Sembari meringis, Ibell mengelus-elus keningnya. Karena terburu-buru, sepertinya ia telah menabrak bahu seseorang. Ibell berinisiatif meminta maaf. Ia memang teledor. Berlarian di kampus tanpa melihat ke arah depan. Raut wajah Ibell berubah kecut saat menatap seraut wajah muram menatapnya dalam. Pria seram inilah yang telah ditabraknya. Ibell melirik sekilas namun menyeluruh. Penampilan pria ini rapi sekaligus mahal dengan setelan kemeja berompinya. Namub tampak kontras dengan sejumlah tatoo yang mengintip lengannya. Kemejanya memang digulung hingga sebatas siku.
"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja menabrak Bapak. Saya terburu-buru karena ingin ke aula. Bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa baru lainnya. Sekali lagi saya minta maaf."
Ibell membungkukkan sedikit tubuhnya dan kembali menunduk. Gesture seperti ini memang sudah terbentuk sejak bertahun-tahun lalu. Tepatnya saat dia memutuskan untuk tidak lagi menjadi bagian dari klan Artharwa Al Rasyid maupun Brata Kusuma. Sejak keputusan itu ia buat, Ibell selalu berusaha untuk menyembunyikan wajahnya.
Semakin sedikit orang yang memandangnya, maka semakin kecillah peluang mereka untuk melihat kemiripannya dengan mommynya. Itu artinya, semakin kecil juga kemungkinan para rentenir-rentenir mengenalinya. Ia lelah terus mereka kejar-kejar untuk menagih hutang mommynya. Kornea mata coklat brandynya memang mirip dengan daddynya. Tetapi wajah orientalnya adalah warisan genetika dari keluarga mommynya. Hanya ekspresi wajah mereka lah yang sangat berbeda. Air muka mommynya itu seksi-seksi culas. Sementara dirinya cenderung introvert.
Mbok Darmi, pengasuh mommynya sedari bayi, mengatakan bahwa menatap dirinya sama saja seperti dia menatap mommynya. Oleh karena itulah, ia sangat suka menunduk. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya dari semua orang yang berkemungkinan mengenal keluarga kedua orang tuanya.
"Nama kamu siapa?" Lamunan Ibell buyar. Pria seram itu mengajaknya berbicara
"Ibell, Pak."
"Nama panjangnya?"
"Ibellllllll, Pak," jawab Ibell asal. Ia memang tidak suka menyebut nama lengkapnya.
"Ternyata selain tidak punya mata, kamu juga tidak punya otak. Jika kebetulan mata kuliah yang saya ajarkan adalah mata kuliah wajibmu, bersiaplah mendapat nilai E dari saya!"
Pria seram ini seorang dosen rupanya.
"Jikalau saya mampu mengikuti mata kuliah Bapak dengan baik, dan bisa menjawab semua ujian dengan benar, apa akan Bapak beri nilai E juga?"
"Kamu menantang saya, Cami?" Netra hitam itu semakin kelam saat menatapnya dalam.
"Saya bukan menantang, Pak. Saya hanya bertanya. Jikalau Bapak merasa itu adalah suatu tantangan, saya minta maaf."
Ibell kembali meminta maaf. Masalah di hidupnya sudah sangat berat. Ia tidak ingin mencari musuh lagi di sini. Istimewa pada dosennya.
"Fine. Coba nanti kita sama-sama lihat apakah otak kamu itu ada isinya. Atau otakmu memang ada isinya, tetapi letaknya saja yang salah." Dan pria seram berompi hitam itu pun berlalu begitu saja dari hadapannya.
Ternyata pria itu adalah salah satu dosen di kampus ini. Dosen apaan itu? Dosen tapi tatto bertebaran di sekujur tubuh. Jangan-jangan mata kuliah yang akan diajarkannya adalah cara memalak orang yang baik dan benar, serta jurus-jurus dasar untuk mengintimidasi orang!
Ibell sama sekali tidak takut menghadapi mata kuliah apapun di kampus ini. Bukannya sombong. Ia memang sudah pintar sejak kecil. Itu terbukti dengan ia selalu mendapat bea siswa sejak dari Taman Kanak-Kanak. Ia bisa masuk ke kampus elit ini juga karena bea siswa. Jadi sudah pasti otaknya itu ada isinya.
Ibell kembali berlari menuju aula. Namun kali ini dia lebih berhati-hati dalam setiap langkahnya. Ia takut menabrak orang sembarangan lagi.Sesampainya di aula, semua mahasiswa baru dikumpulkan menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari delapan orang. Ibell tergabung dalam kelompok 13 bersama dengan Armita, Lea, Annisa, Reno, Panca, Malik dan Galih. Kelompok mereka diberi nama Ayam Sayur.
"Selamat datang para mahasiswa-mahasiswi baru sekalian. Saya Galaksi Andromeda, mewakili para panitia dan senior-senior lainnya berharap agar acara OSPEK ini dapat semakin mengakrabkan kita sebagai sesama mahasiswa. Selain itu kalian semua bisa belajar untuk beradaptasi dengan ritme belajar di universitas. Karena belajar di universitas itu, sudah pasti berbeda dengan saat kalian masih SMU. Jika sistem belajar kalian dulu adalah selalu menerima ilmu begitu saja dari para guru, sekarang sebagai seorang mahasiswa kalian sudah harus menerapkan cara belajar jemput bola. Yang artinya kalian sendirilah yang harus belajar keras. Menyerap semua ilmu dari para dosen tanpa harus disuapi lagi. Akhir kata, saya ucapkan selamat menikmati masa pengenalan kampus baru ini. Semoga ke depannya, kita sebagai sesama mahasiswa dapat bekerja sama dengan baik. Terima kasih."
Tepuk tangan membahana terdengar. Para Cami memandangi sosok Galaksi dengan sorot mata memuja. Sebagian memandang secara terang-terangan, dan sebagian lagi hanya berani mencuri-curi pandang. Tidak terkecuali beberapa senior cantik yang juga diam-diam mencuri pandang pada rekan sesama panitia mereka.
"Aje gile itu, Kak Galaksi. Kok bisa ganteng maksimal gitu ya? Makan apalah itu manusia tiap hari, sampai doi bisa bersinar seperti itu?" Armita, teman baru Ibell, nyaris mimisan memandang Galaksi yang baru saja meninggalkan posium.
"Etdah, lo kata dia lampu pertromaks pake bersinar segala? Tugas besok tuh pikirin. Jangan senior ganteng aja yang lo mimpiin." Galih menoyor kepala Mita. Mereka berdua memang berasal dari SMU yang sama. Jadi sudah saling mengenal lama.
"Nasib orang jelek ya begini ini. Selalu saja mematahkan impian seseorang, sebagai bentuk manifestasi dari ketidakmampuannya menerima kenyataan." Armita menjebikan bibirnya. Galih memutar bola mata. Siap untuk kembali mengejek Armita.
"Sebagai sesama orang jelek, dilarang keras saling menyindir keminusan wajah masing-masing. Lo itu ya, ekspektasi merasa secantik Raisa. Tapi realita mah kaya badak jawa," cibir Galih.
Arnita langsung menjambak brutal rambut berpomade Galih, karena telah menyinggung masalah berat badannya. Wanita mana yang tidak mengamuk dikatain badak jawa coba?
Acara berbalas celaan itu baru berhenti, setelah para senior mulai memberikan tugas baru kepada mereka semua.
Saat panitia menyatakan istirahat selama lima belas menit, helaan nafas lega berjamaah terdengar dari teman-teman barunya. Walaupun cuma lima belas menit, tapi itu cukup membuat mereka bisa menarik nafas sejenak, sebelum disiksa kembali oleh para senior.
Ibell beranjak mencari spot-spot yang agak sepi untuk mulai mengisi perut. Ia memang tidak suka dengan keramaian.
Ibell meluruskan kakinya yang terasa pegal setelah duduk cukup lama berdiri di aula. Hanya mendengar kata-kata sambutan dari para senior dan juga panitia-panitia OSPEK saja sampai dua jam lamanya. Bagaimana kakinya tidak kram coba?
Dari pukul empat pagi tenaganya telah dipakai untuk bekerja. Ditambah dengan menjadi pesuruh para senior di sini, tubuhnya serasa remuk semua. Sejurus kemudian, suara gemuruh di perutnya mulai berdemo meminta jatah. Ibell merasa lapar. Dengan semangat, Ibell membuka kotak bekalnya. Isi bekalnya hari ini adalah nasi goreng sosis kesukaannya. Baru saja makan pada suapan ketiga, tanpa Ibell sadari, ia menggigit cabai rawit acar yang pedasnya seperti membakar lidahnya. Ibell refleks menyambar air minum. Karena gerakan tergesa-gesanya, botol air minumnya malah tumpah.
"Nih. Minum saja air mineral saya. Masih bersih kok. Belum saya buka." Ibell yang sedang kepedasan meraih begitu saja air minum kemasan yang disodorkan seseorang padanya. Ia memang membutuhkan air minum untuk menetralisir rasa pedasnya. Setelah minum beberapa tegukan besar, Ibell mengucapkan terima kasih pada penolongnya. Ternyata orang itu adalah salah satu seniornya yang berpidato tadi.
"Terima kasih Kak..." Ibell berpikir sejenak. Ia berusaha mengingat nama ketua panitianya ini. Oh ya, namanya ketua panitianya ini adalah Galaksi Andromeda.
"Galaksi Andromeda," sahut Ibell canggung. Setelah mengucapkan kata terima kasih, Ibell kembali membuang tatapan.
"Ck! Kalau lagi ngomong sama orang, dipandang dong lawan bicaranya. Jangan nunduk-nunduk terus seperti nyari koin jatuh."
Ibell kaget saat Galaksi memegang dagunya. Menengadahkan wajahnya ke atas.
"Ah, benar dugaan saya. Memang kamu ternyata orangnya. Mata coklat brandy ini memang langka." Galaksi berguman sendiri. Ibell mengerutkan keningnya.
"Maksud Kakak apa? Maaf Saya nggak ngerti?" Ibell bingung. Galaksi tersenyum hingga menghadirkan dekik di kedua pipi. Galaksi mendekatkan wajahnya hingga tinggal sejengkal dari wajah Ibell.
"Kamu benar-benar tidak mengenali saya, Ibell?" Mendengar pertanyaan Galaksi, Ibell mencoba mempertegas pandangannya pada selebar wajah Galaksi. Kali ini ia menatapnya dalam-dalam. Mencoba menggali ingatan lebih dalam. Namun Ibell tidak merasa kenal.
"Kamu ingat anak laki-laki yang suka ikut Mang Dadang pulang makan siang, sebelum si mamang mengantarkannya kembali ke komplek sebelah? Yang suka membeli kue lemper dan klepon karena dia bilang kue di rumahmu itu aneh-aneh bentuknya. Ingat Ibell ompong?" Mata Ibell langsung menyala mendengar julukan yang paling dia benci dari anak orang kaya komplek sebelah rumahnya.
"Kamu, Galaksi anak majikannya Kang Dadang?"
BINGO!
"Berarti kamu sudah ingat sekarang. Apa kabar Ibell ompong yang sekarang sudah tidak ompong lagi?" Galaksi tertawa sambil mengedipkan sebelah matanya. Ia sama sekali tidak menyangka akan menemukan putri ompongnya di kampus ini.
"Jangan panggil Ibell ompong lagi. Saya 'kan sudah tidak ompong lagi sekarang!" Ibell yang bahkan tidak pernah merajuk pada siapa pun kecuali Mbok Darmi, untuk pertama kalinya bersikap manja pada seseorang. Dan orang itu adalah senior di kampus barunya ini. Demi apalah dirinya bersikap aneh seperti ini? Ibell menepuk keningnya sendiri. Sadar kalau dia telah bersikap berlebihan.
Drttt... drttt... drttt...
Galaksi belum menjawab pertanyaannya, namun ponselnya bergetar. Ibell heran karena Mbok Darmi menghubunginya pada jam-jam seperti ini.
"Ha--"
"Hallo, Neng. Gawat. Ini ada rentenir-rentenir baru di rumah kontrakan kita, Neng. Sekarang mereka sedang mengacak-acak kontrakan. Mereka malah sudah mengambil teve dan laptop si Eneng. Bagaimana ini, Neng?
Ibell lemas. Bahu kecilnya mencelos. Terus-terusan berjuang seperti ini kadang-kadang membuatnya frustasi juga. Setelah menarik nafas berulang kali, Ibell baru bisa menjawab telepon Mbok Darmi dengan hati yang lebih tenang. Dia tidak ingin semakin menakuti Mbok Darmi.
"Ya udah nggak apa-apa, Mbok. Yang penting mereka tidak menyakiti si Mbok. Ibell nanti sore baru bisa pulang, Mbok. Si Mbok baik-baik aja di rumah ya? Biar saja mereka mengambil apa saja. Yang penting si Mboknya tidak diapa-apain. Ibell tutup dulu teleponnya ya, Mbok?"
Ibell merasa begitu merana. Ia membayangkan harus lari lagi dan mulai mencari kontrakkan baru. Yang artinya uang keluar baru lagi. Tanpa sadar ia sudah menangis tanpa suara. Pandangan kosong ke depan. Ia bahkan melupakan kehadiran Galaksi, yang mendengarkan semua permasalahannya.
Akan halnya Galaksi, ia tidak menyangka kalau kehidupan Ibell masih sengsara seperti dulu. Tidak tahan melihat netra coklat brendy itu meneteskan air mata, Galaksi refleks memeluk pelan bahu Ibell. Mencoba menenangkannya.
Tanpa mereka sadari, seseorang berompi hitam, melihat adegan itu dari jendela ruangannya. Sosok itu mendesis sinis.
"Dasar perempuan murahan. Tidak ibu, tidak anak, kelakuannya sama-sama menjijikkan. Buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya."
Mengacak-acak kontrakkanmu itu hanya pemanasan saja. Kita akan segera melihat acara puncaknya sebentar lagi!
Galaksimenghentikan mobilnya sesuai dengan aba-aba yang diberikan oleh Ibell. Mbok Darmi telah berdiri di teras. Menunggu kepulangan Ibell. Wajah tuanya penuh dengan kecemasan akan nasib mereka ke depannya."Neng, kita sebaiknya mulai nyari kontrakan baru. Mbok takut besok-besok mereka bakalan ngerusuhin si Eneng lagi. Mbok khawatir Eneng nanti diapa-apain sama mereka. Eneng sekarang udah besar. Bahaya kalau dekat-dekat mereka." Dalam kecemasan Mbok Darmi mengajak Ibell duduk di kursi plastik teras. Kebingungan harus berbuat apa. Mbok Darmi bahkan melupakan kehadiran teman Ibell. Ia sangat cemas.Dalam kebingungan yang sama, Ibell menatap Mbok Darmi dengan pandangan penuh kengerian. Satu-persatu ingatan tentang masa lalu, berdesakan keluar. Mereka yang diseret keluar dari rumah, dibentak-bentak sepanjang jalan agar melunasi hutang-hutang ibunya kembali memasuki benaknya. Ibell ketakutan dan mulai gemetaran tidak terkendali.
"Gue bener-bener minta maaf sama lo semua ya? Gegara gue ketiduran jadi kalian pada ikutan kena hukum. Maaf ya?" Ibell meminta maaf pada Reno."Ya udah deh Bell, namanya juga musabah eh musibah. Gue mah kagak ngapa-ngapa. Asal ada Neng Lea yang nemenin Akang Reno berjuang menghadap bendera di mari." Reno yang sepertinya naksir si imut Lea mulai modus-modus busuk omongannya."Ish, najis gue deket-deket gembel buluk kayak lo," cibir Lea. Dan Reno pun menanggapinya dengan tawa berderai saja mendengar omelan kesal Lea. Emang ya, kalau udah cinta, diomelin pun berasa di dipuji-puji aja perasaannya."Gue juga sebenernya nggak keberatan sih dihukum. Secara 'kan harusnya kita ngerjainnya rame-rame. Tapi kami malah nyuruh lo sendiri yang ngerjain," aku Armita pasrah. "Masalahnya sekarang, gue semalem baru derma med muka imut gue ini.Tapi
Arkan memandangi ratusan MABA yang tengah berbaris rapi di urutan kelompoknya masing-masing. Wajah-wajah gembira dan semangat muda memancar dari segala gerak gerik penuh spontanitas mereka. Ia dulu juga pernah seperti mereka. Energik dengan bersemangat berapi-api demi untuk menggapai cita-cita, dan selalu optimis dalam segala hal. Ia bahkan sempat menjadi ketua BEM. Jabatan yang cukup bergengsi di masa itu.Ya, itu terjadi ketika ia masih muda, naif, dan bahagia. Keharmonisan keluarganya selalu menjadi rule mode bagi rekan-rekan sesama mahasiswa yang lain. Potret keluarga yang harmonis dan bahagia. Dan itu semua terjadi sebelum ada satu kejadian yang menjungkir balikkan semuanya. Pemikiran naif dan jiwa idealiasnya meradang saat ia mengetahui fakta yang sebenarnya. Bahwa sesungguhnya semua itu hanyalah kamuflase belaka. Dari luar keluarganya terlihat sempurna. Namun di dalam, fondasinya bobrok bahkan nyaris ambruk.
"Lepas—hmmpttt!!!—kan saya dosen gi—ehemmptt!!! Ibell gelagapan saat Arkan melumat ganas bibirnya. Menghisap semua rasa manis di rongga-rongga mulutnya. Mata Ibell membelalak ngeri saat merasakan lidah Arkan membelit lidahnya dan mulai mencuri nafasnya. Ibell sesak napas dan nyaris muntah.Setelah Arkan merasa Ibell mulai kehabisan oksigen dengan memukul-mukul panik punggungnya, barulah Arkan melepaskan tautan bibirnya. Mata Ibell menatap Arkan horror. Seumur hidup Ibell belum pernah dicium orang secara seksual. Pipinya hanya pernah dicium oleh kedua orang tuanya. Itu pun saat ia masih kecil. Dan hari ini ciuman pertamanya direbut paksa oleh Arkan dengan cara yang begitu brutal. Ibell shock."Sudah, jangan memasang mimik wajah seperti itu. Sekarang, apabila ada pria lain yang bertanya apakah kamu sudah pernah dicium, kamu sudah bisa menjawabnya bukan, Sayang?"
Ibell tiba di kontrakannya tepat pukul sembilan lebih sepuluh menit. Ia muncul di depan pintu dalam keadaan basah kuyub, ketakutan dan kehujanan. Galaksi yang tengah duduk sembari bermain game online, langsung berdiri menyambut kedatangannya."Kamu ini dari mana saja sih, jam segini baru pulang? Kamu tidak tahu betapa khawatirnya Kak—Mbok Darmi? Si Mbok tidak bisa duduk tenang dari tadi karena mencemaskan kamu!"Lega campur kesal karena melihat kedatangan Ibell, menjadikan emosi Galaksi sedikit tidak terkendali. Demi Tuhan, ia ketakutan! Ia takut kalau Ibell terkena masalah macam-macam. Sedari tadi benaknya penuh dengan adegan pemerkosaan, pembunuhan, kecelakaan lalu lintas dan semua tindak kejahatan di luar sana. Semua rasa ketakutan itu terus saja berseliweran di kepalanya. Makanya ia memutuskan untuk menunggu hingga Ibell pulang, barulah ia pulang juga."I—Ibell ada keperluan mendadak tadi, Kak. Permisi, Ibe
Galaksi berlari kencang menuju ruang kesehatan. Dia tadi sedang memberi penjelasan tentang acara perpisahan besok dan jurit malam, saat melihat Arjuna dengan setengah berlari membopong Ibell menuju ruang kesehatan. Dia khawatir sekali, karena semalam sore Ibell pulang kerumah dalam keadaan basah kuyub. Dan benar saja dugaan nya, Ibell sakit dan pingsan dibarisan."Lo mau ngapain?" Galaksi langsung menepis tangan Juna yang terlihat ingin melepaskan ikat pinggang Ibell. Kurang ajar!!"Gua mau melepaskan ikat pinggang Ibell lah. Apa lo nggak tahu kalo pertolongan pertama buat orang yang pingsan itu adalah melonggarkan semua ikatan di tubuhnya, dan menaikkan kakinya 30 cm lebih tinggi dari jantung agar aliran darahnya kembali ke otak?" Juna menatap Galaksi seolah-olah dia adalah orang paling bodoh sedunia.
