“Huh?” mendengarnya saja sudah membuat Mayleen terkejut. Tanpa aba-aba, tanpa tanda-tanda, muncul sebuah pernyataan cinta dari antah berantah, pun dinyatakan oleh orang yang sudah dia kagumi untuk waktu yang lama.Saking terkejutnya, Mayleen tidak bisa mengucapkan atau berbuat apapun. Dia duduk membatu di posisinya semula, masih dengan sendok dan garpu yang ada di tangannya.Tatapan matanya menatap lurus ke mata Farel. Bingung dengan situasi yang menimpanya saat ini.Mayleen memang sudah menunggu pernyataan cinta romantis dari orang yang dia sukai untuk waktu yang lama. Tapi begitu dia mendapatkannya, dia malah bingung. Mayleen benar-benar clueless saat ini. Otaknya enggan berpikir dan memproses situasinya.“Mau nggak? Aku suka kamu dari lama sih, tapi nggak pernah berani ngungkapinnya. Terus pas kemarin di Amerika itu, aku sadar, aku jatuh cinta sama kamu sampai sejauh itu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”“Tunggu dulu kak! Biarin otak aku jalan dulu.” Mayleen menghentikan ocehan Fare
“Kenapa wajahnya ditekuk kayak gitu?” tanya David begitu Mayleen masuk ke dalam rumahnya. Saat ini, Mayleen masih dalam keadaan yang shock. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi padanya? Dia bingung apakah dia harus menyukainya karena dia jatuh cinta pada Farel, atau malah membencinya karena Farel melakukannya tanpa izinnya lebih dulu. “Nggak papa, Alen masuk kamar dulu.” Mayleen berniat untuk langsung masuk ke dalam kamarnya sebelum David menanyainya lebih jauh. “Sini dulu sebentar. Ada tamu, sapa dulu tamunya.” Mayleen yang sudah menepakkan kakinya di tangga ke-6 menuju lantai 2, akhirnya menengok, mencari tahu siapa yang sedang bersama dengan papanya saat ini. Belum rampung kejutan yang Farel buat dalam dirinya, sekarang dia kembali dikejutkan dengan tamu yang datang mengunjungi rumahnya hari ini. “Devin?” “Oh, hai Mayleen! Nice to see you again!” sapanya penuh senyum sumringah. “Ngapain datang ke sini?” tany
Mendengar apa yang akan Devin katakan pada papanya, Mayleen buru-buru melompat dan membungkam mulut Devin. Dia tidak pernah berpikir Devin akan senekat ini untuk memberi tahu orang tuanya tentang ide gila itu.Terlepas dari tabu atau tidaknya kencan seperti itu dimata papanya, Mayleen tidak ingin memberitahu soal ini secara gamblang. Mau ditaruh di mana muka Mayleen nanti? Yang ada, orang tuanya malah akan menganggapnya sebagai wanita murahan karena berani menawarkan kencan di ranjang di hari pertama pertemuan mereka. Memangnya Devin tidak bisa berpikir sampai sejauh itu?“Umm… Sepertinya ada yang perlu kita bicarakan, gimana kalau ngobrolnya di luar aja?” tawar Mayleen, kali ini dia membuat senyum kecut di wajahnya, tentu dengan mata yang setengah melotot karena kesal sekaligus malu dalam waktu yang sama.“Tadi katanya capek?” goda David pada putrinya yang tampak malu-senggan itu. “Terus juga sudah larut ya, Ma, ya? Mungkin
