Hari telah berganti hari. Waktu seakan bergerak sangat lambat. Hidup Morgan merasakan kehampaan dan merasa kosong. Meski Angie ada di sisinya, tapi hatinya tetaplah tak bisa menampik bahwa Morgan kesepian. Hidupnya bagaikan warna hitam putih, tanpa ada penghias warna indah. Akan tetapi, pria itu tak bisa melangkah maju keluar dari lingkaran walau dia tahu bagaimana cara untuk berhenti. Lebih dari dua minggu, Xena berada di rumah sakit. Selama Xena berada di rumah sakit, Morgan tentu sering datang, hanya saja Morgan cukup melihat wanita itu dari balik kaca. Dia sengaja tak menemui Xena karena setiap kali melihat Xena hanyalah dilingkupi rasa bersalah.Morgan ingin memeluk erat tubuh Xena, namun pria itu takut semakin melukai hati Xena. Itu kenapa akhirnya dia memilih untuk mengawasi Xena dari kejauhan. Bersatu dengan Xena adalah hal yang tak mungkin. Morgan tak akan membiarkan Angie kembali terluka seperti dulu kala. Ya, yang Morgan tanamkan dalam pikirannya adalah perjuangan dulu s
Marco menatap foto Xena semasa kecil tengah berpelukan dengan Xander. Raut wajah pria paruh baya itu menunjukan jelas kemuraman dan tersirat menyimpan luka. Manik mata tegasnya telah terselimuti awan gelap yang menyimpan segudang kesedihan.“Marco?” Angela mendekat pada Marco, menatap suaminya itu tengah melihat foto masa kecil Xena dan Xander.“Aku tidak bisa menjaga Xena dengan baik,” ucap Marco penuh penyesalan.Angela memeluk lengan Marco. “Jangan salahkan dirimu atas apa yang telah terjadi. Kita bisa menjaga Xena dengan baik. Mungkin ini memang perjalanan hidup Xena yang harus dia tempuh untuk menjadikannya jauh lebih dewasa. Sekarang lebih baik kita keluar berkumpul dengan anak dan menantu kita. Tidak baik mengurung diri di kamar.”Marco tersenyum dan menganggukan kepalanya. Detik selanjutnya, Marco meletakan bingkai foto anak-anaknya—melangkah keluar kamar bersama dengan sang istri. Raut wajah muram Marco kini berusaha dia hilangkan agar Xena tak melihatnya sedih.Di depan, Mar
Xena tak pernah mengira hidupnya berada di titik terberat. Jika dulu, Xena selalu ceria akan kehidupannya yang indah, kini semua itu telah lenyap tak lagi tersisa. Kehidupan Xena bagaikan berada di dalam dunia yang sunyi tak berpenghuni.Mendengar pengakuan Morgan akan menikah dengan Angie, memang telah membuat hati Xena hancur berkeping-keping. Namun, Xena pun menyadari bahwa apa yang telah dipilih Morgan adalah yang paling terbaik.“Xena, apa kau sudah siap? Dad, Mom, dan Xander sudah menunggu di depan. Kita harus berangkat sekarang. Jadwal penerbangan kita di dua jam lagi.” Audrey menghampiri Xena yang masih bergeming di kamar gadis itu.Ya, hari ini telah tiba waktunya Xena bersama dengan keluarganya kembali ke Roma. Kemarin, dokter telah mengizinkan Xena untuk melakukan penerbangan. Xena memang harus segera kembali ke Roma, dan mengubur semua kenangan buruknya di Paris.“Apa semua barang-barangku sudah dibawa, Kak?” tanya Xena pelan seraya menatap Audrey dengan tatapan kerapuhan.
