Keheningan membentang ruang rawat Xena, di kala mendengar permintaan Xena. Terlihat pancaran mata Marco dan Xander seakan tak setuju dengan apa yang Xena inginkan. Mereka tak mau sampai Morgan memanfaatkan kondisi Xena yang lemah.“Sayang, kau masih membutuhkan istirahat. Daddy minta, jangan dulu membahas masalahmu.” Marco membelai pipi Xena, berusaha membujuk putrinya untuk istirahat. Sejatinya, apa yang telah pria paruh baya itu putuskan memang terbaik untuk Xena. Marco tak mau Xena harus terbebani masalah.“Xena, kau belum sepenuhnya pulih. Kau butuh banyak istirahat.” Xander membelai pipi Xena, dan memberikan kecupan di kening adiknya itu.“Dad, Kak, aku butuh bicara dengan Morgan. Aku baik-baik saja. Kalian tidak perlu mencemaskanku.” Xena menatap Marco dan Xander bergantian, memohon agar ayah dan kakaknya memberikan izin padanya untuk berbicara dengan Morgan.“Marco, Xandcr. Biarkan Xena berbicara dengan Morgan. Mungkin ada hal yang harus mereka selesaikan,” ucap Angela pelan.M
“Nona Angie, tolong buka pintunya, Nona. Dari pagi Anda belum makan. Anda bisa sakit.” Seorang pelayan menggedor-gedor pintu kamar Angie, namun sayangnya tak ada respon sama sekali dari dalam. Beberapa jam lalu, Angie sudah mengusir pelayan itu, dan ketika sekarang sang pelayan berusaha kembali membujuk Angie, malah tak ada respon dari dalam. Itu yang membuat sang pelayan begitu cemas dan takut.“Nona, saya mohon buka pintunya. Tuan Morgan bisa marah pada saya kalau Anda belum juga makan.” Pelayan itu berusaha keras membujuk Angie lagi. Raut wajah pelayan itu sudah ketakutan. Tentu, dia khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk pada Angie. Sang pelayan sudah berusaha membuka menggunakan kunci kamar cadangan, tapi tidak bisa sepertinya Angie telah mengunci menggunakan pengaman pintu di dalam kamar. “Ada apa ini?” Morgan yang baru saja pulang, menatap bingung sang pelayan yang menggedor-gedor pintu kamar Angie.Pelayan itu menatap takut dan cemas pada Morgan yang baru datang. “T-tuan, N
Hari telah berganti hari. Waktu seakan bergerak sangat lambat. Hidup Morgan merasakan kehampaan dan merasa kosong. Meski Angie ada di sisinya, tapi hatinya tetaplah tak bisa menampik bahwa Morgan kesepian. Hidupnya bagaikan warna hitam putih, tanpa ada penghias warna indah. Akan tetapi, pria itu tak bisa melangkah maju keluar dari lingkaran walau dia tahu bagaimana cara untuk berhenti. Lebih dari dua minggu, Xena berada di rumah sakit. Selama Xena berada di rumah sakit, Morgan tentu sering datang, hanya saja Morgan cukup melihat wanita itu dari balik kaca. Dia sengaja tak menemui Xena karena setiap kali melihat Xena hanyalah dilingkupi rasa bersalah.Morgan ingin memeluk erat tubuh Xena, namun pria itu takut semakin melukai hati Xena. Itu kenapa akhirnya dia memilih untuk mengawasi Xena dari kejauhan. Bersatu dengan Xena adalah hal yang tak mungkin. Morgan tak akan membiarkan Angie kembali terluka seperti dulu kala. Ya, yang Morgan tanamkan dalam pikirannya adalah perjuangan dulu s
Marco menatap foto Xena semasa kecil tengah berpelukan dengan Xander. Raut wajah pria paruh baya itu menunjukan jelas kemuraman dan tersirat menyimpan luka. Manik mata tegasnya telah terselimuti awan gelap yang menyimpan segudang kesedihan.“Marco?” Angela mendekat pada Marco, menatap suaminya itu tengah melihat foto masa kecil Xena dan Xander.“Aku tidak bisa menjaga Xena dengan baik,” ucap Marco penuh penyesalan.Angela memeluk lengan Marco. “Jangan salahkan dirimu atas apa yang telah terjadi. Kita bisa menjaga Xena dengan baik. Mungkin ini memang perjalanan hidup Xena yang harus dia tempuh untuk menjadikannya jauh lebih dewasa. Sekarang lebih baik kita keluar berkumpul dengan anak dan menantu kita. Tidak baik mengurung diri di kamar.”Marco tersenyum dan menganggukan kepalanya. Detik selanjutnya, Marco meletakan bingkai foto anak-anaknya—melangkah keluar kamar bersama dengan sang istri. Raut wajah muram Marco kini berusaha dia hilangkan agar Xena tak melihatnya sedih.Di depan, Mar
Xena tak pernah mengira hidupnya berada di titik terberat. Jika dulu, Xena selalu ceria akan kehidupannya yang indah, kini semua itu telah lenyap tak lagi tersisa. Kehidupan Xena bagaikan berada di dalam dunia yang sunyi tak berpenghuni.Mendengar pengakuan Morgan akan menikah dengan Angie, memang telah membuat hati Xena hancur berkeping-keping. Namun, Xena pun menyadari bahwa apa yang telah dipilih Morgan adalah yang paling terbaik.“Xena, apa kau sudah siap? Dad, Mom, dan Xander sudah menunggu di depan. Kita harus berangkat sekarang. Jadwal penerbangan kita di dua jam lagi.” Audrey menghampiri Xena yang masih bergeming di kamar gadis itu.Ya, hari ini telah tiba waktunya Xena bersama dengan keluarganya kembali ke Roma. Kemarin, dokter telah mengizinkan Xena untuk melakukan penerbangan. Xena memang harus segera kembali ke Roma, dan mengubur semua kenangan buruknya di Paris.“Apa semua barang-barangku sudah dibawa, Kak?” tanya Xena pelan seraya menatap Audrey dengan tatapan kerapuhan.
