Suasana romantis menyelimuti restoran bintang 4 yang terletak di pusat ibukota. Tanpa ada pengunjung lain di lantai ini, hanya ada Mayleen dan juga Farel yang duduk saling berhadapan satu sama lain.Situasi ini membuat Mayleen gugup bukan main. Ini adalah kali pertama dia duduk bersama seorang pria di tempat seperti ini, juga dalam situasi seperti ini.“Jadi, apa yang mau dibicarakan?” tanya Mayleen tidak sabar.“Tunggu dulu dong, tunggu sampai makanannya datang.” balas Farel.Benar saja, Mayleen terus menunggu detik demi detik sampai makanan yang mereka pesan datang ke meja. Selama itu, tidak ada banyak topik menarik yang mereka bicarakan. Hanya sebatas saling bertanya soal kabar satu sama lain dan apa aktivitas menarik yang mereka lakukan selama ini.Lucunya, mereka tidak pernah membahas hal serupa sebelum ini. Saat masih bekerja di perusahaan ini 2 tahun lalu, apa yang mereka bahas hanyalah soal pekerjaan dan hal-hal yang menyangkutnya. Baru sekarang mereka banyak berbasa-basi, dan
“Huh?” mendengarnya saja sudah membuat Mayleen terkejut. Tanpa aba-aba, tanpa tanda-tanda, muncul sebuah pernyataan cinta dari antah berantah, pun dinyatakan oleh orang yang sudah dia kagumi untuk waktu yang lama.Saking terkejutnya, Mayleen tidak bisa mengucapkan atau berbuat apapun. Dia duduk membatu di posisinya semula, masih dengan sendok dan garpu yang ada di tangannya.Tatapan matanya menatap lurus ke mata Farel. Bingung dengan situasi yang menimpanya saat ini.Mayleen memang sudah menunggu pernyataan cinta romantis dari orang yang dia sukai untuk waktu yang lama. Tapi begitu dia mendapatkannya, dia malah bingung. Mayleen benar-benar clueless saat ini. Otaknya enggan berpikir dan memproses situasinya.“Mau nggak? Aku suka kamu dari lama sih, tapi nggak pernah berani ngungkapinnya. Terus pas kemarin di Amerika itu, aku sadar, aku jatuh cinta sama kamu sampai sejauh itu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”“Tunggu dulu kak! Biarin otak aku jalan dulu.” Mayleen menghentikan ocehan Fare
“Kenapa wajahnya ditekuk kayak gitu?” tanya David begitu Mayleen masuk ke dalam rumahnya. Saat ini, Mayleen masih dalam keadaan yang shock. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi padanya? Dia bingung apakah dia harus menyukainya karena dia jatuh cinta pada Farel, atau malah membencinya karena Farel melakukannya tanpa izinnya lebih dulu. “Nggak papa, Alen masuk kamar dulu.” Mayleen berniat untuk langsung masuk ke dalam kamarnya sebelum David menanyainya lebih jauh. “Sini dulu sebentar. Ada tamu, sapa dulu tamunya.” Mayleen yang sudah menepakkan kakinya di tangga ke-6 menuju lantai 2, akhirnya menengok, mencari tahu siapa yang sedang bersama dengan papanya saat ini. Belum rampung kejutan yang Farel buat dalam dirinya, sekarang dia kembali dikejutkan dengan tamu yang datang mengunjungi rumahnya hari ini. “Devin?” “Oh, hai Mayleen! Nice to see you again!” sapanya penuh senyum sumringah. “Ngapain datang ke sini?” tany
Mendengar apa yang akan Devin katakan pada papanya, Mayleen buru-buru melompat dan membungkam mulut Devin. Dia tidak pernah berpikir Devin akan senekat ini untuk memberi tahu orang tuanya tentang ide gila itu.Terlepas dari tabu atau tidaknya kencan seperti itu dimata papanya, Mayleen tidak ingin memberitahu soal ini secara gamblang. Mau ditaruh di mana muka Mayleen nanti? Yang ada, orang tuanya malah akan menganggapnya sebagai wanita murahan karena berani menawarkan kencan di ranjang di hari pertama pertemuan mereka. Memangnya Devin tidak bisa berpikir sampai sejauh itu?“Umm… Sepertinya ada yang perlu kita bicarakan, gimana kalau ngobrolnya di luar aja?” tawar Mayleen, kali ini dia membuat senyum kecut di wajahnya, tentu dengan mata yang setengah melotot karena kesal sekaligus malu dalam waktu yang sama.“Tadi katanya capek?” goda David pada putrinya yang tampak malu-senggan itu. “Terus juga sudah larut ya, Ma, ya? Mungkin
