Awalnya, kedatangan Lunar ke London hanyalah ingin merayakan anniversary pernikahannya dengan Doris, suaminya. Dengan berbekal mental dan tekad, Lunar terbang dan mencari informasi keberadaan suaminya. Setibanya di kamar hotel yang dimaksud, Lunar tidak menemukan Doris. Melainkan ia mendapati kamar tersebut yang terlihat mewah penuh hiasan dan juga kelopak mawar. Ia menduga bahwa itu sebuah surprise untuknya yang diberikan oleh Doris. "Ternyata kau juga terlihat romantis, Sayang. Terima kasih." gumam Lunar berbangga diri. "Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih, sebaiknya kau bersiaplah untuk menjadi pemuas hasratku," seorang pria asing datang dan mendekati Lunar. Wanita itu terkejut dan terheran dengan kehadiran pria itu. "K-kau siapa? Kenapa kau lancang sekali memasuki kamarku?" gertak Lunar sembari memundurkan langkahnya. "Hahaha. Rupanya kau belum tau? Ini kamarku, dan suamimu telah menjualmu kepada saya. Sebaiknya kau turuti saja keinginanku, mengerti?!" kemudian pria itu mendorong wanita di hadapannya di atas ranjang. Apa yang akan dilakukan pria itu kepada Lunar? Lalu, siapa sebenarnya pria itu?
View More"Tolong! Jangan sentuh aku, Tuan. Aku mohon ...." rintih Lunar saat pria bernama Lucas itu mulai menindih tubuhnya.
Pria di hadapannya tak peduli lagi dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Lunar. Meski sesekali Lunar menampakkan tangisnya, pria itu tak sedikit pun merasa belas kasihan.
"Tuan, aku mohon ... jangan sentuh aku ...." rengek Lunar tak henti-henti.
"Diam! Jangan banyak merengek ataupun menangis. Suamimu telah menjualmu dengan harga satu milyar padaku. Jika aku menyia-nyiakanmu, aku akan merasa rugi." bentak Lucas dengan intonasi tak dapat terkontrol lagi.
Lunar hanya bisa menangis dan tak menduga jika suaminya tega menjualnya kepada Lucas. Mungkin ini memang salahnya, saat lima tahun menikah Lunar tak pernah mengizinkan Doris untuk menyentuhnya. Bukan apa-apa, semua itu Lunar lakukan karena suatu sebab dan alasan.
Kini ia tak dapat lari dari pria arrogan itu, untuk merangkak saja dirinya sudah tak kuasa. Matanya hanya bisa mengeluarkan bulir-bulir bening yang membuat dadanya semakin sesak. Ia juga tidak tau, alasan apa sebenarnya yang membuat Doris tega menjualnya?
"Hapus air matamu! Aku muak melihat wanita menangis. Kau harus bisa memuaskan hasratku malam ini!" perintah Lucas dengan lantangnya.
Mungkin ini sudah menjadi nasib buruknya yang harus menjadi wanita pemuas hasrat pria asing di hadapannya. Lidahnya kelu, dadanya teramat sesak sambil sesekali tangannya menyeka air matanya. Ia sudah tak peduli lagi dengan keadaannya yang sudah tampak kacau.
"Apa yang harus kulakukan, Tuan?" tanya Lunar dengan bibir gemetar.
"Panggil aku Tuan Lucas!" sergah Lucas dengan angkuhnya. "kau cukup melayaniku saja setiap malam dan menjadi pemuas hasratku. Jika kau berani menolak atau mencoba kabur dariku, aku tidak segan-segan membuat ibumu mati." ancam Lucas dengan puas.
Lunar semakin tertekan dan khawatir dengan keadaan ibunya. Sudah setengah tahun lamanya ibunya divonis penyakit jantung dan perlu uang untuk membiayai pengobatannya. Lunar tidak dapat membayangkan betapa buruknya nasib yang akan diterimanya. Entah sampai kapan dirinya harus terjebak dalam mimpi buruknya?
"Pergilah, mandi. Bersihkan dirimu yang kotor dan bau itu. Aku akan menunggumu di sini," pinta Lucas dengan angkuhnya.
"B-baik." balas Lunar dengan bibir masih bergetar.
Bagaimana mungkin ia harus lari dari pria mengerikan dan tidak dikenalnya itu? Melihat wajahnya saja cukup membuat nyalinya ciut. Apakah benar adanya orang-orang luar itu sangat kejam dan keras? Lunar terus menangis sambil mengguyur tubuhnya dengan air shower. Entah berapa lama ia harus bertahan di kota London ini? Membayangkannya sangat membuatnya kehilangan arah.
Kini Lunar telah kembali dengan handuk kimono yang menutupi tubuhnya. Tampaknya keadaannya sudah sedikit membaik. Tubuhnya terasa segar dan lebih fresh setelah mandi. Matanya tercengang saat melihat makanan tersaji di atas meja. Ia tersenyum sambil mengelus perutnya. Kebetulan saat itu perutnya mulai lapar dan ia sudah tak tahan untuk menyantap makanan tersebut.
Tapi, seketika ia merasa bingung. Ia tidak melihat ke mana pria itu? Lunar mencoba mencari pria itu di seluruh sudut kamar, akan tetapi hasilnya nihil.
"Nyonya Lunar. Anda diminta untuk segera makan. Karena Tuan Lucas sedang ada urusan di luar, dan beliau akan kembali sesegera mungkin." perintah salah seorang pramusaji di hotel itu.
Lunar bergeming sejenak, lalu menatap pramusaji di hadapannya yang hendak melangkah keluar.
"Tunggu dulu!" sergah Lunar dengan bersedekap dada.
"Ada apa Nyonya?" tanya pramusaji itu sambil membungkuk hormat.
"Siapa sebenarnya Tuan Lucas? Kenapa beliau memberikan makan seenak ini?" tanya Lunar penasaran.
"Ah, Nyonya tidak tau. Bukankah Tuan Lucas calon suami anda." jawab Pramusaji itu.
Lunar masih tak mengerti dengan semuanya? Apakah benar yang diucapkan oleh pramusaji itu padanya? Bukankah pria itu cukup arrogan dan keras. Bagaimana bisa beliau ingin menjadikan Lunar sebagai istrinya? Sedangkan tadi dia mengatakan, bahwa dia telah membeli Lunar dan menjadikan Lunar sebagai pemuas hasratnya.
"Nyonya, sebaiknya anda makan dulu. Jika tidak, Tuan Lucas akan marah dan memecat kami," ucap pramusaji itu.
"Memecat?" tanya Lunar tak mengerti.
"Iya, Nyonya. Tuan Lucas adalah Direktur hotel ini. Jadi, kami harus menghormati dan bekerja dengan baik," jawabnya.
"Oh, baiklah. Aku akan makan segera, sekali lagi terima kasih, ya?"
"Baik, Nyonya. Selamat bersenang-senang."
***
"Aku sudah katakan padamu, Grace. Aku tidak menginginkanmu lagi. Untuk apa kau masih menemuiku?" ucap Lucas saat berada di restoran bersama seorang wanita.
"Lucas. Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku berjanji akan menjadi wanita seperti yang kau inginkan," jawab Grace yang merupakan istri Lucas.
"Omong kosong! Aku sudah tidak percaya padamu lagi, Grace. Setiap saat aku meminta kau melayaniku, kau selalu menolak. Hanya menangis dan menangis yang kau lakukan, aku muak!"
"Tapi, aku janji ... aku akan ...."
"Cukup! Sudah cukup sampai di sini. Meskipun aku belum pernah menyentuhmu, aku merasa menyesal karena telah menikahimu. Mulai besok, kita bercerai!"
"Lucas!"
Lucas tak peduli lagi dengan teriakan istrinya. Ia berjalan melangkah menuju sebuah lift. Di sana wajahnya tampak kusut dan kusam. Entah sampai kapan ia harus bertahan seperti itu. Menikahi Grace merupakan penyesalan terbesar dalam hidupnya. Jika bukan karena Grace yang telah menyelamatkan nyawa adiknya, Lucas tak mungkin mau membalas kebaikan itu dengan menikahi Grace.
"Tuan Lucas, selamat datang kembali." sapa pramusaji lainnya saat melihat Lucas keluar dari lift.
Lucas hanya mengangguk tanpa ekspresi. Lalu, ia berjalan menuju kamar di mana Lunar berada. Pandangannya menerawang saat melihat Lunar sedang tertidur. Lucas masuk dan menghampiri gadis itu. Ditatapnya perlahan wajah Lunar dan sesekali dibelainya rambutnya.
"Gadis 1 milyarku, kuharap kau tidak akan pernah kabur dariku." gumam Lucas sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Tubuhnya benar-benar berat memikul masalah yang saat ini dijalaninya. Ia tak boleh bertahan terus menerus dengan Grace, Lucas memijat pelipisnya dan meraih ponselnya. Matanya terbelalak lebar saat membaca sebuah pesan dari Grace.
[Jika kau berani menceraikanku. Aku tidak akan tinggal diam membuat hidupmu berantakan. Satu lagi, aku juga akan membongkar semua rahasiamu karena telah membunuh bibiku.]
Lucas tampak meremas seprei dengan kasar. Ia memukul ranjang itu dan merasa kesal dengan ancaman Grace padanya. Sialnya, jika bukan karena dia ditipu oleh pamannya sendiri, ia tak mungkin terlibat dalam masalah besar itu.
"Tuan sudah kembali." ucap Lunar lirih dan terbangun dari tidurnya.
Lucas memandang Lunar dengan mata berkaca-kaca. Ia tak mungkin menampakkan kesedihannya kepada wanita di hadapannya itu. Lucas mendekatkan tubuhnya ke arah Lunar dan menatap kedua bola mata gadis itu.
"Kau begitu cantik dan menarik. Apa kau mau menjadi istriku?" ungkap Lucas membuat mata Lunar terbuka lebar.
"Maaf, Tuan. Status saya masih istri orang," balas Lunar sambil bangkit dari tidurnya.
"Aku tidak masalah, kau masih istri orang atau tidak? Yang jelas kau gadis satu milyar yang saat ini telah menjadi milikku, lakukanlah tugasmu!" Lucas tampak mendorong Lunar hingga terjatuh di atas ranjang. Keduanya saling berhadapan dan Lucas mulai menarik pakaian Lunar.
***
"Mari kita bicara, ada apa sebenarnya tadi?" Setelah memasuki ruang kerja, Lana menatap langsung ke arah Erza. "Ini, Lana, sekarang aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu." Erza kebingungan. "Kamu tidak tahu bagaimana menjelaskannya? Apa yang kamu lakukan dengan Wina tadi di dalam kamar?" Emosi Lana membuncah. Pada saat ini, Lana merasa akan pingsan. "Erza, apakah itu tidak berlebihan?" Lana tidak tahan. Perasaan ini membuat hati Lana sangat tidak nyaman. "Lana, aku sebenarnya seorang dokter, tapi penyakit Wina agak aneh. Ditambah lagi, aku hanya mendengar sedikit tentang penyakit itu, jadi aku tidak bisa menjelaskannya padamu." Erza melihat langsung ke mata Lana. Lana membuka mulutnya lebar-lebar dan memandang Erza di depannya. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Erza. "Bahkan jika kamu tidak ingin memberitahuku, jangan berbohong padaku!" bentak Lana. "Lana, aku benar-benar seorang dokter. Jika kamu tidak mempercayaiku, aku akan menunjukkannya padam
Tetapi begitu Erza pergi, banyak orang mulai berbicara dengan nada tidak senang. Tentu saja itu wajar. Mereka harus bekerja delapan jam setiap hari, bahkan kadang-kadang bekerja lembur. Tapi, Erza justru sering pergi begitu saja, datang begitu saja seenaknya sendiri. Erza tidak peduli, dia langsung meluncur untuk menuju ke restoran berkecepatan tinggi yang dimaksud Farina. Dia memutuskan untuk tidak mengajak Wina karena akan memakan waktu Selama makan, mereka berdua bisa berbicara, tapi Farina terus minum. "Jangan minum terlalu banyak." Melihat Farina ingin minum lagi, Erza segera mencegahnya. "Aku masih kuat minum!" teriak Farina dengan lantang. Teriakan ini menarik perhatian banyak orang, namun saat melihat Farina mengenakan seragam polisi, banyak dari mereka yang berpura-pura tidak menyadarinya. Bisa dikatakan mereka semua tahu bahwa itu adalah Farina. "Jangan minum!" bentak Erza. Gadis itu tidak menghiraukannya. Selanjutnya, Erza tidak tahu berapa banyak yang d
"Orangtuamu berasal dari Jakarta dan setelah kamu lahir, mereka tetap tinggal di sana. Artinya, tempat lahirmu adalah Jakarta, bukan Semarang," jelas Farina. "Apa?" Erza terdiam sejenak. Tempat kelahirannya adalah Jakarta? "Ya, menurut informasi, orang tuamu sepertinya terburu-buru saat itu, jadi semua informasi tentang kepindahan mereka ke Semarang tidak ditemukan. Sepertinya ada yang sengaja menyembunyikannya, dan aku tidak bisa muncul sekeras apa pun aku memeriksanya." Di akhir pembicaraan, Farina juga sedikit tidak berdaya. Entah itu kakek Erza, atau orang tua Erza, ada banyak hal aneh tentang keluarganya. “Mungkinkah kakekku yang melakukannya?” tanya Erza setelah beberapa saat. "Ya, namun juga, orang tuamu hanyalah profesor di sebuah universitas. Mereka seharusnya tidak memiliki kemampuan seperti itu. Sepertinya kakekmu sekarang ada di Jakarta, dan dia memiliki kekuasaan di sana." Farina merasa ini adalah penjelasan yang paling masuk akal. Ketika mendenga
"Kamu di mana?" Ketika dia dengan cepat berlari ke bawah, Erza menyadari bahwa dia bahkan tidak menanyakan alamat Farina. "Aku di polres sekarang," jawab Farina. "Aku akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, Erza dengan cepat mengambil mobilnya dan menuju ke Polres Semarang. Dalam perjalanan, adegan peristiwa masa lalu terus-menerus teringat di benak Erza. Dia awalnya memiliki masa kecil yang bahagia, tetapi sepuluh tahun yang lalu, orangtuanya tiba-tiba menghilang. Para polisi juga menyelidiki kasus ini, tetapi tidak ada hasil. Erza akhirnya menjadi yatim piatu. Kemudian, dia bertemu dengan seorang tentara yang membawanya ke markas. Melalui usahanya sendiri, Erza akhirnya menjadi prajurit dan mendapatkan banyak gelar kehormatan atas jasanya. Dia sangat senang saat berada di medan perang bersama rekan seperjuangannya. Namun, saat dia mendapat suatu misi yang sangat sulit dan rekan-rekannya itu harus menjadi korban, air mata Erza mengalir hampir tak terkendali.
"Aku mau ke toilet dulu," kata Sanca seraya berdiri. Sejujurnya saat ini, Sanca sedikit pusing. Bagaimana tidak? Dia harus mengeluarkan uang berpuluh-puluh juta dalam semalam. Setelah berada di toilet, Sanca mulai menelepon kemana-mana untuk meminjam uang karena dia tidak punya cukup uang. Meski dia adalah anak walikota, tapi dia sama sekali tidak mungkin untuk memesan semua menu premium. Di sisi lain Lana bertanya, "Erza, apakah ini tidak terlalu berlebihan? Apakah kita harus melakukan ini?" "Apa yang berlebihan? Dia awalnya berniat buruk padamu, jadi kita harus memberinya sedikit pelajaran sekarang," kata Erza sambil mulai makan. "Sial! Ke mana semua teman-teman brengsek ini? Mereka biasanya menggunakan segala macam alasan untuk meminjam uang dariku, tapi saat aku meminjamnya mereka malah tidak menggubris sama sekali," gertak Sanca. Di toilet, setelah lama menelpon, Sanca tidak tahu berapa orang yang sudah dia hubungi. Untungnya, dia akhirnya mendapatkan pinjaman
"Karena Erza juga ada di sini, ayo makan bersama saja," kata Lana. Melihat Lana berbalik dan masuk, Sanca juga dengan cepat mengejarnya. Bahkan jika dia tidak dapat melakukan apa-apa dengan Lana hari ini, tetapi setidaknya sesi makan malam ini dapat memberi kesan baik untuk dirinya. Sejak Sanca kembali dari belajar di luar negeri, orangtuanya selalu mendukung dirinya untuk berkencan dengan Lana. Jika Sanca bisa menikah dengan Lana, maka perusahaan Lana juga akan menjadi miliknya. Untuk mendapatkan hati Lana, orangtua Sanca memberikan berbagai macam fasilitas padanya untuk menarik perhatian gadis itu. "Ayo, pesan apa saja yang ingin kamu makan," kata Sanca dengan sombong setelah mereka masuk ke ruangan VIP di restoran hotel itu. "Saya tahu bahwa Tuan Sanca sangat murah hati," ucap Erza terkekeh. Sanca hanya tersenyum dan mengangguk sambil mengutuk pria itu di dalam hati. Lana melihat menu dulu, lalu memesan steak dan sebotol anggur merah. Harganya sekitar 5
"Aku teman sekelas Lana dulu saat masih sekolah. Ada yang ingin kukatakan padanya sekarang. Bisakah kamu meninggalkan kami berdua saja?" Sanca merasa sedikit tidak sabar. "Tidak bisa. Aku bukan hanya sopir Bu Lana, tapi juga pengawalnya. Aku tidak bisa pergi meninggalkan kalian berdua," elak Erza. "Ini, Lana, pegang bunga ini dulu," kata Sanca pada Lana. Ada dorongan untuk membunuh Erza di hati Sanca, tapi dia berusaha menahan diri. "Bunga ini sangat indah, bukankah Anda menyukai ini, Bu Lana?" Erza mengambil bunganya. "Jika kamu menyukainya, ambil saja," kata Lana acuh tak acuh. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Erza. "Maaf, Bu Lana tidak menginginkannya. Sepertinya Anda harus membawanya kembali." Ketika Erza berbicara, dia menyerahkan mawar itu kepada Sanca. Tanpa diduga, Sanca tidak bereaksi. Walaupun bunganya sangat mahal, ditambah ongkos kirimnya yang mencapai jutaan, Sanca sangat malu untuk mengambilnya kembali. "Bunga ini sangat mahal
Apakah Alina sedang bercanda? Apa dia meminta Erza membawa Lana ke hadapannya dan menjelaskan bahwa gadis itu adalah istrinya? Jangankan membuat Alina percaya, bahkan Lana pun mungkin tidak akan setuju. "Alina, aku…" kata Erza. "Apa kamu tidak akan bertanggung jawab padaku?" Mata Alina terlihat sedikit menyedihkan. "Baiklah." Erza tidak bisa berkata-kata pada akhirnya. "Kamu belum sarapan, bukan? Aku akan membuatkan sarapan untukmu." Setelah mendengar Erza menyetujuinya, Alina memasang ekspresi bahagia di wajahnya. Erza saat ini merasa sedikit tertekan. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini. Alina membuatkan Erza sepiring nasi goreng. Setelah Erza mencobanya, dia berkata, "Ini enak. Aku tidak menyangka kamu bisa memasak." Keterampilan memasak Alina memang sangat bagus. "Jika menurutmu enak, kamu bisa pindah ke sini dan hidup di sini bersama denganku," celetuk Alina. "Apa?" Erza membuka mulutnya lebar-lebar dan menatap Alina
Bagi Wina, Lana terlihat sangat menyukainya. Hal itu juga membuat Erza merasa lega. "Wina, kamu bisa tidur denganku di lantai tiga malam ini." Lana berkata pada Wina setelah makan malam. Erza tidak bisa memahaminya. Lana adalah istrinya. Sekarang dia justru mengajak Wina tidur bersamanya, sedangkan Erza harus tidur di lantai dua. "Tapi aku ingin tidur dengan Kak Erza," jawab Wina polos. Erza yang sedang meminum jus langsung memuntahkannya. Setelah Wina selesai berbicara, Lana menatap Erza dengan marah. Erza balas menatapnya dengan rasa bersalah. Pada saat ini, semakin Erza menjelaskan, semakin marah Lana padanya, jadi lebih baik untuk tutup mulut. Melihat Erza tidak berbicara, Lana yang tampak sedikit marah, dan langsung pergi. "Kak Erza, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanya Wina pada Erza. "Tidak, kamu harus istirahat lebih awal. Bu Siska, tolong siapkan kamar untuk Wina," kata Erza. Saat ini, dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Bu Siska
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments