Mayleen baru saja merasakan punggungnya bisa bersantai saat dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Entah kenapa hari ini terasa jauh lebih berat daripada saat dia harus lembur sampai jam 11 malam di kantor. Ada terlalu banyak hal yang menekannya sejak pagi tadi.Sejenak, Mayleen kembali teringat pada momen yang dia habiskan di dalam mobil Farel tadi. Rasa dilema kembali mencuat dalam dirinya. Ada satu bagian dari hatinya yang mengatakan itu adalah hal yang salah, tapi ada juga sisi lain yang menyatakan jika Mayleen seharusnya menyukai momen intim bersama orang yang disukai.Hidup Mayleen sebelum ini berjalan dengan normal dan damai, tanpa gangguan dari seorang pria manapun. Tapi sekarang, dia harus berurusan dengan 2 pria sekaligus dalam kurun waktu yang relatif singkat itu.Tring… tring… tring…Dering ponselnya menyadarkan Mayleen dari pikirannya sendiri.“Halo, cantik? Gimana tadi di kantor?” tanyanya dari seberang telepon.“Kaksaaa!!” rajuk Mayleen hampir menangis.“Eh? Ada apa?” suar
“Jadi? Kenapa?” tanya Marissa membuka percakapan.Mayleen memulai ceritanya dengan Farel yang tiba-tiba mengajaknya berkencan tadi. Dia menceritakan bagaimana Farel yang datang ke departemennya secara kebetulan, kemudian saling membuat janji untuk makan malam, sampai hal tidak terduga yang terjadi di dalam mobil Farel. “Aku mesti gimana, Kaksa? Aku nggak tahu harus terima dia atau enggak.”“Kamu bukannya udah suka Farel dari lama ya? Terus kenapa sekarang bingung? Atau jangan bilang kamu punya cowok lain?”Mayleen belum menceritakan soal Devin sedikit pun. Bagaimana Marissa bisa tahu jika ada pria pengganggu lain dalam hidup Mayleen yang membuatnya muak?“Selesein dulu satu-satu. Nanti aku cerita yang lain juga.” desak Mayleen. Dia ingin agar setidaknya dia bisa menyelesaikan satu masalahnya hari ini.“Jadi beneran ada cowok lain ya? Wah! Mayleen yang biasanya nggak peduli sama cowok, sekarang lagi dilema sama 2 cowok sekaligus!”“Kaksa bisa serius bentar nggak? Aku pusing tahu!”“Hah
"Devin Magistra? Ummm... Kayak pernah dengar nama itu, dimana ya?" Marissa yakin dia pernah mendengar nama itu, bertemu dengan orang yang memiliki nama itu. Tapi entah dimana dan siapa orang itu."Direktur baru." Mayleen memberikan clue agar Marissa bisa lebih cepat menyelesaikan teka-tekinya."Nah, iya! Direktur utama yang baru! Kenapa dengan orang itu?" Tanyanya lagi.Mayleen langsung mendengus kesal. Sekarang, mengucap ataupun mendengar nama Devin seolah membuat darah yang mengalir dalam tubuh Mayleen ingin mencuat keluar dari alirannya. Ada api yang membara dalam hatinya, amarah yang menggebu-gebu."Papa mau jodohin aku sama dia. Ternyata papanya temenan lama sama papa.""Wait a minute!" Marissa meminta Mayleen menghentikan sejenak ceritanya untuk memasang teka-teki yang dia ilusikan dalam kepalanya. "Jadi kamu dijodohkan sama direktur baru itu? Bagus dong! Orangnya ganteng, kaya juga.""Ihhhh! Kaksa! Dengerin dulu sampai selesai ceritanya!" Mayleen sudah menahan-nahan amarahnya a
"Ya abisnya, kamu suka usil kan? Pernah tuh beberapa waktu lalu kamu bilang kamu makan secara bringas di pertemuan pertama sama cowok gegara nggak cocok sama cowok itu kan? Sekarang kamu ngapain lagi?"Mayleen ketahuan. Yah, dari awal memang ini semua berawal dari idenya sendiri. Dia tidak bisa menyalahkan Devin sepenuhnya karena dia juga ikut andil dalam ide gila itu."Ummm.... Itu juga sih....""Juga?""Ya dianya malah seneng lihat aku makan dengan cara kayak gitu! Pakai dibilang lucu lagi,"Mayleen menaikkan alisnya, bertanya tentang kelanjutan cerita itu."I offered him a bed date." Mayleen menutupi wajahnya karena malu. Dia tidak pernah menyangka akan memberitahukan hal ini pada orang lain. Sudah pasti, setiap orang yang mendengarnya, akan beranggapan bahwa Mayleen hanyalah seseorang yang haus akan belaian seorang pria. Lagipula, siapa juga wanita waras yang akan menawarkan hal seperti itu pada pria yang baru ditemuinya kan? Marissa juga pasti akan menganggapnya seperti orang gil
