"Baik, saya akan masuk kedalam, dan membatalkan Perjodohan ini." Kanaya berjalan memasuki rumahnya, namun langkahnya terhenti karna Tante Sarah memanggilnya.
"Kanaya, kalian sudah selsai? Dimana Rey?" tanya Tante Sarah, karna hanya melihat Kanaya berjalan masuk seorangdiri."Ada dibelakang Tan, katanya ingin mencari udara segar." ujar Kanaya memberi alasan.Tante sarah mengangguk, lalu meminta Kanaya duduk disebelahnya, "Ayo, kemari Nay."Kanaya mengahmpiri, lalu ikut duduk, mendengarkan pembicaraan keluarganya dan keluarga Rey, yang sedang membahas Perjodohan.Sebenarnya Kanaya ingin segera mengatakan kepada mereka semua, jika Kanaya akan membatalkan Perjodohan ini, namun melihat raut bahagia keluarganya dan keluarga Rey, Kanaya mengurungkan niatnya, dia akan membicarakan ini setelah keluarga Rey pulang."Calon suami kamu ganteng ya Nay, sopan banget lagi!, seandainya saja Kakak belum menikah, pasti Kakak akan meminta dijodhkan dengan Rey," canda Anita berbisik ditelinga adiknya."Inget, udah punya Kak Arga, nanti aku kasih tau kak Arga baru tau rasa," timpal Kanaya, malas mendengarkan pujian Kakak nya untuk Rey. Ucapan Kakaknya membuat Kanaya kesal, ntah apa jadinya, jika keluarganya tau, Kanaya ingin membatalkan Perjodohan itu. Kanaya sendiri sudah yakin, jika dia tidak akan melanjutkan Perjodohan ini, apapun alasannya!, mengingat sikap Rey selama ini, suduh cukup membuatnya untuk menolak laki-laki itu, ditambah lagi dia bisa memberi alasan kepada orang tuanya, jika dia tidak menyukai pekerjaan Rey, yang seorang Abdi Negara."Ih, kamu Nay, Kakak bicara gitu aja udah cemburu, pake mau aduin Kakak segala," ujar Anita, yang membuat Kanaya mencubit Kakakanya, kesal.Rey melangkah masuk, tatapannya beradu dengan Kanaya, Kanaya membuang pandangannya kelain arah, dia malas jika harus bersitatap dengan laki-laki menyebalkan seperti Rey, '(apa kak Anita tidak salah lihat, wajah datar dan dingin begitu dibilang ganteng)' ucap Kanaya dalam hati."Hai nak Rey, kemari" titah Papa Amar.Rey mengangguk, berjalan menghampiri Om Amar dan keluarganya, "Jadi bagaiman! Kalian ingin langsung menikah atau bertunagan terlebih dahulu?" tanya Papa AmarRey hanya diam, Kemudian menatap Kanaya, yang ternyata juga tengah menatap dirinya, Rey tersenyum samar, dia seoalah mendapatkan kesempatan untuk membuat Kanaya bertambah kesal, "Kalau Rey, ikut kemauan Kanaya saja om," jawab Rey, lalau menatap Kanaya lagi.Ucapan Rey sontak membuat Kanaya geram, Kanaya menatap Rey dengan raut muka menahan kesal, '(sudah tau aku ingin membatalkan perjodohan ini, tapi seolah dia sengaja membuat aku terjebak)', gerutu Kanaya dalam hati."Jadi Nay, bagaimana menurut kamu? Tanya Papa Amar"Kalau kami inginnya sih, kalian segera menikah saja," timpal Mama AmyKanaya menghela nafas, dia bingung harus menjawab apa, dia ingin menolak perjodohan ini, namun merasa tidak enak, karna Tante Sarah duduk disebelahnya sembari menggenggam tangannya, sikap Tante Sarah yang lemah lembut memuat Kanaya bimbang, "Biarkan Kanaya dan Rey saling mengenal dulu Pah" jawab Kanaya kemudianMereka semua mengangguk, "Tidak apa-apa jika kalian sudah sepakat ingin begitu, tapi Om harap kalian bertunangan terlebih dahulu", ujar Om AditMembuat Kanaya dan Rey saling diam tak memberikan respon.Pukul 10:00 malam keluarga Rey beranjak meninggalkan kediaman Mahardika, mereka semua sepakat akan melangsungkan pertunangan satu minggu mendatang, Hal itu membuat Kanaya semakin pusing, dia bingung bagaimana cara menolak Perjodohan ini, melihat raut wajah bahagia keluarganya Kanaya menjadi Bimbang. Namun dia juga tidak mungkin untuk melanjutkan Perjodohan ini, apalagi dengan Rey, yang sejak awal pertemuan mereka, sudah tidak Kanaya sukai.Setelah mengantarkan Keluarga Rey, Kanaya dan keluarganya berjalan masuk, mereka kembali duduk di ruang keluarga untuk membahas pertunangan Kanaya. Belum sempat Papa Amar berbicara, Kanaya sudah berucap terlebih dahulu, "Mah, Pah, Kak, ada yang ingin Kanaya katakan."Membuat semua orang yang berada di sana menatap Kanaya, "Ingin bicara apa Sayang?" tanya Mama Amy."Pasti Naya, Ingin bicara, kalau dia ingin segera menikah saja,"canda Anita.Kanaya menghela nafas dalam, menghilangkan kegugupannya, "Kanaya mau membatalkan Perjodohan ini Mah, Pah," ucap Kanaya tegas, sembari menundukan wajahnya, tak berani menatap keluarganya.Hal itu sontak membuat mereka semua terkejut, mendengar ucapan Kanaya. Mama Amy berjalan menghampiri Kanaya dan duduk di sebelahnya, sembari menggenggam tangan putrinya, "Ada apa Nay!, kenapa kamu berubah pikiran? tanya mama Amy."Iya Nay, kenapa kamu tidak bicara sedari tadi," ujar Arga, yang heran dengan keputusan Kanaya.Kanaya semakin menunduk, dia merasa tak enak hati, telah membuat orang tuanya kecewa, "Beri kami alasan! Apa yang membuat kamu membatalkan Perjodohan ini Kanaya? tanya Papa Amar, menatap Kanaya penuh kekecewaan."Kan Papa tahu, Kanaya tidak ingin menikah dengan laki-laki yang berprofesi sebagai Abdi Negara, sedangkan Rey itu seorang Angkatan Militer Pah," ucap Kanaya memberi alasan.Mendengar ucapan Kanaya, membuat Mama Amy memegang dadanya yang terasa sesak, dia yang sudah merasa bahagia karena sebentar lagi putrinya akan memiliki pasangan, Kini harus kembali merasa khawatir. Sebetulnya Papa Amar dan Mama Amy tidak ingin memaksa Kanaya untuk segera menikah, namun mengingat beberapa waktu lalu, Rama datang kembali dan mencoba menemui Kanaya, membuat Papa Amar dan Mama Amy khawatir. Mama Amy menarik nafas dalam, sembari memegangi dadanya, tak lama pandangannya buram, membuatnya kehilangan kesadaran.Anita yang melihat Mamanya tak sadarkan diri, sontak berteriak, membuat Arga dan papa Amar ikut kaget. Kanaya yang sadari tadi menunduk tak berani menatap keluarganya, kini menoleh ke sebelahnya. Betapa terkejutnya Kanaya, melihat Mamanya sudah tak sadarkan diri, "Mama"... teriak semua orang yang ada di sana."Arga, segera pinta Ujang meyediakan Mobil, kita bawa Mama ke rumah sakit," ucap Papa Amar.Papa Amar segera membopong mama Amy keluar, untuk dibawa ke rumah sakit. "Anita, kamu di rumah saja, menjaga