Home / Romansa / Tawanan Hati sang Penguasa / Suami dan Mertua Laknat

Share

Suami dan Mertua Laknat

Author: El khiyori
last update Last Updated: 2025-03-06 22:02:14

Dengan langkah tertatih Serena melangkah menyusuri jalanan yang dipenuhi dedaunan kering karena saat ini memang tengah musim gugur. Matanya terpejam beberapa saat sebelum akhirnya ia masuk ke dalam sebuah rumah. Rumah kecil yang ia tinggali bersama suami dan ibu mertuanya.

"Darimana saja? kukira kau sudah tak ingat pulang?"

Itulah kata sambutan yang Sean layangkan begitu melihat kehadiran istrinya.

"Apa maksudmu Sean? aku baru saja bekerja, kau tak lupa tentang itu kan?" sahut Serena sambil menuangkan air minum ke dalam gelas yang ia genggam lalu meneguknya perlahan.

"Apa saja yang kau kerjakan sampai pulang selarut ini?!" pertanyaan itu sekarang muncul dari bibir Lucy, ibu mertua Serena.

Ditanya seperti itu Serena justru tersenyum sinis.

"Kenapa Ibu harus bertanya? bukankah Ibu sendiri yang memaksaku bekerja di rumah itu. Harusnya Ibu lebih tahu segalanya daripada aku," ujarnya sambil melenggang pergi, tapi ternyata jawaban yang baru saja ia berikan membuat Lucy tak terima.

Wanita itu kembali berteriak, mengungkit-ungkit semua kebaikan yang sudah diberikan pada keluarga Serena. Ia juga terus memaki-maki anak menantunya tanpa ampun. Sean sendiri sampai tak berhasil memenangkan ibunya, pada akhirnya ia membawa kursi rodanya menuju ke kamar tempat Serena berada.

"Serena, aku tahu kau belum tidur," ucap Sean saat melihat tubuh istrinya sudah bergelung di balik selimut dengan posisi membelakanginya.

"Mintal maaflah pada ibu, kau sudah berbicara kasar padanya dan sekarang dia sangat marah, kepalaku pusing mendengarnya."

Serena memang belum tertidur. Mendengar apa yang Sean katakan amarah semakin menguasai hatinya. Sebenarnya ia mulai muak pada sikap Sean yang secara tak langsung seolah hanya peduli pada perasaan sang ibu. Hanya saja Serena memilih diam. Ia sudah malas berdebat dengan pria itu. Rasanya percuma, karena apapun yang akan ia katakan tetap saja salah.

Meski sudah tak ada lagi pertikaian, Serena hampir tak bisa tidur semalaman. Otaknya melanglangbuana kemana-mana. Matanya baru bisa terpejam setelah lewat dini hari, hingga saat matahari sudah terbit Serena masih terlelap dengan nyaman, namun suara mengejutkan membuatnya terpaksa membuka mata.

Di waktu yang bersamaan, pintu kamarnya dibuka dengan keras hingga menimbulkan suara dentuman nyaring karena benda berbahan kayu tersebut menabrak dinding. Benturan yang membuat Serena tersentak, terlebih saat tangannya ditarik paksa oleh seorang pria bertubuh besar dengan ekspresi garang menakutkan.

Tak hanya itu, setelah tubuhnya berhasil ditarik keluar dari kamar, ia lantas dilempar ke hadapan seorang pria. Melihat siapa pria itu seketika membuat Serena ketakutan.

"Apa yang kau inginkan?! kenapa kau datang lagi kemari?!" teriak Serena pada pria yang kerap kali menagih hutang pada suami dan mertuanya. Mendengar apa yang Serena tanyakan, pria berprofesi sebagai rentenir tersebut justru menyeringai.

"Bawa dia!!" titahnya pada para pengawal. Tubuh Serena yang masih berbalut pakaian tidur langsung diangkat paksa. Sudah pasti wanita itu menjerit dan meronta, sayangnya tak ada yang peduli, bahkan saat bibir Serena terus memanggil pilu nama sang suami. Sean justru mengalihkan pandangan.

Mau bagaimana lagi, hutang-hutangnya akan dianggap lunas jika rentenir tua bernama Aroon tersebut diizinkan untuk menyentuh Serena. Tak ada lagi yang bisa wanita itu lakukan selain hanya menangis meratapi nasib. Bibirnya kini bahkan ditutup menggunakan lakban. Membuatnya tak mampu lagi mengeluarkan suara. Tetesan demi tetesan dari sudut matanya mewakili betapa hancur dan kecewa perasaannya saat ini.

Sebuah kamar hotel kini menyambut kedatangan Serena. Tubuhnya dilempar ke atas ranjang sebelum akhirnya pria bernama Aroon tersebut mendekat dan berusaha menyentuhnya.

Serena mencoba mengiba dengan menampakkan sorot mata sesedih mungkin saat pria itu mendekat, dan berhasil. Setelah menyingkirkan kemeja dari tubuhnya, Aroon lantas melepaskan lakban dari bibir pucat Serena.

Seketika wanita itu bisa bernafas dengan lebih leluasa. Nafasnya masih sedikit tersengal-sengal karena kelelahan setelah meronta-ronta tiada henti. Momen itu langsung dimanfaatkan oleh Serena untuk mencoba merayu.

"Tuan Aroon ... tolong aku, tanganku sangat sakit," desis Serena dengan sedikit membusungkan dada, memperlihatkan keindahan aset berharganya yang memang tak bisa dipandang sebelah mata.

"Apa Sayang, kau mau apa? biarkan aku menyentuhmu, aku sangat menginginkanmu," balas Aroon yang mulai membelai lembut rambut Serena, membuat wanita itu jijik setengah mati namun tetap berusaha terlihat tenang.

