"Saya minta maaf, maafkan saya," ujar Anisa, menundukkan wajahnya. "Saya tidak akan menggagalkan pernikahan kalian. Asalkan Rama mau menerima anak ini, saya sudah sangat bersyukur," tambah Anisa lagi, sembari meneteskan air mata."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Kanaya pada akhirnya."Kami sudah berpacaran selama hampir empat tahun. Saya mengenal Rama sewaktu dia baru saja selesai pendidikan Akpol, tapi tujuh bulan yang lalu kami putus," jawab Nisa.Kanaya tak kuasa menahan air matanya, lalu mengusap kedua pipinya yang telah basah. "Apa yang membuat kalian putus?" tanya Kanaya lagi."Saya juga tidak tahu, sebab selama ini hubungan kami baik-baik saja. Meskipun saya banyak mendengar bahwa Rama seorang cassanova, tetapi tetap hanya saya yang dia cintai. Saya tidak peduli dengan apa yang orang katakan, selagi Rama masih bersama saya, saya anggap dia laki-laki yang baik. hanya saja, waktu itu Rama menjelaskan bahwa dia sudah dijodohkan oleh orang tuanya dan meminta berp
"Ughh.. Siapa sih? Pagi-pagi begini ganggu tidur aku!" grutu Kanaya kesal, Kanaya meraba ponsel yang berada diatas nakas, disamping tempat tidur nya, lalu menggeser layar ponsel-nya keatas, tanpa melihat nomor siapa yang tertera disana."Halo" sapa Kanaya, dengan suara serak, khas bangun tidur."Bisa kita bertemu siang ini," ucap suara barinton disebrang telpon, membuat Kanaya terjingkat kaget, dan langsung terduduk diranjangnya."Ini siapa ya?" tanya Kanaya kemudian."Bukankah kamu membutuhkan pertanggung jawaban, dari saya", saut suara disebrang telpon, dengan santainya.Kanaya mengernyitkan dahi, mendengar ucapan ambigu suara laki-laki disebrang telpon, "Maaf, saya tidak mengenal kamu, jika tidak ada kepentingan lain, tolong jangan mengganggu waktu saya," Kanaya memutus panggilan itu secara sepihak.Tidak lama dering ponsel kembali mengudara, Kanaya hanya menatap sekilas ponselnya, lalu kembali meletakan diatas Nakas, Kanaya menatap jam yang tergantung ditembok kamar, Kanaya begitu
"Maaf, ada perlu apa kamu ingin bertemu?" tanya Kanaya tanpa basa-basi, membuat Rey yang tadinya sibuk dengan ponsel-nya menatap kearaha Kanaya, sejenak Rey terpesona melihat Kanaya, meskipun berpenampilan biyasa saja tanpa make-up, dan rambut yang dicepol asal, Kanaya tetap terlihat cantik, Kanaya terlihat berbeda dengan wanita yang selama ini Rey temui.Kanaya memperhatikan Rey, yang menatap dirinya tanpa berkedip, membuat Kanaya merasa tidak nyaman, "Tidak usah memandang saya seperti itu, anda tidak pernah melihat wanita cantik ya?" ujar Kanaya ketus.Ucapan Kanaya sontak membuat Rey segera tersadar dari lamunannya, dan mempersilahakan Kanaya untuk duduk, "silahkan duduk.""Tidak usah, saya buru-buru, langsung keintinya saja," saut Kanaya ketus."Ya sudah kalau tidak mau duduk, yang penting saya sudah mempersilahkan, jangan sampai nanti kamu bilang, seperti tempo hari, jika abdi negara bisa nya hanya menyakiti perempuan," sindir Rey.Kanaya yang mendengar hal itu, mengerucut kan bi
"Baik, saya akan masuk kedalam, dan membatalkan Perjodohan ini." Kanaya berjalan memasuki rumahnya, namun langkahnya terhenti karna Tante Sarah memanggilnya."Kanaya, kalian sudah selsai? Dimana Rey?" tanya Tante Sarah, karna hanya melihat Kanaya berjalan masuk seorangdiri."Ada dibelakang Tan, katanya ingin mencari udara segar." ujar Kanaya memberi alasan.Tante sarah mengangguk, lalu meminta Kanaya duduk disebelahnya, "Ayo, kemari Nay."Kanaya mengahmpiri, lalu ikut duduk, mendengarkan pembicaraan keluarganya dan keluarga Rey, yang sedang membahas Perjodohan.Sebenarnya Kanaya ingin segera mengatakan kepada mereka semua, jika Kanaya akan membatalkan Perjodohan ini, namun melihat raut bahagia keluarganya dan keluarga Rey, Kanaya mengurungkan niatnya, dia akan membicarakan ini setelah keluarga Rey pulang."Calon suami kamu ganteng ya Nay, sopan banget lagi!, seandainya saja Kakak belum menikah, pasti Kakak akan meminta dijodhkan dengan Rey," canda Anita berbisik ditelinga adiknya."Ing
