Morgan menatap cermin, melihat dirinya telah terbalut oleh tuxedo putih. Hari yang dulu pernah menjadi impannya telah terwujud. Dulu, Morgan selalu berharap dan memimpikan akan menikah dengan Angie, namun di kala semesta mengabulkan harapannyan, pria itu malah tak merasakan perasaan menggebu bahagia yang seharusnya hadir.Morgan layaknya tengah menepati janji, bukan karena menginginkan sesuatu hal. Ya, pria itu merasa dirinya sudah tidak lagi waras. Sejak tadi pun dia merutuki perasaannya yang sama sekali tak merasakan rasa bahagia. Yang Morgan rasakan adalah kecemasan dan perasaan bersalah yang semakin dalam. Hatinya tak bisa menutupi, bahwa dirinya telah melakukan sebuah dosa besar.“Tuan?” Hemlet melangkah masuk ke dalam ruang ganti pria.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap Hemlet yang kini ada di hadapannya. Morgan seakan ingin memberikan suatu perintah pada sang asisten, namun lidahnya seolah mati tak mampu merangkai kata.“Tuan, sebentar lagi upacara pernikahan Anda akan se
Beberapa bulan kemudian … Auckland, New Zealand. Angin berembus kencang menggerakan bunga-bunga yang baru saja tumbuh. Langit terang dan cerah seakan matahari menunjukan keindahannya yang memukau sempurna. Pemandangan indah dan menyejukan sangatlah menyegarkan mata.Xena menelusuri taman di belakang rumahnya hanya dengan kaki telanjang. Dress besar menutupi perut buncitnya, membuat Xena tampil sangat cantik. Usia kandungan Xena kini telah memasuki minggu ke tiga puluh lima.Beberapa hari lalu, dokter mengatakan dalam waktu dua minggu lagi, Xena akan melahirkan. Tentu Xena memilih untuk melahirkan di New Zealand, tidak di Roma. Gadis itu telah memulai kehidupan barunya di New Zealand.Selama ini, Xena sama sekali tidak tahu berita di Roma. Xena memutuskan menetap sementara di New Zealand, dan meninggalkan semua kehidupannya di Roma. Xena ingin hidup tenang dan damai tanpa ada gangguan dari siapa pun.“Ah, bunga lily sudah tumbuh.” Xena mengusap-usap perutnya, mengajak anak yang ada d
Xena duduk di sebuah kafe dengan pemandangan yang sangat indah. Gadis itu sengaja duduk di pinggir jendela guna melihat pemandangan. Banyak pasangan muda yang nampak begitu romantis, dan menyejukan pemandangan matanya. Meski memiliki sedikit rasa iri pada pasangan muda itu, tapi tetap Xena selalu mampu mengatasi perasaannya.Pagi ini, Xena sengaja ke kafe yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Gadis itu ingin menikmati duduk di kafe sambil melihat banyak manusia yang nampak sibuk dengan segala aktivitas mereka. Selama tinggal di Auckland memang kebiasaan Xena adalah menikmati kehidupannya. Xena tak ingin stress memikirkan masalah.“Nona, ini minuman Anda.” Seorang pelayan menyajikan susu hangat ke hadapan Xena serta sandwich tuna.“Terima kasih,” jawab Xena hangat.“Ah, ya, Nona. Bunga ini untuk Anda. Tadi ada pria yang meminta saya memberikan bunga ini pada Anda.” Seorang pelayan memberikan bunga mawar merah yang indah pada Xena.“Untukku?” Xena menerima bunga mawar merah, dengan
Pelupuk mata Xena mulai terbuka. Rasa sakit di kepalanya perlahan mulai menghilang. Sayup-sayup di kala mata Xena terbuka—dia mengendarkan pandangannya ke sekitar menatap dirinya berada di dalam sebuah kamar asing yang belum pernah didatanginya.Raut wajah Xena berubah. Kesadaran gadis itu mulai pulih. Kepingan memori mulai tersusun di dalam otaknya. Xena ingat dengan jelas dirinya berada di sebuah mall, tapi mall itu kebakaran. Pun dirinya terjebak di dalam mall, di kala berusaha untuk melarikan diri.Xena tak mungkin salah. Ingatannya masih berfungsi sangat baik. Namun, kenapa sekarang malah dirinya ada di sini? Wait! Apa mungkin dirinya diculik? Wajah Xena memucat ketakutan membayangkan sesuatu hal negative di pikirannya.“Nona, Anda sudah bangun?” Seorang pelayan melangkah menghampiri Xena, membawakan jus buah.Xena menatap sang pelayan dengan tatapan bingung dan tak mengerti. “Kenapa aku ada di sini?” tanyanya menuntut jawaban.“Tuan yang membawa Anda ke sini, Nona,” jawab sang p