anak-anakmu," ucap Papa Amar, lalu melangkah keluar. Kanaya mengikuti dari belakang, Papa Amar Berhenti sejenak, "Lebih baik kamu di rumah saja Nay, kamu tidak perlu ikut ke rumah sakit!, Maafkan Papa dan Mama, yang sudah membuat kamu terbebani oleh keinginan kami, mulai saat ini Papa dan Mama tidak akan menuntutmu, tentang hal apapun," ujar Papa Amar, lalu masuk ke dalam mobil.Mendengar itu hati Kanaya seperti dicubit, air mata mengalir deras membasahi pipinya, tak pernah sekalipun orang tuanya berbicara seperti itu kepada Kanaya. Kanaya menyesal, seharusnya dia menerima saja permintaan Mama dan Papanya, apalagi jika Kanaya tahu hal ini akan membuat Mamanya syok, lebih baik Kanaya menyetujui saja Perjodohan ini."Tapi Pah, Kanaya ingin ikut, Kanaya mau jagain Mama," pinta Kanaya memelas, sudah ingin masuk mobil."Tidak perlu, kamu di rumah saja! tolong kali ini kamu dengarkan permintaan Papa, Ayo segera kita ke rumah sakit Ujang." ucap Papa Amar.Kanaya tidak menyerah begitu saja, dia meminta tolong kepada kakak iparnya, "Kak, please, ijinin Kanaya untuk ikut, Kanaya ingin_"Kanaya ingin menemani Mama Kak," pinta Kanaya memelas."Lebih baik kamu di rumah dulu ya Nay, nanti kakak akan memberi kabar perkembangan mama," ujar Arga menginstruksi, lalu masuk ke dalam mobil."Mama" teriak Kanaya, saat mobil itu sudah berlalu dari hadapannya. Tubuhnya luruh ke bawah, Kanaya menangis sembari menangkup wajahnya, "Maafin Kanaya Mah."Anita yang melihat itu ikut meneteskan air mata, sebetulnya dia tidak bisa menyalahkan Kanaya, Karena bagaimanapun, Kanaya pernah mengalami dua kali gagal dalam menjalin hubungan, dan dua-duanya seorang Abdi Negara, tentu hal itu akan Menimbulkan trauma bagi Kanaya, namun melihat kondisi sakit mamanya yang kembali kambuh, membuat Anita diliputi perasaan kecewa. Anita menghampiri adiknya, "Udah Nay, ayo kita masuk, Lebih baik kamu Tenangkan diri dulu," ujar Anita sembari memapah adiknya."Maafin Kanaya Kak, Kanaya egois, Kanaya nggak memikirkan perasaan Mama dan Papa, harusnya Kanaya setujuin aja keinginan Mama, pasti itu nggak akan memb
"Kamu beneran sayang!?" tanya Mama Amy memastikan.Kanaya tersenyum mengangguk, Kanaya senang saat melihat mama dan Papanya tersenyum bahagia, meskipun Kanaya harus mengorbankan hidupnya. Kanaya akan mencoba untuk menerima Perjodohan ini, dan Kanaya juga berharap, nantinya dia akan bisa menerima Rey sebagai suaminya, meskipun Kanaya tidak yakin, karena Rasa trauma masih menyelimuti dirinya.Kalau begitu Papa kabarin Adit sama Sarah, " ucap apa Amar."Kanaya pamit dulu ya Mah, Pah, nanti siang setelah selsai praktek, Kanaya kesini lagi," ucap Kanaya, dan dijawab anggukan kepala Mama Amy dan Papa Amar.Pukul dua belas siang, Kanaya baru selsai dengan semua pasien nya, Kanaya berpamitan kepada Asisten nya, untuk pergi keruangan Mama nya sebentar, "Cik, aku keluar sebentar ya, jadwal operasi nya jam dua kan?" tanya Kanaya"Iya Dok jam dua, Dokter mau keruangan Mama Dokter ya? Mau saya temani tidak? ujar Cika asisten Kanaya."Nggak perlu Cik, kamu juga kan harus istirahat dulu, ya udah, ak
