Mayleen langsung menunduk dan mencari-cari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Sebenarnya siapa yang harus ditemuinya saat ini?
Mayleen memeriksa pesan yang tadi dikirimkan oleh papanya.Di bawah alamat itu, tertera nama pria yang seharusnya dia temui.Devin Magistra.Sialan! Dari semua orang kenapa, kenapa harus pria itu? Mayleen banyak memaki dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya dia lebih teliti dalam membaca pesan itu tadi.Kalau tahu akan begini, sudah pasti dia bakal langsung menolak pertemuan ini.Bayangkan saya, dia harus berada dalam 'kencan buta' bersama dengan bosnya sendiri!Sudah gila. Nggak, bukan cuma papanya yang gila. Sekarang, Mayleen juga jadi ikut-ikutan gila!Monrow lantas berdiri ketika putranya, Devin, tiba di meja itu."Kali ini, papa approve! Pastikan kamu dapatkan yang satu ini."Apa itu? Jangan bilang Monrow datang kesini hanya untuk melakukan 'seleksi' pertama pada calon putranya?Bukan, bukan. Tidak ada yang namanya 'calon' disini. Dari awal, Mayleen sudah menolak perjodohan ini dengan tegas.Devin duduk di kursi yang tadi ditempati oleh papanya. Matanya terus terfokus pada gadis yang ada dihadapannya. Dia merasa sudah pernah melihat wanita itu sebelumnya, entah dimana dan kapan.Rasanya, wanita itu tidak asing di mata Devin.Sementara Mayleen masih terdiam dan tertunduk.Dia tidak bisa berakhir seperti ini. Jalan Mayleen masih sangat panjang. Mayleen masih ingin meniti karir ke ranah yang lebih luas. Mayleen juga ingin mengelilingi seluruh tempat di dunia ini, sambil mencicipi makanan khas daerah itu.Mayleen masih punya begitu banyak hal untuk dia lakukan. Dia tidak bisa menikah sekarang. Itu pun dengan bosnya sendiri! Tidak, tidak, tidak! Itu tidak boleh terjadi. Apapun yang terjadi nantinya, Mayleen harus bertekad untuk membuat pria di depannya ini menyerah atas rencana perjodohan konyol itu. Mayleen banyak membuat tekad dalam dirinya sendiri."Lehermu bisa patah jika terus menunduk seperti itu." Celetuk Devin yang duduk santai sambil bersandar di punggung kursinya.Perlahan, Mayleen mendongakkan kepalanya agar bisa melihat pria itu.Dan benar saja, dia adalah Devin, Direktur Utama baru yang bakal memimpin tempat Mayleen bekerja.Mayleen menarik napas panjang sambil berusaha menenangkan pikirannya.Meski dia sendiri masih jengkel pada papanya yang tidak memberitahukan informasi sepenting ini padanya, yaitu tentang fakta bahwa pria yang harus terlibat kencan buta bersamanya adalah putra dari pendiri perusahaan tempat Mayleen bekerja. Mayleen tetap berusaha untuk menjaga pikirannya tetap waras."Jadi... Bagaimana?" Tanya Mayleen super duper gugup. Matanya tak bisa menatap langsung ke mata Devin. Dia selalu saja mengalihkan pandangannya ke arah lain."Apanya yang apa?" Jawab pria itu kaku.Benar juga, meskipun baru 1 hari memulai pekerjaannya sebagai Direktur Utama, tapi Devin sudah dikenal sebagai pria tampan yang kaku. Cukup banyak pegawai di kantor yang memberinya julukan sebagai manekin. Itu karena Devin memiliki paras yang sesuai dengan standar ketampanan lokal, berbadan tinggi dan atletis, namun cukup kaku dalam bersikap. Sama halnya seperti manekin yang hanya bisa diatur dalam beberapa pose saja."Saya butuh kamu untuk jadi mempelai saya." Kata Devin kemudian. Nggak bapak, nggak anak, sama-sama ngelantur kalau bicara! Devin sekarang mengucapkan keinginannya untuk menikah di pertemuan pertamanya. Dan tentunya dengan cara yang kaku!Otak Mayleen sama sekali berhenti bekerja di titik ini. Padahal biasanya Mayleen sangat tanggap untuk mengatasi berbagai rintangan yang harus dia terima dalam hidupnya. Tapi kasus ini sangatlah berbeda.Mayleen sangat kesal, bingung, sekaligus terkejut dengan situasi yang menimpanya. Bagaimana bisa ada orang yang langsung membicarakan soal pernikahan di