Mayleen mengernyitkan dahinya tidak percaya. Bagaimana bisa orang terdekatnya malah menyarankannya untuk memahami sikap Devin dan mulai mengenalnya lebih jauh. Padahal Mayleen jelas menegaskan jika dia tidak menyukai pria itu untuk alasan apapun. Bahkan keberadaannya saja sudah sangat menyesakkan untuk Mayleen.“Kaksa kok bisa sih ngomong gitu? Kan aku udah bilang aku nggak suka orang itu. Dia ada di dunia ini aja udah kesialan banget buat aku!” kesal Mayleen. Seolah semua yang dikatakan oleh Marissa tidak ada artinya baginya. Ucapan Marissa terdengar seperti dia mendukung David atas perjodohan Mayleen dengan Devin, dan Mayleen sangat membencinya.“May… jangan terlalu benci. Kalaupun kamu anggap kehadiran dia kesialan buat kamu, buat keluarga dia enggak. Dia juga jadi berkah buat keluarganya. Karena itu, aku mau ingetin kamu. Jangan terlalu benci. Nanti akhirnya suka loh!”Mayleen memutar bola matanya geram. Baru kali ini dia merasa begitu kesal karena dipasangkan dengan orang lain. B
Sama seperti hari-hari lainnya, Mayleen sudah siap untuk berangkat bekerja sebelum jam 7 pagi.Mayleen adalah tipe orang yang gampang kesal jika harus berhadapan dengan kemacetan ibukota yang seakan tidak pernah memiliki akhir itu. Karena itu, dia akan selalu berusaha siap lebih awal agar bisa menghindari kemacetan jalanan."Alen berangkat dulu." Pamit Mayleen pada kedua orang tuanya. Meskipun masih menyimpan sedikit kekesalan dalam hatinya terkait dengan perjodohan tidak masuk akal itu, Mayleen tetap menunjukkan rasa hormat yang pantas untuk orang tuanya."Papa pesankan taxi dulu, mobilnya harus dibawa ke bengkel untuk service rutin.""Kelamaan, nanti jalanan keburu macet." Tolak Mayleen. "Mobilnya Alen bawa aja, sekalian taruh bengkel deket kantor.""Kalau buru-buru, biar papa aja yang service nanti.""Nggak papa, Alen aja. Lagian ada bengkel di deket kantor. Nanti pas balik kerja biar bisa langsung diambil.""Yasudah kalau gitu." David menerima usulan putrinya dengan senang hati. "
Bukan raut wajah lega atau bahagia yang tergambar dari wajah Mayleen, melainkan wajah yang kesal.Mayleen jadi menyesal karena menghubungi papanya tentang kondisi mobilnya, alih-alih langsung memanggil montir ke tempatnya.Tok... Tok... Tok...Pria itu kembali mengetuk kaca mobil saat pemiliknya tak menggubrisnya sebelumnya.Mayleen merotasikan bola matanya, serta menghembuskan napasnya secara kasar sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka jendela kaca itu."Apa?" Tanyanya jengah."Keluar." Singkat, padat, dan jelas. Pria itu mengatakannya tanpa mengubah ekspresinya sebelumnya. Masih datar dan tanpa emosi apapun."Nggak bisa." Tolak Mayleen."Keluar dulu.""Nggak mau." Tolak Mayleen sekali lagi. Dia benar-benar malas untuk berargumen dengan pria itu saat ini. Harinya sudah cukup sial dan dia tidak ingin menambah kesialannya di hari ini."Mau ngapain terus di dalam kayak gitu? Lagian montirnya nggak akan bisa datang tepat waktu. Jadi turunlah."Orang itu benar. Montir yang dipanggil p
Belum juga Mayleen memutuskan apa dia akan berangkat bersama Devin atau tidak. Devin kembali memperingatkan Mayleen tentang sisa waktu yang mereka miliki. Dan yah... Itu membuat Mayleen bertambah kesal."Nggak mau gerak sekarang? Tinggal 5 menit lagi loh!" Devin seperti biasanya, mengucapkan fakta dengan seringai yang tak pernah Mayleen senangi. "Kamu tahu sendiri kan, sekarang ada sistem pemotongan insentif buat karyawan yang telat datang?"Hari ini, Mayleen berkali-kali ditampar oleh keadaan.Mayleen menarik napasnya dalam-dalam. Dia menanamkan stigma baru dalam otaknya. Paling tidak, dia berencana untuk menahan kekesalannya pada Devin daripada harus kehilangan insentif bulanannya.Tidak bisa dipungkiri, disini posisi insentif jauh lebih tinggi dari pada harga diri Mayleen yang sok jual mahal.Sebenarnya keluarga Mayleen cukup berada. Mau beli apapun juga Mayleen bisa meminta langsung pada papanya tanpa kerja keras.Tapi Mayleen pikir, membeli sesuatu dengan kerja kerasnya sendiri j