“Kamu gila ya?!” Mayleen sudah cukup kesal dengan mulut ember Devin, tapi dia berusaha keras memekik suaranya agar papa dan mamanya tidak mendengar omelannya. “Ngapain bilang kayak gitu? Mau kamu apa sih?!”“Nggak ada niatan khusus sih,” balas Devin santai, seperti tidak ada yang salah dari ucapannya tadi.“Wahh!” tentu respon seperti itu membuat Mayleen makin frustasi. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini sampai-sampai dia berani mengusik ketenangan Mayleen sampai sejauh ini?Jangan bilang….Dia benar-benar menginginkan pernikahan itu?Heiii! Tidak mungkin! Orang yang waras tidak akan menerima pernikahan seperti itu! Mayleen merasa dia sudah cukup keras memperingatkan Devin untuk jaga jarak terhadapnya setelah dia meninggalkan Devin sendirian di apartemen waktu itu. Harusnya Devin bisa menangkap sinyal itu kan?Yah, walaupun Mayleen melakukannya karena dia takut diperlakukan yang tidak-tidak, tapi konteksnya tetap sama. Mayleen kabur, dan dia tidak mengharapkan pernikahan itu
Mayleen baru saja merasakan punggungnya bisa bersantai saat dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Entah kenapa hari ini terasa jauh lebih berat daripada saat dia harus lembur sampai jam 11 malam di kantor. Ada terlalu banyak hal yang menekannya sejak pagi tadi.Sejenak, Mayleen kembali teringat pada momen yang dia habiskan di dalam mobil Farel tadi. Rasa dilema kembali mencuat dalam dirinya. Ada satu bagian dari hatinya yang mengatakan itu adalah hal yang salah, tapi ada juga sisi lain yang menyatakan jika Mayleen seharusnya menyukai momen intim bersama orang yang disukai.Hidup Mayleen sebelum ini berjalan dengan normal dan damai, tanpa gangguan dari seorang pria manapun. Tapi sekarang, dia harus berurusan dengan 2 pria sekaligus dalam kurun waktu yang relatif singkat itu.Tring… tring… tring…Dering ponselnya menyadarkan Mayleen dari pikirannya sendiri.“Halo, cantik? Gimana tadi di kantor?” tanyanya dari seberang telepon.“Kaksaaa!!” rajuk Mayleen hampir menangis.“Eh? Ada apa?” suar
“Jadi? Kenapa?” tanya Marissa membuka percakapan.Mayleen memulai ceritanya dengan Farel yang tiba-tiba mengajaknya berkencan tadi. Dia menceritakan bagaimana Farel yang datang ke departemennya secara kebetulan, kemudian saling membuat janji untuk makan malam, sampai hal tidak terduga yang terjadi di dalam mobil Farel. “Aku mesti gimana, Kaksa? Aku nggak tahu harus terima dia atau enggak.”“Kamu bukannya udah suka Farel dari lama ya? Terus kenapa sekarang bingung? Atau jangan bilang kamu punya cowok lain?”Mayleen belum menceritakan soal Devin sedikit pun. Bagaimana Marissa bisa tahu jika ada pria pengganggu lain dalam hidup Mayleen yang membuatnya muak?“Selesein dulu satu-satu. Nanti aku cerita yang lain juga.” desak Mayleen. Dia ingin agar setidaknya dia bisa menyelesaikan satu masalahnya hari ini.“Jadi beneran ada cowok lain ya? Wah! Mayleen yang biasanya nggak peduli sama cowok, sekarang lagi dilema sama 2 cowok sekaligus!”“Kaksa bisa serius bentar nggak? Aku pusing tahu!”“Hah
"Devin Magistra? Ummm... Kayak pernah dengar nama itu, dimana ya?" Marissa yakin dia pernah mendengar nama itu, bertemu dengan orang yang memiliki nama itu. Tapi entah dimana dan siapa orang itu."Direktur baru." Mayleen memberikan clue agar Marissa bisa lebih cepat menyelesaikan teka-tekinya."Nah, iya! Direktur utama yang baru! Kenapa dengan orang itu?" Tanyanya lagi.Mayleen langsung mendengus kesal. Sekarang, mengucap ataupun mendengar nama Devin seolah membuat darah yang mengalir dalam tubuh Mayleen ingin mencuat keluar dari alirannya. Ada api yang membara dalam hatinya, amarah yang menggebu-gebu."Papa mau jodohin aku sama dia. Ternyata papanya temenan lama sama papa.""Wait a minute!" Marissa meminta Mayleen menghentikan sejenak ceritanya untuk memasang teka-teki yang dia ilusikan dalam kepalanya. "Jadi kamu dijodohkan sama direktur baru itu? Bagus dong! Orangnya ganteng, kaya juga.""Ihhhh! Kaksa! Dengerin dulu sampai selesai ceritanya!" Mayleen sudah menahan-nahan amarahnya a
