Pengkhianatan Tercintaku

Pengkhianatan Tercintaku

last updateLast Updated : 2025-04-24
By:  nonaserenadeUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
21views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Setelah terbangun dari koma, Anarahayu harus menerima kenyataan pahit bahwa suaminya, Samuel, telah meninggalkannya tanpa kejelasan. Bertahun-tahun pencarian tak memberi kepastian, hingga ia mendengar kabar bahwa Sam akan menjadi calon tunangan putri Perdana Menteri di Amerika. Dengan hati yang belum pulih, Ana nekat terbang ke New York untuk mencari jawaban. Namun, yang ia temukan hanyalah sosok Sam yang dingin dan tak lagi mengenalnya. Demi mengungkap alasan di balik kepergiannya, Ana menyusup ke dalam kehidupannya sebagai pelayan di mansion milik pria itu.

View More

Chapter 1

1. Pengkhianatan Tercintaku (Pembuka)

"Mas..."

Tubuhnya tergelitik geli oleh tangan besar suaminya, Samuel. Perihal Anarahayu yang menghindar dikecup bibirnya. Karena tidak tahan, akhirnya menyerah juga.

"Ah nyebelin kamu, aku lagi potong buah nih Mas! Lagipula ini di tempat makan, tidak baik. Di kamar saja ya?" Tawarnya, "T-tapi tunggu sebentar, aku mau makan buah dulu.

Tangan Sam tetap nakal bergerak menyelusup ke dalam gaun rumahan Ana, tangan kekarnya membuka pengait bra dan menarik benda yang menutupi milik indah perempuannya hingga benda itu terjatuh di lantai.

"Samy..." Ia panggil lagi dengan sebutan sayangnya pada sang suami.

"Kenapa? Padahal ini spot menantang yang kita suka loh."

Ana segera membungkam mulut Sam dengan tangan kanannya, "Ngga mau, pindah aja sayang! Sekarang kan ada Mbak Yati." Rengek Ana tak mau melakukannya di tempat terbuka seperti ini.

Sam tertawa kecil, menahan geli di wajahnya ketika tangan Ana menutupi mulutnya. "Oke, oke, pindah," jawabnya sambil mengangkat kedua tangan, seolah menyerah.

Ana dengan cepat merapikan bajunya dan memungut bra miliknya, wajahnya sedikit memerah. "Kamu tuh, suka banget cari momen ngga jelas, Mas. Di tempat makan, seriusan?"

Sam tersenyum jahil, "Justru di situ seru nya, kan?" Dia mendekat, memeluk pinggang Ana dari belakang. "Tapi kalau istriku bilang pindah, ya kita pindah ke kamar."

Ana mendengus pelan, tapi tak bisa menahan senyumnya juga. "Ya, kalau di kamar kan lebih aman, ngga ada yang tiba-tiba datang. Nanti kamu kena omel Mbak Yati kalau ketahuan, baru tahu rasa!"

Sam tertawa keras kali ini, lalu menggendong Ana dengan sekali angkat. "Baiklah, Nona, mari kita ke kamar sebelum Mbak Yati datang dan melihat 'drama kecil' kita."

Ana memukul lengan suaminya yang kekar, tertawa kecil sambil membenamkan wajahnya di dada Sam. "Kamu tuh, Mas, ngeselin!"

Sam membawa Ana ke kamar mereka dengan langkah cepat, tawa dan canda mereka memenuhi ruangan, seolah tak ada yang bisa mengganggu momen mereka berdua.

Dua jam penuh waktu itu di gagas pasangan yang semakin romantis setiap harinya. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia untuk keduanya, memposisikan segala urusan sesuai dengan agenda dan jadwal yang ditentukan, bahkan sampai jadwal bermanja ria dan beromantisasi sudah sedemikian rupa di atur waktunya.

"Sudah dua tahun Mas. Tetap begini ya, sampai nanti takdir yang menentukan kita berpisah. Manusia tak ada yang abadi," bisik Ana begitu lembut menyapa telinga suaminya.

"Iya sayang, tidak terasa. Kamu saja sekarang umurnya sudah dua puluh dua tahun, ngga sadar aku nikahin perempuan yang masih bocil tingkahnya."

Ana tersenyum mendengar candaan Sam, "kalau Mas bilang aku bocil, berarti Mas apa? Punya istri bocil?"

Sam tertawa kecil, lalu mencium kening Ana dengan penuh sayang. "Aku beruntung dapat bocil yang pintar, cantik, dan selalu bikin aku jatuh cinta setiap hari."

Ana menggigit bibirnya, merasa tersentuh oleh kata-kata suaminya. "Jangan terlalu memuji, nanti aku jadi manja terus."

"Ngga papa, aku suka kalau kamu manja. Justru itu yang membikin aku makin nempel sama kamu."