“Kamu gila ya?!” Mayleen sudah cukup kesal dengan mulut ember Devin, tapi dia berusaha keras memekik suaranya agar papa dan mamanya tidak mendengar omelannya. “Ngapain bilang kayak gitu? Mau kamu apa sih?!”“Nggak ada niatan khusus sih,” balas Devin santai, seperti tidak ada yang salah dari ucapannya tadi.“Wahh!” tentu respon seperti itu membuat Mayleen makin frustasi. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini sampai-sampai dia berani mengusik ketenangan Mayleen sampai sejauh ini?Jangan bilang….Dia benar-benar menginginkan pernikahan itu?Heiii! Tidak mungkin! Orang yang waras tidak akan menerima pernikahan seperti itu! Mayleen merasa dia sudah cukup keras memperingatkan Devin untuk jaga jarak terhadapnya setelah dia meninggalkan Devin sendirian di apartemen waktu itu. Harusnya Devin bisa menangkap sinyal itu kan?Yah, walaupun Mayleen melakukannya karena dia takut diperlakukan yang tidak-tidak, tapi konteksnya tetap sama. Mayleen kabur, dan dia tidak mengharapkan pernikahan itu
Mayleen baru saja merasakan punggungnya bisa bersantai saat dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Entah kenapa hari ini terasa jauh lebih berat daripada saat dia harus lembur sampai jam 11 malam di kantor. Ada terlalu banyak hal yang menekannya sejak pagi tadi.Sejenak, Mayleen kembali teringat pada momen yang dia habiskan di dalam mobil Farel tadi. Rasa dilema kembali mencuat dalam dirinya. Ada satu bagian dari hatinya yang mengatakan itu adalah hal yang salah, tapi ada juga sisi lain yang menyatakan jika Mayleen seharusnya menyukai momen intim bersama orang yang disukai.Hidup Mayleen sebelum ini berjalan dengan normal dan damai, tanpa gangguan dari seorang pria manapun. Tapi sekarang, dia harus berurusan dengan 2 pria sekaligus dalam kurun waktu yang relatif singkat itu.Tring… tring… tring…Dering ponselnya menyadarkan Mayleen dari pikirannya sendiri.“Halo, cantik? Gimana tadi di kantor?” tanyanya dari seberang telepon.“Kaksaaa!!” rajuk Mayleen hampir menangis.“Eh? Ada apa?” suar
“Jadi? Kenapa?” tanya Marissa membuka percakapan.Mayleen memulai ceritanya dengan Farel yang tiba-tiba mengajaknya berkencan tadi. Dia menceritakan bagaimana Farel yang datang ke departemennya secara kebetulan, kemudian saling membuat janji untuk makan malam, sampai hal tidak terduga yang terjadi di dalam mobil Farel. “Aku mesti gimana, Kaksa? Aku nggak tahu harus terima dia atau enggak.”“Kamu bukannya udah suka Farel dari lama ya? Terus kenapa sekarang bingung? Atau jangan bilang kamu punya cowok lain?”Mayleen belum menceritakan soal Devin sedikit pun. Bagaimana Marissa bisa tahu jika ada pria pengganggu lain dalam hidup Mayleen yang membuatnya muak?“Selesein dulu satu-satu. Nanti aku cerita yang lain juga.” desak Mayleen. Dia ingin agar setidaknya dia bisa menyelesaikan satu masalahnya hari ini.“Jadi beneran ada cowok lain ya? Wah! Mayleen yang biasanya nggak peduli sama cowok, sekarang lagi dilema sama 2 cowok sekaligus!”“Kaksa bisa serius bentar nggak? Aku pusing tahu!”“Hah
"Devin Magistra? Ummm... Kayak pernah dengar nama itu, dimana ya?" Marissa yakin dia pernah mendengar nama itu, bertemu dengan orang yang memiliki nama itu. Tapi entah dimana dan siapa orang itu."Direktur baru." Mayleen memberikan clue agar Marissa bisa lebih cepat menyelesaikan teka-tekinya."Nah, iya! Direktur utama yang baru! Kenapa dengan orang itu?" Tanyanya lagi.Mayleen langsung mendengus kesal. Sekarang, mengucap ataupun mendengar nama Devin seolah membuat darah yang mengalir dalam tubuh Mayleen ingin mencuat keluar dari alirannya. Ada api yang membara dalam hatinya, amarah yang menggebu-gebu."Papa mau jodohin aku sama dia. Ternyata papanya temenan lama sama papa.""Wait a minute!" Marissa meminta Mayleen menghentikan sejenak ceritanya untuk memasang teka-teki yang dia ilusikan dalam kepalanya. "Jadi kamu dijodohkan sama direktur baru itu? Bagus dong! Orangnya ganteng, kaya juga.""Ihhhh! Kaksa! Dengerin dulu sampai selesai ceritanya!" Mayleen sudah menahan-nahan amarahnya a