Mata Devin tak bisa berhenti melihat ke arah Mayleen. Kecantikan Mayleen benar-benar seperti sebuah sihir baginya.
Baru saja dia mengatakan akan mulai mencintai Mayleen, tapi sepertinya dia sudah jatuh cinta sekarang."Karena saya terlalu terbuka, sepertinya kita tidak akan cocok." Mayleen mengungkapkan pendapat pribadinya mengenai kecocokan hubungan mereka berdua."Salah." Tapi pendapat itu buru-buru ditempis oleh Devin, "justru karena itu, kita bisa saling melengkapi. Karena saya berpakaian cukup konservatif, style yang berbeda mungkin patut dicoba."Dasar pria ini! Kenapa dia tidak sadar juga telah ditolak oleh Mayleen? Harus bersikap seperti apa agar pria itu menyerah soal pernikahan?"Saya akan jelaskan sekali lagi. Saya tidak berniat untuk menikah dengan sembarangan. Bagi saya, pernikahan itu sakral, nggak bisa buat mainan. Pernikahan itu harus didasarkan pada cinta, bukan bisnis seperti ini."Sekali lagi, Devin akan menampik pendapat Mayleen mengenai keberlangsungan hubungan mereka."Saya sudah jatuh cinta."Mayleen bertambah kesal dengan sikap Devin yang enggan menyerah terhadapnya.Sebenarnya apa yang sedang terjadi disini? Devin bersikeras untuk menikahi Mayleen di hari pertemuan mereka.Bahkan, mereka belum saling memperkenalkan diri satu sama lainnya dengan benar! Bagaimana bisa ajakan pernikahan datang begitu saja, sedangkan mereka belum saling mengenal pribadi masing-masing?"Apakah Anda tahu siapa saya?" Tanya Mayleen lagi. Dia pikir Devin mungkin tidak mengenalinya sebagai karyawan di kantornya, tapi dia ingin memastikan fakta itu sebelum menunjukkan kegilaannya yang sebenarnya."Oh! Maaf, sepertinya kita lupa memperkenalkan diri dengan baik. Mungkin kamu sudah mendengarnya dari papa, saya Devin Magistra."Semuanya sudah jelas sampai disini. Devin tidak mengenali siapa Mayleen yang sebenarnya.Ini kesempatan yang bagus untuk menunjukkan kegilaan itu. Sedari tadi, Mayleen menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan pukulan terakhirnya. Kalau sampai rencananya yang satu ini pun gagal, dia akan tamat!Mayleen menyambut uluran tangan Devin dengan kaku, "Mayleen Skye." Sebelum melepaskan tangan Devin, Mayleen mencoba untuk menggodanya dengan memainkan jari telunjuknya di telapak tangan Devin.Mata Devin membelalak karena aksinya itu. Untuk aksi sekecil ini saja Devin terkejut bukan main, bagaimana dengan gong-nya nanti? Devin bisa-bisa pingsan tak berdaya!Bisa dikatakan, Devin memang cukup konservatif, entah itu untuk urusan berpakaian maupun sikapnya. Gerak-geriknya cukup kaku. Tapi harus Mayleen akui, Devin memiliki keberanian lebih dalam dirinya karena sampai bisa memutuskan pernikahan dalam waktu yang sangat singkat itu. Atau, lebih tepatnya, Devin adalah orang bodoh karena mengambil keputusan dengan sembrono."Ini hanya pertemuan biasa." Mayleen menegaskan niatnya sekali lagi, "lalu kenapa Anda gegabah dan ingin langsung menikah? Bukankah itu sedikit sembrono untuk Anda yang katanya konservatif?"Devin terkekeh kaku dalam duduknya. "Sudah saya bilang, saya jatuh cinta."Sulit sekali mengungkapkan niat asli dari pria kaku sepertinya!Rasanya Mayleen hampir meledak sendiri karena merasa frustasi dibuatnya.Suasana mereka jadi canggung setelah ungkapan cinta yang Mayleen terima barusan. Mayleen dibuat kehabisan kata-kata hanya dengan ungkapan konyol seperti itu.Tapi kemudian, otaknya memaksa Mayleen untuk melakukan rencana gilanya sekarang juga. Ini adalah saat yang tepat!"Begini saja.... Anda ingin menikah betul?"Segera setelah mendengar pertanyaan itu, Devin mengangguk dengan yakin."Kalau begitu, ayo lakukan Bed Date!"Pukulan kali ini pasti bakal membuat pria itu gentar kan?Keluarga Magistra dikenal sebagai keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai adat dan budaya. Karena berasal dari tanah jawa, nilai-nilai adat yang mereka praktekkan dalam kehidupan pribadi pun cukup kontras dengan negara terbuka lainnya.Menerima