Angie melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Wanita itu nampak terburu-buru, seperti memiliki janji temu. Akan tetapi, Angie belum bisa pergi karena wanita itu belum berpamitan pada Morgan.“Morgan?” Angie masuk ke dalam kamar, dan mendapati Morgan berdiri melamun melihat ke luar jendela. Wanita itu mengembuskan napas panjang. Sayangnya, Morgan sama sekali tak menyadari kehadirannya. Padahal dirinya memanggil Morgan sedikit keras. “Morgan?” Angie mendekat, dan menyentuh lengan Morgan. Refleks, Morgan membuyarkan lamunannya di kala merasakan sentuhan tangan Angie. Pria itu kini mengalihkan pandangannya, ke depan Angie, menatap Angie dengan wajah yang dia munculkan senyum. “Ya?” Morgan membelai pipi Angie lembut. “Ada apa?” tanyanya hangat.Angie melingkarkan tangannya di leher Morgan. “Apa yang kau pikirkan?” ujarnya bertanya penuh kelembuan. Sebelumnya, Angie sudah mendapatkan kabar kalau Xena telah kembali ke Roma. Tak hanya it
Satu bulan berlalu … Roma, Italia. Kandungan Xena memasuki minggu ke dua puluh. Perut Xena sudah semakin membesar. Pun tubuh Xena jauh lebih berisi dari sebelumnya. Satu bulan sudah Xena berada di Roma, tapi tak pernah satu kali pun Xena keluar rumah. Gadis itu lebih memilih untuk menyendiri.Beberapa kali, Xena diajak untuk jalan-jalan keluar rumah, tapi rupanya Xena memilih untuk memilih tetap tinggal di rumah. Alasannya, Xena enggan dipotret oleh paparazzi. Sudah cukup banyak gossip tentang dirinya yang membuat nama baik keluarganya terganggu. Pagi itu, Xena duduk di sofa kamar, menatap ke luar jendela, indahnya cuaca di kota kelahirannya itu. Sekalipun hati Xena terluka, tapi dia tak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Xena tak pernah menyesal mengenal Morgan ataupun mengandung. Bagi Xena, mengandung adalah hal yang indah. Dirinya akan menemukan belahan jiwanya sekaligus sahabat baru di masa depan nanti.“Nona Xena?” seorang pelayan melangkah menghampiri Xena.“Ada apa?”
Morgan menatap cermin, melihat dirinya telah terbalut oleh tuxedo putih. Hari yang dulu pernah menjadi impannya telah terwujud. Dulu, Morgan selalu berharap dan memimpikan akan menikah dengan Angie, namun di kala semesta mengabulkan harapannyan, pria itu malah tak merasakan perasaan menggebu bahagia yang seharusnya hadir.Morgan layaknya tengah menepati janji, bukan karena menginginkan sesuatu hal. Ya, pria itu merasa dirinya sudah tidak lagi waras. Sejak tadi pun dia merutuki perasaannya yang sama sekali tak merasakan rasa bahagia. Yang Morgan rasakan adalah kecemasan dan perasaan bersalah yang semakin dalam. Hatinya tak bisa menutupi, bahwa dirinya telah melakukan sebuah dosa besar.“Tuan?” Hemlet melangkah masuk ke dalam ruang ganti pria.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap Hemlet yang kini ada di hadapannya. Morgan seakan ingin memberikan suatu perintah pada sang asisten, namun lidahnya seolah mati tak mampu merangkai kata.“Tuan, sebentar lagi upacara pernikahan Anda akan se
Beberapa bulan kemudian … Auckland, New Zealand. Angin berembus kencang menggerakan bunga-bunga yang baru saja tumbuh. Langit terang dan cerah seakan matahari menunjukan keindahannya yang memukau sempurna. Pemandangan indah dan menyejukan sangatlah menyegarkan mata.Xena menelusuri taman di belakang rumahnya hanya dengan kaki telanjang. Dress besar menutupi perut buncitnya, membuat Xena tampil sangat cantik. Usia kandungan Xena kini telah memasuki minggu ke tiga puluh lima.Beberapa hari lalu, dokter mengatakan dalam waktu dua minggu lagi, Xena akan melahirkan. Tentu Xena memilih untuk melahirkan di New Zealand, tidak di Roma. Gadis itu telah memulai kehidupan barunya di New Zealand.Selama ini, Xena sama sekali tidak tahu berita di Roma. Xena memutuskan menetap sementara di New Zealand, dan meninggalkan semua kehidupannya di Roma. Xena ingin hidup tenang dan damai tanpa ada gangguan dari siapa pun.“Ah, bunga lily sudah tumbuh.” Xena mengusap-usap perutnya, mengajak anak yang ada d
Xena duduk di sebuah kafe dengan pemandangan yang sangat indah. Gadis itu sengaja duduk di pinggir jendela guna melihat pemandangan. Banyak pasangan muda yang nampak begitu romantis, dan menyejukan pemandangan matanya. Meski memiliki sedikit rasa iri pada pasangan muda itu, tapi tetap Xena selalu mampu mengatasi perasaannya.Pagi ini, Xena sengaja ke kafe yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Gadis itu ingin menikmati duduk di kafe sambil melihat banyak manusia yang nampak sibuk dengan segala aktivitas mereka. Selama tinggal di Auckland memang kebiasaan Xena adalah menikmati kehidupannya. Xena tak ingin stress memikirkan masalah.“Nona, ini minuman Anda.” Seorang pelayan menyajikan susu hangat ke hadapan Xena serta sandwich tuna.“Terima kasih,” jawab Xena hangat.“Ah, ya, Nona. Bunga ini untuk Anda. Tadi ada pria yang meminta saya memberikan bunga ini pada Anda.” Seorang pelayan memberikan bunga mawar merah yang indah pada Xena.“Untukku?” Xena menerima bunga mawar merah, dengan