Morgan memejamkan mata singkat seraya menenggak wine di tangannya. Raut wajah pria itu nampak gelisah. Hingga detik ini, Xena tak pernah mau percaya padanya. Berkali-kali dirinya sudah menjelaskan, tapi tetap Xena tak mau mendengarkan penjelasannya. Saat ini, Morgan masih mengurung Xena di kamar, tak mengizinkan Xena untuk pergi. Dia tahu bahwa tindakan ini salah, namun jika dirinya melepaskan, maka pasti Xena akan mencoba melarikan diri darinya. Hal itu yang membuat Morgan akhirnya memilih untuk tak membiarkan Xena pergi ke mana pun.“Tuan Morgan?” Hemlet melangkah mendekat pada Morgan.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap dingin asistennya itu. “Ada apa?”“Tuan, apa Anda masih mengurung Nona Xena?” tanya Hemlet penuh hati-hati.Morgan mengembuskan napas kasar. “Ya, aku masih mengurungnya. Aku takut Xena meninggalkan kota ini setelah bertemu denganku.”Hemlet tersenyum samar. “Tuan, Nona Xena sedang hamil besar. Akan sangat beresiko jika beliau berpergian jauh. Anda jangan dulu
Xena mencari-cari keberadaan tasnya yang disembunyikan oleh Morgan. Gadis itu sama sekali tak menyerah. Xena tak mungkin terus menerus berada di rumah Morgan ini. Entah apa yang dikatakan oleh Hemlet pada asistennya. Yang pasti Xena harus segera pergi agar bisa kembali pulang. Dia tak mau sampai keluarganya tahu kalau dirinya tengah bersama dengan Morgan.Waktu menunjukan pukul enam pagi. Xena sengaja bangun lebih awal daripada Morgan demi mencari keberadaan tasnya. Jika dirinya sudah menemukan tasnya, maka pasti dirinya akan segera menghubungi asistennya untuk menjemputnya.“Ya Tuhan, di mana pria itu menyembunyikan tasku?” Xena nampak sangat kesal. Dia sudah menggeledah ruang kerja Morgan, tapi tak kunjung menemukan keberadaan tasnya. “Awas saja kalau dia membuang tasku. Aku akan mencekiknya. Itu tas keluaran terbaru.” Xena menjadi gelisah. Gadis itu takut kalau Morgan akan membuang tasnya. Membayangkan itu membuat rasa kesal dalam diri Xena semakin bertambah. “Kau mencari ini?” M
“Terima kasih sudah mengantarku pulang. Sekarang lebih baik kau pergi. Aku ingin istirahat.” Xena yang baru saja tiba di rumahnya bersama dengan Morgan, dia langsung meminta Morgan untuk segera pulang. Ya, sepulang dari berbelanja perlengkapan bayi, Morgan menepati janjinya untuk mengantar Xena pulang.“Aku akan tetap di sini.” Morgan menjawab dengan nada tak ingin terbantahkan. Ini memang tujuan Morgan. Meski dia telah memperbolehkan Xena untuk pulang, tapi dia tetap tak akan mau berjauhan dari Xena.Xena mendesah kasar. “Morgan, rumahmu tidak jau dari rumahku. Kenapa kau tidak mau pergi juga? Kalau ayahku tahu, kau ada di sini, kau bisa dibunuh, Morgan!”Morgan melangkah mendekat pada Xena. “Aku memang sengaja membeli rumah tak jauh dari rumahmu, karena aku ingin selalu ada di dekatmu. Dan untuk mengenai ayahmu, aku yakin dia tidak mungkin membunuh ayah dari cucunya sendiri.” Nada bicara Morgan begitu yakin, bahkan tersirat menyebalkan. “Kau—” Tangan Xena mengepal kuat dan melolos
“Ahgggg!” Xena berteriak keras di dalam ruang persalinan. Gadis itu sudah terbaring di ranjang bersalin. Teriakan Xena jauh lebih besar akibat rasa sakit di sekujur tubuhnya. Peluh membanjiri wajah gadis itu yang berjuang menahan sakit.Teriakan Xena telah sukses membuat Morgan panik luar biasa. Morgan sejak tadi mondar-mandir tidak jelas, menunggu dokter tiba. Raut wajah Morgan cemas, takut, khawatir, semuanya melebur menjadi satu.Untuk pertama kalinya, Morgan dibuat bingung harus berbuat apa. Jika biasanya Morgan mampu memikirkan masalah, kali ini pria itu tak mampu untuk memikirkan apa pun. Yang ada hanya rasa takut dan panik.“Morgan, akh! Sakit sekali!” jerit Xena begitu kuat.Morgan memegang tangan Xena. “Xena, bertahanlah.” Raut wajah Morgan semakin panik di kala Xena tak henti menjerit. Morgan tak tega melihat Xena tersiksa sampai seperti ini. Sungguh, Morgan tak tahu kalau orang akan melahirkan, seperti orang yang berada di ambang kematian. Jika sudah seperti ini, rasanya n