Xena mencari-cari keberadaan tasnya yang disembunyikan oleh Morgan. Gadis itu sama sekali tak menyerah. Xena tak mungkin terus menerus berada di rumah Morgan ini. Entah apa yang dikatakan oleh Hemlet pada asistennya. Yang pasti Xena harus segera pergi agar bisa kembali pulang. Dia tak mau sampai keluarganya tahu kalau dirinya tengah bersama dengan Morgan.Waktu menunjukan pukul enam pagi. Xena sengaja bangun lebih awal daripada Morgan demi mencari keberadaan tasnya. Jika dirinya sudah menemukan tasnya, maka pasti dirinya akan segera menghubungi asistennya untuk menjemputnya.“Ya Tuhan, di mana pria itu menyembunyikan tasku?” Xena nampak sangat kesal. Dia sudah menggeledah ruang kerja Morgan, tapi tak kunjung menemukan keberadaan tasnya. “Awas saja kalau dia membuang tasku. Aku akan mencekiknya. Itu tas keluaran terbaru.” Xena menjadi gelisah. Gadis itu takut kalau Morgan akan membuang tasnya. Membayangkan itu membuat rasa kesal dalam diri Xena semakin bertambah. “Kau mencari ini?” M
“Terima kasih sudah mengantarku pulang. Sekarang lebih baik kau pergi. Aku ingin istirahat.” Xena yang baru saja tiba di rumahnya bersama dengan Morgan, dia langsung meminta Morgan untuk segera pulang. Ya, sepulang dari berbelanja perlengkapan bayi, Morgan menepati janjinya untuk mengantar Xena pulang.“Aku akan tetap di sini.” Morgan menjawab dengan nada tak ingin terbantahkan. Ini memang tujuan Morgan. Meski dia telah memperbolehkan Xena untuk pulang, tapi dia tetap tak akan mau berjauhan dari Xena.Xena mendesah kasar. “Morgan, rumahmu tidak jau dari rumahku. Kenapa kau tidak mau pergi juga? Kalau ayahku tahu, kau ada di sini, kau bisa dibunuh, Morgan!”Morgan melangkah mendekat pada Xena. “Aku memang sengaja membeli rumah tak jauh dari rumahmu, karena aku ingin selalu ada di dekatmu. Dan untuk mengenai ayahmu, aku yakin dia tidak mungkin membunuh ayah dari cucunya sendiri.” Nada bicara Morgan begitu yakin, bahkan tersirat menyebalkan. “Kau—” Tangan Xena mengepal kuat dan melolos
“Ahgggg!” Xena berteriak keras di dalam ruang persalinan. Gadis itu sudah terbaring di ranjang bersalin. Teriakan Xena jauh lebih besar akibat rasa sakit di sekujur tubuhnya. Peluh membanjiri wajah gadis itu yang berjuang menahan sakit.Teriakan Xena telah sukses membuat Morgan panik luar biasa. Morgan sejak tadi mondar-mandir tidak jelas, menunggu dokter tiba. Raut wajah Morgan cemas, takut, khawatir, semuanya melebur menjadi satu.Untuk pertama kalinya, Morgan dibuat bingung harus berbuat apa. Jika biasanya Morgan mampu memikirkan masalah, kali ini pria itu tak mampu untuk memikirkan apa pun. Yang ada hanya rasa takut dan panik.“Morgan, akh! Sakit sekali!” jerit Xena begitu kuat.Morgan memegang tangan Xena. “Xena, bertahanlah.” Raut wajah Morgan semakin panik di kala Xena tak henti menjerit. Morgan tak tega melihat Xena tersiksa sampai seperti ini. Sungguh, Morgan tak tahu kalau orang akan melahirkan, seperti orang yang berada di ambang kematian. Jika sudah seperti ini, rasanya n
Morgan tak pergi ke mana pun. Pria itu terus menemani Xena di rumah sakit. Sekalipun, sudah berkali-kali Xena meminta Morgan untuk pulang, tapi dia tetap menolak. Morgan rela menginap di rumah sakit, demi menjaga Xena dan Bonita. Morgan belum pernah merasakan kebahagiaan seperti sekarang ini. Momen melihat Xena dan Bonita adalah momen paling berharga yang Morgan rasanya ingin menghentikan waktu, agar tetap bersama dengan dua perempuan yang begitu dia cintai.“Morgan, dokter mengatakan lusa aku boleh pulang. Sebentar lagi keluargaku juga sudah akan datang. Lebih baik kau pulang sekarang. Kau butuh istirahat. Ada Linda yang menjagaku,” ucap Xena pelan seraya menatap Morgan.Sebelumnya, Linda memang sudah memberi tahu keluarga Xena bahwa Xena melahirkan lebih dulu dari waktu yang telah dijadwalkan sang dokter. Tentu keluarga Xena pun segera terbang ke New Zealand. Hanya saja, Linda tak sama sekali memberi tahu kalau Morgan ada.“Tidak, aku tidak akan pulang. Selama istri dan anakku mas
