"Baik, saya akan masuk kedalam, dan membatalkan Perjodohan ini." Kanaya berjalan memasuki rumahnya, namun langkahnya terhenti karna Tante Sarah memanggilnya."Kanaya, kalian sudah selsai? Dimana Rey?" tanya Tante Sarah, karna hanya melihat Kanaya berjalan masuk seorangdiri."Ada dibelakang Tan, katanya ingin mencari udara segar." ujar Kanaya memberi alasan.Tante sarah mengangguk, lalu meminta Kanaya duduk disebelahnya, "Ayo, kemari Nay."Kanaya mengahmpiri, lalu ikut duduk, mendengarkan pembicaraan keluarganya dan keluarga Rey, yang sedang membahas Perjodohan.Sebenarnya Kanaya ingin segera mengatakan kepada mereka semua, jika Kanaya akan membatalkan Perjodohan ini, namun melihat raut bahagia keluarganya dan keluarga Rey, Kanaya mengurungkan niatnya, dia akan membicarakan ini setelah keluarga Rey pulang."Calon suami kamu ganteng ya Nay, sopan banget lagi!, seandainya saja Kakak belum menikah, pasti Kakak akan meminta dijodhkan dengan Rey," canda Anita berbisik ditelinga adiknya."Ing
"Kanaya ingin menemani Mama Kak," pinta Kanaya memelas."Lebih baik kamu di rumah dulu ya Nay, nanti kakak akan memberi kabar perkembangan mama," ujar Arga menginstruksi, lalu masuk ke dalam mobil."Mama" teriak Kanaya, saat mobil itu sudah berlalu dari hadapannya. Tubuhnya luruh ke bawah, Kanaya menangis sembari menangkup wajahnya, "Maafin Kanaya Mah."Anita yang melihat itu ikut meneteskan air mata, sebetulnya dia tidak bisa menyalahkan Kanaya, Karena bagaimanapun, Kanaya pernah mengalami dua kali gagal dalam menjalin hubungan, dan dua-duanya seorang Abdi Negara, tentu hal itu akan Menimbulkan trauma bagi Kanaya, namun melihat kondisi sakit mamanya yang kembali kambuh, membuat Anita diliputi perasaan kecewa. Anita menghampiri adiknya, "Udah Nay, ayo kita masuk, Lebih baik kamu Tenangkan diri dulu," ujar Anita sembari memapah adiknya."Maafin Kanaya Kak, Kanaya egois, Kanaya nggak memikirkan perasaan Mama dan Papa, harusnya Kanaya setujuin aja keinginan Mama, pasti itu nggak akan memb
"Kamu beneran sayang!?" tanya Mama Amy memastikan.Kanaya tersenyum mengangguk, Kanaya senang saat melihat mama dan Papanya tersenyum bahagia, meskipun Kanaya harus mengorbankan hidupnya. Kanaya akan mencoba untuk menerima Perjodohan ini, dan Kanaya juga berharap, nantinya dia akan bisa menerima Rey sebagai suaminya, meskipun Kanaya tidak yakin, karena Rasa trauma masih menyelimuti dirinya.Kalau begitu Papa kabarin Adit sama Sarah, " ucap apa Amar."Kanaya pamit dulu ya Mah, Pah, nanti siang setelah selsai praktek, Kanaya kesini lagi," ucap Kanaya, dan dijawab anggukan kepala Mama Amy dan Papa Amar.Pukul dua belas siang, Kanaya baru selsai dengan semua pasien nya, Kanaya berpamitan kepada Asisten nya, untuk pergi keruangan Mama nya sebentar, "Cik, aku keluar sebentar ya, jadwal operasi nya jam dua kan?" tanya Kanaya"Iya Dok jam dua, Dokter mau keruangan Mama Dokter ya? Mau saya temani tidak? ujar Cika asisten Kanaya."Nggak perlu Cik, kamu juga kan harus istirahat dulu, ya udah, ak
"Lepas nggak, " Kanaya melototkan mata, mencoba menghempaskan cekalan tangan Rey.Bukannya melepaskan, Rey justru semakin menahannya, "Bisa diam nggak!" ujar Rey, dengan tatapan tajam mematikan.Mendapat tatapan tajam dari Rey sontak membuat nyali Kanaya menciut, apalagi Kanaya baru menyadari, jika wajah Rey begitu dekat dengannya, membuat Kanaya menjadi gugup, aroma tubuh Rey sampai menyeruak masuk ke Indra penciumannya, "Bisa nggak! kalau bicara nggak usah deket-deket? "ujar Kanaya, Yang merasa risih.Rey juga baru menyadari, Jika dia berdiri terlalu dekat dengan Kanaya, Sontak Rey ikut mensejajarakan tubuhnya, dia sedikit malu dan gugup. Tak membantah, Rey menuruti apa kata Kanaya, Rey segera melepaskan Cakalan tangannya, lalu melangkah menuju kantin yang ada di rumah sakit itu.Kanaya dan Rey berjalan beriringan, membuat semua mata menatap ke arah mereka dengan penuh tanya, terutama rekan sejawat Kanaya."Cie, udah Move-on ni!" seru Vera, yang merupakan rekan sejawat Kanaya di Ruma
