Lunar tampak membulatkan kedua matanya, sesaat ia mengedarkan pandangannya ke arah depan.
"Aku tidak setuju." tukasnya membuat Lucas semakin ingin menggodanya.
"Kau harus setuju, karena kau gadisku." Lunar langsung terdiam. Ia sudah kehabisan kata-kata dan membuat dirinya ingin memaki pria itu.
Lucas tertawa senang menampakkan barisan giginya yang rapi. Ia pun kembali fokus menyetir hingga mereka tiba di sebuah hotel yang dituju. Di sana Lucas memarkirkan mobilnya dan mempersilahkan Lunar turun layaknya seorang putri. Lunar menerima perlakuan Lucas dengan baik. Mereka berjalan menuju kamar di mana mereka menetap.
Dari kejauhan, terlihat seseorang tampak memperhatikan gerak gerik mereka berdua. Semua itu tak menaruh curiga sedikit pun antara Lucas dan Lunar.
"Akhirnya sampai juga, aku sudah cukup lelah." ungkap Lunar lalu membanting tubuhnya di atas ranjang saat mereka tiba di kamar.
"Apa kau tidak pernah bepergian sebelum itu? Saat menikah dengan Doris? Ah, bukan itu maksudku. Sebelumnya apa kau tidak pernah keluar dari rumah sepanjang hidupmu?" tanya Lucas sambil melepas bajunya dan justru hal itu membuat Lunar semakin terperanjat.
"Kauu ... kau mau apa?" tanya Lunar penuh khawatir kala itu melihat dada kekar milik Lucas. Pria ini tersenyum dan mendekati Lunar.
"Apakah tidak boleh aku bermain denganmu?" goda Lucas sambil mendekatkan wajahnya ke arah Lunar. Gadis itu tak dapat berkata apapun selain menyangkalnya.
"Pergii! Apa maksudmu berbicara seperti itu? Aku tidak mengerti," sahut Lunar dengan kecewa.
Gadis itu memukul-mukul dada Lucas dengan tangannya. Itu tidak membuat pria ini mundur ataupun beranjak. Justru, Lucas bisa merasakan sentuhan hangat saat tangan gadis itu memukulnya.
"Kau tidak akan pernah bisa membuatku mencegah keinginanku. Aku akan bercinta denganmu malam ini. Aku akan mandi sebentar, setelah ini kau layani aku layaknya suamimu." Lucas bergegas bangkit dan menyambar handuk yang tergantung. Seraya berjalan menuju kamar mandi pria itu memicingkan matanya menatap gadis yang masih terhipnotis oleh kata-katanya.
"Sial!" decak Lunar sambil mengacak-ngacak rambutnya, saat bayangan Lucas telah lenyap dari pandangannya.
Kemudian Lunar mencoba bangkit dan mengambil beberapa hasil belanjaannya tadi. Ia tampak membongkar satu persatu dan matanya terkejut saat melihat sebuah benda aneh di depannya. Tangannya mencoba memungut benda ini dan ia begidik jijik.
"Apakah benda ini yang namanya kondom?" tanya Lunar penuh penasaran.
Astaga! Lunar menepuk jidat dan buru-buru ia menaruh kembali benda ini ke tempatnya.
"Pantas saja, setelah belanja tadi dia meninggalkanku untuk ke suatu tempat. Rupanya dia ingin membeli benda ini. Sungguh menjijikkan." gumamnya saat membayangkan benda ini.
Setelah itu, Lunar kembali membuka satu paper bag yang berisi lingerie. Matanya terpana dengan desain dan modelnya.
"Ternyata ini sangat unik dan menarik. Tapi ... bagaimana cara memakainya?" decak Lunar kagum dan terheran.
Ia pun mencoba untuk mengenakan lingerie ini di tubuhnya. Lalu, ia melepaskan seluruh pakaiannya dan mengenakan lingerie ini yang memang pas di tubuhnya. Lunar tertawa geli saat berdiri di depan cermin dan memperhatikan postur tubuhnya.
"Kau sedang apa?" seketika suara pria ini mengagetkannya.
Lunar terperanjat saat melihat bayangan pria ini dari cermin di depannya. 'Astaga, ini celaka.' desis Lunar saat merasakan pria ini berjalan ke arahnya.
