Angie melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Wanita itu nampak terburu-buru, seperti memiliki janji temu. Akan tetapi, Angie belum bisa pergi karena wanita itu belum berpamitan pada Morgan.“Morgan?” Angie masuk ke dalam kamar, dan mendapati Morgan berdiri melamun melihat ke luar jendela. Wanita itu mengembuskan napas panjang. Sayangnya, Morgan sama sekali tak menyadari kehadirannya. Padahal dirinya memanggil Morgan sedikit keras. “Morgan?” Angie mendekat, dan menyentuh lengan Morgan. Refleks, Morgan membuyarkan lamunannya di kala merasakan sentuhan tangan Angie. Pria itu kini mengalihkan pandangannya, ke depan Angie, menatap Angie dengan wajah yang dia munculkan senyum. “Ya?” Morgan membelai pipi Angie lembut. “Ada apa?” tanyanya hangat.Angie melingkarkan tangannya di leher Morgan. “Apa yang kau pikirkan?” ujarnya bertanya penuh kelembuan. Sebelumnya, Angie sudah mendapatkan kabar kalau Xena telah kembali ke Roma. Tak hanya it
Satu bulan berlalu … Roma, Italia. Kandungan Xena memasuki minggu ke dua puluh. Perut Xena sudah semakin membesar. Pun tubuh Xena jauh lebih berisi dari sebelumnya. Satu bulan sudah Xena berada di Roma, tapi tak pernah satu kali pun Xena keluar rumah. Gadis itu lebih memilih untuk menyendiri.Beberapa kali, Xena diajak untuk jalan-jalan keluar rumah, tapi rupanya Xena memilih untuk memilih tetap tinggal di rumah. Alasannya, Xena enggan dipotret oleh paparazzi. Sudah cukup banyak gossip tentang dirinya yang membuat nama baik keluarganya terganggu. Pagi itu, Xena duduk di sofa kamar, menatap ke luar jendela, indahnya cuaca di kota kelahirannya itu. Sekalipun hati Xena terluka, tapi dia tak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Xena tak pernah menyesal mengenal Morgan ataupun mengandung. Bagi Xena, mengandung adalah hal yang indah. Dirinya akan menemukan belahan jiwanya sekaligus sahabat baru di masa depan nanti.“Nona Xena?” seorang pelayan melangkah menghampiri Xena.“Ada apa?”
Morgan menatap cermin, melihat dirinya telah terbalut oleh tuxedo putih. Hari yang dulu pernah menjadi impannya telah terwujud. Dulu, Morgan selalu berharap dan memimpikan akan menikah dengan Angie, namun di kala semesta mengabulkan harapannyan, pria itu malah tak merasakan perasaan menggebu bahagia yang seharusnya hadir.Morgan layaknya tengah menepati janji, bukan karena menginginkan sesuatu hal. Ya, pria itu merasa dirinya sudah tidak lagi waras. Sejak tadi pun dia merutuki perasaannya yang sama sekali tak merasakan rasa bahagia. Yang Morgan rasakan adalah kecemasan dan perasaan bersalah yang semakin dalam. Hatinya tak bisa menutupi, bahwa dirinya telah melakukan sebuah dosa besar.“Tuan?” Hemlet melangkah masuk ke dalam ruang ganti pria.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap Hemlet yang kini ada di hadapannya. Morgan seakan ingin memberikan suatu perintah pada sang asisten, namun lidahnya seolah mati tak mampu merangkai kata.“Tuan, sebentar lagi upacara pernikahan Anda akan se
Beberapa bulan kemudian … Auckland, New Zealand. Angin berembus kencang menggerakan bunga-bunga yang baru saja tumbuh. Langit terang dan cerah seakan matahari menunjukan keindahannya yang memukau sempurna. Pemandangan indah dan menyejukan sangatlah menyegarkan mata.Xena menelusuri taman di belakang rumahnya hanya dengan kaki telanjang. Dress besar menutupi perut buncitnya, membuat Xena tampil sangat cantik. Usia kandungan Xena kini telah memasuki minggu ke tiga puluh lima.Beberapa hari lalu, dokter mengatakan dalam waktu dua minggu lagi, Xena akan melahirkan. Tentu Xena memilih untuk melahirkan di New Zealand, tidak di Roma. Gadis itu telah memulai kehidupan barunya di New Zealand.Selama ini, Xena sama sekali tidak tahu berita di Roma. Xena memutuskan menetap sementara di New Zealand, dan meninggalkan semua kehidupannya di Roma. Xena ingin hidup tenang dan damai tanpa ada gangguan dari siapa pun.“Ah, bunga lily sudah tumbuh.” Xena mengusap-usap perutnya, mengajak anak yang ada d