"Lepas nggak, " Kanaya melototkan mata, mencoba menghempaskan cekalan tangan Rey.Bukannya melepaskan, Rey justru semakin menahannya, "Bisa diam nggak!" ujar Rey, dengan tatapan tajam mematikan.Mendapat tatapan tajam dari Rey sontak membuat nyali Kanaya menciut, apalagi Kanaya baru menyadari, jika wajah Rey begitu dekat dengannya, membuat Kanaya menjadi gugup, aroma tubuh Rey sampai menyeruak masuk ke Indra penciumannya, "Bisa nggak! kalau bicara nggak usah deket-deket? "ujar Kanaya, Yang merasa risih.Rey juga baru menyadari, Jika dia berdiri terlalu dekat dengan Kanaya, Sontak Rey ikut mensejajarakan tubuhnya, dia sedikit malu dan gugup. Tak membantah, Rey menuruti apa kata Kanaya, Rey segera melepaskan Cakalan tangannya, lalu melangkah menuju kantin yang ada di rumah sakit itu.Kanaya dan Rey berjalan beriringan, membuat semua mata menatap ke arah mereka dengan penuh tanya, terutama rekan sejawat Kanaya."Cie, udah Move-on ni!" seru Vera, yang merupakan rekan sejawat Kanaya di Ruma
"Saya tidak ingin menunggumu berfikir! Kamu mempunyai banyak persyaratan, Saya hanya memiliki dua persyaratan! Jika kamu tidak ingin mengikuti persyaratan saya, silakan katakan kepada Om Amar ataupun Tante Amy, kalau kamu ingin menolak Perjodohan ini, atau Biarkan saya mengatakan Jika kamu meminta saya menyetujui persyaratan konyol mu," ujar Rey.Mendengar ucapan Rey, membuat emosi Kanaya membuncah, Kanaya benar-benar kesal. Kanaya menatap Rey tajam, "bisa nggak sih nggak ngeselin!" saut Kanaya kemudian.Rey hanya mengedikan bahu mendengar protes Kanaya. "Saya hitung sampai tiga, jika kamu tidak memberi keputusan maka saya akan mengatakan apa yang baru saja kamu katakan!""Sa-tu, Du_" belum sempat Rey mengucapkan kata selanjutnya, Kanaya sudah berseru, "Baiklah saya menyetujui untuk tinggal bersama, tapi kita harus tidur dalam kamar yang terpisah! Dan satu lagi jangan mencampuri apapun urusan ku, aku pun sebaliknya, tidak akan mencampuri semua urusan mu!" ujar KanayaRey mengangguk,
"Nah, sekarang mempelai pria boleh mencium kening istrinya, Sekarang kan sudah sah! " ucap Penghulu seraya tersenyum.Rey melihat Kanaya yang tengah memalingkan wajahnya ke arah lain. tampak Kanaya sesekali menempelkan tisu di sudut matanya. Rey mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya. "Ayo selesaikan ini dengan cepat, agar kita tidak berlama-lama di tengah-tengah adegan seperti ini. sini menghadap aku!" bisik Rey. sontak Kanaya pun menoleh dan tatapan keduanya bertemu.Rey menghela nafas melihat mata Kanaya memerah, hidung juga memerah layaknya orang tengah menahan tangisnya. Rey menangkup wajah Kanaya dan mencium kening kanaya. Kanaya memejamkan matanya, tidak terasa air matanya benar-benar Luruh, membua Rey kali ini terenyuh. Entah Tangis Bahagia atau justru tangis kesedihan. namun Rey bisak menebak, jika itu adalah tangis kesedihan, tidak mungkin bukan! Kanaya menangis karna bahagia menikah dengan dirinya. Entah lah! Rey tak mengerti, pasalnya Rey menyadari, jika Kanaya pun terpak