"Waw! Amazing! This is very beautifull. Youre very sexy, Lunar." pria itu berkata dengan bahasa asing yang membuat Lunar begidik mendengarnya.
"Tolong jangan mendekat!" sergah Lunar lalu membalikkan badannya. Ia terkejut saat melihat dada kekar milik Lucas. Nyalinya kembali ciut saat digugahkan oleh pandangan yang menggiurkan.
"Astaga! Dada kekar." gumam Lunar terpana.
Lucas tertawa kecil dan mendekatkan tubuhnya ke arah Lunar. Kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Lunar menelan salivanya dan sedikit memundurkan tubuhnya. Alhasil, itu membuatnya terjatuh di atas ranjang. Ia tak dapat berbuat apapun saat pria di depannya mulai menindih tubuhnya.
"Kau sangat sexy, Sayang," goda Lucas sambil membelai wajah Lunar.
"Jangan mencoba menggodaku. Tolong jangan lakukan itu," Lunar tampak ketakutan.
"Kau tidak perlu takut. Aku akan melakukannya dengan sangat lembut,"
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak tau cara bermainku? Sebentar, aku perlu memakai sesuatu terlebih dulu. Astaga! Apa ini? Kau telah melihat benda itu?" ungkap Lucas saat melihat barang belanjaan itu berantakan.
Lucas memungut sebuah kondom dan sesekali menatap wajah Lunar.
"Kau mau aku memakainya atau tidak?" tanya Lucas meminta saran.
"Terserah kau saja. Bukankah sudah membelinya, untuk apa jika tidak dipakai?"
"Ah, benar. Baiklah, aku akan mengenakannya."
Lunar hanya bisa diam, tapi sesekali matanya menatap ke arah Lucas. Ia terkejut saat melihat dengan jelas Lucas melepas handuknya. Postur tubuhnya sangat menggugah gairahnya melihat tubuh tanpa sehelai benang pun. Lunar menelan salivanya dan membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan Lucas, sang Direktur. Tampaknya, ia sudah terjebak oleh nafsu birahi yang kian menggebu-gebu.
Jelas saja, postur tubuh suaminya jauh berbeda dari Lucas. Pantas saja ia tak tertarik untuk bercinta dengan suaminya. Sementara, saat melihat tubuh Lucas, Lunar begitu tertarik untuk bercinta dengannya.
"Kenapa kau melamun? Apa kau sudah siap untuk melayaniku?" tanya Lucas membuat Lunar tersadar.
Kini tubuh mereka tampak berdekatan. Pandangan Lunar tertuju pada benda keras yang menyentuh selangkangnya.
"Astaga, Tuan." decak Lunar saat melihat dengan jelas benda itu.
Lucas menampakkan barisan giginya dan mendekatkan wajahnya ke arah telinga gadis itu.
"Apa kau menyukainya?" mendengar suara Lucas membuat Lunar bagaikan tersengat listrik. Hangat dan sangat menggairahkan.
"Aku tidak tau, yang jelas itu sangat besar." ucap Lunar berkata jujur.
"Bukankah semua wanita menyukai yang seperti ini?" godanya.
"Entahlah. Aku belum tau,"
"Kau mau mencobanya?"
"Tapi, itu sangat menakutkan,"
"Jangan khawatir. Bukankah aku sudah bilang, aku akan melakukannya dengan lembut. Begitu juniorku menyentuh milikmu kau akan merasakan nikmat yang luar biasa," godanya lagi.
"Tapi, Tuan ...."
Seketika Lucas langsung menindih tubuh Lunar dan menyentuh bibirnya. Lunar terperanjat kaget saat tiba-tiba sebuah bibir mengecup bibirnya. Kini keduanya begitu lihai menikmati permainan itu. Lidah dan bibir mereka saling bertaut dengan lihainya. Permainan Lucas cukup mahir dan membuat Lunar hampir kehabisan napasnya.
Usai bermain lidah, Lucas menyusuri leher jenjang milik Lunar. Di sana ia meninggalkan beberapa jejak kiss mark membuat Lunar semakin menikmati adegan panas itu. Sesaat, Lucas menghentikan aksinya dan menarik lingerie yang dikenakan gadis itu. Tatapannya beringas saat melihat dua bukit kembar menjulang tinggi. Begitu ranum dan menggugah gairahnya yang kian menggebu. Tangannya memainkan bukit kembar itu dengan penuh perasaan. Di sana ia dapat mendengar jelas rintihan dan desahan yang keluar dari mulut Lunar.
