"Oh... Aku nggak tahu kalau aku se-brengsek itu..." Keluh Devin atas umpatan Mayleen. Dia memang tidak mengambil hati atas perkataan yang Mayleen ucapkan. Mau dibilang brengsek, kurang ajar, atau yang lainnya, dia tidak sakit hati kalau yang mengatakannya adalah Mayleen. Karena dia tahu betul, jika Mayleen tidak benar-benar mengatakannya dari hati. Devin sekadar menanggapinya sebagai guyonan untuk menenangkan Mayleen.
"Kenapa mesti selingkuh sih? Sama cowok lagi! Ah sialan!" Cerocos Mayleen."Ummm.... Kamu suka cewek?" Tanya Devin dengan konyolnya."Dih! Apaan sih nggak jelas!""Tadi bilangnya selingkuh sama cowok?""Ah bodoh banget!" Mayleen kembali merutuki kesialannya. Betapa bodohnya dia yang sudah menyukai pria seperti itu. "Kenapa bodoh banget sih!""Mau cerita lebih jauh?" Tanya Devin menenangkan. Barangkali Mayleen butuh teman cerita, pikirnya."Kenapa gitu loh?! Padahal hari sebelumnya bilang suka, terus di hari yang lain bilang sukanya ke“Kapan nikah? Usia kamu sudah nggak muda lagi. Nggak usah tunda-tunda terus.”Mayleen hampir lupa bagaimana rasanya menikmati sarapan dengan tenang di rumah ini.Setiap hari, orang tuanya terus mendesaknya untuk menikah karena usianya yang sudah matang.Tapi bagi Mayleen, dia masih merasa perlu mengeksplor dunia ini lebih jauh sebelum bisa memutuskan untuk menikahi seseorang.“Kamu tuh ya, kalau diajak ngobrol pasti nggak pernah perhatiin baik-baik. Kalau orang tua ngomong itu ya ditanggapi! Jangan diam saja kayak patung tak bernyawa gitu!” David, papa Mayleen, mulai merasa kesal karena sedari tadi putrinya itu tidak mengindahkan ucapannya, dan malah fokus pada potongan roti panggan di hadapannya.“Buat apa ditanggapi kalau respon papa akan sama saja? Papa cuma butuh satu jawaban kan? Tapi Alen nggak bisa kasih jawaban itu sekarang. Jadi, untuk apa?” Alen menjadi nama panggilan Mayleen di rumah.Pada akhirnya, Mayleen
"May, abis ini ada acara nggak? Temenin aku fitting gaun yuk!" Ajak Marissa begitu jam kerja kantor berakhir."Pengen sih, tapi nggak bisa. Aku ada acara lain.""Eh? Tumben-tumbenan ada acara lain, malem-malem lagi! Wah! Jangan-jangan kamu sudah punya pawang ya?""Apaan sih Kaksa? Nggak jelas!""Yahhh kirain kan... Ya sudah deh, selamat bersenang-senang Mayleen-ku yang cantik!" Marissa mencubit kedua pipi Mayleen gemas, dan berlalu pergi begitu saja.Mayleen masih punya waktu sekitar 2 jam lagi sebelum pertemuan itu berlangsung. Mayleen akan menggunakan waktu yang tersisa itu untuk mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, dan membuat rencana papanya gagal.Intinya, Mayleen tidak siap dengan pernikahan yang selalu diusulkan oleh papanya. Dan ini hanyalah satu-satunya kesempatan baginya untuk bisa menggagalkan rencana itu.Mayleen mengunjungi beberapa toko baju terpopuler di dekat kantornya.Dia mencoba satu per satu pakaian yang ada di tempat itu.
Mayleen langsung menunduk dan mencari-cari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Sebenarnya siapa yang harus ditemuinya saat ini?Mayleen memeriksa pesan yang tadi dikirimkan oleh papanya.Di bawah alamat itu, tertera nama pria yang seharusnya dia temui.Devin Magistra.Sialan! Dari semua orang kenapa, kenapa harus pria itu? Mayleen banyak memaki dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya dia lebih teliti dalam membaca pesan itu tadi.Kalau tahu akan begini, sudah pasti dia bakal langsung menolak pertemuan ini.Bayangkan saya, dia harus berada dalam 'kencan buta' bersama dengan bosnya sendiri!Sudah gila. Nggak, bukan cuma papanya yang gila. Sekarang, Mayleen juga jadi ikut-ikutan gila!Monrow lantas berdiri ketika putranya, Devin, tiba di meja itu."Kali ini, papa approve! Pastikan kamu dapatkan yang satu ini."Apa itu? Jangan bilang Monrow datang kesini hanya untuk melakukan 'seleksi' pertama pada calon putranya?Bukan, bukan. Tidak
Mata Devin tak bisa berhenti melihat ke arah Mayleen. Kecantikan Mayleen benar-benar seperti sebuah sihir baginya.Baru saja dia mengatakan akan mulai mencintai Mayleen, tapi sepertinya dia sudah jatuh cinta sekarang."Karena saya terlalu terbuka, sepertinya kita tidak akan cocok." Mayleen mengungkapkan pendapat pribadinya mengenai kecocokan hubungan mereka berdua."Salah." Tapi pendapat itu buru-buru ditempis oleh Devin, "justru karena itu, kita bisa saling melengkapi. Karena saya berpakaian cukup konservatif, style yang berbeda mungkin patut dicoba."Dasar pria ini! Kenapa dia tidak sadar juga telah ditolak oleh Mayleen? Harus bersikap seperti apa agar pria itu menyerah soal pernikahan?"Saya akan jelaskan sekali lagi. Saya tidak berniat untuk menikah dengan sembarangan. Bagi saya, pernikahan itu sakral, nggak bisa buat mainan. Pernikahan itu harus didasarkan pada cinta, bukan bisnis seperti ini."Sekali lagi, Devin akan menampik pendapat Mayleen meng