"Ya abisnya, kamu suka usil kan? Pernah tuh beberapa waktu lalu kamu bilang kamu makan secara bringas di pertemuan pertama sama cowok gegara nggak cocok sama cowok itu kan? Sekarang kamu ngapain lagi?"Mayleen ketahuan. Yah, dari awal memang ini semua berawal dari idenya sendiri. Dia tidak bisa menyalahkan Devin sepenuhnya karena dia juga ikut andil dalam ide gila itu."Ummm.... Itu juga sih....""Juga?""Ya dianya malah seneng lihat aku makan dengan cara kayak gitu! Pakai dibilang lucu lagi,"Mayleen menaikkan alisnya, bertanya tentang kelanjutan cerita itu."I offered him a bed date." Mayleen menutupi wajahnya karena malu. Dia tidak pernah menyangka akan memberitahukan hal ini pada orang lain. Sudah pasti, setiap orang yang mendengarnya, akan beranggapan bahwa Mayleen hanyalah seseorang yang haus akan belaian seorang pria. Lagipula, siapa juga wanita waras yang akan menawarkan hal seperti itu pada pria yang baru ditemuinya kan? Marissa juga pasti akan menganggapnya seperti orang gil
"Oh... Aku nggak tahu kalau aku se-brengsek itu..." Keluh Devin atas umpatan Mayleen. Dia memang tidak mengambil hati atas perkataan yang Mayleen ucapkan. Mau dibilang brengsek, kurang ajar, atau yang lainnya, dia tidak sakit hati kalau yang mengatakannya adalah Mayleen. Karena dia tahu betul, jika Mayleen tidak benar-benar mengatakannya dari hati. Devin sekadar menanggapinya sebagai guyonan untuk menenangkan Mayleen."Kenapa mesti selingkuh sih? Sama cowok lagi! Ah sialan!" Cerocos Mayleen."Ummm.... Kamu suka cewek?" Tanya Devin dengan konyolnya."Dih! Apaan sih nggak jelas!""Tadi bilangnya selingkuh sama cowok?""Ah bodoh banget!" Mayleen kembali merutuki kesialannya. Betapa bodohnya dia yang sudah menyukai pria seperti itu. "Kenapa bodoh banget sih!""Mau cerita lebih jauh?" Tanya Devin menenangkan. Barangkali Mayleen butuh teman cerita, pikirnya."Kenapa gitu loh?! Padahal hari sebelumnya bilang suka, terus di hari yang lain bilang sukanya ke
Mayleen tidak sanggup melihatnya lagi. Hubungan mereka semakin intens dan itu membuat mata Mayleen merasa kotor untuk sekadar menontonnya. Dia merasa seperti sedang melihat adegan dewasa yang tidak senonoh.Di saat seperti ini Mayleen bingung harus bereaksi seperti apa. Apakah dia harus marah karena secara tidak langsung Farel sudah berselingkuh darinya. Atau harus merasa lega karena tak perlu memberikan jawaban atas ungkapan perasaan pria itu.Rasanya campur aduk. Kecewa, marah, juga bingung.Walaupun ini tergolong sebagai bentuk perselingkuhan, tapi tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa.Andai saja selingkuhan Farel adalah seorang wanita, dia pasti sudah nyelonong masuk ke dalam sana tanpa berpikir panjang. Melabrak, niatnya.Tapi situasinya lain.Untuk saat ini, Mayleen hanya bisa menjauh pergi dari tempat kejadian.Dengan pikiran yang kosong, tubuhnya bergerak sendiri ke arah lift untuk turun ke lantai 1. Pokoknya, dia harus menjauh dari area kantor. Itu adalah perintah yang o