Xena duduk di sebuah kafe dengan pemandangan yang sangat indah. Gadis itu sengaja duduk di pinggir jendela guna melihat pemandangan. Banyak pasangan muda yang nampak begitu romantis, dan menyejukan pemandangan matanya. Meski memiliki sedikit rasa iri pada pasangan muda itu, tapi tetap Xena selalu mampu mengatasi perasaannya.Pagi ini, Xena sengaja ke kafe yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Gadis itu ingin menikmati duduk di kafe sambil melihat banyak manusia yang nampak sibuk dengan segala aktivitas mereka. Selama tinggal di Auckland memang kebiasaan Xena adalah menikmati kehidupannya. Xena tak ingin stress memikirkan masalah.“Nona, ini minuman Anda.” Seorang pelayan menyajikan susu hangat ke hadapan Xena serta sandwich tuna.“Terima kasih,” jawab Xena hangat.“Ah, ya, Nona. Bunga ini untuk Anda. Tadi ada pria yang meminta saya memberikan bunga ini pada Anda.” Seorang pelayan memberikan bunga mawar merah yang indah pada Xena.“Untukku?” Xena menerima bunga mawar merah, dengan
Pelupuk mata Xena mulai terbuka. Rasa sakit di kepalanya perlahan mulai menghilang. Sayup-sayup di kala mata Xena terbuka—dia mengendarkan pandangannya ke sekitar menatap dirinya berada di dalam sebuah kamar asing yang belum pernah didatanginya.Raut wajah Xena berubah. Kesadaran gadis itu mulai pulih. Kepingan memori mulai tersusun di dalam otaknya. Xena ingat dengan jelas dirinya berada di sebuah mall, tapi mall itu kebakaran. Pun dirinya terjebak di dalam mall, di kala berusaha untuk melarikan diri.Xena tak mungkin salah. Ingatannya masih berfungsi sangat baik. Namun, kenapa sekarang malah dirinya ada di sini? Wait! Apa mungkin dirinya diculik? Wajah Xena memucat ketakutan membayangkan sesuatu hal negative di pikirannya.“Nona, Anda sudah bangun?” Seorang pelayan melangkah menghampiri Xena, membawakan jus buah.Xena menatap sang pelayan dengan tatapan bingung dan tak mengerti. “Kenapa aku ada di sini?” tanyanya menuntut jawaban.“Tuan yang membawa Anda ke sini, Nona,” jawab sang p
Morgan memejamkan mata singkat seraya menenggak wine di tangannya. Raut wajah pria itu nampak gelisah. Hingga detik ini, Xena tak pernah mau percaya padanya. Berkali-kali dirinya sudah menjelaskan, tapi tetap Xena tak mau mendengarkan penjelasannya. Saat ini, Morgan masih mengurung Xena di kamar, tak mengizinkan Xena untuk pergi. Dia tahu bahwa tindakan ini salah, namun jika dirinya melepaskan, maka pasti Xena akan mencoba melarikan diri darinya. Hal itu yang membuat Morgan akhirnya memilih untuk tak membiarkan Xena pergi ke mana pun.“Tuan Morgan?” Hemlet melangkah mendekat pada Morgan.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap dingin asistennya itu. “Ada apa?”“Tuan, apa Anda masih mengurung Nona Xena?” tanya Hemlet penuh hati-hati.Morgan mengembuskan napas kasar. “Ya, aku masih mengurungnya. Aku takut Xena meninggalkan kota ini setelah bertemu denganku.”Hemlet tersenyum samar. “Tuan, Nona Xena sedang hamil besar. Akan sangat beresiko jika beliau berpergian jauh. Anda jangan dulu
Xena mencari-cari keberadaan tasnya yang disembunyikan oleh Morgan. Gadis itu sama sekali tak menyerah. Xena tak mungkin terus menerus berada di rumah Morgan ini. Entah apa yang dikatakan oleh Hemlet pada asistennya. Yang pasti Xena harus segera pergi agar bisa kembali pulang. Dia tak mau sampai keluarganya tahu kalau dirinya tengah bersama dengan Morgan.Waktu menunjukan pukul enam pagi. Xena sengaja bangun lebih awal daripada Morgan demi mencari keberadaan tasnya. Jika dirinya sudah menemukan tasnya, maka pasti dirinya akan segera menghubungi asistennya untuk menjemputnya.“Ya Tuhan, di mana pria itu menyembunyikan tasku?” Xena nampak sangat kesal. Dia sudah menggeledah ruang kerja Morgan, tapi tak kunjung menemukan keberadaan tasnya. “Awas saja kalau dia membuang tasku. Aku akan mencekiknya. Itu tas keluaran terbaru.” Xena menjadi gelisah. Gadis itu takut kalau Morgan akan membuang tasnya. Membayangkan itu membuat rasa kesal dalam diri Xena semakin bertambah. “Kau mencari ini?” M