Situasinya sekarang berbanding terbalik. Kegilaan Mayleen yang dia tunjukkan untuk membuat Devin illfeel malah membuatnya jadi gila.Mayleen berdiri cemas di depan pintu apartemen ujung lorong bernomor 2031. Sambil menggigiti kuku jari telunjuk kanannya, Mayleen terus menghentakkan high heels setinggi 15 cm itu, saking cemasnya."Nggak mau masuk?" Tanya Devin setelah berhasil membuka pintu apartemennya.Sekarang apa yang bisa Mayleen lakukan untuk melarikan diri dari pria gila yang sebelumnya dianggap polos itu?Ternyata selama ini pria itu hanya berpura-pura polos dan bersikap naif. Sebenarnya malah aneh jika pria 'sesempurna' Devin bersikap sok polos layaknya anak di bawah umur.Harus diakui, Devin memang tampan dan mapan, punya tubuh idaman para wanita, fitur wajar yang tegas, dan lain hal nya. Semua hal yang ada pada diri Devin adalah masuk dalam indikator pasangan yang sempurna.Tapi tetap saja, Mayleen tidak boleh berakhir dengan Devin!Bukan
"Gimana Alen? Kali ini, cocok kan?" David kembali menginterogasi Mayleen di meja makan saat sarapan pagi, seperti yang biasa dia lakukan. "Papa sudah ketemu langsung dengan orangnya waktu ada seminar investasi, dia bagus kok! Tampan, pekerja keras, baik juga. Papa yakin, kali ini pasti sukses."Ingatan soal kejadian semalam tiba-tiba terputar di kepala Mayleen. Itu membuatnya trauma.Ternyata menghadapi orang yang lebih gila itu bisa sangat melelahkan dan membuat frustasi ya? Mayleen jadi merasa bersalah pada orang-orang yang sudah lama menghadapi kegilaannya. Mereka juga pasti merasakan apa yang Mayleen rasakan.Tapi tidak separah ini! Tingkat kegilaan Devin jauh di atas rata-rata!Mayleen langsung menggeleng sambil menunjukkan raut traumanya. "Papa salah! Dia orang yang gila!"Mengingat wajahnya saja sudah membuat bulu kuduk Mayleen merinding. Seolah yang dia temui waktu itu adalah hantu penasaran yang menagih tumbal."Hahaha! Bagus deh kalau gitu!" D
"Mereka semua bersengkongkol ya? Sudah gila!" Mayleen tidak bisa berhenti menggerutu sejak dia keluar dari rumahnya, sampai tiba di kantor.Kenapa semua orang begitu terobsesi dengan yang namanya pernikahan? Mayleen pasti akan menikah kok, di waktu yang tepat nanti. Dan pastinya dengan pria yang tepat.Devin tidak pernah masuk dalam pertimbangan Mayleen, sekalipun!Sambil masih menggerutu dalam hatinya, Mayleen mengambil tas yang dia letakkan di kursi belakang dan bergegas masuk ke dalam kantor untuk memulai rutinitas kerjanya.Masih tersisa 15 menit sebelum jam masuk kerja dimulai. Itu waktu yang lebih dari cukup bagi Mayleen untuk tiba di meja kerjanya yang ada di lantai 4.Tapi, kejadian tidak terduga terjadi. Saat akan masuk ke lift yang ada di lobi, matanya menangkap sosok yang sangat familiar sedang menuju ke arah lift dari pintu masuk. Bukan hanya familiar, Mayleen sangat mengenal sosok itu, dan sedang berusaha untuk menghindarinya."Sial! Kenapa
Mayleen sudah siap di depan pintu ruangan Devin. Dia mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya.Saat ini, Mayleen terlihat seperti pelancong asing yang hendak berjalan-jalan di pantai!Tok... Tok... Tok...Setelah mendapat izin dari Devin, melalui sekretarisnya, Mayleen mengetuk pintu ruangan Devin dengan penuh hati-hati."Masuk!" Terdengar seruan Devin dari dalam ruangan itu.Dengan hati yang masih gugup karena takut ketahuan, Mayleen melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju ruangan itu."Emm... Saya perlu approval Anda untuk proyek terbaru departemen pemasaran..." Tak lupa Mayleen membuat suaranya terdengar serak agar tidak mudah dikenali oleh Devin."Ngapain kamu?" Devin menjawabnya dengan ketus."Seperti yang saya bilang. Saya ingin minta persetujuan Anda." Tegas Mayleen."Bukan itu. Ngapain kamu pakai kacamata dan masker seperti itu di kantor?!"Devin mempertanyakan penampilan Mayleen yang terlihat aneh di mata