“Kapan nikah? Usia kamu sudah nggak muda lagi. Nggak usah tunda-tunda terus.”
Mayleen hampir lupa bagaimana rasanya menikmati sarapan dengan tenang di rumah ini.Setiap hari, orang tuanya terus mendesaknya untuk menikah karena usianya yang sudah matang.Tapi bagi Mayleen, dia masih merasa perlu mengeksplor dunia ini lebih jauh sebelum bisa memutuskan untuk menikahi seseorang.“Kamu tuh ya, kalau diajak ngobrol pasti nggak pernah perhatiin baik-baik. Kalau orang tua ngomong itu ya ditanggapi! Jangan diam saja kayak patung tak bernyawa gitu!” David, papa Mayleen, mulai merasa kesal karena sedari tadi putrinya itu tidak mengindahkan ucapannya, dan malah fokus pada potongan roti panggan di hadapannya.“Buat apa ditanggapi kalau respon papa akan sama saja? Papa cuma butuh satu jawaban kan? Tapi Alen nggak bisa kasih jawaban itu sekarang. Jadi, untuk apa?” Alen menjadi nama panggilan Mayleen di rumah.Pada akhirnya, Mayleen jengah dengan sikap orang tuanya yang seakan menyudutkannya untuk segera menikah.Tahun ini, Mayleen akan merayakan ulang tahunnya yang ke-29. Dia belum terlalu peyot untuk terus mendapat desakan agar mau menikah seperti itu.Meskipun terkesan acuh soal pernikahan, diam-diam Mayleen memiliki impian pernikahannya sendiri. Dia ingin menikahi pria yang dicintainya nanti, dan akan menikah karena memang sudah siap. Bukan karena alasan terburu-buru seperti desakan orang tuanya itu.David menghela napas panjang, sebelum akhirnya mendeklarasikan niatnya untuk menjodohkan putrinya dengan kenalan bisnisnya. “Papa ingin kamu temui seseorang nanti malam.”“Untuk apa?” Mayleen sama sekali tidak memiliki clue atas rencana papanya itu.“Temui saja dia, jangan banyak tanya!”“Kalau gitu, Alen nggak mau temuin orang itu. Orang tujuannya aja nggak jelas kok! Lebih baik Alen lembur di kantor atau ngerjain hal lain yang lebih produktif.” tolak Mayleen. Malam ini, dia berencana untuk mengerjakan proposal bisnis barunya untuk bisa dapat promosi di kantor.“Temui saja! Apa menemui seseorang adalah permintaan yang sangat sulit untuk dikabulkan?” berbicara dengan Mayleen rasanya hanya akan membuat tekanan darah David terus meninggi.Mayleen adalah putri satu-satunya di keluarga ini. Sifatnya yang cukup keras terkadang membuat orang tuanya kesal. Namun biar bagaimanapun, mereka sangat menyayangi putrinya itu.“Alen nggak mau ya dipaksa temuin orang yang nggak Alen kenal, apalagi tanpa alasan yang jelas!” Mayleen jelas menolak permintaan papanya itu.“Alen, tolong temui saja ya?” Ariana, mama Mayleen menengahi perdebatan antara Mayleen dan papanya.“Ihh! Mama kok ikut-ikutan papa sih?!”“Teman-teman kamu sudah pada menikah loh! Kamu, kalau terlalu acuh kayak gini, kapan mau nikahnya? Mama sama papa itu sudah nggak muda lagi, sudah nggak sekuat dulu. Mama kan juga pengen lihat kamu bertemu dan menikah dengan orang lain.”“Kalau mereka sudah menikah, terus Alen harus apa?” dalam perdebatan apapun, Mayleen bukanlah tandingan yang mudah untuk dikalahkan.Sejak dulu, Mayleen dikenal orang sebagai sosok yang pandai berdebat. Saking lihainya, dia bahkan memenangkan lomba debat tingkat nasional untuk perwakilan dari sekolahnya.“Alen….” mamanya melemahkan nada bicaranya. Untuk bisa menghadapi sikap Mayleen yang keras, Ariana selalu menggunakan cara yang lebih lembut untuk meluluhkan hati putrinya itu."Temui pria itu, ya? Nggak harus jadi kok! Yang penting kamu mau ketemu dulu, oke?" Papanya masih berusaha keras untuk meyakinkan putrinya itu.Mayleen memutar bola matanya jengah."Alen... Ya?" Pinta David setengah memohon."Oh, baiklah!" Mayleen akhirnya setuju untuk menemui pria itu, "tapi Alen nggak janji. Kalau nanti pun gagal, papa sama mama harus janji untuk nggak bikin pertemuan-pertemuan kaya gini lagi. Pokoknya ini yang terakhir!" Mayleen menyertakan syarat atas persetujuannya itu."Okay, deal!""Alen berangkat kerja dulu, ada meeting penting di kantor." Pamit Mayleen kemudian.Pada tahap ini, Mayleen memang setuju untuk menemui pilihan papanya, tapi dia tidak bersungguh-sungguh untuk menerima pria itu."Lihat saja, aku akan pastikan pertemuan ini kacau. Dan papa sama mama nggak bakal paksa aku datang ke pertemuan kayak gini lagi!" Batin Mayleen dalam hatinya.***Mayleen mengerjakan tugasnya sebagai asisten manajer dengan sangat baik. Di bawah arahan dari Marissa, manajer pemasaran yang adalah atasannya langsung, Mayleen banyak mendapat kesempatan untuk membuat proposal dengan skala yang besar. Mungkin karena alasan itu juga lah, Mayleen sangat menyayangi atasannya itu dan sudah menganggapnya seperti kakak perempuannya sendiri."May, proposal yang kemarin aku kirim sudah beres?" Marissa menagih pekerjaan yang diserahkannya pada Mayleen tempo hari."Oh, sudah kok! Tadi aku taruh di meja Kaksa,"Kaksa adalah panggilan akrab dari Mayleen untuk Marrisa.Selain dekat karena urusan pekerjaan, keduanya sudah saling mengenal sejak masih berkuliah. Marissa adalah kakak tingkat Mayleen yang tergabung dalam klub dance."Okay, thanks ya!""No worries."Di tengah hecticnya suasana kerja khas kantoran, muncul segerombol orang yang akan membuat pengumuman penting.Kabarnya, hari ini akan ada pegawai baru yang menggantikan posisi direktur utama."Okay, semuanya! Minta perhatiannya sebentar!" Kata seseorang dalam gerombolan itu dengan lantang, "mulai hari ini, posisi Direktur Utama akan dijabat oleh Devin Magistra, putra sulung pimpinan kita."Sudah 5 tahun berlalu sejak Mayleen bekerja di perusahaan ini, tapi dia bahkan tidak pernah bertemu dengan pimpinan kantor ini. Dan sekarang, sudah ada yang menggantikan posisinya."Mohon kerjasamanya." Kata pria yang ditunjuk dengan nama Devin itu sedikit kaku.Semua orang yang ada di ruangan ini pun langsung bertepuk tangan menyambut kehadiran Direktur Utama yang muda nan tampan.Beberapa diantaranya sampai ada yang terpesona atas ketampanan pria itu.Memang, perawakannya tinggi, berbadan atletis, memiliki potongan sambut yang rapi, wajah tambah, pun dengan brewok tipis yang makin menambah kesan maskulin.Hampir mustahil untuk tidak jatuh cinta pada pria semacam itu."Wahhhh..." Marissa langsung mengagumi ketampanan pria itu dalam sekejap mata. Kalau kata orang, Marissa sudah jatuh cinta pada pandangan pertama."Sadar Kaksa! Masih banyak pekerjaan!" Mayleen berusaha menghentikan tingkah konyol Marissa."Ganteng banget ya, May. Kayaknya aku jatuh cinta deh!""Heh! Jangan aneh-aneh! 2 minggu lagi Kaksa nikah loh! Jangan bertingkah konyol, nanti Kak Bima kabur lagi!" Peringat Mayleen.Dalam kurun waktu 2 minggu lagi, Marissa akan menikah dengan pujaan hatinya. Bagaimana dia bisa bertingkah seperti sekarang padahal sudah menjadi milik pria lain?"Yaampun! Cuma kagum ini!" Kata Marissa berkelik.Mayleen menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Mayleen mengakuinya. Calon pimpinan baru perusahaan ini memang cukup tampan, tapi tidak cukup tampan untuk bisa membuat hatinya bergetar."Heh, May! Jadiin gebetan aja! Cocok tahu sama kamu!""Kaksa! Jangan aneh-aneh deh!" Kesal Mayleen.Kenapa semua orang terlalu ikut campur dalam urusan percintaannya? Setidaknya, biarkan Mayleen menjalani kehidupan pekerjaannya dengan nyaman tanpa desakan seperti itu."Iya, iya. Maaf deh!" Marissa buru-buru meminta maaf.Perkenalan itu berakhir cepat. Segera setelah mengucapkan "mohon kerjasamanya," pimpinan baru beserta rombongannya pergi meninggalkan ruang departemen pemasaran."May, abis ini ada acara nggak? Temenin aku fitting gaun yuk!" Ajak Marissa begitu jam kerja kantor berakhir."Pengen sih, tapi nggak bisa. Aku ada acara lain.""Eh? Tumben-tumbenan ada acara lain, malem-malem lagi! Wah! Jangan-jangan kamu sudah punya pawang ya?""Apaan sih Kaksa? Nggak jelas!""Yahhh kirain kan... Ya sudah deh, selamat bersenang-senang Mayleen-ku yang cantik!" Marissa mencubit kedua pipi Mayleen gemas, dan berlalu pergi begitu saja.Mayleen masih punya waktu sekitar 2 jam lagi sebelum pertemuan itu berlangsung. Mayleen akan menggunakan waktu yang tersisa itu untuk mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, dan membuat rencana papanya gagal.Intinya, Mayleen tidak siap dengan pernikahan yang selalu diusulkan oleh papanya. Dan ini hanyalah satu-satunya kesempatan baginya untuk bisa menggagalkan rencana itu.Mayleen mengunjungi beberapa toko baju terpopuler di dekat kantornya.Dia mencoba satu per satu pakaian yang ada di tempat itu.
Mayleen langsung menunduk dan mencari-cari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Sebenarnya siapa yang harus ditemuinya saat ini?Mayleen memeriksa pesan yang tadi dikirimkan oleh papanya.Di bawah alamat itu, tertera nama pria yang seharusnya dia temui.Devin Magistra.Sialan! Dari semua orang kenapa, kenapa harus pria itu? Mayleen banyak memaki dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya dia lebih teliti dalam membaca pesan itu tadi.Kalau tahu akan begini, sudah pasti dia bakal langsung menolak pertemuan ini.Bayangkan saya, dia harus berada dalam 'kencan buta' bersama dengan bosnya sendiri!Sudah gila. Nggak, bukan cuma papanya yang gila. Sekarang, Mayleen juga jadi ikut-ikutan gila!Monrow lantas berdiri ketika putranya, Devin, tiba di meja itu."Kali ini, papa approve! Pastikan kamu dapatkan yang satu ini."Apa itu? Jangan bilang Monrow datang kesini hanya untuk melakukan 'seleksi' pertama pada calon putranya?Bukan, bukan. Tidak
Mata Devin tak bisa berhenti melihat ke arah Mayleen. Kecantikan Mayleen benar-benar seperti sebuah sihir baginya.Baru saja dia mengatakan akan mulai mencintai Mayleen, tapi sepertinya dia sudah jatuh cinta sekarang."Karena saya terlalu terbuka, sepertinya kita tidak akan cocok." Mayleen mengungkapkan pendapat pribadinya mengenai kecocokan hubungan mereka berdua."Salah." Tapi pendapat itu buru-buru ditempis oleh Devin, "justru karena itu, kita bisa saling melengkapi. Karena saya berpakaian cukup konservatif, style yang berbeda mungkin patut dicoba."Dasar pria ini! Kenapa dia tidak sadar juga telah ditolak oleh Mayleen? Harus bersikap seperti apa agar pria itu menyerah soal pernikahan?"Saya akan jelaskan sekali lagi. Saya tidak berniat untuk menikah dengan sembarangan. Bagi saya, pernikahan itu sakral, nggak bisa buat mainan. Pernikahan itu harus didasarkan pada cinta, bukan bisnis seperti ini."Sekali lagi, Devin akan menampik pendapat Mayleen meng
