Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
"Oh, jadi itu bener calon suami kamu, Nay? Haduh, maaf ya, aku jadi tambah gak enak. Takutnya kamu salah paham gara-gara foto yang aku kirim," ucap Rere, dari sebrang telpon."Santai aja kali, Re. Meskipun begitu aku masih coba berpikir positif, kok. Oh ya, Re, kamu kenal gak sama Dokter Obygin-nya? Kalau iya, kamu bisa bantu aku bertemu dengan Dokter itu nggak? Aku pengen coba pastiin, agar semua lebih jelas, aku nggk ingin berburuk sangka sama Rama. Kalo aku tanya langsung, aku takut Rama gak mau jujur." Ujar Kanaya dengan pelan.“Iya, bisa Nay. Kebetulan Dokter Obgyin-nya tante aku.” timpal Rere"Alhamdulliah, sore ini aku langsung jalan ke Bogor ya, Re. Aku ajak Dinda, besok aku langsung ke Rumah Sakit tempat kamu praktek, ya?" ucap Kanaya."Oke, Nay, aku tunggu besok...." saut RereKanaya yang dasarnya besok sudah mengambil cuti untuk menyambut hari bahagianya, malam itu langsung tancap gas menuju Bogor. Namun sebelum itu Kanaya menjemput Dinda terlebih dahulu, Dinda merupakan sa
"Aku gak tau, Din Aku gak pernah berpikir kalau Rama bener-bener selingkuhin aku," ucap Kanaya, sejujur nya Kanaya sendiri tidak tau, apa yang harus dilakukan, jika memang semua ini benar ada nya."Apa sih, Nay, yang sekarang tu gak mungkin? Bisa jadi emang bener gitu kenyataannya, secara Rama good looking and good rekening, gampang aja dia ngerayu cewe-cewe di luar sana. Bukan rahasia umum lagi, Nay, kalau Abdi Negara kebanyakan emang begitu. Ya walaupun gak semua, sih," ucap Dinda yang membuat Kanaya semakin galau.Kanaya kembali diam tak merespons. Benar yang diucapkan Dinda, mudah saja bagi Rama melakukan itu. Apalagi memang dia good looking dan good rekening. Kanaya juga tahu selama ini Rama pandai berkata-kata manis. Bahkan Rama pernah mengajaknya berhubungan badan sewaktu mereka baru menjalin hubungan. Kanaya menolak dengan tegas ajakan itu. Pada saat itu Kanaya benar-benar marah.Rama menjelaskan jika dia hanya mengetes Kanaya. Rama beralasan jika dia tidak suka wanita yang g
"Saya minta maaf, maafkan saya," ujar Anisa, menundukkan wajahnya. "Saya tidak akan menggagalkan pernikahan kalian. Asalkan Rama mau menerima anak ini, saya sudah sangat bersyukur," tambah Anisa lagi, sembari meneteskan air mata."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Kanaya pada akhirnya."Kami sudah berpacaran selama hampir empat tahun. Saya mengenal Rama sewaktu dia baru saja selesai pendidikan Akpol, tapi tujuh bulan yang lalu kami putus," jawab Nisa.Kanaya tak kuasa menahan air matanya, lalu mengusap kedua pipinya yang telah basah. "Apa yang membuat kalian putus?" tanya Kanaya lagi."Saya juga tidak tahu, sebab selama ini hubungan kami baik-baik saja. Meskipun saya banyak mendengar bahwa Rama seorang cassanova, tetapi tetap hanya saya yang dia cintai. Saya tidak peduli dengan apa yang orang katakan, selagi Rama masih bersama saya, saya anggap dia laki-laki yang baik. hanya saja, waktu itu Rama menjelaskan bahwa dia sudah dijodohkan oleh orang tuanya dan meminta berp
"Ughh.. Siapa sih? Pagi-pagi begini ganggu tidur aku!" grutu Kanaya kesal, Kanaya meraba ponsel yang berada diatas nakas, disamping tempat tidur nya, lalu menggeser layar ponsel-nya keatas, tanpa melihat nomor siapa yang tertera disana."Halo" sapa Kanaya, dengan suara serak, khas bangun tidur."Bisa kita bertemu siang ini," ucap suara barinton disebrang telpon, membuat Kanaya terjingkat kaget, dan langsung terduduk diranjangnya."Ini siapa ya?" tanya Kanaya kemudian."Bukankah kamu membutuhkan pertanggung jawaban, dari saya", saut suara disebrang telpon, dengan santainya.Kanaya mengernyitkan dahi, mendengar ucapan ambigu suara laki-laki disebrang telpon, "Maaf, saya tidak mengenal kamu, jika tidak ada kepentingan lain, tolong jangan mengganggu waktu saya," Kanaya memutus panggilan itu secara sepihak.Tidak lama dering ponsel kembali mengudara, Kanaya hanya menatap sekilas ponselnya, lalu kembali meletakan diatas Nakas, Kanaya menatap jam yang tergantung ditembok kamar, Kanaya begitu
"Maaf, ada perlu apa kamu ingin bertemu?" tanya Kanaya tanpa basa-basi, membuat Rey yang tadinya sibuk dengan ponsel-nya menatap kearaha Kanaya, sejenak Rey terpesona melihat Kanaya, meskipun berpenampilan biyasa saja tanpa make-up, dan rambut yang dicepol asal, Kanaya tetap terlihat cantik, Kanaya terlihat berbeda dengan wanita yang selama ini Rey temui.Kanaya memperhatikan Rey, yang menatap dirinya tanpa berkedip, membuat Kanaya merasa tidak nyaman, "Tidak usah memandang saya seperti itu, anda tidak pernah melihat wanita cantik ya?" ujar Kanaya ketus.Ucapan Kanaya sontak membuat Rey segera tersadar dari lamunannya, dan mempersilahakan Kanaya untuk duduk, "silahkan duduk.""Tidak usah, saya buru-buru, langsung keintinya saja," saut Kanaya ketus."Ya sudah kalau tidak mau duduk, yang penting saya sudah mempersilahkan, jangan sampai nanti kamu bilang, seperti tempo hari, jika abdi negara bisa nya hanya menyakiti perempuan," sindir Rey.Kanaya yang mendengar hal itu, mengerucut kan bi
"Baik, saya akan masuk kedalam, dan membatalkan Perjodohan ini." Kanaya berjalan memasuki rumahnya, namun langkahnya terhenti karna Tante Sarah memanggilnya."Kanaya, kalian sudah selsai? Dimana Rey?" tanya Tante Sarah, karna hanya melihat Kanaya berjalan masuk seorangdiri."Ada dibelakang Tan, katanya ingin mencari udara segar." ujar Kanaya memberi alasan.Tante sarah mengangguk, lalu meminta Kanaya duduk disebelahnya, "Ayo, kemari Nay."Kanaya mengahmpiri, lalu ikut duduk, mendengarkan pembicaraan keluarganya dan keluarga Rey, yang sedang membahas Perjodohan.Sebenarnya Kanaya ingin segera mengatakan kepada mereka semua, jika Kanaya akan membatalkan Perjodohan ini, namun melihat raut bahagia keluarganya dan keluarga Rey, Kanaya mengurungkan niatnya, dia akan membicarakan ini setelah keluarga Rey pulang."Calon suami kamu ganteng ya Nay, sopan banget lagi!, seandainya saja Kakak belum menikah, pasti Kakak akan meminta dijodhkan dengan Rey," canda Anita berbisik ditelinga adiknya."Ing