"Saya tidak ingin menunggumu berfikir! Kamu mempunyai banyak persyaratan, Saya hanya memiliki dua persyaratan! Jika kamu tidak ingin mengikuti persyaratan saya, silakan katakan kepada Om Amar ataupun Tante Amy, kalau kamu ingin menolak Perjodohan ini, atau Biarkan saya mengatakan Jika kamu meminta saya menyetujui persyaratan konyol mu," ujar Rey.Mendengar ucapan Rey, membuat emosi Kanaya membuncah, Kanaya benar-benar kesal. Kanaya menatap Rey tajam, "bisa nggak sih nggak ngeselin!" saut Kanaya kemudian.Rey hanya mengedikan bahu mendengar protes Kanaya. "Saya hitung sampai tiga, jika kamu tidak memberi keputusan maka saya akan mengatakan apa yang baru saja kamu katakan!""Sa-tu, Du_" belum sempat Rey mengucapkan kata selanjutnya, Kanaya sudah berseru, "Baiklah saya menyetujui untuk tinggal bersama, tapi kita harus tidur dalam kamar yang terpisah! Dan satu lagi jangan mencampuri apapun urusan ku, aku pun sebaliknya, tidak akan mencampuri semua urusan mu!" ujar KanayaRey mengangguk,
"Nah, sekarang mempelai pria boleh mencium kening istrinya, Sekarang kan sudah sah! " ucap Penghulu seraya tersenyum.Rey melihat Kanaya yang tengah memalingkan wajahnya ke arah lain. tampak Kanaya sesekali menempelkan tisu di sudut matanya. Rey mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya. "Ayo selesaikan ini dengan cepat, agar kita tidak berlama-lama di tengah-tengah adegan seperti ini. sini menghadap aku!" bisik Rey. sontak Kanaya pun menoleh dan tatapan keduanya bertemu.Rey menghela nafas melihat mata Kanaya memerah, hidung juga memerah layaknya orang tengah menahan tangisnya. Rey menangkup wajah Kanaya dan mencium kening kanaya. Kanaya memejamkan matanya, tidak terasa air matanya benar-benar Luruh, membua Rey kali ini terenyuh. Entah Tangis Bahagia atau justru tangis kesedihan. namun Rey bisak menebak, jika itu adalah tangis kesedihan, tidak mungkin bukan! Kanaya menangis karna bahagia menikah dengan dirinya. Entah lah! Rey tak mengerti, pasalnya Rey menyadari, jika Kanaya pun terpak
"Hei, Tenanglah. Apakah kamu ingin membuat semua orang berpikir kita sedang melakukan hal yang tidak-tidak?" ujar Rey kesal.Mendengar ucapan Rey, membuat Kanaya menggigit tangan Rey, "Hai Nay! Aduh tanganku sakit!" seru Rey .Kanaya melepaskan gigitannya. "Rey, Tolonglah! jangan bercanda di saat seperti ini," ujar Kanaya dengan raut muka menahan kesal.Rey mengerutkan dahinya mendengar ucapan Kanaya. "gila! Siapa juga yang bisa bercanda saat tersiksa seperti ini!" kesal Rey."Sudahlah!" sebaiknya jangan terlalu lama di sini, keluarga masih menunggu di bawah!" ucap Kanaya"Oh, aku pikir kamu ingin memintaku untuk....." saut Rey"Rey!" Kanaya membentak Rey, entah apa yang ada di pikiran Rey saat ini, Kanaya benar-benar geram dibuatnya, "ingat perjanjian yang sudah kita buat," seru Kanaya.Rey menghela nafas, mendengar peringatan Kanaya, '(ku biarkan saja kali ini! tapi, tak ada lain kali,berani sekali berteriak padaku)' grutu Rey dalam hati.Melihat Rey yang hanya diam saja, sontak me
"Kepalaku sakit karena botol yang kamu lempar, kamu kasar sekali! Bagaimana jika aku membalasmu? Ucap Rey, sembari melangkah menuju kearah Kanaya.Tubuh Kanaya bergetar, kakinya pun ikut bergetar, "Please jangan gila Rey, kamu sudah berjanji untuk menyetujui kesepakatan yang sudah kita buat," ucap Kanaya sembari memejamkan matanya."Aku berjanji untuk tidur terpisah, dan kita akan berpisah Setelah 1 tahun, tapi aku tidak berjanji untuk tidak menyentuhmu," ucap Rey dengan santainya yang membuat Kanaya semakin ketakutan."Maafkan aku Rey, aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak akan kasar lagi, aku janji!" ucap Kanaya."Aku tidak percaya kepadamu, kamu akan terus mengulanginya," ucap Rey."Tidak! aku benar-benar tidak akan melakukannya lagi, aku sadar Seharusnya aku tidak bersikap berlebihan aku hanya terkejut karena aku tidak biasa melihat laki-laki ada di kamarku, apalagi aku tidak biasa dilihat seperti itu ketika mandi, kamu membuat ku benar-benar kaget," ucap Kanaya panik."Ben