Situasinya sekarang berbanding terbalik. Kegilaan Mayleen yang dia tunjukkan untuk membuat Devin illfeel malah membuatnya jadi gila.Mayleen berdiri cemas di depan pintu apartemen ujung lorong bernomor 2031. Sambil menggigiti kuku jari telunjuk kanannya, Mayleen terus menghentakkan high heels setinggi 15 cm itu, saking cemasnya."Nggak mau masuk?" Tanya Devin setelah berhasil membuka pintu apartemennya.Sekarang apa yang bisa Mayleen lakukan untuk melarikan diri dari pria gila yang sebelumnya dianggap polos itu?Ternyata selama ini pria itu hanya berpura-pura polos dan bersikap naif. Sebenarnya malah aneh jika pria 'sesempurna' Devin bersikap sok polos layaknya anak di bawah umur.Harus diakui, Devin memang tampan dan mapan, punya tubuh idaman para wanita, fitur wajar yang tegas, dan lain hal nya. Semua hal yang ada pada diri Devin adalah masuk dalam indikator pasangan yang sempurna.Tapi tetap saja, Mayleen tidak boleh berakhir dengan Devin!Bukan
"Gimana Alen? Kali ini, cocok kan?" David kembali menginterogasi Mayleen di meja makan saat sarapan pagi, seperti yang biasa dia lakukan. "Papa sudah ketemu langsung dengan orangnya waktu ada seminar investasi, dia bagus kok! Tampan, pekerja keras, baik juga. Papa yakin, kali ini pasti sukses."Ingatan soal kejadian semalam tiba-tiba terputar di kepala Mayleen. Itu membuatnya trauma.Ternyata menghadapi orang yang lebih gila itu bisa sangat melelahkan dan membuat frustasi ya? Mayleen jadi merasa bersalah pada orang-orang yang sudah lama menghadapi kegilaannya. Mereka juga pasti merasakan apa yang Mayleen rasakan.Tapi tidak separah ini! Tingkat kegilaan Devin jauh di atas rata-rata!Mayleen langsung menggeleng sambil menunjukkan raut traumanya. "Papa salah! Dia orang yang gila!"Mengingat wajahnya saja sudah membuat bulu kuduk Mayleen merinding. Seolah yang dia temui waktu itu adalah hantu penasaran yang menagih tumbal."Hahaha! Bagus deh kalau gitu!" D
"Mereka semua bersengkongkol ya? Sudah gila!" Mayleen tidak bisa berhenti menggerutu sejak dia keluar dari rumahnya, sampai tiba di kantor.Kenapa semua orang begitu terobsesi dengan yang namanya pernikahan? Mayleen pasti akan menikah kok, di waktu yang tepat nanti. Dan pastinya dengan pria yang tepat.Devin tidak pernah masuk dalam pertimbangan Mayleen, sekalipun!Sambil masih menggerutu dalam hatinya, Mayleen mengambil tas yang dia letakkan di kursi belakang dan bergegas masuk ke dalam kantor untuk memulai rutinitas kerjanya.Masih tersisa 15 menit sebelum jam masuk kerja dimulai. Itu waktu yang lebih dari cukup bagi Mayleen untuk tiba di meja kerjanya yang ada di lantai 4.Tapi, kejadian tidak terduga terjadi. Saat akan masuk ke lift yang ada di lobi, matanya menangkap sosok yang sangat familiar sedang menuju ke arah lift dari pintu masuk. Bukan hanya familiar, Mayleen sangat mengenal sosok itu, dan sedang berusaha untuk menghindarinya."Sial! Kenapa
Mayleen sudah siap di depan pintu ruangan Devin. Dia mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya.Saat ini, Mayleen terlihat seperti pelancong asing yang hendak berjalan-jalan di pantai!Tok... Tok... Tok...Setelah mendapat izin dari Devin, melalui sekretarisnya, Mayleen mengetuk pintu ruangan Devin dengan penuh hati-hati."Masuk!" Terdengar seruan Devin dari dalam ruangan itu.Dengan hati yang masih gugup karena takut ketahuan, Mayleen melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju ruangan itu."Emm... Saya perlu approval Anda untuk proyek terbaru departemen pemasaran..." Tak lupa Mayleen membuat suaranya terdengar serak agar tidak mudah dikenali oleh Devin."Ngapain kamu?" Devin menjawabnya dengan ketus."Seperti yang saya bilang. Saya ingin minta persetujuan Anda." Tegas Mayleen."Bukan itu. Ngapain kamu pakai kacamata dan masker seperti itu di kantor?!"Devin mempertanyakan penampilan Mayleen yang terlihat aneh di mata
"Kenapa diam saja?"Devin yang melihat Mayleen terus berdiri di depan pintu, mengambil tindakan dengan menuntunnya untuk duduk di sofa yang dimaksud."Tunggu sebentar." Devin pergi mengambil sesuatu dari balik laci meja kerjanya. Kemudian, dia buru-buru mendatangi Mayleen yang duduk dengan tegap dan kaku.Sungguh, di titik ini, Mayleen kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya karena saking gugupnya.Jangan-jangan Devin sudah tahu kalau dia itu Mayleen?Ini gawat! Jika benar begitu, masa depan Mayleen di perusahaan ini benar-benar terancam! Jangankan mendapatkan promosi dari kantor, dia mungkin makin dipaksa untuk segera menikah dengan Devin nantinya.Dengan hati-hati, Devin melepaskan sepatu hak yang dikenakan Mayleen.Kontak fisik yang terjadi diantara mereka semakin membuat jantung Mayleen berdetak dengan kencang.Orang itu.... Tidak sedang merencanakan Bed Date di kantor kan? Bukan! Devin tidak mengenali Mayleen kan?"A-apa yang Anda laku
"Oh... Aku nggak tahu kalau aku se-brengsek itu..." Keluh Devin atas umpatan Mayleen. Dia memang tidak mengambil hati atas perkataan yang Mayleen ucapkan. Mau dibilang brengsek, kurang ajar, atau yang lainnya, dia tidak sakit hati kalau yang mengatakannya adalah Mayleen. Karena dia tahu betul, jika Mayleen tidak benar-benar mengatakannya dari hati. Devin sekadar menanggapinya sebagai guyonan untuk menenangkan Mayleen."Kenapa mesti selingkuh sih? Sama cowok lagi! Ah sialan!" Cerocos Mayleen."Ummm.... Kamu suka cewek?" Tanya Devin dengan konyolnya."Dih! Apaan sih nggak jelas!""Tadi bilangnya selingkuh sama cowok?""Ah bodoh banget!" Mayleen kembali merutuki kesialannya. Betapa bodohnya dia yang sudah menyukai pria seperti itu. "Kenapa bodoh banget sih!""Mau cerita lebih jauh?" Tanya Devin menenangkan. Barangkali Mayleen butuh teman cerita, pikirnya."Kenapa gitu loh?! Padahal hari sebelumnya bilang suka, terus di hari yang lain bilang sukanya ke
Mayleen tidak sanggup melihatnya lagi. Hubungan mereka semakin intens dan itu membuat mata Mayleen merasa kotor untuk sekadar menontonnya. Dia merasa seperti sedang melihat adegan dewasa yang tidak senonoh.Di saat seperti ini Mayleen bingung harus bereaksi seperti apa. Apakah dia harus marah karena secara tidak langsung Farel sudah berselingkuh darinya. Atau harus merasa lega karena tak perlu memberikan jawaban atas ungkapan perasaan pria itu.Rasanya campur aduk. Kecewa, marah, juga bingung.Walaupun ini tergolong sebagai bentuk perselingkuhan, tapi tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa.Andai saja selingkuhan Farel adalah seorang wanita, dia pasti sudah nyelonong masuk ke dalam sana tanpa berpikir panjang. Melabrak, niatnya.Tapi situasinya lain.Untuk saat ini, Mayleen hanya bisa menjauh pergi dari tempat kejadian.Dengan pikiran yang kosong, tubuhnya bergerak sendiri ke arah lift untuk turun ke lantai 1. Pokoknya, dia harus menjauh dari area kantor. Itu adalah perintah yang o
Rampung dengan kegiatannya merapikan meja kerjanya, Mayleen bersiap pulang ke rumahnya. Tentu setelah ia mengantarkan kunci loker itu dan mengambil kembali mobilnya di bengkel.Huft….Mayleen menarik nafasnya panjang. Berharap tidak ada hal yang terjadi padanya saat dia menemui Farel nanti.Perusahaan ini cukup ketat dengan jam kerja karyawannya. Begitu jam kerja usai, semua karyawan bisa langsung pulang ke tempatnya masing-masing. Kalaupun lembur, itu hanya untuk proyek besar yang perlu penanganan khusus.Tidak heran jika di jam kerja seperti ini, cukup banyak ruangan yang sudah ditinggalkan penghuninya.Mayleen menyusuri koridor di lantai 4 untuk mencapai ruang kerja milik Fajar. Jaraknya dari meja kerjanya tidak terlalu jauh. Hanya butuh sekitar 2-3 menit untuk berjalan kaki.Namun langkah kakinya terhenti di depan toilet pria. Dia mendengar sesuatu yang sangat mengejutkannya, tak pernah dia sangka sebelumnya.“Gimana? Katanya sudah nembak Mayleen dari Departemen sebelah kan? Diter
“Okay, karena kamu juga panggil aku pakai nama, jadi aku bisa bersikap lebih santai kan?”Mayleen memutar bola matanya kesal. Rasanya tak ada sedetikpun dalam hidupnya yang terasa tenang setelah dia bertemu dengan Devin waktu itu.Selalu saja ada hal yang mengesalkan dan membuatnya frustasi.“Bisa nggak sih, nggak harus ganggu aku? Masalah panggilan aja dibikin ribet!” Mayleen mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya.Berbeda halnya saat berada di suatu tempat dengan orang lain, Mayleen cenderung mudah untuk mengeluarkan uneg-unegnya pada mereka. Mayleen adalah tipe orang yang ceplas-ceplos saat berbicara dengan orang lain.tapi entah bagaimana, jika orang itu adalah Devin, dia selalu merasa kesulitan untuk melakukan hal itu. Seakan ada sesuatu d
Setibanya di lantai 4, Mayleen buru-buru melakukan absen. Dia benar-benar melakukannya tepat waktu! Meski cukup mepet, hanya kurang beberapa detik lagi sebelum alat itu tidak bisa menerima scan sidik jarinya.Untuk situasi ini, Mayleen merasa bersyukur telah menerima bantuan dari Devin. Walaupun dia tidak mengharapkannya.“Ayo Kaksa, duduk sebentar.” ajaknya kemudian.Marissa mengikutinya di belakangnya tanpa menjawab apapun.“Duh! Tahu nggak? Sejak Kaksa cuti, kerjaanku jadi makin banyak tahu! Apalagi aku yang mesti setor kerjaan ke ruangan si onoh! Bener-bener kayak di neraka rasanya!”“Hush! Jangan ngomong sembarangan!” peringat Marissa.Mayleen ini memang tipe-tipe orang yang asal ceplos sesuai dengan isi hatinya. Kerap kali dia tidak bisa mengontrol mulutnya sendiri untuk tidak berkata hal yang buruk tentang orang lain, tidak peduli bagaimana situasi dan tempatnya.“Aduh tapi gimana ya, May?” Marissa mendahului jalan Mayleen, ia lantas menarik salah satu kursi kerja di dekatnya d
"Padahal awalnya kamu usil banget, pake segala ngusulin Bed Date. Eh.... Sekarang jadi ketus gitu," pernyataan Devin sontak membuat mata Mayleen membulat.Mayleen sudah sangat malu untuk mengingat kecerobohannya waktu itu. Sok-sok an ini jadi wanita jalang agar dibenci oleh lawan kencan butanya, tapi malah berdampak sebaliknya.Apalagi saat Devin menyinggungnya seperti ini, rasa malu yang dia rasakan menjadi berkali-kali lipat!Ingin sekali Mayleen menghilang saja dari bumi ini, saking malunya saat ini.Tapi Mayleen akan bersikap acuh terhadap pernyataan itu. Gengsi lah kalau dia ciut setelah semua yang terjadi."Oh! Itu cuma tes aja." Jawab Mayleen sedikit gugup. Mau sekeras apapun dia berusaha menutupinya, rasa gugup itu tidak bisa menghilang begitu saja."Tes buat apa?""Ya..." Mayleen berusaha keras mencari alasan yang paling masuk akal untuk situasinya, hingga akhirnya dia mengatakan, "tes buat cek aja, cowok yang papa kenalin itu brengsek apa enggak. Main cewek atau enggak.""Te
