Mayleen buru-buru membereskan wadah makannya yang belum habis termakan. Jika dia bertahan di sana lebih lama, bisa-bisa makanan yang sudah masuk dalam perutnya keluar semua, saking gugupnya karena takut ketahuan oleh Devin."Aku balik dulu ya," pamit Mayleen pada rekan kerja yang datang ke kantin bersamanya tadi.Semua orang jelas bingung dengan sikap Mayleen yang tiba-tiba berubah seperti itu. Belum juga ada 30 menit sejak Mayleen terus memuja menu makan siang hari ini, tapi sekarang dia kabur dari sana tanpa memberikan keterangan yang jelas.Huft...Tidak ada tempat yang tenang setelah dia bertemu dengan Devin malam itu. Andai saja dia menolak keputusan papanya dengan tegas waktu itu, hal seperti sekarang tidak akan pernah terjadi. Dia tidak perlu bersembunyi dari bosnya di kantor. Dia tidak perlu merasa tak nyaman untuk datang dan melakukan pekerjaannya di kantor. Semuanya pasti akan baik-baik saja andai kata dia memilih tidak menghadiri pertemuan itu.Tapi semuanya sudah terlambat
Hari ini tidak sepenuhnya berantakan. Mayleen menarik ucapannya lagi, hari ini tidak sepenuhnya berantakan.Selain tumis daging plus tomat yang selalu dia sukai, muncul pula Farel yang jadi cahaya dalam hidupnya nan suram.Saat ini, Mayleen benar-benar berharap jam kantor akan segera berakhir. Dengan begitu, dia bisa segera menemui Farel lagi.Kebahagiaan membuncah dalam hati Mayleen sekarang.Tidak berselang lama, beberapa kolega kerjanya kembali ke mejanya masing-masing. Ruangan ini mulai dipenuhi dengan banyak karyawan yang datang dari kantin."Kenapa balik duluan Kak May? Biasanya juga nunggu sisaan kan kalau menunya ini??" Tanya Dela frontal.Kata 'menunggu sisaan' terdengar sangat memprihatinkan disini. Bukan karena Mayleen yang tidak bisa membeli menu serupa di luar, atau karena masakan chef kantin ini yang kelewat enaknya, tapi kan sayang kalau ada makanan yang tersisa dan malah berakhir di truk pembuangan. "Nggak nunggu juga sih, takut mubazir kan?""Iya, iya! Terus kenapa ba
Mayleen sudah siap dengan segala penyamarannya di depan kantor Devin. Dalam hatinya, dia ketar-ketir, takut kalau Devin akhirnya tahu mengenai dirinya yang bekerja di perusahaan ini setelah makan siang di kantin tadi.Tapi Mayleen cukup yakin, dia menyembunyikan wajahnya dengan baik di kantin itu. Hampir mustahil Devin mengenalinya dari belakang. Iya kan?"Bapak memanggil saya?" Tanya Mayleen super gugup. Dia terus menerus meremas kedua tangannya untuk mengurangi rasa gugupnya itu, walau itu tidak terlalu berhasil."Oh, iya. Ada hal yang perlu direvisi dari proposal tadi.""Iya, Pak. Di bagian mana saja?""Kamu bisa lihat tulisannya dari situ? Sini sebentar." Devin memintanya untuk mendekat. Posisi mereka terlalu jauh untuk bisa saling berkomunikasi dengan baik. Dalam tahap ini, Devin pun yakin jika tulisan dalam proposal yang dipegangnya tidak bisa dibaca oleh karyawan yang berdiri nan jauh di sana, saking jauhnya. Mungkin posisi mereka terpisah sekitar 3 meter jaraknya.Dengan langk
Suasana romantis menyelimuti restoran bintang 4 yang terletak di pusat ibukota. Tanpa ada pengunjung lain di lantai ini, hanya ada Mayleen dan juga Farel yang duduk saling berhadapan satu sama lain.Situasi ini membuat Mayleen gugup bukan main. Ini adalah kali pertama dia duduk bersama seorang pria di tempat seperti ini, juga dalam situasi seperti ini.“Jadi, apa yang mau dibicarakan?” tanya Mayleen tidak sabar.“Tunggu dulu dong, tunggu sampai makanannya datang.” balas Farel.Benar saja, Mayleen terus menunggu detik demi detik sampai makanan yang mereka pesan datang ke meja. Selama itu, tidak ada banyak topik menarik yang mereka bicarakan. Hanya sebatas saling bertanya soal kabar satu sama lain dan apa aktivitas menarik yang mereka lakukan selama ini.Lucunya, mereka tidak pernah membahas hal serupa sebelum ini. Saat masih bekerja di perusahaan ini 2 tahun lalu, apa yang mereka bahas hanyalah soal pekerjaan dan hal-hal yang menyangkutnya. Baru sekarang mereka banyak berbasa-basi, dan
“Huh?” mendengarnya saja sudah membuat Mayleen terkejut. Tanpa aba-aba, tanpa tanda-tanda, muncul sebuah pernyataan cinta dari antah berantah, pun dinyatakan oleh orang yang sudah dia kagumi untuk waktu yang lama.Saking terkejutnya, Mayleen tidak bisa mengucapkan atau berbuat apapun. Dia duduk membatu di posisinya semula, masih dengan sendok dan garpu yang ada di tangannya.Tatapan matanya menatap lurus ke mata Farel. Bingung dengan situasi yang menimpanya saat ini.Mayleen memang sudah menunggu pernyataan cinta romantis dari orang yang dia sukai untuk waktu yang lama. Tapi begitu dia mendapatkannya, dia malah bingung. Mayleen benar-benar clueless saat ini. Otaknya enggan berpikir dan memproses situasinya.“Mau nggak? Aku suka kamu dari lama sih, tapi nggak pernah berani ngungkapinnya. Terus pas kemarin di Amerika itu, aku sadar, aku jatuh cinta sama kamu sampai sejauh itu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”“Tunggu dulu kak! Biarin otak aku jalan dulu.” Mayleen menghentikan ocehan Fare
“Kenapa wajahnya ditekuk kayak gitu?” tanya David begitu Mayleen masuk ke dalam rumahnya. Saat ini, Mayleen masih dalam keadaan yang shock. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi padanya? Dia bingung apakah dia harus menyukainya karena dia jatuh cinta pada Farel, atau malah membencinya karena Farel melakukannya tanpa izinnya lebih dulu. “Nggak papa, Alen masuk kamar dulu.” Mayleen berniat untuk langsung masuk ke dalam kamarnya sebelum David menanyainya lebih jauh. “Sini dulu sebentar. Ada tamu, sapa dulu tamunya.” Mayleen yang sudah menepakkan kakinya di tangga ke-6 menuju lantai 2, akhirnya menengok, mencari tahu siapa yang sedang bersama dengan papanya saat ini. Belum rampung kejutan yang Farel buat dalam dirinya, sekarang dia kembali dikejutkan dengan tamu yang datang mengunjungi rumahnya hari ini. “Devin?” “Oh, hai Mayleen! Nice to see you again!” sapanya penuh senyum sumringah. “Ngapain datang ke sini?” tany
Mendengar apa yang akan Devin katakan pada papanya, Mayleen buru-buru melompat dan membungkam mulut Devin. Dia tidak pernah berpikir Devin akan senekat ini untuk memberi tahu orang tuanya tentang ide gila itu.Terlepas dari tabu atau tidaknya kencan seperti itu dimata papanya, Mayleen tidak ingin memberitahu soal ini secara gamblang. Mau ditaruh di mana muka Mayleen nanti? Yang ada, orang tuanya malah akan menganggapnya sebagai wanita murahan karena berani menawarkan kencan di ranjang di hari pertama pertemuan mereka. Memangnya Devin tidak bisa berpikir sampai sejauh itu?“Umm… Sepertinya ada yang perlu kita bicarakan, gimana kalau ngobrolnya di luar aja?” tawar Mayleen, kali ini dia membuat senyum kecut di wajahnya, tentu dengan mata yang setengah melotot karena kesal sekaligus malu dalam waktu yang sama.“Tadi katanya capek?” goda David pada putrinya yang tampak malu-senggan itu. “Terus juga sudah larut ya, Ma, ya? Mungkin
“Kamu gila ya?!” Mayleen sudah cukup kesal dengan mulut ember Devin, tapi dia berusaha keras memekik suaranya agar papa dan mamanya tidak mendengar omelannya. “Ngapain bilang kayak gitu? Mau kamu apa sih?!”“Nggak ada niatan khusus sih,” balas Devin santai, seperti tidak ada yang salah dari ucapannya tadi.“Wahh!” tentu respon seperti itu membuat Mayleen makin frustasi. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini sampai-sampai dia berani mengusik ketenangan Mayleen sampai sejauh ini?Jangan bilang….Dia benar-benar menginginkan pernikahan itu?Heiii! Tidak mungkin! Orang yang waras tidak akan menerima pernikahan seperti itu! Mayleen merasa dia sudah cukup keras memperingatkan Devin untuk jaga jarak terhadapnya setelah dia meninggalkan Devin sendirian di apartemen waktu itu. Harusnya Devin bisa menangkap sinyal itu kan?Yah, walaupun Mayleen melakukannya karena dia takut diperlakukan yang tidak-tidak, tapi konteksnya tetap sama. Mayleen kabur, dan dia tidak mengharapkan pernikahan itu