pertemuan pertama, bahkan tanpa perkenalan lebih dulu?"Apa?" Saking terkejutnya, mulut Mayleen hampir terbuka lebar, menganga."Papa saya sudah setuju. Dan karena pertemuan ini diatur oleh papa saya dan papa kamu, hampir bisa dipastikan kalau papa kamu juga setuju. Lalu untuk apa menunda lebih lama? Sekalian saja kita menikah."Selama ini, Mayleen berpikir kalau dirinya adalah orang dengan pikiran gila. Tapi sekarang, pemikirannya itu langsung berubah setelah menemui Devin.Pria ini jauh lebih gila dari semua orang dengan ide gila yang ada di dunia ini. Pokoknya dia adalah sosok yang paling minim tingkat kewarasannya!"Emm, jangan salah paham. Saya datang kesini bukan untuk membahas mengenai pernikahan. Dan saya juga tidak tertarik untuk menikah dengan Anda." Sedikit-sedikit, kewarasan Mayleen mulai berkumpul dalam jiwanya.Tenang, Mayleen! Ini bukan saatnya untuk bengong! Mayleen banyak meyakinkan dirinya untuk tetap sadar meski banyak diterpa kejutan yang sangat mengejutkan hari ini."Kenapa? Apa alasannya?"Cukup banyak alasan bagi Mayleen untuk menolak Devin. Sejak dulu, Mayleen bersikeras untuk tidak menjalin hubungan dengan seseorang dari tempat kerja yang sama. Kedua, Devin itu terlalu kaku baginya. Dan terakhir, Mayleen hanya ingin menikahi pria yang memang dia cintai, bukan pilihan random dari orang tuanya.Mayleen memiliki mimpi sendiri soal pernikahannya. Ia hanya ingin menikahi pria pujaan hatinya dan berakhir bahagia ever after. Pastinya, pria pilihannya nanti harus sangat perhatian terhadapnya, dan selalu bersikap hangat apapun yang terjadi.Dan tentunya, impiannya itu tidak akan pernah terwujud jika dia menikah dengan pria kaku seperi Devin!"Saya tidak ingin menikah dengan alasan bisnis." Tegas Mayleen."Kita bisa saling mencintai."Omong kosong! Bagaimana dia bisa menempatkan usaha untuk mencintai di akhir? Seharusnya mereka saling jatuh cinta lebih dulu, baru bisa membahas soal pernikahan dan kehidupan ke depannya."Saya dengar kamu bekerja di perusahaan elektronik," mata Mayleen langsung terkejut setelah mendengar itu. Jangan bilang Devin mengenalinya? "Saya juga menjalankan perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. Kalau kamu mau, kita bisa kelola itu sama-sama sambil berusaha untuk menumbuhkan rasa cinta satu sama lain. Cukup sederhana bukan?"Tunggu dulu! Jadi Devin tidak menyadari kalau Mayleen adalah karyawan yang bekerja di tempatnya?"Mengelolanya bersama? Kenapa Anda mudah sekali mempercayai orang lain? Lain kali, jangan mudah terperdaya, atau Anda bisa diculik orang lain!" Kata Mayleen konyol."Saya nggak mudah percaya sama orang lain. Tapi kalau itu kamu, nggak tahu kenapa saya merasa bisa percaya. Saya suka karakter kamu yang terbuka seperti itu. Nggak kolot, juga nggak terlihat bisa mengkhianati orang lain."Terbuka? Apa ini sudah saatnya Mayleen menunjukkan apa itu sebenarnya maksud dari 'terbuka'? Bisa jadi ini kesempatan satu-satunya untuk membuat Devin jera menemuinya lagi.Pasti Devin akan menyerah jika wanita yang ditawarinya pernikahan ternyata adalah wanita 'nakal dan gila' kan? Sudah pasti begitu! Lagipula tidak ada satupun konglomerat di dunia ini yang betah memiliki menantu dengan potongan yang terlalu berani seperti Mayleen.Mayleen melepaskan blazer yang menutupi sebagian dress cantiknya itu. Akibat aksinya, tubuh indah Mayleen terekspos di depan mata Devin.Devin cukup terkejut dengan aksi Mayleen yang tidak terduga. Sekilas, Devin terlihat menelan ludahnya sendiri dengan kasar."Oh! Maaf, sepertinya saya harus membuka blazer itu karena saya orang yang terbuka. Bukan begitu?" Mayleen seolah menekankan kata 'terbuka' dalam kalimatnya itu.Mata Devin tak bisa berhenti melihat ke arah Mayleen. Kecantikan Mayleen benar-benar seperti sebuah sihir baginya.Baru saja dia mengatakan akan mulai mencintai Mayleen, tapi sepertinya dia sudah jatuh cinta sekarang."Karena saya terlalu terbuka, sepertinya kita tidak akan cocok." Mayleen mengungkapkan pendapat pribadinya mengenai kecocokan hubungan mereka berdua."Salah." Tapi pendapat itu buru-buru ditempis oleh Devin, "justru karena itu, kita bisa saling melengkapi. Karena saya berpakaian cukup konservatif, style yang berbeda mungkin patut dicoba."Dasar pria ini! Kenapa dia tidak sadar juga telah ditolak oleh Mayleen? Harus bersikap seperti apa agar pria itu menyerah soal pernikahan?"Saya akan jelaskan sekali lagi. Saya tidak berniat untuk menikah dengan sembarangan. Bagi saya, pernikahan itu sakral, nggak bisa buat mainan. Pernikahan itu harus didasarkan pada cinta, bukan bisnis seperti ini."Sekali lagi, Devin akan menampik pendapat Mayleen meng
Situasinya sekarang berbanding terbalik. Kegilaan Mayleen yang dia tunjukkan untuk membuat Devin illfeel malah membuatnya jadi gila.Mayleen berdiri cemas di depan pintu apartemen ujung lorong bernomor 2031. Sambil menggigiti kuku jari telunjuk kanannya, Mayleen terus menghentakkan high heels setinggi 15 cm itu, saking cemasnya."Nggak mau masuk?" Tanya Devin setelah berhasil membuka pintu apartemennya.Sekarang apa yang bisa Mayleen lakukan untuk melarikan diri dari pria gila yang sebelumnya dianggap polos itu?Ternyata selama ini pria itu hanya berpura-pura polos dan bersikap naif. Sebenarnya malah aneh jika pria 'sesempurna' Devin bersikap sok polos layaknya anak di bawah umur.Harus diakui, Devin memang tampan dan mapan, punya tubuh idaman para wanita, fitur wajar yang tegas, dan lain hal nya. Semua hal yang ada pada diri Devin adalah masuk dalam indikator pasangan yang sempurna.Tapi tetap saja, Mayleen tidak boleh berakhir dengan Devin!Bukan
"Gimana Alen? Kali ini, cocok kan?" David kembali menginterogasi Mayleen di meja makan saat sarapan pagi, seperti yang biasa dia lakukan. "Papa sudah ketemu langsung dengan orangnya waktu ada seminar investasi, dia bagus kok! Tampan, pekerja keras, baik juga. Papa yakin, kali ini pasti sukses."Ingatan soal kejadian semalam tiba-tiba terputar di kepala Mayleen. Itu membuatnya trauma.Ternyata menghadapi orang yang lebih gila itu bisa sangat melelahkan dan membuat frustasi ya? Mayleen jadi merasa bersalah pada orang-orang yang sudah lama menghadapi kegilaannya. Mereka juga pasti merasakan apa yang Mayleen rasakan.Tapi tidak separah ini! Tingkat kegilaan Devin jauh di atas rata-rata!Mayleen langsung menggeleng sambil menunjukkan raut traumanya. "Papa salah! Dia orang yang gila!"Mengingat wajahnya saja sudah membuat bulu kuduk Mayleen merinding. Seolah yang dia temui waktu itu adalah hantu penasaran yang menagih tumbal."Hahaha! Bagus deh kalau gitu!" D
"Mereka semua bersengkongkol ya? Sudah gila!" Mayleen tidak bisa berhenti menggerutu sejak dia keluar dari rumahnya, sampai tiba di kantor.Kenapa semua orang begitu terobsesi dengan yang namanya pernikahan? Mayleen pasti akan menikah kok, di waktu yang tepat nanti. Dan pastinya dengan pria yang tepat.Devin tidak pernah masuk dalam pertimbangan Mayleen, sekalipun!Sambil masih menggerutu dalam hatinya, Mayleen mengambil tas yang dia letakkan di kursi belakang dan bergegas masuk ke dalam kantor untuk memulai rutinitas kerjanya.Masih tersisa 15 menit sebelum jam masuk kerja dimulai. Itu waktu yang lebih dari cukup bagi Mayleen untuk tiba di meja kerjanya yang ada di lantai 4.Tapi, kejadian tidak terduga terjadi. Saat akan masuk ke lift yang ada di lobi, matanya menangkap sosok yang sangat familiar sedang menuju ke arah lift dari pintu masuk. Bukan hanya familiar, Mayleen sangat mengenal sosok itu, dan sedang berusaha untuk menghindarinya."Sial! Kenapa
