“Kenapa wajahnya ditekuk kayak gitu?” tanya David begitu Mayleen masuk ke dalam rumahnya.
Saat ini, Mayleen masih dalam keadaan yang shock. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi padanya? Dia bingung apakah dia harus menyukainya karena dia jatuh cinta pada Farel, atau malah membencinya karena Farel melakukannya tanpa izinnya lebih dulu.
“Nggak papa, Alen masuk kamar dulu.”
Mayleen berniat untuk langsung masuk ke dalam kamarnya sebelum David menanyainya lebih jauh.
“Sini dulu sebentar. Ada tamu, sapa dulu tamunya.”
Mayleen yang sudah menepakkan kakinya di tangga ke-6 menuju lantai 2, akhirnya menengok, mencari tahu siapa yang sedang bersama dengan papanya saat ini.
Belum rampung kejutan yang Farel buat dalam dirinya, sekarang dia kembali dikejutkan dengan tamu yang datang mengunjungi rumahnya hari ini.
“Devin?”
“Oh, hai Mayleen! Nice to see you again!” sapanya penuh senyum sumringah.
“Ngapain datang ke sini?” tany
Mendengar apa yang akan Devin katakan pada papanya, Mayleen buru-buru melompat dan membungkam mulut Devin. Dia tidak pernah berpikir Devin akan senekat ini untuk memberi tahu orang tuanya tentang ide gila itu.Terlepas dari tabu atau tidaknya kencan seperti itu dimata papanya, Mayleen tidak ingin memberitahu soal ini secara gamblang. Mau ditaruh di mana muka Mayleen nanti? Yang ada, orang tuanya malah akan menganggapnya sebagai wanita murahan karena berani menawarkan kencan di ranjang di hari pertama pertemuan mereka. Memangnya Devin tidak bisa berpikir sampai sejauh itu?“Umm… Sepertinya ada yang perlu kita bicarakan, gimana kalau ngobrolnya di luar aja?” tawar Mayleen, kali ini dia membuat senyum kecut di wajahnya, tentu dengan mata yang setengah melotot karena kesal sekaligus malu dalam waktu yang sama.“Tadi katanya capek?” goda David pada putrinya yang tampak malu-senggan itu. “Terus juga sudah larut ya, Ma, ya? Mungkin
“Kamu gila ya?!” Mayleen sudah cukup kesal dengan mulut ember Devin, tapi dia berusaha keras memekik suaranya agar papa dan mamanya tidak mendengar omelannya. “Ngapain bilang kayak gitu? Mau kamu apa sih?!”“Nggak ada niatan khusus sih,” balas Devin santai, seperti tidak ada yang salah dari ucapannya tadi.“Wahh!” tentu respon seperti itu membuat Mayleen makin frustasi. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini sampai-sampai dia berani mengusik ketenangan Mayleen sampai sejauh ini?Jangan bilang….Dia benar-benar menginginkan pernikahan itu?Heiii! Tidak mungkin! Orang yang waras tidak akan menerima pernikahan seperti itu! Mayleen merasa dia sudah cukup keras memperingatkan Devin untuk jaga jarak terhadapnya setelah dia meninggalkan Devin sendirian di apartemen waktu itu. Harusnya Devin bisa menangkap sinyal itu kan?Yah, walaupun Mayleen melakukannya karena dia takut diperlakukan yang tidak-tidak, tapi konteksnya tetap sama. Mayleen kabur, dan dia tidak mengharapkan pernikahan itu
Mayleen baru saja merasakan punggungnya bisa bersantai saat dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Entah kenapa hari ini terasa jauh lebih berat daripada saat dia harus lembur sampai jam 11 malam di kantor. Ada terlalu banyak hal yang menekannya sejak pagi tadi.Sejenak, Mayleen kembali teringat pada momen yang dia habiskan di dalam mobil Farel tadi. Rasa dilema kembali mencuat dalam dirinya. Ada satu bagian dari hatinya yang mengatakan itu adalah hal yang salah, tapi ada juga sisi lain yang menyatakan jika Mayleen seharusnya menyukai momen intim bersama orang yang disukai.Hidup Mayleen sebelum ini berjalan dengan normal dan damai, tanpa gangguan dari seorang pria manapun. Tapi sekarang, dia harus berurusan dengan 2 pria sekaligus dalam kurun waktu yang relatif singkat itu.Tring… tring… tring…Dering ponselnya menyadarkan Mayleen dari pikirannya sendiri.“Halo, cantik? Gimana tadi di kantor?” tanyanya dari seberang telepon.“Kaksaaa!!” rajuk Mayleen hampir menangis.“Eh? Ada apa?” suar
“Jadi? Kenapa?” tanya Marissa membuka percakapan.Mayleen memulai ceritanya dengan Farel yang tiba-tiba mengajaknya berkencan tadi. Dia menceritakan bagaimana Farel yang datang ke departemennya secara kebetulan, kemudian saling membuat janji untuk makan malam, sampai hal tidak terduga yang terjadi di dalam mobil Farel. “Aku mesti gimana, Kaksa? Aku nggak tahu harus terima dia atau enggak.”“Kamu bukannya udah suka Farel dari lama ya? Terus kenapa sekarang bingung? Atau jangan bilang kamu punya cowok lain?”Mayleen belum menceritakan soal Devin sedikit pun. Bagaimana Marissa bisa tahu jika ada pria pengganggu lain dalam hidup Mayleen yang membuatnya muak?“Selesein dulu satu-satu. Nanti aku cerita yang lain juga.” desak Mayleen. Dia ingin agar setidaknya dia bisa menyelesaikan satu masalahnya hari ini.“Jadi beneran ada cowok lain ya? Wah! Mayleen yang biasanya nggak peduli sama cowok, sekarang lagi dilema sama 2 cowok sekaligus!”“Kaksa bisa serius bentar nggak? Aku pusing tahu!”“Hah