Ibell mengangkat wajahnya perlahan. Netra coklat brandy nya bertatapan lurus-lurus dengan netra hitam Radja. Mereka berdua saling menandang dalam diam. Ibell melihat bahwa Om Radja nya kini telah memiliki sejumlah kerutan disudut-sudut matanya dan juga digaris senyumnya. Rambutnya pun sudah mulai diselang selingi oleh uban disana sini. Rahang perseginya masih sama, berbentuk kotak dan tegas, khas ciri-ciri kesukuannya. Dan diatas segalanya, Ibell merindukan Om nya, lebih tepatnya dia merindukan masa lalu nya yang telah dia coba mati-matian membuangnya jauh jauh!!!Akan hal nya Radja, dia sempat terpana sejenak saat memandang MABA nya. Dia ini lelaki normal dan matanya juga masih sehat dan awas. Gadis ini memang cantik sekali, tetapi ada sesuatu didirinya yang membuat Radja menolak memandangnya sebagai seorang wanita. Radja seperti merasa pernah melihatnya, tetapi dia lupa dimana. Netra coklat brandy itu, seperti sudah pernah diakrabi nya,
Ibell membuka matanya perlahan-lahan. Bau tajam obat-obatan khas rumah sakit mulai menyerbu indera penciumannya. Pemandangan serba putih serta infus yang ada di tangan kirinya, membuatnya sadar bahwa saat ini ia berada di rumah sakit. Ingatan-ingatan sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran diri pun bermunculann di benaknya. Jurit Malam, lemari yang rubuh dan Om Radja! Ya ia ingat Om Raja berusaha melindungi sekujur tubuhnya dengan tubuh besarnya sendiri."Alhamdullilah, Neng. Eneng udah sadar? Ayo diminum dulu teh manisnya Neng, biar nyawanya ngumpul dulu."Mbok Darmi membantu Ibell minum sambil mengelus-elus punggungnya. Ia sebenarnya kasihan sekali melihat nasib malang nona mudanya. Hidupnya begitu pahit. Bahkan sejak ia terlalu kecil untuk mengetahuinya."Mana yang sakit, Neng? Kalau ada biar Mbok panggilin perawatnya ya?""Nggak usah, Mbok. Ibell sehat-sehat saja. Mungkin tadi Ibell pingsan kar
"Saya terima nikah dan kawinnya Isabelle Artharwa Al Rasyid binti Al Rasyid dengan mas kawin 222 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Arkan dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu."Sahhh!!!" Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilah."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ibell keluar dan duduk di samping suaminya. Ibell kemudian mencium punggung tangan Arkan, yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Usai sungkeman diadakan dengan sesi photo keluarga. Setelah acara yang paling ditunggu-tunggu, yaitu acara hiburan pun dimulai.
Ibell melangkah ragu-ragu saatmelintasi kamar demi kamar di RSJ tempat Tante Florida dirawat. Langkahnya mendadak terpaku, saat melihat sosok Tante Florida yang sedang duduk santai di kursi taman. Menurut Arkan, akhir-akhir ini Tante Florida memang lebih suka duduk di taman daripada di dalam kamar. Kesehatan jiwa raganya maju pesat bulan-bulan terakhir ini. Ibell menyurutkan langkah kala melihat dokter Prambudi datang dan membawakan sebuket bunga untuk Tante Flo. Pak dokter ini memang hebat. Dari usianya belasan tahun sampai lima puluhan tahun, cintanya kepada Tante Flo tidak berubah. Ibell baru saja akan membalikkan badannya, saat suara bariton dokter Prambudi memanggilnya. Ternyata sang dokter telah mengetahui kedatangannya. Ibell menghampiri mereka berdua ragu-ragu."Sini, Nak. Kamu mau menemui Tante Flo bukan? Ayo duduk sini." Dokter Budi menggeser pinggulnya ke samping. Memberinya tempat duduk di sisi kanan Tante Florida. Setelahnya sang dokter
"Bagaimana dengan ibu Anda, bukankah ibu Anda selalu memandang Ibell seperti hama yang akan merusak keluarganya? Anda juga mengatakan bahwa ibu Anda adalah surga Anda? Lantas apakah hanya karena seorang wanita, Anda rela menggadaikan kebahagiaan Ibu Anda sendiri?"Raven masih belum menyerah. Bukan sifatnya untuk takluk begitu saja sebelum bertarung habis-habisan. Karena yang dipertaruhkannya di sini adalah masa depan anaknya. Dulu sebagai seorang ayah dia sudah sangat banyak berbuat salah. Kali ini dia akan berusaha menjadi orang tua yang benar. Karena terkadang anak seusia putrinya ini, belum bisa membedakan antara perasaan cinta atau hanya sekedar kagum karena merasa ada pembela. Orang yang sedang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan dirinya sendiri. Dia ingin agar putrinya benar- benar yakin dulu akan perasaannya sendiri, baru dia akan mengambil keputusan."Tidak ada siapa yang akan menggadaikan kebahagian siapa
Ibell baru sampai di depan gang rumahnya, saat pandang matanya tertumbuk pada empat mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Pak RT. Rumah Pak RT memang bersebelahan dengan rumahnya. Pertama Ibell menduga mobil-mobil itu adalah mobil tamu-tamu Pak RT. Namun saat ia melihat nomor polisi dua mobil mewah itu, ia langsung mengenali pemiliknya. Mobil pertama adalah mobil daddynya. Dan mobil yang satunya lagi, ia kenali sebagai mobil yang pernah ditumpanginya berkali-kali karena tidak sengaja. Yaitu mobil Revan Aditama Perkasa. Itu artinya pemilik mobil-mobil itu sebenarnya adalah tamunya.Masalahnya, apa yang menyebabkan mereka beramai-ramai ke rumahnya? Ibell bingung. Ia jadi merasa kembali dikejar-kejar oleh para rentenir. Biasanya memang seperti itu. Apabila ada mobil asing di depan rumahnya, pasti ada rentenir yang sedang menunggu kepulangannya untuk menagih hutang.Sementara itu, Arkan mulai merasakan udara-udara tidak enak di sekitarny
Ibell menepis serangga yang menggerayangi wajahnya. Tetapi sepertinya serangganya tidak ada takut-takutnya. Ibell membuka mata. Bermaksud untuk melihat apakah ada semut yang mengerubungi wajahnya. Tetapi netra brandynya malah saling bersirobok dengan manik hitam segelap malam Arkan yang sedang menciumi permukaan wajahnya.Astaga, ternyata ini rupanya serangganya! Eh tapi tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah di sini! Mata Ibell membelalak. Kenapa dosen mafianya bisa ada di sini?!"Lho Bapak kenapa bisa ada di ranjang saya?""Pertanyaan kamu terbalik, Sayang. Seharusnya saya dong yang nanya, kenapa kamu bisa ada di ranjang saya?" Arkan mengulum senyum. Ia merasa geli melihat Ibell yang belum sepenuhnya menyadari keberadaannya, dan apa seperti apa penampakannya saat ini."Hah! Iya ya?" Pandangan Ibell perlahan menjelajahi sudut-sudut kamar. Dimulai dari tirai abu-abu, wallpaper bermotif catur, meja
"Nis, ini kita bisa masuk penjara lho kalo si pemilik apartemen tahu kita udah nyelinap diam-diam ke wilayah pribadinya. Masak gue kemarin baru keluar dari kantor polisi, tetiba masuk lagi aja? 'Kan nggak lucu."Ibell berbisik pelan di telinga Annisa. Saat ini mereka berdua sudah seperti dua penjahat kambuhan yang sedang menyatroni mangsanya. Jalan berjingkat-jingkat dengan gerakan sehalus mungkin agar tidak menimbulkan suara. Annisa ingin masuk ke kamar Cakra dengan tiba-tiba. Siapa tahu WIL-nya Cakra ada di sana katanya."Bell, coba lo aja yang buka itu handle pintunya dan dorong pelan-pelan. Gue mau nyiapin jantung dulu. Biar dia nggak kaget-kaget amat kalo pas ngedapetin ada cewek naked yang lagi bobok cantik sama si Cakra di ranjangnya."Ibell dengan cepat menggeleng. Nyari mati kalau ketahuan itu mah!Annisa yang penasaran akut membuat gerakan memohon, diikuti dengan pandan
"Lho Opa sama Pak Cakra kok bisa datangnya barengan? Opa kenal sama Pak Cakra?" Ibell memandang opa dan bos ketusnya heran. Sementara dua orang di depannya terlihat bingung karena tidak saling mengenal sama sekali. Kebetulan saja mereka tiba berbarengan."Oh ini Opa kamu ya, Belle? Kami tidak saling mengenal. Mungkin kebetulan saja kami berdua tiba berbarengan di sini. Oh ya Opa, kenalkan saya Cakra Prajna Wisesa. Atasan Isabelle di restaurant Nikmat Rasa. Senang berkenalan dengan Opa."Cakra menjabat tangan Dirga diiringi dengan seulas senyum sopan di bibirnya. Ibell takjub. Ternyata boss ketusnya bisa bersikap manis dan sopan juga. Opanya juga balas menjabat dan menyebutkan nama. Opa Dirga juga menanyakan soal kinerjanya di restaurant. Boss ketus ini kalau soal diplomasi memang luar biasa. Tetapi coba kalau hanya berdua, kalau tidak menyindir-nyindir pasti mengomelinya.Ibell melirik ke arah Albert, yang seketika m
"Menunggu waktu saya meninggal maksudnya? Anda ini hebat sekali ya dosen bahlul. Merencanakan suatu tindakan percobaan pidana di kantor polisi. Tetapi tidak heran juga sih mengingat track record ayah Anda yang juga pernah mendekam di penjara. Buah 'kan memang jatuh tidak jauh dari pohonnya."Gue bales lo! Raven menaikkan satu alisnya. "Kalau begitu, maksud daddy Ibell juga anak yang berasal dari genetika yang tidak baik karena punya mommy mantan narapidana ya? Bukannya daddy dulu juga mencintai mommy makanya daddy merebut mommy dari Om Dewa? Kalau di runut-runut Ibell ini berasal dari orang tua yang dua-duanya tidak baik dalam hal etika bukan?"Wajah Ibell mendung. Entah mengapa dia merasa daddynya masih saja menyesalkan kehadirannya yang berasal dari rahim seorang mantan narapidana. Istimewa daddynya
"Bapak tidak pulang? Ini sudah larut malam lho, Pak. Tante Flo nanti pasti nyariin Bapak. "Ibell yang merasa kasihan melihat Arkan yang sepertinya kebingungan harus bersikap bagaimana, menarik ujung kaos lengan panjang sang dosen yang masih saja memeluknya erat."Hah? Apa Petite? Maaf saya kurang begitu jelas mendengar kata-katamu tadi. Kamu bilang apa tadi hmmm?" Arkan menyelipkan sejumput rambut Ibell yang menutupi keningnya ke belakang telinga. Arkan memang sedang gegana dan dilema luar biasa. Dia sebenarnya ingin pulang dan segera menginterogasi ibunya dan juga Dokter Anita. Tetapi dia juga tidak tega membiarkan Ibell sendirian menginap di kantor polisi. Kalau saja di bolehkan, dia ingin sekali menemani Ibell di ruangannya.Bayangan Ibell yang nota bene seorang perempuan tidur di antara para laki-laki membuat hatinya tidak tenang. Saat ini saja sudah begitu banyak kepala yang menoleh sedikit