Kemudian tangannya kembali menyusuri bagian bawah gadis itu yang sudah tampak lembab. Lucas menarik lepas lingerie itu hingga nampaklah kemolekan tubuh Lunar tanpa sehelai benang. Ia semakin beringas dan memainkan tangannya di bagian selangkangan Lunar.
"Ahhh." hanya itu yang keluar dari mulut Lunar.
Lucas mencoba merangsang gadis itu dan memainkan liang kewanitaan itu dengan lidah. Lucas begitu lihai memainkan benda itu dengan lidahnya. Lunar sedari tadi membuka dan menutup mata sambil menikmati setiap permainan itu. Ini merupakan ONS pertama kali yang ia lakukan. Lunar dapat merasakan nikmat yang tidak ada habisnya.
"Aku masukkan sekarang, ya Sayang?" pinta Lucas lalu melumat bibir gadis itu penuh gairah.
***
"Aku takut terasa sakit, Tuan," ucap Lunar setelah melepas ciuman itu. "Itu hanya sebentar, Sayang. Setelahnya kau akan merasakan sensasi yang begitu nikmat. Tahan, ya? Aku akan memasukkannya secara perlahan." balas Lucas, lalu membimbing juniornya ke arah liang kewanitaan Lunar. Di sana, ia mencoba menggesek-gesekkannya sebelum membenamkan benda itu.Terlihat Lunar mengerang, mendesah serta merintih menikmati setiap gesekan demi gesekan. "Tahan, Sayang. Ahhh ... sempit sekali. Baiklah, aku coba kembali. Aaahh ... akhirnya," Lucas tertawa senang saat juniornya telah masuk ke vagina Lunar. "Sakit Tuan. Ini perih sekali," rintih Lunar tak dapat menahannya.Rasanya ada sesuatu yang telah robek dan membuat miliknya terasa perih. "Tahan, Sayang. Aku mainkan secara pelan."Lucas mendorong benda itu lebih dalam dan bergerak naik turun mengikuti irama permainan itu. Kenikmatan mana lagi yang kau dustakan? Ini merupakan kenikmatan yang amat luar biasa dan baru pertama kali ia rasakan. Begi
Di kamar Presidential Suite di sebuah hotel di Kota Malang yang sejuk, Erza membuka matanya. Kekuatan di tubuhnya tampak habis, dan rasa lelah menyelimutinya. Sebenarnya Erza jarang merasa lelah seperti ini. Rasa sakit di kepala berangsur-angsur memulihkan ingatan Erza. Dia minum banyak alkohol tadi malam, dan itu adalah rekor dalam hidupnya. Sialan! Demi langit dan bumi, aku, Erza, bersumpah bahwa aku akan membalas dendam padamu. Tidak peduli siapa dirimu, aku pasti akan menghabisimu. Aku akan membalaskan dendamku padamu! Pekik Erza berulang kali dalam hatinya. Dia terus mengucapkan kata-kata ini di dalam hatinya dengan urat di dahinya yang menonjol, dan napas yang terasa berat. Niat membunuh yang kuat mulai menyebar ke tubuh Erza. Tanpa diduga, air mata jatuh dari sudut matanya, dan kepalan tangan Erza menegang. Rasa sakit di hatinya membuat Erza tegang. Erza lebih suka percaya bahwa itu hanya mimpi. Dia bahkan mengatakan bahwa dia akan membayar berapa pun as
Mungkin karena terlalu banyak hal yang terjadi baru-baru ini Erza tertidur tanpa sadar saat di pesawat. "Pak, pesawat telah mendarat." Suara pramugari membawa Erza kembali ke dunia nyata. "Ah, baik. Terima kasih," ucap Erza. Erza turun dari pesawat dan keluar dari bandara. Saat Erza keluar dari bandara, dia tercengang. Kota Semarang, meskipun hanya terlihat dari sebuah bandara, benar-benar berbeda dari sepuluh tahun yang lalu. "Ini gila!" Erza menggelengkan kepalanya. Begitu dia