Mayleen yang terlihat senang berpakaian minim saja sudah terasa aneh, karena tidak akan cocok dengan keluarga besarnya. Namun, Devin malah menerimanya. Bahkan papanya pun menerima Mayleen dengan tangan terbuka.Tapi kali ini alasannya berbeda. Ini bukan hanya soal pakaian, tapi urusan yang lebih tabu dalam keluarga Magistra. Sudah pasti orang itu bakal langsung menolaknya."Kencan seperti apa itu?" Tanya Devin."Anggap saja seperti pengenalan pra-nikah. Jika setelah 10x melakukan Bed Date dan ada perubahan, saya akan menerima pernikahan itu. Tapi jika tidak, tinggal menjauh saja satu sama lain. Mudah bukan?"Tapi Devin masih tak mengerti, kencan seperti apa yang diusulkan oleh Mayleen."Apa yang bisa dilakukan dengan kencan seperti itu?""Anything." Jawab Mayleen penuh keyakinan, tentunya sambil menciptakan mimik wajah yang nakal dan menggoda."Anything?""Yep! Anything.""Kenapa harus di ranjang? Kita bisa melakukan banyak kencan di tempat lain."Seperti yang diduga, pria kaku itu pasti tidak tahu apa-apa soal hal yang menyangkut dengan 'ranjang'. Alasannya lagi-lagi karena dia berasal dari keluarga konservatif. Di sisi lain, pria satu ini sangatlah naif."Menurut saya, 90% keberhasilan dari sebuah pernikahan itu berasal dari aktivitas di atas ranjang. Kalau itu saja tidak bisa berhasil, hampir bisa dipastikan kalau pernikahan itu akan berakhir dalam meja perceraian.""Benarkah?" Tanya Devin dengan wajah polosnya.Ternyata, menipu pria ini bisa jadi lebih mudah daripada yang Mayleen bayangkan sebelumnya."Permisi, ini pesanannya." Tibalah waiter yang mengantarkan pesanan untuk nomor 2.Sepertinya itu semua adalah menu yang dipesan oleh Monrow sebelum dia pergi dari sini.Di meja mereka, sekarang ada banyak sekali menu makanan yang mewah untuk perut Mayleen.Sejak masih kecil, Mayleen sangat suka dengan segala jenis makanan. Tentu saja, kesempatan seperti ini akan memanjakan perutnya yang sudah lama kerompong karena dia tak pernah bisa makan dengan damai di rumah.Iya, itu karena orang tuanya yang selalu memintanya untuk segera menikah.Oh, tunggu dulu! Bertingkah seksi sudah, mengajak orang yang ditemuinya untuk Bed Date pun sudah. Kalau Mayleen juga menunjukkan sisi agresifnya terhadap makanan, Devin pasti akan merasa risih kan?Secara dia berasal dari keluarga konglomerat yang apa-apanya diatur oleh adat istiadat. Dan pastinya, mereka juga teratur soal sopan santun di meja makan. Benar, ini adalah ide yang bagus! Setiap kali, Mayleen tak bisa berhenti untuk menciptakan kesan yang buruk di mata Devin.Mayleen makan makanan yang ada di depannya dengan begitu lahap. Dia mengambil hampir semua menu yang ada di sana, dan makan dengan terburu-buru.Namun, bukannya illfeel dan merasa jijik, Devin yang melihatnya malah tersenyum dengan aksi Mayleen itu.Mayleen jadi gemas sendiri. Kenapa sulit sekali membuat orang ini menyerah? Jika dia terus bersikeras seperti itu, orang tua Mayleen pasti akan semakin mendesak Mayleen untuk menikahinya. Dan itu jelas bukan akhir yang diinginkan oleh Mayleen.Mayleen telah selesai dengan makanannya. Hampir semua piring yang ada di meja tidak menyisakan makanan sedikitpun.Kemudian, Mayleen menyeka mulutnya dengan tisu yang ada di sana, untuk menghilangkan bekas makan bar-bar nya itu."Saya senang melihat seseorang makan dengan baik seperti ini." Devin mengembangkan senyumnya selebar mungkin.Orang ini benar-benar unik! Seumur-umur, Mayleen belum pernah mendengar reaksi seperti itu dari orang yang melihat cara makan grossy seperti ini."Sudah selesai kan? Ayo pergi." Devin sudah berdiri di samping Mayleen.Mayleen mendongak, menatapnya dengan tatapan bingung. Skenario ini bukanlah skenario yang dibuat oleh Mayleen. Harusnya, pertemuan ini berakhir dengan acara makan malam, bukan malah pindah tempat seperti ini.Devin merunduk dan membisikkan sesuatu di telinga Mayleen, pengucapannya jelas sekali. "Kenapa diam saja? Katanya mau melakukan Bed Date? Saya