Belum juga Mayleen memutuskan apa dia akan berangkat bersama Devin atau tidak. Devin kembali memperingatkan Mayleen tentang sisa waktu yang mereka miliki. Dan yah... Itu membuat Mayleen bertambah kesal."Nggak mau gerak sekarang? Tinggal 5 menit lagi loh!" Devin seperti biasanya, mengucapkan fakta dengan seringai yang tak pernah Mayleen senangi. "Kamu tahu sendiri kan, sekarang ada sistem pemotongan insentif buat karyawan yang telat datang?"Hari ini, Mayleen berkali-kali ditampar oleh keadaan.Mayleen menarik napasnya dalam-dalam. Dia menanamkan stigma baru dalam otaknya. Paling tidak, dia berencana untuk menahan kekesalannya pada Devin daripada harus kehilangan insentif bulanannya.Tidak bisa dipungkiri, disini posisi insentif jauh lebih tinggi dari pada harga diri Mayleen yang sok jual mahal.Sebenarnya keluarga Mayleen cukup berada. Mau beli apapun juga Mayleen bisa meminta langsung pada papanya tanpa kerja keras.Tapi Mayleen pikir, membeli sesuatu dengan kerja kerasnya sendiri j
Bukan raut wajah lega atau bahagia yang tergambar dari wajah Mayleen, melainkan wajah yang kesal.Mayleen jadi menyesal karena menghubungi papanya tentang kondisi mobilnya, alih-alih langsung memanggil montir ke tempatnya.Tok... Tok... Tok...Pria itu kembali mengetuk kaca mobil saat pemiliknya tak menggubrisnya sebelumnya.Mayleen merotasikan bola matanya, serta menghembuskan napasnya secara kasar sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka jendela kaca itu."Apa?" Tanyanya jengah."Keluar." Singkat, padat, dan jelas. Pria itu mengatakannya tanpa mengubah ekspresinya sebelumnya. Masih datar dan tanpa emosi apapun."Nggak bisa." Tolak Mayleen."Keluar dulu.""Nggak mau." Tolak Mayleen sekali lagi. Dia benar-benar malas untuk berargumen dengan pria itu saat ini. Harinya sudah cukup sial dan dia tidak ingin menambah kesialannya di hari ini."Mau ngapain terus di dalam kayak gitu? Lagian montirnya nggak akan bisa datang tepat waktu. Jadi turunlah."Orang itu benar. Montir yang dipanggil p
Sama seperti hari-hari lainnya, Mayleen sudah siap untuk berangkat bekerja sebelum jam 7 pagi.Mayleen adalah tipe orang yang gampang kesal jika harus berhadapan dengan kemacetan ibukota yang seakan tidak pernah memiliki akhir itu. Karena itu, dia akan selalu berusaha siap lebih awal agar bisa menghindari kemacetan jalanan."Alen berangkat dulu." Pamit Mayleen pada kedua orang tuanya. Meskipun masih menyimpan sedikit kekesalan dalam hatinya terkait dengan perjodohan tidak masuk akal itu, Mayleen tetap menunjukkan rasa hormat yang pantas untuk orang tuanya."Papa pesankan taxi dulu, mobilnya harus dibawa ke bengkel untuk service rutin.""Kelamaan, nanti jalanan keburu macet." Tolak Mayleen. "Mobilnya Alen bawa aja, sekalian taruh bengkel deket kantor.""Kalau buru-buru, biar papa aja yang service nanti.""Nggak papa, Alen aja. Lagian ada bengkel di deket kantor. Nanti pas balik kerja biar bisa langsung diambil.""Yasudah kalau gitu." David menerima usulan putrinya dengan senang hati. "