Mereka tertawa ringan, menikmati kebersamaan dalam keheningan yang nyaman. Namun, di balik tawa dan canda, Ana tak bisa menahan diri untuk berpikir lebih jauh.

"Mas..." Ana kembali berbisik, kali ini dengan nada yang lebih serius. "Kamu pernah kepikiran ngga, gimana kalau takdir benar-benar memisahkan kita?"

Sam menatapnya, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Kenapa kamu ngomong begitu, sayang?"

Ana menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku cuma...kadang aku takut. Takut kalau suatu hari nanti, kita ngga bisa bersama lagi. Entah kenapa, perasaan itu kian muncul akhir-akhir ini."

Sam menghela napas pelan, lalu memegang wajah Ana dengan kedua tangannya. "Kamu ngga perlu takut. Selama kita masih punya waktu, kita akan nikmati setiap detik bersama. Kita ngga tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku janji, aku akan selalu ada untuk kamu selama aku bisa."

Ana menutup matanya sejenak, membiarkan air mata yang tertahan mengalir. "Aku juga ngga mau berpisah, Mas. Aku mau kita selalu begini."

Sam tersenyum lembut, menyeka air mata di pipi Ana. "Kita akan selalu bersama, Sayang. Sampai akhir, Mas janji."

Tapi itu hanya potongan dari mimpi indah yang berubah jadi luka paling dalam. Janji itu ternyata tak lebih dari bayang semu—sebuah harapan yang tak pernah benar-benar hidup.

Malam itu, satu tahun lalu, mobil yang Ana kendarai sepulang kerja ditabrak truk dari arah berlawanan. Setelahnya, semuanya gelap.

Dan saat akhirnya matanya terbuka di dunia yang tampak begitu terang, satu hal justru paling mencolok—ketiadaan. Tak ada Sam. Tak ada pelukan, tak ada suara panik memanggil namanya. Hanya cahaya yang menusuk dan rasa sepi yang menggema.

Ia menangis. Untuk pertama kalinya sejak sadar, Ana menangis seperti seseorang yang baru sadar bahwa separuh jiwanya telah direnggut tanpa ampun.

"Suamimu sudah pergi."

Kalimat itu terngiang, berulang kali, seperti gema di ruangan kosong yang tak bisa ia hindari. Pergi. Begitu saja. Tanpa menoleh. Tanpa jejak. Tanpa penjelasan.

Sungguhan Ia tak siap kehilangan, terlebih di tengah kondisi tubuhnya yang baru saja terbangun dari koma.

"Argghhhh..." Teriakannya keras, begitu menyakitkan. Tak ada yang pernah mempersiapkannya untuk rasa sakit sebesar ini.

Di sela-sela tangisannya, bayangan wajah Sam terus berkelebat di pikirannya. Sosok suaminya yang selalu hangat, yang dulu berjanji akan selalu menjaganya. Kini semua tinggal kenangan.

Janji-janji itu, yang dulu terasa kuat, kini hanya menyisakan kehampaan. Semua telah berakhir dengan cepat.

"Apa gunanya semua ini? Pernikahan kita selama ini Samy...?" pikirnya dalam hati. Tapi meski pertanyaan itu terus menghantuinya, jawaban yang ia tunggu tak pernah datang.

Hari demi hari berlalu, dan Ana tetap berusaha hidup dengan baik sampai akhirnya ia diperbolehkan pulang.

Proses pemulihan fisiknya berlangsung lambat, tetapi ada kemajuan. Sedikit demi sedikit, ia mulai bisa menggerakkan tangan dan kakinya.

Samuel mungkin sudah pergi, tapi Ana mulai menyadari bahwa hidupnya belum selesai. Kepergian suaminya memang meninggalkan luka besar, tetapi tidak harus menghentikan perjalanan hidupnya bukan?

Meski begitu, harapannya tetap ada. "Kenapa Mas Sam belum juga datang, Paman Haris?" Kesekian kalinya Ana bertanya begini, walaupun yang ditunggu tak pernah menampakkan batang hidungnya.

"Dia sudah tidak menginginkanmu lagi, lupakan saja nak. Tandatangani segera surat cerai itu."

Lagi-lagi jawabannya tetap sama. Ana tak membuka suara setelahnya, ia memilih untuk menepi di kamarnya, redam disana namun tangisnya yang tak bersuara pecah juga akhirnya. Sakit hatinya, sakit sekali.

Semua upaya ia lakukan, namun Sam bak menghilang ditelan bumi. Tak ada satu pun sedikit saja petunjuk tentangnya. Tanpa kejelasan, sementara pamannya tidak pernah mau memberi tahu.

Ana menatap kosong dinding kamar, air mata mengalir tanpa henti. Setiap harapan yang ia gantungkan pada kembalinya Sam semakin terasa sia-sia. Hatinya dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung terjawab.

"Mas tak mengingini Ana lagi ya?" Ia terus bertanya-tanya, seperti kaset rusak yang terus mengganggu kepalanya.

Tapi bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ia melupakan seseorang yang begitu ia cintai, yang pernah menjadi bagian besar dari hidupnya?

"Aku harus bagaimana?" lirih Ana di antara isakan tangisnya.

Ia sudah mencoba segala cara untuk mencari Sam—menghubungi kerabat, sahabat, bahkan mencari bantuan profesional. Tapi Sam seakan hilang begitu saja, tak meninggalkan jejak, seakan lenyap ditelan bumi. Ia menunggu dengan penuh harap, tapi semakin hari, harapan itu semakin tipis, seperti cahaya lilin yang kian meredup.

Di tengah keputusasaan, Ana mulai berpikir, adakah gunanya terus bertahan pada sesuatu yang tidak pasti? Apakah cintanya yang begitu besar ini sepadan dengan rasa sakit yang terus menghantuinya setiap hari? Jawaban itu tetap tak pernah datang. Hanya keheningan yang menyelimuti. Namun rasa penasarannya besar, dan ia ingin mencari tahu jika suatu hari nanti ada secercah petunjuk tentang suaminya.

Sampai suatu malam di tahun ke keempat setelah kepergiannya yang tanpa petunjuk, ponsel Ana bergetar pelan. Nama Hawarriyun muncul di layar—teman lama Arumi yang kini tinggal dan bekerja di Amerika. Bukan panggilan, hanya sebuah pesan.

"Ana... ini soal suamimu."

Jantung Ana langsung berdetak lebih cepat. Jemarinya refleks membuka pesan itu sepenuhnya.

Pesan berikutnya menyusul, nyaris tanpa jeda.

"Aku tahu kamu masih mencarinya. Awalnya aku juga ngga percaya. Tapi barusan aku lihat berita lokal di sini... Ana, suamimu muncul di TV. Namanya disebut, wajahnya jelas terpampang di layar. Sam diberitakan dekat dengan putri Perdana Menteri—bukan cuma itu, media mengisukan mereka akan bertunangan. Dia, seorang model papan atas, dan Sam…suamimu. Beritanya sudah tersebar ke mana-mana. Aku ngga tahu seberapa benar ini, tapi satu hal pasti, selama ini dia ada di Amerika."

Ana terdiam. Pandangannya membeku pada layar, seolah otaknya tak mampu merangkai makna dari kata-kata yang baru saja ia baca.

Jantungnya berdebar tak beraturan, sementara tangannya gemetar saat mengetuk tautan yang dikirim Hawarriyun. Waktu seperti melambat—sunyi yang mencekam menyelimuti ruangan. Dan saat layar menampilkan berita itu, segalanya luruh. Wajah Sam terpampang jelas, berdiri di samping seorang perempuan berparas bule dengan rambut ikal berwarna blonde. Nama mereka berdua disebut sebagai pasangan yang tengah disorot, dikabarkan akan segera bertunangan.