Mayleen sudah siap di depan pintu ruangan Devin. Dia mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya.Saat ini, Mayleen terlihat seperti pelancong asing yang hendak berjalan-jalan di pantai!Tok... Tok... Tok...Setelah mendapat izin dari Devin, melalui sekretarisnya, Mayleen mengetuk pintu ruangan Devin dengan penuh hati-hati."Masuk!" Terdengar seruan Devin dari dalam ruangan itu.Dengan hati yang masih gugup karena takut ketahuan, Mayleen melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju ruangan itu."Emm... Saya perlu approval Anda untuk proyek terbaru departemen pemasaran..." Tak lupa Mayleen membuat suaranya terdengar serak agar tidak mudah dikenali oleh Devin."Ngapain kamu?" Devin menjawabnya dengan ketus."Seperti yang saya bilang. Saya ingin minta persetujuan Anda." Tegas Mayleen."Bukan itu. Ngapain kamu pakai kacamata dan masker seperti itu di kantor?!"Devin mempertanyakan penampilan Mayleen yang terlihat aneh di mata
"Kenapa diam saja?"Devin yang melihat Mayleen terus berdiri di depan pintu, mengambil tindakan dengan menuntunnya untuk duduk di sofa yang dimaksud."Tunggu sebentar." Devin pergi mengambil sesuatu dari balik laci meja kerjanya. Kemudian, dia buru-buru mendatangi Mayleen yang duduk dengan tegap dan kaku.Sungguh, di titik ini, Mayleen kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya karena saking gugupnya.Jangan-jangan Devin sudah tahu kalau dia itu Mayleen?Ini gawat! Jika benar begitu, masa depan Mayleen di perusahaan ini benar-benar terancam! Jangankan mendapatkan promosi dari kantor, dia mungkin makin dipaksa untuk segera menikah dengan Devin nantinya.Dengan hati-hati, Devin melepaskan sepatu hak yang dikenakan Mayleen.Kontak fisik yang terjadi diantara mereka semakin membuat jantung Mayleen berdetak dengan kencang.Orang itu.... Tidak sedang merencanakan Bed Date di kantor kan? Bukan! Devin tidak mengenali Mayleen kan?"A-apa yang Anda laku
Pekerjaan Mayleen di kantor harus terhenti karena terbentur jam makan siang. Biasanya, kantor ini menyediakan makan siang gratis untuk para karyawannya di kantin.“Mau makan sekarang, Kak? Bareng yuk!” ajak Dela pada Mayleen yang masih membereskan beberapa lembar dokumen di mejanya.“Menunya apa ya? Agak nggak enak buat makan hari ini.” keluh Mayleen yang teringat soal pengalaman kecut pagi tadi. Otaknya masih memikirkan karakter asli dari Devin si gila itu. Padahal mereka baru bertemu beberapa kali, itu pun belum terlalu lama. Tapi seolah Devin sudah mematri tempat khusus dalam ingatan Mayleen itu.Astaga! Apa yang Mayleen pikirkan? Dia pasti makin gila karena terus terpikir oleh Devin! Kalau begini terus, mungkin Mayleen akan membutuhkan bantuan psikiater!“Tumis daging plus tomat!” seru Dela begitu antusias.Mendengar menu makan siang hari ini membuyarkan konflik pikiran dalam otak Mayleen. Itu tidak penting sekarang, yang penting adalah tumis daging plus tomat di kantin! Itu adala
Mayleen buru-buru membereskan wadah makannya yang belum habis termakan. Jika dia bertahan di sana lebih lama, bisa-bisa makanan yang sudah masuk dalam perutnya keluar semua, saking gugupnya karena takut ketahuan oleh Devin."Aku balik dulu ya," pamit Mayleen pada rekan kerja yang datang ke kantin bersamanya tadi.Semua orang jelas bingung dengan sikap Mayleen yang tiba-tiba berubah seperti itu. Belum juga ada 30 menit sejak Mayleen terus memuja menu makan siang hari ini, tapi sekarang dia kabur dari sana tanpa memberikan keterangan yang jelas.Huft...Tidak ada tempat yang tenang setelah dia bertemu dengan Devin malam itu. Andai saja dia menolak keputusan papanya dengan tegas waktu itu, hal seperti sekarang tidak akan pernah terjadi. Dia tidak perlu bersembunyi dari bosnya di kantor. Dia tidak perlu merasa tak nyaman untuk datang dan melakukan pekerjaannya di kantor. Semuanya pasti akan baik-baik saja andai kata dia memilih tidak menghadiri pertemuan itu.Tapi semuanya sudah terlambat