punya King sized bed di rumah, dan itu nyaman sekali."Situasinya sekarang berbanding terbalik. Kegilaan Mayleen yang dia tunjukkan untuk membuat Devin illfeel malah membuatnya jadi gila.Mayleen berdiri cemas di depan pintu apartemen ujung lorong bernomor 2031. Sambil menggigiti kuku jari telunjuk kanannya, Mayleen terus menghentakkan high heels setinggi 15 cm itu, saking cemasnya."Nggak mau masuk?" Tanya Devin setelah berhasil membuka pintu apartemennya.Sekarang apa yang bisa Mayleen lakukan untuk melarikan diri dari pria gila yang sebelumnya dianggap polos itu?Ternyata selama ini pria itu hanya berpura-pura polos dan bersikap naif. Sebenarnya malah aneh jika pria 'sesempurna' Devin bersikap sok polos layaknya anak di bawah umur.Harus diakui, Devin memang tampan dan mapan, punya tubuh idaman para wanita, fitur wajar yang tegas, dan lain hal nya. Semua hal yang ada pada diri Devin adalah masuk dalam indikator pasangan yang sempurna.Tapi tetap saja, Mayleen tidak boleh berakhir dengan Devin!Bukan
"Gimana Alen? Kali ini, cocok kan?" David kembali menginterogasi Mayleen di meja makan saat sarapan pagi, seperti yang biasa dia lakukan. "Papa sudah ketemu langsung dengan orangnya waktu ada seminar investasi, dia bagus kok! Tampan, pekerja keras, baik juga. Papa yakin, kali ini pasti sukses."Ingatan soal kejadian semalam tiba-tiba terputar di kepala Mayleen. Itu membuatnya trauma.Ternyata menghadapi orang yang lebih gila itu bisa sangat melelahkan dan membuat frustasi ya? Mayleen jadi merasa bersalah pada orang-orang yang sudah lama menghadapi kegilaannya. Mereka juga pasti merasakan apa yang Mayleen rasakan.Tapi tidak separah ini! Tingkat kegilaan Devin jauh di atas rata-rata!Mayleen langsung menggeleng sambil menunjukkan raut traumanya. "Papa salah! Dia orang yang gila!"Mengingat wajahnya saja sudah membuat bulu kuduk Mayleen merinding. Seolah yang dia temui waktu itu adalah hantu penasaran yang menagih tumbal."Hahaha! Bagus deh kalau gitu!" D
"Mereka semua bersengkongkol ya? Sudah gila!" Mayleen tidak bisa berhenti menggerutu sejak dia keluar dari rumahnya, sampai tiba di kantor.Kenapa semua orang begitu terobsesi dengan yang namanya pernikahan? Mayleen pasti akan menikah kok, di waktu yang tepat nanti. Dan pastinya dengan pria yang tepat.Devin tidak pernah masuk dalam pertimbangan Mayleen, sekalipun!Sambil masih menggerutu dalam hatinya, Mayleen mengambil tas yang dia letakkan di kursi belakang dan bergegas masuk ke dalam kantor untuk memulai rutinitas kerjanya.Masih tersisa 15 menit sebelum jam masuk kerja dimulai. Itu waktu yang lebih dari cukup bagi Mayleen untuk tiba di meja kerjanya yang ada di lantai 4.Tapi, kejadian tidak terduga terjadi. Saat akan masuk ke lift yang ada di lobi, matanya menangkap sosok yang sangat familiar sedang menuju ke arah lift dari pintu masuk. Bukan hanya familiar, Mayleen sangat mengenal sosok itu, dan sedang berusaha untuk menghindarinya."Sial! Kenapa
Mayleen sudah siap di depan pintu ruangan Devin. Dia mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya.Saat ini, Mayleen terlihat seperti pelancong asing yang hendak berjalan-jalan di pantai!Tok... Tok... Tok...Setelah mendapat izin dari Devin, melalui sekretarisnya, Mayleen mengetuk pintu ruangan Devin dengan penuh hati-hati."Masuk!" Terdengar seruan Devin dari dalam ruangan itu.Dengan hati yang masih gugup karena takut ketahuan, Mayleen melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju ruangan itu."Emm... Saya perlu approval Anda untuk proyek terbaru departemen pemasaran..." Tak lupa Mayleen membuat suaranya terdengar serak agar tidak mudah dikenali oleh Devin."Ngapain kamu?" Devin menjawabnya dengan ketus."Seperti yang saya bilang. Saya ingin minta persetujuan Anda." Tegas Mayleen."Bukan itu. Ngapain kamu pakai kacamata dan masker seperti itu di kantor?!"Devin mempertanyakan penampilan Mayleen yang terlihat aneh di mata
"Kenapa diam saja?"Devin yang melihat Mayleen terus berdiri di depan pintu, mengambil tindakan dengan menuntunnya untuk duduk di sofa yang dimaksud."Tunggu sebentar." Devin pergi mengambil sesuatu dari balik laci meja kerjanya. Kemudian, dia buru-buru mendatangi Mayleen yang duduk dengan tegap dan kaku.Sungguh, di titik ini, Mayleen kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya karena saking gugupnya.Jangan-jangan Devin sudah tahu kalau dia itu Mayleen?Ini gawat! Jika benar begitu, masa depan Mayleen di perusahaan ini benar-benar terancam! Jangankan mendapatkan promosi dari kantor, dia mungkin makin dipaksa untuk segera menikah dengan Devin nantinya.Dengan hati-hati, Devin melepaskan sepatu hak yang dikenakan Mayleen.Kontak fisik yang terjadi diantara mereka semakin membuat jantung Mayleen berdetak dengan kencang.Orang itu.... Tidak sedang merencanakan Bed Date di kantor kan? Bukan! Devin tidak mengenali Mayleen kan?"A-apa yang Anda laku
Pekerjaan Mayleen di kantor harus terhenti karena terbentur jam makan siang. Biasanya, kantor ini menyediakan makan siang gratis untuk para karyawannya di kantin.“Mau makan sekarang, Kak? Bareng yuk!” ajak Dela pada Mayleen yang masih membereskan beberapa lembar dokumen di mejanya.“Menunya apa ya? Agak nggak enak buat makan hari ini.” keluh Mayleen yang teringat soal pengalaman kecut pagi tadi. Otaknya masih memikirkan karakter asli dari Devin si gila itu. Padahal mereka baru bertemu beberapa kali, itu pun belum terlalu lama. Tapi seolah Devin sudah mematri tempat khusus dalam ingatan Mayleen itu.Astaga! Apa yang Mayleen pikirkan? Dia pasti makin gila karena terus terpikir oleh Devin! Kalau begini terus, mungkin Mayleen akan membutuhkan bantuan psikiater!“Tumis daging plus tomat!” seru Dela begitu antusias.Mendengar menu makan siang hari ini membuyarkan konflik pikiran dalam otak Mayleen. Itu tidak penting sekarang, yang penting adalah tumis daging plus tomat di kantin! Itu adala
Mayleen buru-buru membereskan wadah makannya yang belum habis termakan. Jika dia bertahan di sana lebih lama, bisa-bisa makanan yang sudah masuk dalam perutnya keluar semua, saking gugupnya karena takut ketahuan oleh Devin."Aku balik dulu ya," pamit Mayleen pada rekan kerja yang datang ke kantin bersamanya tadi.Semua orang jelas bingung dengan sikap Mayleen yang tiba-tiba berubah seperti itu. Belum juga ada 30 menit sejak Mayleen terus memuja menu makan siang hari ini, tapi sekarang dia kabur dari sana tanpa memberikan keterangan yang jelas.Huft...Tidak ada tempat yang tenang setelah dia bertemu dengan Devin malam itu. Andai saja dia menolak keputusan papanya dengan tegas waktu itu, hal seperti sekarang tidak akan pernah terjadi. Dia tidak perlu bersembunyi dari bosnya di kantor. Dia tidak perlu merasa tak nyaman untuk datang dan melakukan pekerjaannya di kantor. Semuanya pasti akan baik-baik saja andai kata dia memilih tidak menghadiri pertemuan itu.Tapi semuanya sudah terlambat
Hari ini tidak sepenuhnya berantakan. Mayleen menarik ucapannya lagi, hari ini tidak sepenuhnya berantakan.Selain tumis daging plus tomat yang selalu dia sukai, muncul pula Farel yang jadi cahaya dalam hidupnya nan suram.Saat ini, Mayleen benar-benar berharap jam kantor akan segera berakhir. Dengan begitu, dia bisa segera menemui Farel lagi.Kebahagiaan membuncah dalam hati Mayleen sekarang.Tidak berselang lama, beberapa kolega kerjanya kembali ke mejanya masing-masing. Ruangan ini mulai dipenuhi dengan banyak karyawan yang datang dari kantin."Kenapa balik duluan Kak May? Biasanya juga nunggu sisaan kan kalau menunya ini??" Tanya Dela frontal.Kata 'menunggu sisaan' terdengar sangat memprihatinkan disini. Bukan karena Mayleen yang tidak bisa membeli menu serupa di luar, atau karena masakan chef kantin ini yang kelewat enaknya, tapi kan sayang kalau ada makanan yang tersisa dan malah berakhir di truk pembuangan. "Nggak nunggu juga sih, takut mubazir kan?""Iya, iya! Terus kenapa ba