Seluruh isi dunia Ana runtuh seketika.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
1. Pengkhianatan Tercintaku (Pembuka)
"Mas..." Tubuhnya tergelitik geli oleh tangan besar suaminya, Samuel. Perihal Anarahayu yang menghindar dikecup bibirnya. Karena tidak tahan, akhirnya menyerah juga. "Ah nyebelin kamu, aku lagi potong buah nih Mas! Lagipula ini di tempat makan, tidak baik. Di kamar saja ya?" Tawarnya, "T-tapi tunggu sebentar, aku mau makan buah dulu. Tangan Sam tetap nakal bergerak menyelusup ke dalam gaun rumahan Ana, tangan kekarnya membuka pengait bra dan menarik benda yang menutupi milik indah perempuannya hingga benda itu terjatuh di lantai. "Samy..." Ia panggil lagi dengan sebutan sayangnya pada sang suami. "Kenapa? Padahal ini spot menantang yang kita suka loh." Ana segera membungkam mulut Sam dengan tangan kanannya, "Ngga mau, pindah aja sayang! Sekarang kan ada Mbak Yati." Rengek Ana tak mau melakukannya di tempat terbuka seperti ini. Sam tertawa kecil, menahan geli di wajahnya ketika tangan Ana menutupi mulutnya. "Oke, oke, pindah," jawabnya sambil mengangkat kedua tangan, seol
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
2. Pertemuan Menyakiti Hati
"Bang Hawa sudah dapat petunjuk, Sab," suara Ana terdengar lirih saat ia berbicara kepada keponakannya, Sabrina. "Mas Sam benar ada di US, dia tinggal di rumah besar di sana."Sabrina yang duduk di hadapannya menatap Ana dengan cemas. "Jadi itu benar dia? Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang, Mbak?" Ana menggigit bibirnya, bingung antara marah, lega, dan putus asa. "Aku... aku ngga tahu, Sab," gumam Ana, menunduk menatap lantai. "Sebenarnya, aku senang karena akhirnya aku punya petunjuk. Tapi, aku juga takut... takut apa yang aku temukan nanti lebih menyakitkan daripada yang sudah aku bayangkan sekarang."Sabrina menggenggam tangan Ana dengan erat, berusaha memberikan dukungan. "Mbak Ana, kamu sudah lama terjebak dalam kebingungan dan ketidakpastian. Mungkin ini waktunya untuk mendapatkan jawaban yang jelas, meskipun itu berat."Ana menghela napas panjang, merasakan kekosongan dalam dirinya semakin menganga. Empat tahun bukan waktu yang singkat. Setiap hari, setiap malam, ia be
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
3. Sam Dengan Wanita Lain
"Wanita itu masih menunggu di depan gerbang, tuan." "Bagaimana keadaannya?" "Dia kedinginan," Sam mendesah berat, bebal sekali Ana itu. "Biarkan disana sampai ia pergi sendiri." Ana datang kembali setelah hari kemarin, ia bersikeras untuk menemui Sam. Ana punya rencana, ia harus bisa tinggal di mansion pria itu. Setengah jam berlalu. Sam berjalan mondar-mandir di ruang pribadinya. Bayangan Ana yang berdiri kedinginan di depan gerbang membuat hatinya tak tenang. Bukan karena ia khawatir tetapi karena ia tak suka dengan cara perempuan itu mengganggunya. Akhirnya, dengan napas berat, ia memutuskan untuk menyerah pada egonya sejenak. "Bawa dia masuk ke dalam, segera!" perintahnya dengan nada tegas. Tak lama kemudian, Ana dibawa masuk oleh para pengawal dan ditempatkan di ruang tamu. Tubuhnya menggigil, namun matanya lembut menatap sang suami. Sam mendekatinya, menatap Ana dengan pandangan dingin namun penuh pengendalian. “Apa tujuanmu lagi, Ana? Kenapa kamu memaksa da
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
4. Keduanya Bersitegang
Ana bersandar di dinding kamar mandi, merasakan dingin menempel di punggungnya, tapi tetap tak mampu meredakan rasa sakit di hatinya. "Sakit, Mas..." bisiknya pelan, berharap kata-katanya bisa terbang dan sampai ke dalam hati Sam. Isakan kecil keluar dari bibirnya, tangis yang ia tahan akhirnya pecah dalam sunyi ruangan itu. Ia tahu seharusnya ia kuat, seharusnya ia tak terpengaruh, tapi kenyataannya melihat Sam dengan wanita lain, menyaksikan keakraban mereka, membuat pertahanannya runtuh. Ana mengusap air mata yang menetes di pipinya, berusaha mengumpulkan kembali kekuatannya. "Aku harus kuat...," gumamnya lirih pada diri sendiri. Namun, semakin ia berusaha menenangkan diri, semakin besar pula rasa perih yang menyelimuti. Ana keluar dari sana dengan langkah pelan, menguatkan hati untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia menarik napas panjang, berusaha menata diri agar tak ada yang menyadari gejolak di dalam hatinya. Setelah kembali ke dapur, Ana segera mencuci piring-piring ko
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
5. Tamparan Seorang Istri
Ana merasakan Dekapan Hangat seseorang ditubuhnya, rasanya familiar dan ia tahu siapa yang tengah mendekap nya saat ini. "Mas..." "Tidurlah kembali Ana," bisik nya. Tangan besar Sam mengelus lembut kepalanya membuat Ana semakin berat sekadar untuk membuka matanya. "Jangan tinggalkan lagi aku ya, Samy." "Mas mencintaimu Ana." Dan ciuman yang hangat di keningnya terasa sekali. Ana dapat tertidur nyenyak. Ia terbangun mendengar suara azan subuh dari handphonenya, menyadari dirinya hanya sendirian di kamar. Ia mengedarkan pandangan, mencoba meresapi sisa hangat yang seolah masih terasa di tubuhnya. Rasa familiar dari pelukan tadi membekas di hatinya, membuatnya sulit membedakan antara mimpi dan kenyataan. "Mas..." bisiknya pelan, masih berharap bahwa kehadirannya barusan bukan sekadar ilusi. Ana duduk di pinggir ranjang, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Perasaannya masih bercampur aduk antara harapan yang muncul kembali dan kenyataan yang dingin. Perlahan ia berdiri da
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status