Rampung dengan kegiatannya merapikan meja kerjanya, Mayleen bersiap pulang ke rumahnya. Tentu setelah ia mengantarkan kunci loker itu dan mengambil kembali mobilnya di bengkel.Huft….Mayleen menarik nafasnya panjang. Berharap tidak ada hal yang terjadi padanya saat dia menemui Farel nanti.Perusahaan ini cukup ketat dengan jam kerja karyawannya. Begitu jam kerja usai, semua karyawan bisa langsung pulang ke tempatnya masing-masing. Kalaupun lembur, itu hanya untuk proyek besar yang perlu penanganan khusus.Tidak heran jika di jam kerja seperti ini, cukup banyak ruangan yang sudah ditinggalkan penghuninya.Mayleen menyusuri koridor di lantai 4 untuk mencapai ruang kerja milik Fajar. Jaraknya dari meja kerjanya tidak terlalu jauh. Hanya butuh sekitar 2-3 menit untuk berjalan kaki.Namun langkah kakinya terhenti di depan toilet pria. Dia mendengar sesuatu yang sangat mengejutkannya, tak pernah dia sangka sebelumnya.“Gimana? Katanya sudah nembak Mayleen dari Departemen sebelah kan? Diter
“Okay, karena kamu juga panggil aku pakai nama, jadi aku bisa bersikap lebih santai kan?”Mayleen memutar bola matanya kesal. Rasanya tak ada sedetikpun dalam hidupnya yang terasa tenang setelah dia bertemu dengan Devin waktu itu.Selalu saja ada hal yang mengesalkan dan membuatnya frustasi.“Bisa nggak sih, nggak harus ganggu aku? Masalah panggilan aja dibikin ribet!” Mayleen mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya.Berbeda halnya saat berada di suatu tempat dengan orang lain, Mayleen cenderung mudah untuk mengeluarkan uneg-unegnya pada mereka. Mayleen adalah tipe orang yang ceplas-ceplos saat berbicara dengan orang lain.tapi entah bagaimana, jika orang itu adalah Devin, dia selalu merasa kesulitan untuk melakukan hal itu. Seakan ada sesuatu d
Setibanya di lantai 4, Mayleen buru-buru melakukan absen. Dia benar-benar melakukannya tepat waktu! Meski cukup mepet, hanya kurang beberapa detik lagi sebelum alat itu tidak bisa menerima scan sidik jarinya.Untuk situasi ini, Mayleen merasa bersyukur telah menerima bantuan dari Devin. Walaupun dia tidak mengharapkannya.“Ayo Kaksa, duduk sebentar.” ajaknya kemudian.Marissa mengikutinya di belakangnya tanpa menjawab apapun.“Duh! Tahu nggak? Sejak Kaksa cuti, kerjaanku jadi makin banyak tahu! Apalagi aku yang mesti setor kerjaan ke ruangan si onoh! Bener-bener kayak di neraka rasanya!”“Hush! Jangan ngomong sembarangan!” peringat Marissa.Mayleen ini memang tipe-tipe orang yang asal ceplos sesuai dengan isi hatinya. Kerap kali dia tidak bisa mengontrol mulutnya sendiri untuk tidak berkata hal yang buruk tentang orang lain, tidak peduli bagaimana situasi dan tempatnya.“Aduh tapi gimana ya, May?” Marissa mendahului jalan Mayleen, ia lantas menarik salah satu kursi kerja di dekatnya d
"Padahal awalnya kamu usil banget, pake segala ngusulin Bed Date. Eh.... Sekarang jadi ketus gitu," pernyataan Devin sontak membuat mata Mayleen membulat.Mayleen sudah sangat malu untuk mengingat kecerobohannya waktu itu. Sok-sok an ini jadi wanita jalang agar dibenci oleh lawan kencan butanya, tapi malah berdampak sebaliknya.Apalagi saat Devin menyinggungnya seperti ini, rasa malu yang dia rasakan menjadi berkali-kali lipat!Ingin sekali Mayleen menghilang saja dari bumi ini, saking malunya saat ini.Tapi Mayleen akan bersikap acuh terhadap pernyataan itu. Gengsi lah kalau dia ciut setelah semua yang terjadi."Oh! Itu cuma tes aja." Jawab Mayleen sedikit gugup. Mau sekeras apapun dia berusaha menutupinya, rasa gugup itu tidak bisa menghilang begitu saja."Tes buat apa?""Ya..." Mayleen berusaha keras mencari alasan yang paling masuk akal untuk situasinya, hingga akhirnya dia mengatakan, "tes buat cek aja, cowok yang papa kenalin itu brengsek apa enggak. Main cewek atau enggak.""Te