"Kanaya ingin menemani Mama Kak," pinta Kanaya memelas."Lebih baik kamu di rumah dulu ya Nay, nanti kakak akan memberi kabar perkembangan mama," ujar Arga menginstruksi, lalu masuk ke dalam mobil."Mama" teriak Kanaya, saat mobil itu sudah berlalu dari hadapannya. Tubuhnya luruh ke bawah, Kanaya menangis sembari menangkup wajahnya, "Maafin Kanaya Mah."Anita yang melihat itu ikut meneteskan air mata, sebetulnya dia tidak bisa menyalahkan Kanaya, Karena bagaimanapun, Kanaya pernah mengalami dua kali gagal dalam menjalin hubungan, dan dua-duanya seorang Abdi Negara, tentu hal itu akan Menimbulkan trauma bagi Kanaya, namun melihat kondisi sakit mamanya yang kembali kambuh, membuat Anita diliputi perasaan kecewa. Anita menghampiri adiknya, "Udah Nay, ayo kita masuk, Lebih baik kamu Tenangkan diri dulu," ujar Anita sembari memapah adiknya."Maafin Kanaya Kak, Kanaya egois, Kanaya nggak memikirkan perasaan Mama dan Papa, harusnya Kanaya setujuin aja keinginan Mama, pasti itu nggak akan memb
"Kamu beneran sayang!?" tanya Mama Amy memastikan.Kanaya tersenyum mengangguk, Kanaya senang saat melihat mama dan Papanya tersenyum bahagia, meskipun Kanaya harus mengorbankan hidupnya. Kanaya akan mencoba untuk menerima Perjodohan ini, dan Kanaya juga berharap, nantinya dia akan bisa menerima Rey sebagai suaminya, meskipun Kanaya tidak yakin, karena Rasa trauma masih menyelimuti dirinya.Kalau begitu Papa kabarin Adit sama Sarah, " ucap apa Amar."Kanaya pamit dulu ya Mah, Pah, nanti siang setelah selsai praktek, Kanaya kesini lagi," ucap Kanaya, dan dijawab anggukan kepala Mama Amy dan Papa Amar.Pukul dua belas siang, Kanaya baru selsai dengan semua pasien nya, Kanaya berpamitan kepada Asisten nya, untuk pergi keruangan Mama nya sebentar, "Cik, aku keluar sebentar ya, jadwal operasi nya jam dua kan?" tanya Kanaya"Iya Dok jam dua, Dokter mau keruangan Mama Dokter ya? Mau saya temani tidak? ujar Cika asisten Kanaya."Nggak perlu Cik, kamu juga kan harus istirahat dulu, ya udah, ak
"Lepas nggak, " Kanaya melototkan mata, mencoba menghempaskan cekalan tangan Rey.Bukannya melepaskan, Rey justru semakin menahannya, "Bisa diam nggak!" ujar Rey, dengan tatapan tajam mematikan.Mendapat tatapan tajam dari Rey sontak membuat nyali Kanaya menciut, apalagi Kanaya baru menyadari, jika wajah Rey begitu dekat dengannya, membuat Kanaya menjadi gugup, aroma tubuh Rey sampai menyeruak masuk ke Indra penciumannya, "Bisa nggak! kalau bicara nggak usah deket-deket? "ujar Kanaya, Yang merasa risih.Rey juga baru menyadari, Jika dia berdiri terlalu dekat dengan Kanaya, Sontak Rey ikut mensejajarakan tubuhnya, dia sedikit malu dan gugup. Tak membantah, Rey menuruti apa kata Kanaya, Rey segera melepaskan Cakalan tangannya, lalu melangkah menuju kantin yang ada di rumah sakit itu.Kanaya dan Rey berjalan beriringan, membuat semua mata menatap ke arah mereka dengan penuh tanya, terutama rekan sejawat Kanaya."Cie, udah Move-on ni!" seru Vera, yang merupakan rekan sejawat Kanaya di Ruma
"Saya tidak ingin menunggumu berfikir! Kamu mempunyai banyak persyaratan, Saya hanya memiliki dua persyaratan! Jika kamu tidak ingin mengikuti persyaratan saya, silakan katakan kepada Om Amar ataupun Tante Amy, kalau kamu ingin menolak Perjodohan ini, atau Biarkan saya mengatakan Jika kamu meminta saya menyetujui persyaratan konyol mu," ujar Rey.Mendengar ucapan Rey, membuat emosi Kanaya membuncah, Kanaya benar-benar kesal. Kanaya menatap Rey tajam, "bisa nggak sih nggak ngeselin!" saut Kanaya kemudian.Rey hanya mengedikan bahu mendengar protes Kanaya. "Saya hitung sampai tiga, jika kamu tidak memberi keputusan maka saya akan mengatakan apa yang baru saja kamu katakan!""Sa-tu, Du_" belum sempat Rey mengucapkan kata selanjutnya, Kanaya sudah berseru, "Baiklah saya menyetujui untuk tinggal bersama, tapi kita harus tidur dalam kamar yang terpisah! Dan satu lagi jangan mencampuri apapun urusan ku, aku pun sebaliknya, tidak akan mencampuri semua urusan mu!" ujar KanayaRey mengangguk,
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka