Arkan memandangi ratusan MABA yang tengah berbaris rapi di urutan kelompoknya masing-masing. Wajah-wajah gembira dan semangat muda memancar dari segala gerak gerik penuh spontanitas mereka. Ia dulu juga pernah seperti mereka. Energik dengan bersemangat berapi-api demi untuk menggapai cita-cita, dan selalu optimis dalam segala hal. Ia bahkan sempat menjadi ketua BEM. Jabatan yang cukup bergengsi di masa itu.
Ya, itu terjadi ketika ia masih muda, naif, dan bahagia. Keharmonisan keluarganya selalu menjadi rule mode bagi rekan-rekan sesama mahasiswa yang lain. Potret keluarga yang harmonis dan bahagia. Dan itu semua terjadi sebelum ada satu kejadian yang menjungkir balikkan semuanya. Pemikiran naif dan jiwa idealiasnya meradang saat ia mengetahui fakta yang sebenarnya. Bahwa sesungguhnya semua itu hanyalah kamuflase belaka. Dari luar keluarganya terlihat sempurna. Namun di dalam, fondasinya bobrok bahkan nyaris ambruk.
Di mulai dari papanya yang masuk penjara. Kemudian mamanya yang merana karena merasa telah dibohongi selama bertahun-tahun oleh cinta palsu papanya. Papanya ternyata gagal moved on dari Tante Aimee, mommynya Lily. Ditambah dengan kenyataan bahwa papanya bahkan sudah mempunyai seorang anak sebelum menikahinya, yaitu Axel Delacroix Adam, kakak dari Lily, membuatnya semakin tidak bisa menerima kenyataan. Ia marah, ia kecewa. Dan di atas semua itu, ia malu!
Lima tahun ia memendam dendam atas seseorang yang menghancurkan keharmonisan keluarganya. Dan ia melarikan semua amarahnya itu dengan latihan keras di Alcatraz. Memukuli samsak, yang berlanjut dengan memukuli orang, ternyata bisa sedikit memuaskan rasa kecewanya. Ia mendapat pelampiasan dengan cara bertarung. Tahun demi tahun berlalu. Dirinya yang dulu humanis dan selalu memandang dunia dengan optimis, telah berubah kepribadian. Ia kini sinis dan telengas. Arkansas yang dulunya santun, baik dan ramah sudah tiada lagi.
Dirinya kini lebih suka menghabiskan waktu menjadi petarung kebanggaan Alcatraz. Kenekadannya dalam bertarung tidak usah diragukan lagi. Prinsipnya hanya satu. Ia tidak takut mati. Makanya ia sulit untuk dikalahkan. Ia hanya pernah sekali kalah dengan Tegar Putra Mahameru, suami sepupunya Liberty Delacroix Adam, di waktu lalu. Dan setelah itu, ia tidak terkalahkan hingga saat ini.
Setelah keluar dari penjara, papanya yang merasa kehilangan kewibawaan semakin rendah diri karena lost power. Mala petaka pun kembali datang dalam wujud seorang wanita cantik namun kejam yang bernama Celine. Celine mencekoki papanya dengan berbagai jenis obat-obatan psikotropika untuk mendongkrak kepercayaan dirinya. Papanya pun mulai kecanduan. Papanya mendapatkan kebahagian semu dari halusinasi yang dihasilkan dari obat-obatan terlarang itu. Kesadaran papanya makin lama makin hilang. Hingga pada akhirnya papanya menjadi budak Celine apabila dirinya mulai sakau. Dan wanita kejam itu, merampas habis seluruh harta papanya yang ia rintis dengan susah payah bahkan sedari remaja. Papanya kemudian menikah siri dengan Celine dan membuat batin mamanya makin kacau.
Tanpa sepengetahuan papanya, Celine memvideokan semua aktivitas seksual mereka dan mengirimkannya secara continue pada mamanya. Batin mamanya yang memang sudah rapuh, akhirnya terguncang. Kewarasan mamanya terganggu. Mamanya akhirnya menjadi pasien Rumah Sakit Jiwa.
Melihat gonjang ganjingnya keuangan ayahnya, Arkan bertindak cepat dengan membekukan account papanya, dan menarik semua asset-asset yang tersisa. Lima tahun ia berjuang siang malam seperti kuda, demi memulihkan perusahaan dan membuatnya tetap berjaya. Hasilnya tidak sia-sia. Perusahaanya makin berkibar namun sedikit sisa kebaikan dan kemanusian yang ia punya, padam sudah. Dirinya menjelma menjadi seorang yang tidak berhati. Setelah kematian papanya akibat over dosis, Celine yang bangkrut pun mulai mengemis padanya.
Arkan berpura-pura bersimpati dan meminjamkannya dana sebesar lima ratus juta rupiah, dengan jaminan bahwa Isabelle Artharwa Al Rasyid lah yang akan membayar, apabila Celine ingkar dari kewajiban atau meninggal dunia. Celine bahkan melampirkan akta kelahiran Ibell sebagai pengganti identitas anaknya yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk. Betapa niatnya wanita jahat itu menggadaikan anaknya sendiri bukan?
Tidak perlu menunggu lama. Sebulan kemudian Celine benar-benar meninggal karena sakit demam berdarah. Bertahun-tahun ia mencari anak Celine yang rahib entah setelah kematian sang ibu. Sampai saat itu, saat di mana Ibell menabraknya di kampus. Dirinya langsung tahu bahwa Issabelle adalah putri Celine, hanya dengan sekali tatap. Wajah mereka berdua bagaikan pinang dibelah dua. Bedanya hanya pada kornea mata coklat Issabelle yang mungkin warisan dari ayahnya, dan juga hidung mancung khas negara timur tengah yang pasti juga menurun secara genetika dari klan ayahnya.
Kini kamu sudah berada dalam genggamanku ,gadis kecil. Aku akan membuat skor 1-1, persis sama dengan apa yang telah ibumu lakukan terhadap ayahku. Tapi kali ini, beserta dengan bunga-bunganya sekaligus!
***
Ibell membungkus tas ranselnya dengan plastik parasut agar tidak basah. Saat ini rintik-rintik hujan telah membasahi halte tempatnya berdiri. Kemeja putihnya juga sudah mulai basah oleh tempias air hujan. Ibell semakin memepetkan tubuh pada dinding halte. Lumayan. Setidaknya bagian ini tidak terkena imbas hujan. Gigi Ibell saling beradu dalam gelutukan cukup keras. Ia memang tidak tahan dingin.
"Ibell," seseorang memanggilnya. Ternyata orang itu adalah Galaksi. Ibell bukanlah seorang pendendam. Ia sadar, bahwa dia tidak bisa memaksa setiap orang menyukainya. Terlebih lagi Galaksi itu bukan apa-apanya. Hanya sekedar teman di masa lalu. Nothing more nothing less.
"Ada apa Kak?" Ibell menjawab datar. Tetapi ia sudah tidak mau lagi memandang wajah Galaksi. Ini adalah salah satu ciri-ciri bahwa dirinya sedang malas untuk berbicara panjang lebar dan tidak ingin diganggu.
"Kakak antar pulang yuk? Hujannya cukup deras." Ibell menggeleng. Ia semakin malas berinteraksi dengan Galaksi. Buang-buang nafas saja. Galaksi menarik nafas panjang. Dari reaksi Ibell yang seperti ini, pasti putri ompongnya ini sudah mendengar percakapan laknat mereka semua di ruang Himpunan tadi. Sebenarnya ia tidak ingin berbicara sadis begitu. Hanya saja ia gengsi kalau tidak menunjukkan determinasinya pada teman-temannya. Sejak tahu bahwa Ibell itu adalah putri ompong yang selama ini ia cari-cari, Galaksi sebenarnya sudah ingin membatalkan pertaruhan mereka. Namun sayangnya ego masa mudanya sudah mengambil alih semua kewarasan otaknya. Kini hanya rasa penyesalanlah yang didapatkannya.
"Ayolah kakak antar sampai rumah, daripada nanti kamu sakit. Belum lagi kemungkinan kamu akan bertemu kembali dengan para rentenir-rentenir itu," bujuk Galaksi. Ibell hanya diam tak bergeming, walaupun Galaksi terus saja membujuk dan mengajaknya berbicara. Mode arcanya sedang on. Ibell menganggap bahwa Galaksi itu adalah makhluk tak kasat mata. Kala sebuah angkot melintas, Ibell memberhentikannya. Padahal angkot itu tidak melewati alamat kontrakannya. Bagi Ibell itu bukan masalah. Yang penting ia bisa jauh dari Galaksi.
Angkot berbelok ke persimpangan jalan. Semakin menjauhkannya saja dari rumah kontrakkannya. Hujan sudah mulai reda. Hanya tinggal gerimis kecil-kecil saja. Ibell kembali turun di halte yang lain. Menunggu angkot yang kali ini benar-benar akan melewati rumahnya. Ibell melirik pergelangan tangannya. Sudah pukul 06.45 WIB. Keadaan di halte ini sangat sepi. Hanya menyisakan dirinya seorang saja. Ibell berjalan lebih keujung jalan yang sedikit lebih terang. Mungkin ia akan memesan ojek online saja. Baru saja tangannya ingin menurunkan ransel di punggungnya, sebuah suara datang terdengar di sisi telinga kirinya, berikut suatu benda logam ditekan pelan ke pinggang rampingnya.
"Masuk ke dalam mobil, sekarang. Kalau kamu macam-macam, maka saya tidak segan-segan untuk meledakkan isi kepalamu!" Dan benda logam itu pun berpindah dari pinggangnya kearah kepala. Benda logam itu ternyata adalah sebuah pistol. Ibell kemudian dimasukkan paksa ke dalam mobil. Dan dua orang yang ada di dalam mobil langsung saja melakban mata dan mulutnya sekaligus. Salah seorang dari mereka juga mengikat tangan dan kakinya.
"Target sudah dikuasai, Boss."
".................."
"Baik Boss, kami akan membawanya langsung ketempat eksekusi."
"..................."
"Kelinci aman, Boss."
"Ayo Shahir, kita jalan. Singa sudah menunggu di tahta."
Sesungguhnya dalam diamnya Ibell sangat panik. Tapi ia tahu. Kalau ia histeris dan bertindak gegabah, maka nyawanya akan melayang sia-sia. Saat rasa gemetar di sekujur tubuhnya mulai tidak terkendali, ia pun mencoba mempraktekan tehnik self healing yang akhir-akhir ini dipelajarinya secara otodidak untuk merelaksasi hal-hal yang tidak bisa dikendalikan olehnya.
Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.
Ibell mulai merapalnya bagai sebuah mantra. Hingga hatinya menjadi lebih tenang. Detak jantungnya mulai melambat dan berangsur-angsur normal, diikuti dengan reaksi tubuh yang mulai relaks. Mobil terus melaju hingga beberapa saat kemudian berhenti mendadak.
"Turun,"
Ibell pun mulai turun dengan langkah tersaruk-saruk. Maklum aaja, ia tidak dapat melihat. Setelah melalui jalan yang cukup panjang, akhirnya mereka berhenti. Seseorang mengetuk pintu dua kali, sebelum akhirnya Ibell didorong masuk ke sebuah ruangan dengan temperatur membekukan. Ia kemudian didudukkan pada sofa yang empuk dan nyaman. Samar-samar Ibell mengenali aroma khas pinus dan tembakau ini, tapi dia lupa itu siapa dan di mana.
"Tutup kembali pintunya, Shahir."
Lagi, suara ini! Ibell pernah mendengar suara dingin dan datar ini. Suara yang nyaris terdengar tanpa emosi.
"Wellcome to my world, Baby." Dan seseorang itu mulai membuka penutup mata dan mulutnya. Ibel mengerjap-ngerjapkan mata. Mencoba membiasakan matanya dari cahaya terang benderang lampu ruangan, setelah tadi tertutup sekian lama dalam kegelapan.
"Astaga, Anda rupanya?" Ternyata yang menculiknya adalah seorang dosen di kampusnya.
"Ya, ini saya. Arkansas Delacroix Bimantara. Tuanmu yang baru. Ingin memberi salam perkenalan dengan satu kecupan mungkin? Hmmm... "
"CUIHHH!!!" Ibell meludah.
"Penculik pengecut seperti Anda buat apa diberi salam? Membuat saya merasa ingin muntah saja!" sembur Ibell. Kedua mata sang dosen menyala. Ia marah rupanya.
"Aduhhh!!" Ibell mengaduh saat si dosen gila menjambak rambut panjangnya, dan mendekatkan wajah Ibell dengan wajahnya sendiri hingga tidak berjarak. Hidung mancung mereka saat ini sudah saling bersentuhan. Ibell bahkan bisa mencium nafasnya yang beraroma minuman keras dan tembakau.
"Berapa usia kamu, petite?
"Delapan belas tahun."
"Kamu sudah pernah berciuman, petite?" Ibell menggeleng.
"Good then. Sekarang buka mulut kamu. Kita akan mulai belajar saling memuaskan, sayang," bisik suara dingin selembut beledu di telinga Ibell.
Habislah aku kali ini, batin Ibell.
Sementara itu, Galaksi yang sudah lebih dulu tiba di kediaman Ibell terus berjalan mondar-mandir di teras depan. Galaksi bahkan sampai menunggu di ujung gang, saking tidak sabarnya menunggu putri ompongnya pulang. Tadi Ibell lebih dulu pulang dengan menumpang angkot menuju kontrakannya. Masa ini sudah dua jam berlalu ia tidak sampai-sampai juga?
Sebenarnya dia itu singgah ke mana dulu sih? Bahkan gorengan yang seharusnya ia antar ke kafe-kafe pun, akhirnya Mbok Darmi yang mengantarkannya dengan disopiri olehnya.
Kamu sekarang ada di mana sih Bell?
Galaksi meremas rambutnya sendiri gemas. Ia sangat menyesali mulut besarnya yang telah menyakiti hati Ibell. Ibell bahkan sampai kehilangan kata-kata walau hanya untuk sekedar memakinya. Galakai menyesal. Sungguh-sungguh menyesal!
"Lepas—hmmpttt!!!—kan saya dosen gi—ehemmptt!!! Ibell gelagapan saat Arkan melumat ganas bibirnya. Menghisap semua rasa manis di rongga-rongga mulutnya. Mata Ibell membelalak ngeri saat merasakan lidah Arkan membelit lidahnya dan mulai mencuri nafasnya. Ibell sesak napas dan nyaris muntah.Setelah Arkan merasa Ibell mulai kehabisan oksigen dengan memukul-mukul panik punggungnya, barulah Arkan melepaskan tautan bibirnya. Mata Ibell menatap Arkan horror. Seumur hidup Ibell belum pernah dicium orang secara seksual. Pipinya hanya pernah dicium oleh kedua orang tuanya. Itu pun saat ia masih kecil. Dan hari ini ciuman pertamanya direbut paksa oleh Arkan dengan cara yang begitu brutal. Ibell shock."Sudah, jangan memasang mimik wajah seperti itu. Sekarang, apabila ada pria lain yang bertanya apakah kamu sudah pernah dicium, kamu sudah bisa menjawabnya bukan, Sayang?"
Ibell tiba di kontrakannya tepat pukul sembilan lebih sepuluh menit. Ia muncul di depan pintu dalam keadaan basah kuyub, ketakutan dan kehujanan. Galaksi yang tengah duduk sembari bermain game online, langsung berdiri menyambut kedatangannya."Kamu ini dari mana saja sih, jam segini baru pulang? Kamu tidak tahu betapa khawatirnya Kak—Mbok Darmi? Si Mbok tidak bisa duduk tenang dari tadi karena mencemaskan kamu!"Lega campur kesal karena melihat kedatangan Ibell, menjadikan emosi Galaksi sedikit tidak terkendali. Demi Tuhan, ia ketakutan! Ia takut kalau Ibell terkena masalah macam-macam. Sedari tadi benaknya penuh dengan adegan pemerkosaan, pembunuhan, kecelakaan lalu lintas dan semua tindak kejahatan di luar sana. Semua rasa ketakutan itu terus saja berseliweran di kepalanya. Makanya ia memutuskan untuk menunggu hingga Ibell pulang, barulah ia pulang juga."I—Ibell ada keperluan mendadak tadi, Kak. Permisi, Ibe
Galaksi berlari kencang menuju ruang kesehatan. Dia tadi sedang memberi penjelasan tentang acara perpisahan besok dan jurit malam, saat melihat Arjuna dengan setengah berlari membopong Ibell menuju ruang kesehatan. Dia khawatir sekali, karena semalam sore Ibell pulang kerumah dalam keadaan basah kuyub. Dan benar saja dugaan nya, Ibell sakit dan pingsan dibarisan."Lo mau ngapain?" Galaksi langsung menepis tangan Juna yang terlihat ingin melepaskan ikat pinggang Ibell. Kurang ajar!!"Gua mau melepaskan ikat pinggang Ibell lah. Apa lo nggak tahu kalo pertolongan pertama buat orang yang pingsan itu adalah melonggarkan semua ikatan di tubuhnya, dan menaikkan kakinya 30 cm lebih tinggi dari jantung agar aliran darahnya kembali ke otak?" Juna menatap Galaksi seolah-olah dia adalah orang paling bodoh sedunia.
Ibell mengangkat wajahnya perlahan. Netra coklat brandy nya bertatapan lurus-lurus dengan netra hitam Radja. Mereka berdua saling menandang dalam diam. Ibell melihat bahwa Om Radja nya kini telah memiliki sejumlah kerutan disudut-sudut matanya dan juga digaris senyumnya. Rambutnya pun sudah mulai diselang selingi oleh uban disana sini. Rahang perseginya masih sama, berbentuk kotak dan tegas, khas ciri-ciri kesukuannya. Dan diatas segalanya, Ibell merindukan Om nya, lebih tepatnya dia merindukan masa lalu nya yang telah dia coba mati-matian membuangnya jauh jauh!!!Akan hal nya Radja, dia sempat terpana sejenak saat memandang MABA nya. Dia ini lelaki normal dan matanya juga masih sehat dan awas. Gadis ini memang cantik sekali, tetapi ada sesuatu didirinya yang membuat Radja menolak memandangnya sebagai seorang wanita. Radja seperti merasa pernah melihatnya, tetapi dia lupa dimana. Netra coklat brandy itu, seperti sudah pernah diakrabi nya,
Ibell membuka matanya perlahan-lahan. Bau tajam obat-obatan khas rumah sakit mulai menyerbu indera penciumannya. Pemandangan serba putih serta infus yang ada di tangan kirinya, membuatnya sadar bahwa saat ini ia berada di rumah sakit. Ingatan-ingatan sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran diri pun bermunculann di benaknya. Jurit Malam, lemari yang rubuh dan Om Radja! Ya ia ingat Om Raja berusaha melindungi sekujur tubuhnya dengan tubuh besarnya sendiri."Alhamdullilah, Neng. Eneng udah sadar? Ayo diminum dulu teh manisnya Neng, biar nyawanya ngumpul dulu."Mbok Darmi membantu Ibell minum sambil mengelus-elus punggungnya. Ia sebenarnya kasihan sekali melihat nasib malang nona mudanya. Hidupnya begitu pahit. Bahkan sejak ia terlalu kecil untuk mengetahuinya."Mana yang sakit, Neng? Kalau ada biar Mbok panggilin perawatnya ya?""Nggak usah, Mbok. Ibell sehat-sehat saja. Mungkin tadi Ibell pingsan kar
"Gue nggak nyangka kalo diantara kita semua lo yang duluan kena sindrom puber ke dua, Ja. Walaupun puber kedua itu memang proses alami yang bakal dialami sebagian besar orang, tapi lo jangan sampe ke bablasan kayak gini juga kali, Ja. Inget Bro, lo itu udah punya anak bini."Dewa mulai menguliahi Radja pagi-pagi dirumah sakit. Setelah mendapat kabar dari Risma, mereka berlima Dewa, Rendra, Raven, Bayu dan Bima menyempatkan menjenguk Radja dirumah sakit sebelum mereka ngantor. Risma menangis sedih saat mengadu pada mereka semua kalau Radja mendapat insiden saat menemani cabe nya itu Jurit Malam. Demi apa coba seorang Radja Halomoan Girsang mau-maunya ikut kegiatan seperti itu kalau tidak ada apa-apanya dengan sang mahasiswi. Pakai mengorbankan diri segala lagi sampai terluka lumayan parah begini. Pasti mahasiswinya itu sangat istimewa. Mereka berlima penasaran sekali kepengen melihat wajah cabe nya Radja. Risma itu adalah runner up
Revan sangat bingung melihat gadis remaja ini. Setelah menjadi penumpang ilegal di mobilnya dari sejak dari rumah sakit, eh ini sekarang sicantik ini malah minta tolong diantar kan kembali ke sana. Aneh bukan?Tetapi Revan mengerti, tingkah para abege zaman now memang ajaib. Persis seperti dirinya dulu yang mati-matian mengejar Senjahari, guru matematika cantiknya. Dan kini dia telah bertunangan dengan seorang model terkenal yang bernama Luna Bratakusuma, atas konspirasi dari kedua belah pihak keluarga. Menurut orang tuanya, Luna adalah paket lengkap seorang calon istri. Cantik, terkenal, cucu seorang Alex Bratakusuma pula. Dan diatas semua itu, Luna sangat baik dan sopan terhadap orang tua. Itulah nilai plus Luna dimata kedua orang tuanya. Kalau ditanya soal bagaimana dengan perasaan Revan sendiri, sejujurnya dia tidak tahu. Yang paling penting buatnya adalah kebahagian kedua orang tuanya itu diatas segala-galanya. Sejak dia gagal mempersunting mantan gurunya itu,
Arkan mendorong paksa tubuh Ibell memasuki kursi penumpang kemudian dia sendiri pun masuk kedalam kursi pengemudi. Sebelum menjalankan mobilnya Arkan menatap kening Ibell sedikit lama, dan kemudian menyentuh bagian yang tampak sedikit memar. Ibell mengaduh tanpa sadar sambil memegang tempat yang tadi disentuh oleh Arkan."Ini keningmu kenapa bisa memar begini? Perasaan tadi malam sampai tadi pagi masih mulus-mulus saja." Arkan bertanya pada Ibell sambil tangannya meraba-raba kotak P3K di dalam dashboard mobilnya."Oh ini mungkin tadi terbentur bagian hardware jok yang agak keras sewaktu Saya menyelinap masuk ke dalam mobil Pak Revan." Setelah mengatakannya Ibell mendadak pengen menggigit lidahnya sendiri karena keceplosan. Hadehhhh bisa panjang ini urusannya."Apa? Menyelinap? JELASKAN!!"Arkan menuntut jawabannya sambil mulai mengompres kening memar yang sedikit lecet Ibell dengan sediki
"Saya terima nikah dan kawinnya Isabelle Artharwa Al Rasyid binti Al Rasyid dengan mas kawin 222 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Arkan dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu."Sahhh!!!" Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilah."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ibell keluar dan duduk di samping suaminya. Ibell kemudian mencium punggung tangan Arkan, yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Usai sungkeman diadakan dengan sesi photo keluarga. Setelah acara yang paling ditunggu-tunggu, yaitu acara hiburan pun dimulai.
Ibell melangkah ragu-ragu saatmelintasi kamar demi kamar di RSJ tempat Tante Florida dirawat. Langkahnya mendadak terpaku, saat melihat sosok Tante Florida yang sedang duduk santai di kursi taman. Menurut Arkan, akhir-akhir ini Tante Florida memang lebih suka duduk di taman daripada di dalam kamar. Kesehatan jiwa raganya maju pesat bulan-bulan terakhir ini. Ibell menyurutkan langkah kala melihat dokter Prambudi datang dan membawakan sebuket bunga untuk Tante Flo. Pak dokter ini memang hebat. Dari usianya belasan tahun sampai lima puluhan tahun, cintanya kepada Tante Flo tidak berubah. Ibell baru saja akan membalikkan badannya, saat suara bariton dokter Prambudi memanggilnya. Ternyata sang dokter telah mengetahui kedatangannya. Ibell menghampiri mereka berdua ragu-ragu."Sini, Nak. Kamu mau menemui Tante Flo bukan? Ayo duduk sini." Dokter Budi menggeser pinggulnya ke samping. Memberinya tempat duduk di sisi kanan Tante Florida. Setelahnya sang dokter
"Bagaimana dengan ibu Anda, bukankah ibu Anda selalu memandang Ibell seperti hama yang akan merusak keluarganya? Anda juga mengatakan bahwa ibu Anda adalah surga Anda? Lantas apakah hanya karena seorang wanita, Anda rela menggadaikan kebahagiaan Ibu Anda sendiri?"Raven masih belum menyerah. Bukan sifatnya untuk takluk begitu saja sebelum bertarung habis-habisan. Karena yang dipertaruhkannya di sini adalah masa depan anaknya. Dulu sebagai seorang ayah dia sudah sangat banyak berbuat salah. Kali ini dia akan berusaha menjadi orang tua yang benar. Karena terkadang anak seusia putrinya ini, belum bisa membedakan antara perasaan cinta atau hanya sekedar kagum karena merasa ada pembela. Orang yang sedang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan dirinya sendiri. Dia ingin agar putrinya benar- benar yakin dulu akan perasaannya sendiri, baru dia akan mengambil keputusan."Tidak ada siapa yang akan menggadaikan kebahagian siapa
Ibell baru sampai di depan gang rumahnya, saat pandang matanya tertumbuk pada empat mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Pak RT. Rumah Pak RT memang bersebelahan dengan rumahnya. Pertama Ibell menduga mobil-mobil itu adalah mobil tamu-tamu Pak RT. Namun saat ia melihat nomor polisi dua mobil mewah itu, ia langsung mengenali pemiliknya. Mobil pertama adalah mobil daddynya. Dan mobil yang satunya lagi, ia kenali sebagai mobil yang pernah ditumpanginya berkali-kali karena tidak sengaja. Yaitu mobil Revan Aditama Perkasa. Itu artinya pemilik mobil-mobil itu sebenarnya adalah tamunya.Masalahnya, apa yang menyebabkan mereka beramai-ramai ke rumahnya? Ibell bingung. Ia jadi merasa kembali dikejar-kejar oleh para rentenir. Biasanya memang seperti itu. Apabila ada mobil asing di depan rumahnya, pasti ada rentenir yang sedang menunggu kepulangannya untuk menagih hutang.Sementara itu, Arkan mulai merasakan udara-udara tidak enak di sekitarny
Ibell menepis serangga yang menggerayangi wajahnya. Tetapi sepertinya serangganya tidak ada takut-takutnya. Ibell membuka mata. Bermaksud untuk melihat apakah ada semut yang mengerubungi wajahnya. Tetapi netra brandynya malah saling bersirobok dengan manik hitam segelap malam Arkan yang sedang menciumi permukaan wajahnya.Astaga, ternyata ini rupanya serangganya! Eh tapi tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah di sini! Mata Ibell membelalak. Kenapa dosen mafianya bisa ada di sini?!"Lho Bapak kenapa bisa ada di ranjang saya?""Pertanyaan kamu terbalik, Sayang. Seharusnya saya dong yang nanya, kenapa kamu bisa ada di ranjang saya?" Arkan mengulum senyum. Ia merasa geli melihat Ibell yang belum sepenuhnya menyadari keberadaannya, dan apa seperti apa penampakannya saat ini."Hah! Iya ya?" Pandangan Ibell perlahan menjelajahi sudut-sudut kamar. Dimulai dari tirai abu-abu, wallpaper bermotif catur, meja
"Nis, ini kita bisa masuk penjara lho kalo si pemilik apartemen tahu kita udah nyelinap diam-diam ke wilayah pribadinya. Masak gue kemarin baru keluar dari kantor polisi, tetiba masuk lagi aja? 'Kan nggak lucu."Ibell berbisik pelan di telinga Annisa. Saat ini mereka berdua sudah seperti dua penjahat kambuhan yang sedang menyatroni mangsanya. Jalan berjingkat-jingkat dengan gerakan sehalus mungkin agar tidak menimbulkan suara. Annisa ingin masuk ke kamar Cakra dengan tiba-tiba. Siapa tahu WIL-nya Cakra ada di sana katanya."Bell, coba lo aja yang buka itu handle pintunya dan dorong pelan-pelan. Gue mau nyiapin jantung dulu. Biar dia nggak kaget-kaget amat kalo pas ngedapetin ada cewek naked yang lagi bobok cantik sama si Cakra di ranjangnya."Ibell dengan cepat menggeleng. Nyari mati kalau ketahuan itu mah!Annisa yang penasaran akut membuat gerakan memohon, diikuti dengan pandan
"Lho Opa sama Pak Cakra kok bisa datangnya barengan? Opa kenal sama Pak Cakra?" Ibell memandang opa dan bos ketusnya heran. Sementara dua orang di depannya terlihat bingung karena tidak saling mengenal sama sekali. Kebetulan saja mereka tiba berbarengan."Oh ini Opa kamu ya, Belle? Kami tidak saling mengenal. Mungkin kebetulan saja kami berdua tiba berbarengan di sini. Oh ya Opa, kenalkan saya Cakra Prajna Wisesa. Atasan Isabelle di restaurant Nikmat Rasa. Senang berkenalan dengan Opa."Cakra menjabat tangan Dirga diiringi dengan seulas senyum sopan di bibirnya. Ibell takjub. Ternyata boss ketusnya bisa bersikap manis dan sopan juga. Opanya juga balas menjabat dan menyebutkan nama. Opa Dirga juga menanyakan soal kinerjanya di restaurant. Boss ketus ini kalau soal diplomasi memang luar biasa. Tetapi coba kalau hanya berdua, kalau tidak menyindir-nyindir pasti mengomelinya.Ibell melirik ke arah Albert, yang seketika m
"Menunggu waktu saya meninggal maksudnya? Anda ini hebat sekali ya dosen bahlul. Merencanakan suatu tindakan percobaan pidana di kantor polisi. Tetapi tidak heran juga sih mengingat track record ayah Anda yang juga pernah mendekam di penjara. Buah 'kan memang jatuh tidak jauh dari pohonnya."Gue bales lo! Raven menaikkan satu alisnya. "Kalau begitu, maksud daddy Ibell juga anak yang berasal dari genetika yang tidak baik karena punya mommy mantan narapidana ya? Bukannya daddy dulu juga mencintai mommy makanya daddy merebut mommy dari Om Dewa? Kalau di runut-runut Ibell ini berasal dari orang tua yang dua-duanya tidak baik dalam hal etika bukan?"Wajah Ibell mendung. Entah mengapa dia merasa daddynya masih saja menyesalkan kehadirannya yang berasal dari rahim seorang mantan narapidana. Istimewa daddynya
"Bapak tidak pulang? Ini sudah larut malam lho, Pak. Tante Flo nanti pasti nyariin Bapak. "Ibell yang merasa kasihan melihat Arkan yang sepertinya kebingungan harus bersikap bagaimana, menarik ujung kaos lengan panjang sang dosen yang masih saja memeluknya erat."Hah? Apa Petite? Maaf saya kurang begitu jelas mendengar kata-katamu tadi. Kamu bilang apa tadi hmmm?" Arkan menyelipkan sejumput rambut Ibell yang menutupi keningnya ke belakang telinga. Arkan memang sedang gegana dan dilema luar biasa. Dia sebenarnya ingin pulang dan segera menginterogasi ibunya dan juga Dokter Anita. Tetapi dia juga tidak tega membiarkan Ibell sendirian menginap di kantor polisi. Kalau saja di bolehkan, dia ingin sekali menemani Ibell di ruangannya.Bayangan Ibell yang nota bene seorang perempuan tidur di antara para laki-laki membuat hatinya tidak tenang. Saat ini saja sudah begitu banyak kepala yang menoleh sedikit