hendak menghentikan taksi, Erza menyadari bahwa dia tidak punya uang. Erza juga sedikit tidak berdaya. Berpikir tentang itu sekarang, dia benar-benar merasa tertekan. Namun, bagi Erza yang telah melewati badai dan ombak hal ini tidak akan membuatnya menyerah. Setelah membuka dompetnya, Erza menemukan uang 10 ribu rupiah. "Karena aku tidak mampu membayar taksi, ayo naik bus saja!" gumam Erza. Setelah beberapa saat, Erza akhirnya menemukan lokasi halte bus. Dia langsung naik bus
Melihat Erza di depannya, Alina tidak bisa menahan tawa. "Jangan khawatir, aku masih bisa membeli makanan," jawab Erza terkekeh. Erza pertama kali datang ke perusahaan dengan Alina. Di bawah perkenalan Alina, Erza dapat mengikuti pekerjaan dengan lancar, dan Alina juga membantu Erza untuk mendapatkan asrama yang membuat Erza sangat berterima kasih. "Aku tidak menyangka kamu bekerja di perusahaan sebesar itu!" seru Erza. Setelah keduanya keluar, Erza sangat lega, dan masalah makanan dan pakaiannya teratasi. Erza juga sedikit kagum ketika melihat orang-orang berlalu-lalang di di gedung dua puluh lantai itu. "Semua orang akan jadi rekan kerja mulai sekarang, kamu mau makan apa? Aku undang kamu makan malam dulu," kata Alina pada Erza. Dalam hatinya, Erza merasa senang. "Apa pun yang mengeyangkan," jawab Erza dengan senyum lebar. Alina menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. Namun, Alina tidak pelit. Dia membawa Erza ke restoran kelas menengah, dan memesan
"Kakak, hati-hati!" pekik Wika tiba-tiba. Wika melihat bahwa beberapa preman itu kembali lagi dan akan menghajar Erza. Sementara Wika mengingatkan Erza, salah satu preman sudah mengangkat tinjunya dan memukul kepala Erza dengan keras. Melihat kekuatannya, bahkan jika kepala Erza sekeras baja, pasti rasa sakitnya tidak karuan. Tinju pria besar itu ternyata tidak mengenai kepala Erza karena dia menghindar ke samping dalam sekejap. Kecepatannya yang dahsyat membuat para preman itu kebingungan. Wika juga tercengang di sana. Dia menggelengkan kepalanya dengan kuat dengan tampilan yang tidak percaya. Melihat situasi di depannya, sekarang Wika benar-benar tidak percaya. Benarkah ada kecepatan seperti Erza di dunia? Erza meraih lengan lawan, dan dengan cepat memutar tubuhnya. Dengan kekuatan tiba-tiba, dia langsung melemparkan preman itu dari punggungnya, dan akhirnya pria itu jatuh dengan keras ke tanah. Tidak peduli siapa itu, tidak akan pernah terpikir oleh Wika bahwa pria ya
Kepala perawat itu menemui sekelompok dokter. Saat melihat sekelompok dokter yang dipimpin oleh dokter ahli bernama Dokter Suwarno yang berusia setengah ratus tahun itu, banyak pasien yang menebak-nebak apa yang sedang terjadi. Di sisi lain, Wika mengantar Erza ke kamar adiknya, Wina. "Erza, ini kamar adikku." Bisa dikatakan bahwa harga kamar di rumah sakit, khususnya kamar yang ditempati Wina ini tidak lebih baik dari harga hotel bintang lima, namun kondisi ini tentu saja tidak sebanding dengan hotel bintang lima. "Wina, ada yang datang menemuimu," kata Wika. Wika membuka pintu dengan lembut dengan ekspresi yang hampir tidak tersenyum di wajahnya. Dia berjalan ke tempat tidur Wina, lalu duduk. Pada saat yang sama, Wika dengan lembut menutupi saudara perempuannya itu dengan selimut. Dia terlihat sangat hati-hati. "Saudaraku, apakah kamu baik-baik saja?" Nada suara Wina sangat lemah. Tetapi ketika Erza melihat Wina, matanya memancarkan kegembiraan yang tida
"Erza, aku akan menjadi pengikutmu mulai sekarang. Selama kamu mengucapkan memberikan perintah apapun padaku, aku tidak akan ragu-ragu untuk melaksanakannya," ucap Wika dengan penuh keyakinan. Pada saat ini, Wika telah memutuskan. "Lupakan, apa gunanya menjadi pengikutku?" tanya Erza. "Kamu adalah orang yang baik. Kamu menyelamatkan kakakku dan aku." Nada suara Wina juga sangat lembut. "Ya, kalian bisa kembali dulu. Ini nomor teleponku. Hubungi aku seminggu lagi. Wina seharusnya tidak akan kesakitan lagi," kata Erza. Usai Erza berpamitan, Wina bertanya pada Wika, "Saudaraku, siapa dia?" "Aku tidak tahu, ayo pulang," ajak Wika. Meskipun tidak jelas dari mana asal mula Erza, Wika sangat yakin bahwa Erza bukan orang sembarangan. Di sisi lain, Erza tampak sangat bersemangat dan kembali ke asrama. Bisa dibilang asramanya ini masih bagus, walaupun hanya asrama pegawai biasa, tetap saja ada satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Tata letak ruangannya jug
"Aku akan mengabarimu lagi, kamu bisa keluar sekarang." Nada suara Lana menjadi dingin lagi. "Wah kamu menjadi sangat cuek sekarang, padahal malam itu di Malang, kamu terlihat sangat antusias," kata Erza menggoda. "Keluar!" teriak Lana. Lana langsung meraih cangkir, dan melemparkannya ke arah Erza hingga jatuh di bagian bawah kakinya. Tetapi ketika cangkir itu jatuh, Erza sudah melintas ke ambang pintu, dan bisa melarikan diri. "Juga, urusan kita jangan kamu sebarkan ke orang-orang diperusahaan ini!" pekik Lana. Ketika Erza hendak meninggalkan pintu kantor, suara Lana terdengar lagi. "Jangan khawatir, bahkan jika aku memberitahu orang lain bahwa kamu adalah istriku, mereka tidak akan mempercayaiku." Erza mengatakan kata-kata ini, membuka pintu dan pergi. Melihat punggung Erza, Lana menggertakkan gigi. Dia mengutuk dirinya karena telah memikirkan pria itu dari kemarin, padahal dia tahu bahwa Erza bajingan dan tidak tahu malu. "Gadis kecil, aku per
"Kamu di mana?" Ketika dia dengan cepat berlari ke bawah, Erza menyadari bahwa dia bahkan tidak menanyakan alamat Farina. "Aku di polres sekarang," jawab Farina. "Aku akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, Erza dengan cepat mengambil mobilnya dan menuju ke Polres Semarang. Dalam perjalanan, adegan peristiwa masa lalu terus-menerus teringat di benak Erza. Dia awalnya memiliki masa kecil yang bahagia, tetapi sepuluh tahun yang lalu, orangtuanya tiba-tiba menghilang. Para polisi juga menyelidiki kasus ini, tetapi tidak ada hasil. Erza akhirnya menjadi yatim piatu. Kemudian, dia bertemu dengan seorang tentara yang membawanya ke markas. Melalui usahanya sendiri, Erza akhirnya menjadi prajurit dan mendapatkan banyak gelar kehormatan atas jasanya. Dia sangat senang saat berada di medan perang bersama rekan seperjuangannya. Namun, saat dia mendapat suatu misi yang sangat sulit dan rekan-rekannya itu harus menjadi korban, air mata Erza mengalir hampir tak terkendali.
"Aku mau ke toilet dulu," kata Sanca seraya berdiri. Sejujurnya saat ini, Sanca sedikit pusing. Bagaimana tidak? Dia harus mengeluarkan uang berpuluh-puluh juta dalam semalam. Setelah berada di toilet, Sanca mulai menelepon kemana-mana untuk meminjam uang karena dia tidak punya cukup uang. Meski dia adalah anak walikota, tapi dia sama sekali tidak mungkin untuk memesan semua menu premium. Di sisi lain Lana bertanya, "Erza, apakah ini tidak terlalu berlebihan? Apakah kita harus melakukan ini?" "Apa yang berlebihan? Dia awalnya berniat buruk padamu, jadi kita harus memberinya sedikit pelajaran sekarang," kata Erza sambil mulai makan. "Sial! Ke mana semua teman-teman brengsek ini? Mereka biasanya menggunakan segala macam alasan untuk meminjam uang dariku, tapi saat aku meminjamnya mereka malah tidak menggubris sama sekali," gertak Sanca. Di toilet, setelah lama menelpon, Sanca tidak tahu berapa orang yang sudah dia hubungi. Untungnya, dia akhirnya mendapatkan pinjaman
"Karena Erza juga ada di sini, ayo makan bersama saja," kata Lana. Melihat Lana berbalik dan masuk, Sanca juga dengan cepat mengejarnya. Bahkan jika dia tidak dapat melakukan apa-apa dengan Lana hari ini, tetapi setidaknya sesi makan malam ini dapat memberi kesan baik untuk dirinya. Sejak Sanca kembali dari belajar di luar negeri, orangtuanya selalu mendukung dirinya untuk berkencan dengan Lana. Jika Sanca bisa menikah dengan Lana, maka perusahaan Lana juga akan menjadi miliknya. Untuk mendapatkan hati Lana, orangtua Sanca memberikan berbagai macam fasilitas padanya untuk menarik perhatian gadis itu. "Ayo, pesan apa saja yang ingin kamu makan," kata Sanca dengan sombong setelah mereka masuk ke ruangan VIP di restoran hotel itu. "Saya tahu bahwa Tuan Sanca sangat murah hati," ucap Erza terkekeh. Sanca hanya tersenyum dan mengangguk sambil mengutuk pria itu di dalam hati. Lana melihat menu dulu, lalu memesan steak dan sebotol anggur merah. Harganya sekitar 5
"Aku teman sekelas Lana dulu saat masih sekolah. Ada yang ingin kukatakan padanya sekarang. Bisakah kamu meninggalkan kami berdua saja?" Sanca merasa sedikit tidak sabar. "Tidak bisa. Aku bukan hanya sopir Bu Lana, tapi juga pengawalnya. Aku tidak bisa pergi meninggalkan kalian berdua," elak Erza. "Ini, Lana, pegang bunga ini dulu," kata Sanca pada Lana. Ada dorongan untuk membunuh Erza di hati Sanca, tapi dia berusaha menahan diri. "Bunga ini sangat indah, bukankah Anda menyukai ini, Bu Lana?" Erza mengambil bunganya. "Jika kamu menyukainya, ambil saja," kata Lana acuh tak acuh. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Erza. "Maaf, Bu Lana tidak menginginkannya. Sepertinya Anda harus membawanya kembali." Ketika Erza berbicara, dia menyerahkan mawar itu kepada Sanca. Tanpa diduga, Sanca tidak bereaksi. Walaupun bunganya sangat mahal, ditambah ongkos kirimnya yang mencapai jutaan, Sanca sangat malu untuk mengambilnya kembali. "Bunga ini sangat mahal
Apakah Alina sedang bercanda? Apa dia meminta Erza membawa Lana ke hadapannya dan menjelaskan bahwa gadis itu adalah istrinya? Jangankan membuat Alina percaya, bahkan Lana pun mungkin tidak akan setuju. "Alina, aku…" kata Erza. "Apa kamu tidak akan bertanggung jawab padaku?" Mata Alina terlihat sedikit menyedihkan. "Baiklah." Erza tidak bisa berkata-kata pada akhirnya. "Kamu belum sarapan, bukan? Aku akan membuatkan sarapan untukmu." Setelah mendengar Erza menyetujuinya, Alina memasang ekspresi bahagia di wajahnya. Erza saat ini merasa sedikit tertekan. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini. Alina membuatkan Erza sepiring nasi goreng. Setelah Erza mencobanya, dia berkata, "Ini enak. Aku tidak menyangka kamu bisa memasak." Keterampilan memasak Alina memang sangat bagus. "Jika menurutmu enak, kamu bisa pindah ke sini dan hidup di sini bersama denganku," celetuk Alina. "Apa?" Erza membuka mulutnya lebar-lebar dan menatap Alina
Bagi Wina, Lana terlihat sangat menyukainya. Hal itu juga membuat Erza merasa lega. "Wina, kamu bisa tidur denganku di lantai tiga malam ini." Lana berkata pada Wina setelah makan malam. Erza tidak bisa memahaminya. Lana adalah istrinya. Sekarang dia justru mengajak Wina tidur bersamanya, sedangkan Erza harus tidur di lantai dua. "Tapi aku ingin tidur dengan Kak Erza," jawab Wina polos. Erza yang sedang meminum jus langsung memuntahkannya. Setelah Wina selesai berbicara, Lana menatap Erza dengan marah. Erza balas menatapnya dengan rasa bersalah. Pada saat ini, semakin Erza menjelaskan, semakin marah Lana padanya, jadi lebih baik untuk tutup mulut. Melihat Erza tidak berbicara, Lana yang tampak sedikit marah, dan langsung pergi. "Kak Erza, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanya Wina pada Erza. "Tidak, kamu harus istirahat lebih awal. Bu Siska, tolong siapkan kamar untuk Wina," kata Erza. Saat ini, dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Bu Siska
"Terima kasih banyak, Erza." Mata Wika tiba-tiba berbinar. "Ayo pergi, cari tempat makan. Kamu sepertinya belum makan siang." Erza melihat jam. Saat ini sudah sekitar jam empat sore, jadi dia tidak perlu kembali ke perusahaan. Begitu mereka tiba di sebuah restoran, telepon Erza berdering. "Erza, kamu pergi ke mana? Mengapa kamu tidak masuk kerja pada hari pertamamu sebagai wakil manajer?" Suara kecewa Alina terdengar di telepon. "Alina, aku ada urusan mendesak di sini. Aku tidak bisa kembali ke kantor sore ini," jelas Erza. "Apa ada yang tidak beres saat kamu makan siang dengan Pak Doni?" tanya Alina khawatir. Erza menjawab singkat, "Tidak, kok." "Ya sudah. Tidak apa-apa. Aku akan meminta izin untukmu, tapi kamu harus masuk kerja besok." Nada suara Alina sangat menenangkan. "Terima kasih, Alina," jawab Erza. Setelah menutup telepon, Erza mulai makan. Setelah selesai makan, dia langsung mengeluarkan lima ratus ribu yang diberikan oleh polisi
Para preman itu akhirnya menyetujui tawaran Erza, dan mereka bersedia membebaskan Wika dan Wina. Wika berkata pada Erza dan Farina, "Terima kasih." Dia sedikit takut dengan Farina. "Aku akan membiarkan kalian pergi untuk saat ini," kata Farina pada kelompok preman itu. Setelah itu, dia menatap Erza, "Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu tidak membawa teman-temanmu pergi?" Entah kenapa, saat melihat ekspresi Erza saat ini, Farina merasa sangat bangga. "Tidak ada mobil, bagaimana aku bisa pergi?" tanya Erza. Farina sedikit jengkel mendengarnya. Erza berkata lagi, "Bagaimana kalau kamu mengantar kami ke mobilku? Aku rasa mobilku masih ada di tempat tadi." Erza memiliki ekspresi waspada di wajahnya. Pada saat ini, Erza juga sedikit takut. Jika Farina tidak bisa emosinya, gadis itu akan meledak ketika saatnya tiba. Farin menjawab dengan senyum terpaksa, "Baiklah." Dia segera menelepon kantor polisi. Setelah menjelaskan semuanya, petugas di sana bergegas datang. Seben
"Tunggu dulu. Sebelum bernegosiasi, aku akan membereskan gadis kecil ini dulu," kata preman itu pakda Farina. Mendengar apa yang dikatakan si preman, kali ini Farina benar-benar ingin meledak, dan dia bergegas menuju ke arah si preman. Langkah Farina juga mengejutkan Erza. Erza tidak menyangka gadis ini begitu pemarah. Ada lebih dari 30 orang di hadapannya. Saat ini, gadis itu benar-benar berani mendekati mereka. Dalam sekejap, Farina tiba di depan para preman itu. Tidak ada yang menyangka bahwa seorang gadis seperti Farina bisa begitu berani. Tapi, para preman itu tidak berpikir demikian. Ketika Farina tiba di depannya, dia dengan cepat mencengkeram kerah pemimpin mereka, dan kemudian tiba-tiba ditarik ke bawah. Pemimpin preman itu merasakan tubuhnya jatuh ke depan, dan Farina dengan cepat menggunakan lututnya untuk menendang perut pria itu. "Ah." Dengan teriakan dari mulutnya, pemimpin preman itu terbaring kesakitan di tanah. Rangkaian aksi serangan Farina benar-b