"Devin Magistra? Ummm... Kayak pernah dengar nama itu, dimana ya?" Marissa yakin dia pernah mendengar nama itu, bertemu dengan orang yang memiliki nama itu. Tapi entah dimana dan siapa orang itu."Direktur baru." Mayleen memberikan clue agar Marissa bisa lebih cepat menyelesaikan teka-tekinya."Nah, iya! Direktur utama yang baru! Kenapa dengan orang itu?" Tanyanya lagi.Mayleen langsung mendengus kesal. Sekarang, mengucap ataupun mendengar nama Devin seolah membuat darah yang mengalir dalam tubuh Mayleen ingin mencuat keluar dari alirannya. Ada api yang membara dalam hatinya, amarah yang menggebu-gebu."Papa mau jodohin aku sama dia. Ternyata papanya temenan lama sama papa.""Wait a minute!" Marissa meminta Mayleen menghentikan sejenak ceritanya untuk memasang teka-teki yang dia ilusikan dalam kepalanya. "Jadi kamu dijodohkan sama direktur baru itu? Bagus dong! Orangnya ganteng, kaya juga.""Ihhhh! Kaksa! Dengerin dulu sampai selesai ceritanya!" Mayleen sudah menahan-nahan amarahnya a
"Ya abisnya, kamu suka usil kan? Pernah tuh beberapa waktu lalu kamu bilang kamu makan secara bringas di pertemuan pertama sama cowok gegara nggak cocok sama cowok itu kan? Sekarang kamu ngapain lagi?"Mayleen ketahuan. Yah, dari awal memang ini semua berawal dari idenya sendiri. Dia tidak bisa menyalahkan Devin sepenuhnya karena dia juga ikut andil dalam ide gila itu."Ummm.... Itu juga sih....""Juga?""Ya dianya malah seneng lihat aku makan dengan cara kayak gitu! Pakai dibilang lucu lagi,"Mayleen menaikkan alisnya, bertanya tentang kelanjutan cerita itu."I offered him a bed date." Mayleen menutupi wajahnya karena malu. Dia tidak pernah menyangka akan memberitahukan hal ini pada orang lain. Sudah pasti, setiap orang yang mendengarnya, akan beranggapan bahwa Mayleen hanyalah seseorang yang haus akan belaian seorang pria. Lagipula, siapa juga wanita waras yang akan menawarkan hal seperti itu pada pria yang baru ditemuinya kan? Marissa juga pasti akan menganggapnya seperti orang gil
Mayleen mengernyitkan dahinya tidak percaya. Bagaimana bisa orang terdekatnya malah menyarankannya untuk memahami sikap Devin dan mulai mengenalnya lebih jauh. Padahal Mayleen jelas menegaskan jika dia tidak menyukai pria itu untuk alasan apapun. Bahkan keberadaannya saja sudah sangat menyesakkan untuk Mayleen.“Kaksa kok bisa sih ngomong gitu? Kan aku udah bilang aku nggak suka orang itu. Dia ada di dunia ini aja udah kesialan banget buat aku!” kesal Mayleen. Seolah semua yang dikatakan oleh Marissa tidak ada artinya baginya. Ucapan Marissa terdengar seperti dia mendukung David atas perjodohan Mayleen dengan Devin, dan Mayleen sangat membencinya.“May… jangan terlalu benci. Kalaupun kamu anggap kehadiran dia kesialan buat kamu, buat keluarga dia enggak. Dia juga jadi berkah buat keluarganya. Karena itu, aku mau ingetin kamu. Jangan terlalu benci. Nanti akhirnya suka loh!”Mayleen memutar bola matanya geram. Baru kali ini dia merasa begitu kesal karena dipasangkan dengan orang lain. B
Sama seperti hari-hari lainnya, Mayleen sudah siap untuk berangkat bekerja sebelum jam 7 pagi.Mayleen adalah tipe orang yang gampang kesal jika harus berhadapan dengan kemacetan ibukota yang seakan tidak pernah memiliki akhir itu. Karena itu, dia akan selalu berusaha siap lebih awal agar bisa menghindari kemacetan jalanan."Alen berangkat dulu." Pamit Mayleen pada kedua orang tuanya. Meskipun masih menyimpan sedikit kekesalan dalam hatinya terkait dengan perjodohan tidak masuk akal itu, Mayleen tetap menunjukkan rasa hormat yang pantas untuk orang tuanya."Papa pesankan taxi dulu, mobilnya harus dibawa ke bengkel untuk service rutin.""Kelamaan, nanti jalanan keburu macet." Tolak Mayleen. "Mobilnya Alen bawa aja, sekalian taruh bengkel deket kantor.""Kalau buru-buru, biar papa aja yang service nanti.""Nggak papa, Alen aja. Lagian ada bengkel di deket kantor. Nanti pas balik kerja biar bisa langsung diambil.""Yasudah kalau gitu." David menerima usulan putrinya dengan senang hati. "