasa hancur berkeping-keping. Laras menyadari bahwa pengkhianatan Dimas telah merusak dasar pernikahan mereka, dan meskipun ia mencintai anak-anaknya, ia tidak bisa lagi memandang Dimas dengan cara yang sama.

  • Terbelahnya Rindu    Bab 68: Titik Balik Nina

    Persidangan berjalan semakin tegang, semakin rumit, dan semakin menguras energi dari semua yang terlibat di dalamnya. Di tengah proses yang penuh konflik, Nina mulai merasakan beban yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Semula, ia datang ke persidangan dengan rasa percaya diri dan keyakinan untuk memperjuangkan hak anaknya. Namun, setiap pertemuan di ruang sidang justru membuat perasaannya semakin rumit.Hari itu, Nina duduk di ruang tunggu pengadilan sebelum sidang dimulai. Ia merasakan jantungnya berdebar dan tangannya sedikit gemetar. Di sekelilingnya, wajah-wajah pengunjung pengadilan yang tak dikenal menatap dengan berbagai macam ekspresi. Beberapa tampak iba, beberapa tampak penasaran, tetapi tidak sedikit yang memandangnya dengan tatapan menghakimi. Perasaan terasing itu perlahan mengikis kepercayaan d

  • Terbelahnya Rindu    Bab 67: Perang Dingin di Rumah

    Rumah itu terasa hening, terlalu hening, seperti tempat yang kehilangan kehangatan dan kehidupan. Laras dan Dimas masih tinggal di rumah yang sama, tetapi mereka tidak lagi berbicara dengan cara yang biasa. Hubungan mereka yang dulu dipenuhi tawa dan kebersamaan kini berubah menjadi keheningan yang menusuk dan penuh ketegangan. Mereka bergerak di dalam rumah layaknya dua orang asing yang kebetulan tinggal di atap yang sama.Setiap pagi, Laras bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan anak-anak. Ia melakukan semuanya dengan cepat, menghindari kemungkinan bertemu Dimas yang biasanya baru bangun setelah anak-anak berangkat ke sekolah. Begitu juga Dimas, yang sekarang lebih sering duduk sendirian di ruang tamu atau teras, seolah-olah sengaja menghindari Laras. Jika mereka bertemu di lorong atau di dapur, mereka hanya

  • Terbelahnya Rindu    Bab 66: Lara yang Semakin Dalam

    Hari-hari terasa semakin berat bagi Laras. Setelah kepergian Andi yang tanpa penjelasan lebih lanjut, ia merasakan kesendirian yang begitu mendalam. Pagi-pagi di rumah terasa hampa tanpa pesan dukungan dari Andi, dan setiap kali ia menghadapi masalah, tidak ada lagi tempat yang bisa ia tuju untuk sekadar mencurahkan isi hatinya.Sebagai ibu tunggal yang masih bergulat dengan tekanan persidangan Dimas dan Nina, Laras mencoba sekuat tenaga menjalani hari-harinya tanpa dukungan emosional yang selama ini diberikan Andi. Namun, meskipun ia mencoba bersikap kuat, hati kecilnya merasakan kehampaan yang semakin besar. Beban itu terasa begitu berat ketika ia harus mengurus anak-anak yang semakin sering mempertanyakan situasi di rumah mereka, sementara di sisi lain ia juga harus mempersiapkan diri menghadapi sidang yang tam

DMCA.com Protection Status