Xena pikir dirinya akan melahirkan putrinya dalam keadaan tenang dan damai, karena sudah tidak ada lagi Morgan di sisinya. Namun, ternyata apa yang Xena pikirkan salah besar. Dirinya kembali terjebak dalam kerumitan yang tak berujung.Xena sudah kembali ke rumah. Dokter sudah memperbolehkannya pulang, karena memang kondisi Xena sudah baik-baik saja. Ada beberapa vitamin yang dokter berikan agar ASI Xena lancar.Kedua orang tua Xena, serta kakak dan kakak iparnya, terus menghubungi Xena menanyakan keadaan Xena dan Bonita. Xena merasa beruntung memiliki keluarga yang peduli padanya, namun di sisi lain, Xena pun merasa bersalah, karena terus menerus merespotkan kedua orang tuanya.Xena duduk di kamar seorang diri, menatap Bonita yang terlelap di sampingnya. Morgan sedang tidak ada. Kebetulan, pria itu keluar sebentar karena mendapatkan telepon dari asistennya. Entah kapan Morgan kembali, Xena pun tak peduli.Xena lelah mengusir Morgan, dan berujung pria itu keras kepala tak mau pergi. Je
Xena rasanya ingin bersembunyi di kutub utara, atau di mana pun asal tak bertemu dengan Morgan. Sejak kejadian di mana Morgan mengisap payudaranya demi merangsang ASI-nya agar keluar, membuat Xena benar-benar sangat malu.Xena memang bukan gadis polos yang belum pernah melakukan apa pun. Tentu, itu bukanlah dirinya. Hanya saja kali ini berbeda. Kondisi Xena dan Morgan sudah berpisah, meskipun ada anak di antara mereka, tapi tetap tidak akan mengubah apa pun.Sejak kejadian itu, memang Xena memilih menghindar dari Morgan. Well, tapi tetap saja sekalipun dirinya berusaha menghindar, akan tetap terus bertemu dengan Morgan, karena posisinya Bonita sangat dekat dengan Morgan. Pun selain itu, Morgan juga tinggal di rumahnya. Jadi mau tak mau, Xena tetap berhadapan dengan Morgan.Tak memungkiri, Xena membenci keadaan di mana ASI-nya sempat tak mau keluar. Itu adalah hal yang sangat memalukan. Kenapa setelah Morgan merangsang, malah ASI-nya keluar? Kalau diingat-ingat, pasti pipi Xena langsun
Xena meremas pelan kedua tangannya, dan berusaha untuk tenang di kala Morgan, ayahnya, dan kakaknya belum juga muncul. Di balik rasa cemas, Xena tetap menunjukan senyuman di hadapan ibu dan kakak iparnya yang kini tengah menimang Bonita.“Kau cantik sekali, Sayang.” Audrey membelai pipi bulat Bonita. Dia begitu gemas pada bayi perempuan yang gemuk itu. Pipi Bonita persis seperti pipi bakpau.Angela mencium gemas pipi Bonita. “Iya, dia sangat cantik. Mirip sekali seperti Xena waktu bayi.”“Tapi hidung dan raut wajahnya mirip Morgan, Mom,” kata Audrey menambahkan.Angela mengangguk. “Kau benar. Hidung dan raut wajahnya mirip sekali dengan Morgan.”“Angela, Audrey, kita pulang sekarang.” Marco melangkah menghampiri Angela dan Audrey, bersama dengan Xander.Angela segera memberikan Bonita pada Xena. Kemudian, dia dan Audrey bangkit berdiri mendekat pada Marco dan Xander.Morgan muncul, dan mendekat pada Xena. Pria itu hanya diam, dan tak mengatakan apa pun.“Xena, kami pulang dulu. Jaga d
*Aku di Auckland. Sekarang, aku di jalan menuju ke rumahm. Aku akan datang bersama dengan Rikkard dan Rachel.*Xena membaca pesan masuk dari Zack. Senyuman di wajah Xena pun terlukis. Ya, tentu saja gadis itu senang Zack datang. Terlebih Zack datang dengan kedua keponakannya yang lucu. “Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” Morgan melangkah keluar dari kamar mandi, hanya memakai handuk putih yang melilit pinggangnya. Pria itu memergoki Xena yang senyum-senyum sendiri, dan nampak mencurigakan. Xena mengalihkan pandangannya pada Morgan yang hanya memakai handuk. Buru-buru, gadis itu membuang pandangannya jauh. Tubuh kekar Morgan dipenuhi dengan air dan terlihat sangat seksi. Sialnya, pikiran Xena malah berpikir yang tidak-tidak. “Morgan, kenapa kau tidak memakai bajumu dulu? Apa kau tidak malu dilihat Bonita?!” seru Xena jengkel. Morgan mengulum senyumannya mendengar ucapan konyol Xena. Padahal Bonita saja sedang tidur. “Putri kita sedang tidur, Xena.” Morgan mendekat pada Xena, lal