Belum juga Mayleen memutuskan apa dia akan berangkat bersama Devin atau tidak. Devin kembali memperingatkan Mayleen tentang sisa waktu yang mereka miliki. Dan yah... Itu membuat Mayleen bertambah kesal."Nggak mau gerak sekarang? Tinggal 5 menit lagi loh!" Devin seperti biasanya, mengucapkan fakta dengan seringai yang tak pernah Mayleen senangi. "Kamu tahu sendiri kan, sekarang ada sistem pemotongan insentif buat karyawan yang telat datang?"Hari ini, Mayleen berkali-kali ditampar oleh keadaan.Mayleen menarik napasnya dalam-dalam. Dia menanamkan stigma baru dalam otaknya. Paling tidak, dia berencana untuk menahan kekesalannya pada Devin daripada harus kehilangan insentif bulanannya.Tidak bisa dipungkiri, disini posisi insentif jauh lebih tinggi dari pada harga diri Mayleen yang sok jual mahal.Sebenarnya keluarga Mayleen cukup berada. Mau beli apapun juga Mayleen bisa meminta langsung pada papanya tanpa kerja keras.Tapi Mayleen pikir, membeli sesuatu dengan kerja kerasnya sendiri j
Bukan raut wajah lega atau bahagia yang tergambar dari wajah Mayleen, melainkan wajah yang kesal.Mayleen jadi menyesal karena menghubungi papanya tentang kondisi mobilnya, alih-alih langsung memanggil montir ke tempatnya.Tok... Tok... Tok...Pria itu kembali mengetuk kaca mobil saat pemiliknya tak menggubrisnya sebelumnya.Mayleen merotasikan bola matanya, serta menghembuskan napasnya secara kasar sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka jendela kaca itu."Apa?" Tanyanya jengah."Keluar." Singkat, padat, dan jelas. Pria itu mengatakannya tanpa mengubah ekspresinya sebelumnya. Masih datar dan tanpa emosi apapun."Nggak bisa." Tolak Mayleen."Keluar dulu.""Nggak mau." Tolak Mayleen sekali lagi. Dia benar-benar malas untuk berargumen dengan pria itu saat ini. Harinya sudah cukup sial dan dia tidak ingin menambah kesialannya di hari ini."Mau ngapain terus di dalam kayak gitu? Lagian montirnya nggak akan bisa datang tepat waktu. Jadi turunlah."Orang itu benar. Montir yang dipanggil p
Sama seperti hari-hari lainnya, Mayleen sudah siap untuk berangkat bekerja sebelum jam 7 pagi.Mayleen adalah tipe orang yang gampang kesal jika harus berhadapan dengan kemacetan ibukota yang seakan tidak pernah memiliki akhir itu. Karena itu, dia akan selalu berusaha siap lebih awal agar bisa menghindari kemacetan jalanan."Alen berangkat dulu." Pamit Mayleen pada kedua orang tuanya. Meskipun masih menyimpan sedikit kekesalan dalam hatinya terkait dengan perjodohan tidak masuk akal itu, Mayleen tetap menunjukkan rasa hormat yang pantas untuk orang tuanya."Papa pesankan taxi dulu, mobilnya harus dibawa ke bengkel untuk service rutin.""Kelamaan, nanti jalanan keburu macet." Tolak Mayleen. "Mobilnya Alen bawa aja, sekalian taruh bengkel deket kantor.""Kalau buru-buru, biar papa aja yang service nanti.""Nggak papa, Alen aja. Lagian ada bengkel di deket kantor. Nanti pas balik kerja biar bisa langsung diambil.""Yasudah kalau gitu." David menerima usulan putrinya dengan senang hati. "