"Lepas nggak, " Kanaya melototkan mata, mencoba menghempaskan cekalan tangan Rey.Bukannya melepaskan, Rey justru semakin menahannya, "Bisa diam nggak!" ujar Rey, dengan tatapan tajam mematikan.Mendapat tatapan tajam dari Rey sontak membuat nyali Kanaya menciut, apalagi Kanaya baru menyadari, jika wajah Rey begitu dekat dengannya, membuat Kanaya menjadi gugup, aroma tubuh Rey sampai menyeruak masuk ke Indra penciumannya, "Bisa nggak! kalau bicara nggak usah deket-deket? "ujar Kanaya, Yang merasa risih.Rey juga baru menyadari, Jika dia berdiri terlalu dekat dengan Kanaya, Sontak Rey ikut mensejajarakan tubuhnya, dia sedikit malu dan gugup. Tak membantah, Rey menuruti apa kata Kanaya, Rey segera melepaskan Cakalan tangannya, lalu melangkah menuju kantin yang ada di rumah sakit itu.Kanaya dan Rey berjalan beriringan, membuat semua mata menatap ke arah mereka dengan penuh tanya, terutama rekan sejawat Kanaya."Cie, udah Move-on ni!" seru Vera, yang merupakan rekan sejawat Kanaya di Ruma
"Saya tidak ingin menunggumu berfikir! Kamu mempunyai banyak persyaratan, Saya hanya memiliki dua persyaratan! Jika kamu tidak ingin mengikuti persyaratan saya, silakan katakan kepada Om Amar ataupun Tante Amy, kalau kamu ingin menolak Perjodohan ini, atau Biarkan saya mengatakan Jika kamu meminta saya menyetujui persyaratan konyol mu," ujar Rey.Mendengar ucapan Rey, membuat emosi Kanaya membuncah, Kanaya benar-benar kesal. Kanaya menatap Rey tajam, "bisa nggak sih nggak ngeselin!" saut Kanaya kemudian.Rey hanya mengedikan bahu mendengar protes Kanaya. "Saya hitung sampai tiga, jika kamu tidak memberi keputusan maka saya akan mengatakan apa yang baru saja kamu katakan!""Sa-tu, Du_" belum sempat Rey mengucapkan kata selanjutnya, Kanaya sudah berseru, "Baiklah saya menyetujui untuk tinggal bersama, tapi kita harus tidur dalam kamar yang terpisah! Dan satu lagi jangan mencampuri apapun urusan ku, aku pun sebaliknya, tidak akan mencampuri semua urusan mu!" ujar KanayaRey mengangguk,
"Nah, sekarang mempelai pria boleh mencium kening istrinya, Sekarang kan sudah sah! " ucap Penghulu seraya tersenyum.Rey melihat Kanaya yang tengah memalingkan wajahnya ke arah lain. tampak Kanaya sesekali menempelkan tisu di sudut matanya. Rey mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya. "Ayo selesaikan ini dengan cepat, agar kita tidak berlama-lama di tengah-tengah adegan seperti ini. sini menghadap aku!" bisik Rey. sontak Kanaya pun menoleh dan tatapan keduanya bertemu.Rey menghela nafas melihat mata Kanaya memerah, hidung juga memerah layaknya orang tengah menahan tangisnya. Rey menangkup wajah Kanaya dan mencium kening kanaya. Kanaya memejamkan matanya, tidak terasa air matanya benar-benar Luruh, membua Rey kali ini terenyuh. Entah Tangis Bahagia atau justru tangis kesedihan. namun Rey bisak menebak, jika itu adalah tangis kesedihan, tidak mungkin bukan! Kanaya menangis karna bahagia menikah dengan dirinya. Entah lah! Rey tak mengerti, pasalnya Rey menyadari, jika Kanaya pun terpak
"Hei, Tenanglah. Apakah kamu ingin membuat semua orang berpikir kita sedang melakukan hal yang tidak-tidak?" ujar Rey kesal.Mendengar ucapan Rey, membuat Kanaya menggigit tangan Rey, "Hai Nay! Aduh tanganku sakit!" seru Rey .Kanaya melepaskan gigitannya. "Rey, Tolonglah! jangan bercanda di saat seperti ini," ujar Kanaya dengan raut muka menahan kesal.Rey mengerutkan dahinya mendengar ucapan Kanaya. "gila! Siapa juga yang bisa bercanda saat tersiksa seperti ini!" kesal Rey."Sudahlah!" sebaiknya jangan terlalu lama di sini, keluarga masih menunggu di bawah!" ucap Kanaya"Oh, aku pikir kamu ingin memintaku untuk....." saut Rey"Rey!" Kanaya membentak Rey, entah apa yang ada di pikiran Rey saat ini, Kanaya benar-benar geram dibuatnya, "ingat perjanjian yang sudah kita buat," seru Kanaya.Rey menghela nafas, mendengar peringatan Kanaya, '(ku biarkan saja kali ini! tapi, tak ada lain kali,berani sekali berteriak padaku)' grutu Rey dalam hati.Melihat Rey yang hanya diam saja, sontak me
"Kepalaku sakit karena botol yang kamu lempar, kamu kasar sekali! Bagaimana jika aku membalasmu? Ucap Rey, sembari melangkah menuju kearah Kanaya.Tubuh Kanaya bergetar, kakinya pun ikut bergetar, "Please jangan gila Rey, kamu sudah berjanji untuk menyetujui kesepakatan yang sudah kita buat," ucap Kanaya sembari memejamkan matanya."Aku berjanji untuk tidur terpisah, dan kita akan berpisah Setelah 1 tahun, tapi aku tidak berjanji untuk tidak menyentuhmu," ucap Rey dengan santainya yang membuat Kanaya semakin ketakutan."Maafkan aku Rey, aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak akan kasar lagi, aku janji!" ucap Kanaya."Aku tidak percaya kepadamu, kamu akan terus mengulanginya," ucap Rey."Tidak! aku benar-benar tidak akan melakukannya lagi, aku sadar Seharusnya aku tidak bersikap berlebihan aku hanya terkejut karena aku tidak biasa melihat laki-laki ada di kamarku, apalagi aku tidak biasa dilihat seperti itu ketika mandi, kamu membuat ku benar-benar kaget," ucap Kanaya panik."Ben
"Jadi bagaimana menurut Papa dan Mama! Apakah boleh jika Rey membawa Kanaya untuk tinggal bersama Rey?" tanya Rey sembari menatap Papa Amar dan mama Amy."Rey! kini Kanaya sudah menjadi tanggung jawabmu, tentu saja kami menyerahkan semua keputusan kepada kalian jika memang kalian sudah sepakat untuk tinggal di rumah dinas Papa setuju-setuju saja. Papa hanya menitip pesan, Ingatlah apa yang Papa katakan tadi siang padamu Rey." ujar Papa Amar.Rey mengangguk Seraya tersenyum.Kanaya yang malas mendengarkan percakapan Papanya dan Rey memutuskan naik ke kamarnya terlebih dahulu. Kanaya mengganti pakaiannya dengan linggeri tidur, yang dibalut sebuah auter. Dia merapikan tempat tidur, Kemudian naik ke atas tempat tidur.Kanaya terdiam sesaat, dia melihat sekeliling kamar. Kanaya menarik selimut hingga sebatas dadanya matanya merah mengingat pernikahan yang entah Seperti apa akhirnya. Kanaya sama sekali tidak memiliki perasaan kepada Rey. Kanaya yang sedang melamun tersentak, ketika tiba-tiba
"Maaf, aku mencuri ciuman mu, semoga kita lekas bertemu kembali, aku harap kita bisa memulai semua dengan awal yang baik," ujar Rey, lalu melangkah keluar dari kamar kanaya, Rey menatap jam dipergelangan tangan nya, yang sudah menunjukan pukul 01:00 dini hari. Rey diliputi rasa gelisah, ingin berpamitan kepada mertuanya, tapi takut mengganggu, namun jika dia tidak berpamitan, akan seperti apa mertuanya menilah dirinya.Rey memberanikan diri melangkah menghampiri kamar Papa Amar, belum sempat Rey mengetuk pintu itu, Mama Amy sudah keluar, sembari membawa gelas kosong. Mama Amy hendak memgambil minum."Lohh Rey, kamu tengah malam begini kok sudah rapih! sudah pakai seragam lagi. Mau kemana? Tanya Mama Amy heran."Mah, Rey mau pamit, Rey ada tugas darurat, telah terjadi gempa, Rey harus segera datang untuk mengirimkan bantuan," ujar Rey.Mama amy terlihat kaget mendengar adanya gempa, "astagfirulla, dimana Rey?kamu sudah berpamitan dengan Kanaya? Tanya Mama Amy.Rey menggeleng, "dicianjur
"Kanaya ngerti kok Pah!" saut Kanaya.Papa Amar tersenyum, seraya menepuk bahu Kanaya, "kalau begitu Papa berangkat kekantor dulu, kamu istirahat aja dirumah, kamu masih cuti bukan?," tanya Papa Amar.Kanaya mengangguk, "Iya Pah, lusa Kanaya baru praktek lagi," timpal Kanaya."Ya sudah, Papa berangkat," ujar Papa Amar seraya meninggalkan kamar Kanaya.Hari ini Kanaya memilih bersantai menikmati waktu cutinya, dia sama sekali tidak turun keluar dari kamarnya, selain karena malas, dirumahnya pun tidak ada siapa-siapa, hanya ada para ART, Mama Amy tengah pergi arisan, Kak Nesya yang biasanya heboh pun tidak datang kerumah, mungkin Karena Kak Gino telah kembali dari luar kota.Kanaya bersantai dibalkon kamar, dengan memakai masker diwajahnya, serta memutar musik melalui ponselnya, yang membuat hati dan jiwanya menjadi tenang. Baru saja Kanaya ingin memejamkan matanya, ponselnya berdering, Kanaya membuka mata kembali dan menatap layar ponselnya, yang menampilkan nomor baru disana, membuat