Angie melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Wanita itu nampak terburu-buru, seperti memiliki janji temu. Akan tetapi, Angie belum bisa pergi karena wanita itu belum berpamitan pada Morgan.“Morgan?” Angie masuk ke dalam kamar, dan mendapati Morgan berdiri melamun melihat ke luar jendela. Wanita itu mengembuskan napas panjang. Sayangnya, Morgan sama sekali tak menyadari kehadirannya. Padahal dirinya memanggil Morgan sedikit keras. “Morgan?” Angie mendekat, dan menyentuh lengan Morgan. Refleks, Morgan membuyarkan lamunannya di kala merasakan sentuhan tangan Angie. Pria itu kini mengalihkan pandangannya, ke depan Angie, menatap Angie dengan wajah yang dia munculkan senyum. “Ya?” Morgan membelai pipi Angie lembut. “Ada apa?” tanyanya hangat.Angie melingkarkan tangannya di leher Morgan. “Apa yang kau pikirkan?” ujarnya bertanya penuh kelembuan. Sebelumnya, Angie sudah mendapatkan kabar kalau Xena telah kembali ke Roma. Tak hanya it
Satu bulan berlalu … Roma, Italia. Kandungan Xena memasuki minggu ke dua puluh. Perut Xena sudah semakin membesar. Pun tubuh Xena jauh lebih berisi dari sebelumnya. Satu bulan sudah Xena berada di Roma, tapi tak pernah satu kali pun Xena keluar rumah. Gadis itu lebih memilih untuk menyendiri.Beberapa kali, Xena diajak untuk jalan-jalan keluar rumah, tapi rupanya Xena memilih untuk memilih tetap tinggal di rumah. Alasannya, Xena enggan dipotret oleh paparazzi. Sudah cukup banyak gossip tentang dirinya yang membuat nama baik keluarganya terganggu. Pagi itu, Xena duduk di sofa kamar, menatap ke luar jendela, indahnya cuaca di kota kelahirannya itu. Sekalipun hati Xena terluka, tapi dia tak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Xena tak pernah menyesal mengenal Morgan ataupun mengandung. Bagi Xena, mengandung adalah hal yang indah. Dirinya akan menemukan belahan jiwanya sekaligus sahabat baru di masa depan nanti.“Nona Xena?” seorang pelayan melangkah menghampiri Xena.“Ada apa?”
Morgan menatap cermin, melihat dirinya telah terbalut oleh tuxedo putih. Hari yang dulu pernah menjadi impannya telah terwujud. Dulu, Morgan selalu berharap dan memimpikan akan menikah dengan Angie, namun di kala semesta mengabulkan harapannyan, pria itu malah tak merasakan perasaan menggebu bahagia yang seharusnya hadir.Morgan layaknya tengah menepati janji, bukan karena menginginkan sesuatu hal. Ya, pria itu merasa dirinya sudah tidak lagi waras. Sejak tadi pun dia merutuki perasaannya yang sama sekali tak merasakan rasa bahagia. Yang Morgan rasakan adalah kecemasan dan perasaan bersalah yang semakin dalam. Hatinya tak bisa menutupi, bahwa dirinya telah melakukan sebuah dosa besar.“Tuan?” Hemlet melangkah masuk ke dalam ruang ganti pria.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap Hemlet yang kini ada di hadapannya. Morgan seakan ingin memberikan suatu perintah pada sang asisten, namun lidahnya seolah mati tak mampu merangkai kata.“Tuan, sebentar lagi upacara pernikahan Anda akan se