"Hei, Tenanglah. Apakah kamu ingin membuat semua orang berpikir kita sedang melakukan hal yang tidak-tidak?" ujar Rey kesal.Mendengar ucapan Rey, membuat Kanaya menggigit tangan Rey, "Hai Nay! Aduh tanganku sakit!" seru Rey .Kanaya melepaskan gigitannya. "Rey, Tolonglah! jangan bercanda di saat seperti ini," ujar Kanaya dengan raut muka menahan kesal.Rey mengerutkan dahinya mendengar ucapan Kanaya. "gila! Siapa juga yang bisa bercanda saat tersiksa seperti ini!" kesal Rey."Sudahlah!" sebaiknya jangan terlalu lama di sini, keluarga masih menunggu di bawah!" ucap Kanaya"Oh, aku pikir kamu ingin memintaku untuk....." saut Rey"Rey!" Kanaya membentak Rey, entah apa yang ada di pikiran Rey saat ini, Kanaya benar-benar geram dibuatnya, "ingat perjanjian yang sudah kita buat," seru Kanaya.Rey menghela nafas, mendengar peringatan Kanaya, '(ku biarkan saja kali ini! tapi, tak ada lain kali,berani sekali berteriak padaku)' grutu Rey dalam hati.Melihat Rey yang hanya diam saja, sontak me
"Kepalaku sakit karena botol yang kamu lempar, kamu kasar sekali! Bagaimana jika aku membalasmu? Ucap Rey, sembari melangkah menuju kearah Kanaya.Tubuh Kanaya bergetar, kakinya pun ikut bergetar, "Please jangan gila Rey, kamu sudah berjanji untuk menyetujui kesepakatan yang sudah kita buat," ucap Kanaya sembari memejamkan matanya."Aku berjanji untuk tidur terpisah, dan kita akan berpisah Setelah 1 tahun, tapi aku tidak berjanji untuk tidak menyentuhmu," ucap Rey dengan santainya yang membuat Kanaya semakin ketakutan."Maafkan aku Rey, aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak akan kasar lagi, aku janji!" ucap Kanaya."Aku tidak percaya kepadamu, kamu akan terus mengulanginya," ucap Rey."Tidak! aku benar-benar tidak akan melakukannya lagi, aku sadar Seharusnya aku tidak bersikap berlebihan aku hanya terkejut karena aku tidak biasa melihat laki-laki ada di kamarku, apalagi aku tidak biasa dilihat seperti itu ketika mandi, kamu membuat ku benar-benar kaget," ucap Kanaya panik."Ben
"Jadi bagaimana menurut Papa dan Mama! Apakah boleh jika Rey membawa Kanaya untuk tinggal bersama Rey?" tanya Rey sembari menatap Papa Amar dan mama Amy."Rey! kini Kanaya sudah menjadi tanggung jawabmu, tentu saja kami menyerahkan semua keputusan kepada kalian jika memang kalian sudah sepakat untuk tinggal di rumah dinas Papa setuju-setuju saja. Papa hanya menitip pesan, Ingatlah apa yang Papa katakan tadi siang padamu Rey." ujar Papa Amar.Rey mengangguk Seraya tersenyum.Kanaya yang malas mendengarkan percakapan Papanya dan Rey memutuskan naik ke kamarnya terlebih dahulu. Kanaya mengganti pakaiannya dengan linggeri tidur, yang dibalut sebuah auter. Dia merapikan tempat tidur, Kemudian naik ke atas tempat tidur.Kanaya terdiam sesaat, dia melihat sekeliling kamar. Kanaya menarik selimut hingga sebatas dadanya matanya merah mengingat pernikahan yang entah Seperti apa akhirnya. Kanaya sama sekali tidak memiliki perasaan kepada Rey. Kanaya yang sedang melamun tersentak, ketika tiba-tiba
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka