"Gue bener-bener minta maaf sama lo semua ya? Gegara gue ketiduran jadi kalian pada ikutan kena hukum. Maaf ya?" Ibell meminta maaf pada Reno.
"Ya udah deh Bell, namanya juga musabah eh musibah. Gue mah kagak ngapa-ngapa. Asal ada Neng Lea yang nemenin Akang Reno berjuang menghadap bendera di mari." Reno yang sepertinya naksir si imut Lea mulai modus-modus busuk omongannya.
"Ish, najis gue deket-deket gembel buluk kayak lo," cibir Lea. Dan Reno pun menanggapinya dengan tawa berderai saja mendengar omelan kesal Lea. Emang ya, kalau udah cinta, diomelin pun berasa di dipuji-puji aja perasaannya.
"Gue juga sebenernya nggak keberatan sih dihukum. Secara 'kan harusnya kita ngerjainnya rame-rame. Tapi kami malah nyuruh lo sendiri yang ngerjain," aku Armita pasrah.
"Masalahnya sekarang, gue semalem baru derma med muka imut gue ini.Tapi tetiba dijemur kayak ikan asin begini pegimane kagak gosong ntar muka cantik gue coba?" Armita tampak meringis-ringis, karena kulit mukanya mulai terasa pedih akibat terpapar sinar terik matahari.
"Ah lo mau di derma med kek, facial kek, masker kek, emang muka lo gitu-gitu aje kagak ada perubahan yang signifikan. Kecuali lo sedot lemak noh, baru langsung keliatan hasilnya."
Galih membalas kata-kata Armita dengan mulut lemesnya. Mereka berdua memang mirip sekali dengan Tom dan Jerry. Armita meradang. Ia seketika mengangkat tangan ingin menonjok wajah Galih. Namun ia mendadak mengurungkan niatnya. Armita sadar kalau mereka semua sedang dihukum.
Sementara itu, suara daging yang saling bertumbukkan, ditambah teriak-teriakan penuh emosi terdengar dari arah lapangan basket. Mereka berdelapan sontak mengalihkan pandangan pada sumber keributan.
Dari jarak sekitar sembilan meter dari tempatnya dihukum, Ibell masih bisa melihat jelas perkelahian Galaksi dan Arjuna. Begitu juga dengan suara makian-makian kasar keduanya.
"Eh kampret, kalo lo emang nggak senang sama gue, lo nggak perlu ya ngehina-hina itu MABA sampe segitunya. Fine dia salah dan lo sah-sah aja ngehukum dia. Tapi lo nggak berhak mengintimidasi dia atas hal-hal yang terjadi di luar kampus. Maksud lo apa bilang-bilang kalo gue baru keluar dari rumahnya jam 11 malam? Apa itu juga termasuk bagian dari tugas lo sebagai panitia, sampai lo nguntit kehidupan MABA di luar kampus? Dasar bangke lo! Bawa-bawa masalah pribadi dalam tugas lo sebagai panitia. Cuih!" Galaksi menghajar Arjuna seraya memaki-maki. Mereka berdelapan pun makin semangat menonton.
"Kalo emang si Sharena lebih milih gue buat jadi temen ena ena nya daripada lo yang justru mendambakan cintanya, itu sih DL alias Derita Lo!" Galaksi berdecih sambil meludah ke tanah.
"Orang-orang nggak bermoral kayak lo ini emang cocoknya dimusnahkan dari muka bumi. Tiap hari kerja lo cuma ngerusak anak orang. Emangnya lo nggak punya ibu sampe lo tega selalu mainin semua perempuan yang suka sama lo? Nggak merasa kasihan gitu sama gender yang sama dengan Ibu yang udah ngelahirin lo ke dunia?" Kali ini giliran Arjuna yang memaki-maki.
"Memangnya lo bakalan nolak kalo lo diempanin ena ena sama cewek. Nggak usah munafik lo, Bro! Tapi walau gitu, gue juga pilih-pilih Bro. Kalo ceweknya murahan kayak Sinta adek lo sih, gratis juga gue ogah. Pasti udah sepet rasanya karena keseringan dipake orang."
"Muke gile lo! Anjin*! Ta*!" Arjuna mengamuk.
Dan suara-suara pukulan, tendangan dan makian kasar kembali terdengar. Para senior perempuan berupaya menghentikan perkelahian. Namun tidak jua berhasil memisahkan dua banteng yang sedang emosi ini. Perkelahian baru benar-benar bisa terhenti, setelah mereka dipisahkan oleh sesama senior laki-laki.
"Lo emang hebat ya Bell, bisa membuat duo ganteng gagah perkasa saling adu otot. Hebat! Hebat!" Malik dengan tangan kanan masih menghormat bendera, masih sempat-sempatnya menggoda Ibell. Ia menggunakan tangan kirinya menoel-noel lengan Ibell.
"Gue hebat?" Ibell memandang bingung Malik. Ia menyipitkan kedua matanya yang silau oleh teriknya matahari pukul dua belas siang.
"Emangnya gue ngelakuin apaan sampe lo bilang gue hebat? Perasaan dari tadi gue disini berdelapan sama lo lo semua." Ibell memandangi Malik dengan heran. Sementara yang dipandangi memutar bola matanya ke atas.
"Gue bingung Bell. Giliran ngomongin pasal-pasal berikut penjabarannya aja, otak lo langsung connect. Eh giliran ngomongin soal perasaan dan kepekaan, sensor lo langsung mati automatically. Parahhh euy!" Malik menepuk jidatnya sendiri dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya masih tetap setia menghormat bendera.
"Kepekaan itu memiliki dua arti yang homonim. Yaitu kepekaan secara kimia dan kepekaan secara nomina. Kepekaan dalam kimia itu berarti perihal peka ; mudah bergerak seperti neraca, timbangan dan sebagainya. Sedangkan kepekaan dalam ilmu nomina, berarti kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan. Menurut lo, gue nggak peka dalam bidang ilmu yang mana, Lik?!" Ibell masih keukeuh meminta penjelasan dari Malik.
"Masyaalohhh nyesel gue ngomong masalah beginian sana lo, Bell. Serah lo dah mau ngomong apa juga. Lama-lama Gue ngeri setiap berinteraksi sama lo. Jangan-jangan otak lo itu berasal dari kloningan WIKIPEDIA ya?" Malik rasa-rasanya ingin melambaikan tangan ke kamera.
"WIKIPEDIA adalah-"
"STOPPPP! Lo bikin kepala gue yang udah mumet kepanasan jadi makin keliyengan aja. Ampunnn!Ampunnnn!" Malik membuat gerakan sungkem sekejab, sebelum kembali menghadap bendera.
"Hahahahaha!" Enam jenis tawa berbeda mengiringi Malik yang terlihat putus asa setiap ingin berbicara dengan Ibell. Sementara yang bersangkutan tenang-tenang saja tetap santai menghormat bendera. Seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa.
***
"Aduhhh Emakkkk, kaki gue peugeul poll berdiri hampir dua jam, Bray!" Panca duduk selonjoran di rerumputan setelah masa hukuman mereka habis. Sementara Amita, Lea dan Annisa sampai tidak sanggup berbicara saking pegal dan capeknya. Tiga wanita itu terkapar berbantalkan ransel mereka masing-masing.
"Bell, lo nggak capek kepanasan sampe dua jam? Mana sambil berdiri menghormat bendera lagi. Muka lo sampe merah padam begini. Gosong ntar muka lo kalo nggak cepet-cepet dipakein cream tabir surya. Pake nih punya Gue." Annisa mengangsurkan cream dalam wadah putih pada Ibell sambil tiduran di rerumputan.
"Nggak usah Nisa. Terima kasih atas tawarannya. Gue mah udah biasa kali kalo kena sinar matahari. Setiap jam 5 pagi gue udah jalan nitipin kue ke warung-warung sebelum ke sekolah. Nah terus pulang sekolah biasa gue naik sepeda lagi ngiderin kue-kue di komplek-komplek perumahan sekitar kontrakan gue. Sorenya gue juga masih nitipin macem-macem gorengan ke cafe-cafe tenda langganan gue. Jadi matahari mah udah jadi sahabat sejati gue. Buat apa ditakutin coba?" Tujuh kepala memandanginya ternganga.
"Sumpah lo itu huebuattt! Nyari duitnya all out." Kali ini Lea yang mengomentari.
"Bukan hebat kali Le, tapi harus. Kalau nggak gue sama si Mbok mau makan apa coba?" Ibell mengangkat kedua bahunya.
"Bokap nyokap lo emang nggak bantu nyari nafkah gitu?" Armita mulai kepo karena sifat penasaran akutnya. Wajah Ibell agak berubah mendengarnya. Ini lah hal yang paling ia hindari apabila berinteraksi dengan dengan orang-orang baru. Biasanya mereka pasti akan mulai menanyakan kehidupan pribadinya yang tidak seindah orang-orang lain. Dan itu makin mengiris-iris perasaannya sendiri.
"Mereka udah nggak ada."
"Oh jadi lo itu a-"
"Ibell, yok ikut kakak sebentar. Ada yang kakak mau omongin. Adek-adek kakak pinjem temannya sebentar ya?" Galaksi memberikan senyuman manis sehingga menghadirkan dekik kecil di kedua pipinya. Tujuh kepala mengangguk. Tiga di antaranya nyaris mimisan dan meneteskan air liur.
Galaksi membawa Ibell ke ruang Himpunan dan menyuruhnya duduk di sana. Beberapa mahasiswi wanita senior menatap tidak senang pada Ibell secara terang-terangan. Sementara yang ditatap malah balas menatap heran. Ibell bingung mengapa senior-seniornya itu tampak seolah-olah ingin mencekiknya.
"Kamu nggak diapa-apain 'kan sama Juna?" Galaksi menatap Ibell menyeluruh kesekujur tubuhnya. Seolah-olah meneliti apakah ada bagian yang terluka. Tatapannya agak lama terhenti dibagian dadanya.
Glek! Itu susu seger manggil banget ya minta diemutin. Sabar Gal, belum waktunya. Perempuan itu biasanya butuh dibaperin dulu, baru deh ditidurin. Kalau sudah bosan baru dilepehin. Simple as that!
"Nggak diapa-apain kok, Kak. Kami semua cuma disuruh menghormat bendera saja."
"Syukurlah kakak pikir dia macem-macemin kamu. Next kalau dia bertindak di luar kapasitas dia sebagai seorang senior kepada kamu, laporkan pada kakak. Oke?" Galaksi mengedipkan sebelah matanya dan mengelus pelan puncak kepalanya. Duh dada Ibell rasanya berdesir-desir dan detak jantungnya sepertinya jadi dua kali lebih cepat. Ibell baper untuk pertama kalinya. Ibell juga merasa jantungnya kembali deg-degan saat dipandangi dengan intensif oleh Galaksi.
"Wah... wah... Gal, roman-romannya nggak nyampe sebulan nih gaung kemenangannya? You're the real Badass!" Beberapa senior pria tampak menepuk-nepuk bahu Galaksi. Sebagian menyeringai dan menatap Ibell penuh minat. Galaksi hanya tertawa sumbang. Ia memandang Ibell yang tampak sama sekali tidak memperdulikan ke empat rekannya yang berwajah adonis itu. Putri ompongnya memang istimewa. Ia tidak pernah memperhatikan apalagi mencari perhatian dari para pria yang biasanya menjadi topik utama pembicaraan gadis-gadis muda seusianya. Ibell memang unik. Parahnya lagi, Ibell tidak pernah sadar kalau dia itu sebenarnya sangat cantik.
"Kalau tidak ada hal lain lagi yang ingin dibicarakan, saya permisi dulu." Ibell menganggukkan kepalanya kepada empat seniornya dan Galaksi dengan sopan. Masa istrirahat telah habis dan ia harus buru-buru kembali kebarisan. Baru saja Ibell melangkah keluar dari pintu Himpunan, tiba-tiba saja dia teringat bahwa ponselnya tertinggal di meja. Dengan langkah bergegas ia pun mulai mendorong pintu ruang Himpunan.
"Hebat ya lo Gal. Tiap kali kita ngadain taruhan, lo belum pernah kalah kayaknya ya? Etdah bakalan pada bolong nih kantong kami semua harus beliinn lo tu motor gede sebagai hadiah bukti keberhasilan lo ngedapetin Issabelle. Ck... ck... ck... Mata lo emang awas beut ya kalo ngeliat barang bagus? Tapi inget Bray, kalo lo udah bosen make doi, bagi-bagi dong sama kita-kita. Secara udah cakep, bodynya wuihhh napsuin beuttt. Duh Cenat cenut nih junior gue ngebayangin nya?"
"Beres. Gue mah biasanya nggak pernah lebih dari seminggu kalo make cewek. Pasti udah gue lepehin. Bosen! Lo pake deh tuh cewek bekasan gue sampe puas. Asal inget, doi lo bikin baper dulu. Ntar kalo rayuan gombal lo udah masuk ke hatinya, udah gampang. Lo tinggal eksekusi aja." Hehehe...
"Dasar penjahat kelamin kambuhan lo!" Hahahaha..."
Tawa berderai mengiringi kata-kata mesum Galaksi. Dia bahkan sempat ber high five ria dengan teman-temannya.
Ibell berdiri mematung di belakang mereka semua. Akhirnya kejadian lagi 'kan? Baru saja ia mau mencoba membuka hati untuk menerima orang lain dihatinya. Tapi nyatanya apa? Ia cuma dijadikan barang taruhan dan berencana dilepehin dalam kurun waktu seminggu oleh Galaksi. Ternyata memang di dunia ini tidak ada orang yang memang benar-benar tulus menyayanginya! Mommynya menganggapnya sebagai beban! Daddynya menyebutnya sebagai sebuah kesalahan! Kedua orang tua kandungnya saja tidak menyayanginya. Apalagi orang lain bukan? Mimpi saja kamu Ibell!
"Maaf, permisi. Saya mau mengambil ponsel saya yang ketinggalan." Suara canda diselingi oleh kalimat-kalimat cabul khas man talking itu pun terhenti mendadak.
Mereka semua terdiam saat melihat kedatangan tiba-tiba Ibell. Perubahan wajah yang paling signifikan itu adalah Galaksi. Entah kenapa perasaannya menjadi begitu tidak enak mengetahui Ibell pasti telah mendengar sebagian atau mungkin semua kata-kata yang berhamburan keluar dari mulut besarnya. Apalagi saat secara tidak sengaja pandangan Galaksi bersiribok dengan Ibell. Tatap matanya sudah tampak berbeda padanya. Ibell tidak terlihat marah. Tetapi sorot matanya tampak kosong. Galaksi tahu mendapatkan maaf dari orang yang sedang marah itu memang susah. Tetapi sulitnya akan menjadi berkali-kali lipat apabila mereka kecewa.
Arkan memandangi ratusan MABA yang tengah berbaris rapi di urutan kelompoknya masing-masing. Wajah-wajah gembira dan semangat muda memancar dari segala gerak gerik penuh spontanitas mereka. Ia dulu juga pernah seperti mereka. Energik dengan bersemangat berapi-api demi untuk menggapai cita-cita, dan selalu optimis dalam segala hal. Ia bahkan sempat menjadi ketua BEM. Jabatan yang cukup bergengsi di masa itu.Ya, itu terjadi ketika ia masih muda, naif, dan bahagia. Keharmonisan keluarganya selalu menjadi rule mode bagi rekan-rekan sesama mahasiswa yang lain. Potret keluarga yang harmonis dan bahagia. Dan itu semua terjadi sebelum ada satu kejadian yang menjungkir balikkan semuanya. Pemikiran naif dan jiwa idealiasnya meradang saat ia mengetahui fakta yang sebenarnya. Bahwa sesungguhnya semua itu hanyalah kamuflase belaka. Dari luar keluarganya terlihat sempurna. Namun di dalam, fondasinya bobrok bahkan nyaris ambruk.
"Lepas—hmmpttt!!!—kan saya dosen gi—ehemmptt!!! Ibell gelagapan saat Arkan melumat ganas bibirnya. Menghisap semua rasa manis di rongga-rongga mulutnya. Mata Ibell membelalak ngeri saat merasakan lidah Arkan membelit lidahnya dan mulai mencuri nafasnya. Ibell sesak napas dan nyaris muntah.Setelah Arkan merasa Ibell mulai kehabisan oksigen dengan memukul-mukul panik punggungnya, barulah Arkan melepaskan tautan bibirnya. Mata Ibell menatap Arkan horror. Seumur hidup Ibell belum pernah dicium orang secara seksual. Pipinya hanya pernah dicium oleh kedua orang tuanya. Itu pun saat ia masih kecil. Dan hari ini ciuman pertamanya direbut paksa oleh Arkan dengan cara yang begitu brutal. Ibell shock."Sudah, jangan memasang mimik wajah seperti itu. Sekarang, apabila ada pria lain yang bertanya apakah kamu sudah pernah dicium, kamu sudah bisa menjawabnya bukan, Sayang?"
Ibell tiba di kontrakannya tepat pukul sembilan lebih sepuluh menit. Ia muncul di depan pintu dalam keadaan basah kuyub, ketakutan dan kehujanan. Galaksi yang tengah duduk sembari bermain game online, langsung berdiri menyambut kedatangannya."Kamu ini dari mana saja sih, jam segini baru pulang? Kamu tidak tahu betapa khawatirnya Kak—Mbok Darmi? Si Mbok tidak bisa duduk tenang dari tadi karena mencemaskan kamu!"Lega campur kesal karena melihat kedatangan Ibell, menjadikan emosi Galaksi sedikit tidak terkendali. Demi Tuhan, ia ketakutan! Ia takut kalau Ibell terkena masalah macam-macam. Sedari tadi benaknya penuh dengan adegan pemerkosaan, pembunuhan, kecelakaan lalu lintas dan semua tindak kejahatan di luar sana. Semua rasa ketakutan itu terus saja berseliweran di kepalanya. Makanya ia memutuskan untuk menunggu hingga Ibell pulang, barulah ia pulang juga."I—Ibell ada keperluan mendadak tadi, Kak. Permisi, Ibe
Galaksi berlari kencang menuju ruang kesehatan. Dia tadi sedang memberi penjelasan tentang acara perpisahan besok dan jurit malam, saat melihat Arjuna dengan setengah berlari membopong Ibell menuju ruang kesehatan. Dia khawatir sekali, karena semalam sore Ibell pulang kerumah dalam keadaan basah kuyub. Dan benar saja dugaan nya, Ibell sakit dan pingsan dibarisan."Lo mau ngapain?" Galaksi langsung menepis tangan Juna yang terlihat ingin melepaskan ikat pinggang Ibell. Kurang ajar!!"Gua mau melepaskan ikat pinggang Ibell lah. Apa lo nggak tahu kalo pertolongan pertama buat orang yang pingsan itu adalah melonggarkan semua ikatan di tubuhnya, dan menaikkan kakinya 30 cm lebih tinggi dari jantung agar aliran darahnya kembali ke otak?" Juna menatap Galaksi seolah-olah dia adalah orang paling bodoh sedunia.
Ibell mengangkat wajahnya perlahan. Netra coklat brandy nya bertatapan lurus-lurus dengan netra hitam Radja. Mereka berdua saling menandang dalam diam. Ibell melihat bahwa Om Radja nya kini telah memiliki sejumlah kerutan disudut-sudut matanya dan juga digaris senyumnya. Rambutnya pun sudah mulai diselang selingi oleh uban disana sini. Rahang perseginya masih sama, berbentuk kotak dan tegas, khas ciri-ciri kesukuannya. Dan diatas segalanya, Ibell merindukan Om nya, lebih tepatnya dia merindukan masa lalu nya yang telah dia coba mati-matian membuangnya jauh jauh!!!Akan hal nya Radja, dia sempat terpana sejenak saat memandang MABA nya. Dia ini lelaki normal dan matanya juga masih sehat dan awas. Gadis ini memang cantik sekali, tetapi ada sesuatu didirinya yang membuat Radja menolak memandangnya sebagai seorang wanita. Radja seperti merasa pernah melihatnya, tetapi dia lupa dimana. Netra coklat brandy itu, seperti sudah pernah diakrabi nya,
Ibell membuka matanya perlahan-lahan. Bau tajam obat-obatan khas rumah sakit mulai menyerbu indera penciumannya. Pemandangan serba putih serta infus yang ada di tangan kirinya, membuatnya sadar bahwa saat ini ia berada di rumah sakit. Ingatan-ingatan sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran diri pun bermunculann di benaknya. Jurit Malam, lemari yang rubuh dan Om Radja! Ya ia ingat Om Raja berusaha melindungi sekujur tubuhnya dengan tubuh besarnya sendiri."Alhamdullilah, Neng. Eneng udah sadar? Ayo diminum dulu teh manisnya Neng, biar nyawanya ngumpul dulu."Mbok Darmi membantu Ibell minum sambil mengelus-elus punggungnya. Ia sebenarnya kasihan sekali melihat nasib malang nona mudanya. Hidupnya begitu pahit. Bahkan sejak ia terlalu kecil untuk mengetahuinya."Mana yang sakit, Neng? Kalau ada biar Mbok panggilin perawatnya ya?""Nggak usah, Mbok. Ibell sehat-sehat saja. Mungkin tadi Ibell pingsan kar
"Gue nggak nyangka kalo diantara kita semua lo yang duluan kena sindrom puber ke dua, Ja. Walaupun puber kedua itu memang proses alami yang bakal dialami sebagian besar orang, tapi lo jangan sampe ke bablasan kayak gini juga kali, Ja. Inget Bro, lo itu udah punya anak bini."Dewa mulai menguliahi Radja pagi-pagi dirumah sakit. Setelah mendapat kabar dari Risma, mereka berlima Dewa, Rendra, Raven, Bayu dan Bima menyempatkan menjenguk Radja dirumah sakit sebelum mereka ngantor. Risma menangis sedih saat mengadu pada mereka semua kalau Radja mendapat insiden saat menemani cabe nya itu Jurit Malam. Demi apa coba seorang Radja Halomoan Girsang mau-maunya ikut kegiatan seperti itu kalau tidak ada apa-apanya dengan sang mahasiswi. Pakai mengorbankan diri segala lagi sampai terluka lumayan parah begini. Pasti mahasiswinya itu sangat istimewa. Mereka berlima penasaran sekali kepengen melihat wajah cabe nya Radja. Risma itu adalah runner up
Revan sangat bingung melihat gadis remaja ini. Setelah menjadi penumpang ilegal di mobilnya dari sejak dari rumah sakit, eh ini sekarang sicantik ini malah minta tolong diantar kan kembali ke sana. Aneh bukan?Tetapi Revan mengerti, tingkah para abege zaman now memang ajaib. Persis seperti dirinya dulu yang mati-matian mengejar Senjahari, guru matematika cantiknya. Dan kini dia telah bertunangan dengan seorang model terkenal yang bernama Luna Bratakusuma, atas konspirasi dari kedua belah pihak keluarga. Menurut orang tuanya, Luna adalah paket lengkap seorang calon istri. Cantik, terkenal, cucu seorang Alex Bratakusuma pula. Dan diatas semua itu, Luna sangat baik dan sopan terhadap orang tua. Itulah nilai plus Luna dimata kedua orang tuanya. Kalau ditanya soal bagaimana dengan perasaan Revan sendiri, sejujurnya dia tidak tahu. Yang paling penting buatnya adalah kebahagian kedua orang tuanya itu diatas segala-galanya. Sejak dia gagal mempersunting mantan gurunya itu,
"Saya terima nikah dan kawinnya Isabelle Artharwa Al Rasyid binti Al Rasyid dengan mas kawin 222 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Arkan dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu."Sahhh!!!" Koor dari para saksi dan semua tamu undangan yang menyaksikan ijab kabul terdengar lantang."Alhamdullilah."Setelah acara ijab kabul selesai, penghulu meminta Ibell keluar dan duduk di samping suaminya. Ibell kemudian mencium punggung tangan Arkan, yang kini telah sah menjadi suaminya. Acara dilanjutkan dengan acara sungkeman. Usai sungkeman diadakan dengan sesi photo keluarga. Setelah acara yang paling ditunggu-tunggu, yaitu acara hiburan pun dimulai.
Ibell melangkah ragu-ragu saatmelintasi kamar demi kamar di RSJ tempat Tante Florida dirawat. Langkahnya mendadak terpaku, saat melihat sosok Tante Florida yang sedang duduk santai di kursi taman. Menurut Arkan, akhir-akhir ini Tante Florida memang lebih suka duduk di taman daripada di dalam kamar. Kesehatan jiwa raganya maju pesat bulan-bulan terakhir ini. Ibell menyurutkan langkah kala melihat dokter Prambudi datang dan membawakan sebuket bunga untuk Tante Flo. Pak dokter ini memang hebat. Dari usianya belasan tahun sampai lima puluhan tahun, cintanya kepada Tante Flo tidak berubah. Ibell baru saja akan membalikkan badannya, saat suara bariton dokter Prambudi memanggilnya. Ternyata sang dokter telah mengetahui kedatangannya. Ibell menghampiri mereka berdua ragu-ragu."Sini, Nak. Kamu mau menemui Tante Flo bukan? Ayo duduk sini." Dokter Budi menggeser pinggulnya ke samping. Memberinya tempat duduk di sisi kanan Tante Florida. Setelahnya sang dokter
"Bagaimana dengan ibu Anda, bukankah ibu Anda selalu memandang Ibell seperti hama yang akan merusak keluarganya? Anda juga mengatakan bahwa ibu Anda adalah surga Anda? Lantas apakah hanya karena seorang wanita, Anda rela menggadaikan kebahagiaan Ibu Anda sendiri?"Raven masih belum menyerah. Bukan sifatnya untuk takluk begitu saja sebelum bertarung habis-habisan. Karena yang dipertaruhkannya di sini adalah masa depan anaknya. Dulu sebagai seorang ayah dia sudah sangat banyak berbuat salah. Kali ini dia akan berusaha menjadi orang tua yang benar. Karena terkadang anak seusia putrinya ini, belum bisa membedakan antara perasaan cinta atau hanya sekedar kagum karena merasa ada pembela. Orang yang sedang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan dirinya sendiri. Dia ingin agar putrinya benar- benar yakin dulu akan perasaannya sendiri, baru dia akan mengambil keputusan."Tidak ada siapa yang akan menggadaikan kebahagian siapa
Ibell baru sampai di depan gang rumahnya, saat pandang matanya tertumbuk pada empat mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Pak RT. Rumah Pak RT memang bersebelahan dengan rumahnya. Pertama Ibell menduga mobil-mobil itu adalah mobil tamu-tamu Pak RT. Namun saat ia melihat nomor polisi dua mobil mewah itu, ia langsung mengenali pemiliknya. Mobil pertama adalah mobil daddynya. Dan mobil yang satunya lagi, ia kenali sebagai mobil yang pernah ditumpanginya berkali-kali karena tidak sengaja. Yaitu mobil Revan Aditama Perkasa. Itu artinya pemilik mobil-mobil itu sebenarnya adalah tamunya.Masalahnya, apa yang menyebabkan mereka beramai-ramai ke rumahnya? Ibell bingung. Ia jadi merasa kembali dikejar-kejar oleh para rentenir. Biasanya memang seperti itu. Apabila ada mobil asing di depan rumahnya, pasti ada rentenir yang sedang menunggu kepulangannya untuk menagih hutang.Sementara itu, Arkan mulai merasakan udara-udara tidak enak di sekitarny
Ibell menepis serangga yang menggerayangi wajahnya. Tetapi sepertinya serangganya tidak ada takut-takutnya. Ibell membuka mata. Bermaksud untuk melihat apakah ada semut yang mengerubungi wajahnya. Tetapi netra brandynya malah saling bersirobok dengan manik hitam segelap malam Arkan yang sedang menciumi permukaan wajahnya.Astaga, ternyata ini rupanya serangganya! Eh tapi tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah di sini! Mata Ibell membelalak. Kenapa dosen mafianya bisa ada di sini?!"Lho Bapak kenapa bisa ada di ranjang saya?""Pertanyaan kamu terbalik, Sayang. Seharusnya saya dong yang nanya, kenapa kamu bisa ada di ranjang saya?" Arkan mengulum senyum. Ia merasa geli melihat Ibell yang belum sepenuhnya menyadari keberadaannya, dan apa seperti apa penampakannya saat ini."Hah! Iya ya?" Pandangan Ibell perlahan menjelajahi sudut-sudut kamar. Dimulai dari tirai abu-abu, wallpaper bermotif catur, meja
"Nis, ini kita bisa masuk penjara lho kalo si pemilik apartemen tahu kita udah nyelinap diam-diam ke wilayah pribadinya. Masak gue kemarin baru keluar dari kantor polisi, tetiba masuk lagi aja? 'Kan nggak lucu."Ibell berbisik pelan di telinga Annisa. Saat ini mereka berdua sudah seperti dua penjahat kambuhan yang sedang menyatroni mangsanya. Jalan berjingkat-jingkat dengan gerakan sehalus mungkin agar tidak menimbulkan suara. Annisa ingin masuk ke kamar Cakra dengan tiba-tiba. Siapa tahu WIL-nya Cakra ada di sana katanya."Bell, coba lo aja yang buka itu handle pintunya dan dorong pelan-pelan. Gue mau nyiapin jantung dulu. Biar dia nggak kaget-kaget amat kalo pas ngedapetin ada cewek naked yang lagi bobok cantik sama si Cakra di ranjangnya."Ibell dengan cepat menggeleng. Nyari mati kalau ketahuan itu mah!Annisa yang penasaran akut membuat gerakan memohon, diikuti dengan pandan
"Lho Opa sama Pak Cakra kok bisa datangnya barengan? Opa kenal sama Pak Cakra?" Ibell memandang opa dan bos ketusnya heran. Sementara dua orang di depannya terlihat bingung karena tidak saling mengenal sama sekali. Kebetulan saja mereka tiba berbarengan."Oh ini Opa kamu ya, Belle? Kami tidak saling mengenal. Mungkin kebetulan saja kami berdua tiba berbarengan di sini. Oh ya Opa, kenalkan saya Cakra Prajna Wisesa. Atasan Isabelle di restaurant Nikmat Rasa. Senang berkenalan dengan Opa."Cakra menjabat tangan Dirga diiringi dengan seulas senyum sopan di bibirnya. Ibell takjub. Ternyata boss ketusnya bisa bersikap manis dan sopan juga. Opanya juga balas menjabat dan menyebutkan nama. Opa Dirga juga menanyakan soal kinerjanya di restaurant. Boss ketus ini kalau soal diplomasi memang luar biasa. Tetapi coba kalau hanya berdua, kalau tidak menyindir-nyindir pasti mengomelinya.Ibell melirik ke arah Albert, yang seketika m
"Menunggu waktu saya meninggal maksudnya? Anda ini hebat sekali ya dosen bahlul. Merencanakan suatu tindakan percobaan pidana di kantor polisi. Tetapi tidak heran juga sih mengingat track record ayah Anda yang juga pernah mendekam di penjara. Buah 'kan memang jatuh tidak jauh dari pohonnya."Gue bales lo! Raven menaikkan satu alisnya. "Kalau begitu, maksud daddy Ibell juga anak yang berasal dari genetika yang tidak baik karena punya mommy mantan narapidana ya? Bukannya daddy dulu juga mencintai mommy makanya daddy merebut mommy dari Om Dewa? Kalau di runut-runut Ibell ini berasal dari orang tua yang dua-duanya tidak baik dalam hal etika bukan?"Wajah Ibell mendung. Entah mengapa dia merasa daddynya masih saja menyesalkan kehadirannya yang berasal dari rahim seorang mantan narapidana. Istimewa daddynya
"Bapak tidak pulang? Ini sudah larut malam lho, Pak. Tante Flo nanti pasti nyariin Bapak. "Ibell yang merasa kasihan melihat Arkan yang sepertinya kebingungan harus bersikap bagaimana, menarik ujung kaos lengan panjang sang dosen yang masih saja memeluknya erat."Hah? Apa Petite? Maaf saya kurang begitu jelas mendengar kata-katamu tadi. Kamu bilang apa tadi hmmm?" Arkan menyelipkan sejumput rambut Ibell yang menutupi keningnya ke belakang telinga. Arkan memang sedang gegana dan dilema luar biasa. Dia sebenarnya ingin pulang dan segera menginterogasi ibunya dan juga Dokter Anita. Tetapi dia juga tidak tega membiarkan Ibell sendirian menginap di kantor polisi. Kalau saja di bolehkan, dia ingin sekali menemani Ibell di ruangannya.Bayangan Ibell yang nota bene seorang perempuan tidur di antara para laki-laki membuat hatinya tidak tenang. Saat ini saja sudah begitu banyak kepala yang menoleh sedikit