"Aku tahu Tuan, tapi tolong lepaskan ikatan di tanganku! ini sungguh sakit .... "

Saat berkata demikian, Serena memperlihatkan ekspresi kesakitan yang teramat sangat.

"Baiklah, aku akan melepaskannya tapi jangan coba-coba untuk kabur. Anak buahku berjaga di luar," sahut Aroon yang membuat Serena bersorak senang di dalam hati.

"Iya Tuan," jawab Serena yang seolah masih merasakan ketakutan yang teramat sangat, padahal ia sedang merencanakan sesuatu dalam benaknya. Matanya kini kembali tertuju pada sebuah patung ikan keramik yang terletak di atas nakas. Degupan jantung Serena semakin berpacu cepat saat Aroon benar-benar mulai mengurai simpul tali yang sejak tadi menahan tangannya.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, begitu tangannya bisa bergerak bebas, secepat kilat Serena meraih benda yang sudah menjadi targetnya sejak tadi.

Satu pukulan di area wajah berhasil membuat bos rentenir itu ambruk, dan Serena tak langsung berhenti begitu saja. Sekali lagi ia kembali melakukan pukulan di tempat yang berbeda.

Kini Aroon benar-benar pingsan. Menyadari itu Serena buru-buru membuka kunci pintu dan berlari kencang keluar dari sana, tak peduli pada orang-orang Aroon yang berusaha mengejar.

Dengan kaki telanjang Serena terus berlari menelusuri lorong hotel yang ternyata begitu sepi. Ia semakin ketakutan saat mereka hampir berhasil mendekat. Tetapi Serena tak menyerah. Ia terus berusaha mencapai pintu lift.

"Berhenti kau jalang!!" teriak salah satu dari mereka yang semakin membuat Serena lari terbirit-birit. Di saat langkah kakinya hampir berhasil sampai di tempat tujuan, seseorang terlihat keluar dari sana. Seseorang yang cukup Serena kenal.

Pria berjas hitam rapi dengan sejuta pesona yang ada di depan sana adalah Morgan, namun sayang, tubuh Serena telah berhasil ditarik dari arah belakang, hanya saja ia masih bisa menjerit meminta tolong pada pria di depan sana.

"Tolong aku Tuaannn!!" jerit Serena yang membuat Morgan menatapnya dan benar-benar melakukan sesuatu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
anjir bnr nih suami sama mertua yg dengan teganya menjual istri ke rentenir gara2 hutang cocok nih ditinggalin Saja suami kyk gitu mah halal
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Penolakan yang Membuat Penasaran

    Ditengah-tengah rasa takut yang mendera, Serena merasakan seseorang menarik tubuhnya dengan kuat. Membawanya ke dalam dekapan yang hangat dan ia tahu siapa yang melakukan itu, Morgan. Tatapan mata mereka sempat beradu beberapa saat sebelum Morgan kembali menatap lurus ke depan. Memberikan perintah pada anak buahnya untuk menyingkirkan orang-orang Aroon. Belum sempat Serena bertanya, Morgan sudah membawanya masuk ke salah satu kamar hotel. Sampai di sana tubuh Serena di tekan ke dinding. "Apa yang kau lakukan di sini hmm?" tanya Morgan dengan mendekatkan bibir ke telinga Serena. "Seseorang ... menangkap ... saya Tuan," jawab Serena tergagap. "Begitu ya? jadi hari ini aku sudah menjadi pahlawan untukmu?" "Iya Tuan, karena itu saya ucapkan banyak-banyak terimakasih. Sekarang tolong biarkan saya pergi." Ucapan Serena kali ini membuat Morgan tertawa menggelegar. "Beraninya kau menyuruhku. Aku tak akan melepaskanmu sebelum mendapatkan imbalan darimu. Buat aku melayang seperti malam

    Last Updated : 2025-03-07
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Tawaran Menggiurkan

    Apa yang Serena lakukan ternyata membuat Morgan penasaran. Tangan pria itu perlahan menurunkan apa yang semula ia arahkan pada keningnya, membuat wanita itu membuka mata karena penasaran dengan apa yang terjadi. "Kenapa?" lirih Serena dengan sorot mata sendu. "Jadilah wanitaku dan kau bisa melampiaskan semua amarahmu pada orang-orang yang telah menyakitimu!" Serena terdiam, ia tahu pria di hadapannya tidak mencintainya, mungkin yang dibutuhkan hanya tubuhnya, tapi tawaran yang diberikan terdengar cukup menarik. Lagipula ia sudah muak. Semakin hari Serena juga semakin menyadari kalau suami yang selama ini ia cintai hingga membuatnya rela bersimpuh di hadapan almarhum kedua orangtuanya demi mendapatkan restu, kini tak lagi mencintainya. Sean telah berubah semenjak dirinya kehilangan kekayaan dan orangtua. Apa yang pria itu lakukan bersama dengan ibunya membuat Serena hampir gila. Ia dipaksa melakukan hal-hal yang menurutnya sangat berat dan diluar kemampuannya. Tak ada diantar

    Last Updated : 2025-03-08
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Malu-malu Membuat Candu

    Saat Morgan masih di kamar mandi, Serena menatap ke sana kemari, mencoba mencari pakaian yang katanya disediakan untuknya, tapi ternyata memang belum ada. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu sambil duduk di tepi ranjang hanya dengan berbalut handuk kimono saja. Tak lama pintu kamar mandi terdengar dibuka. Morgan nampak keluar dari sana dengan rambut yang masih sedikit basah dan handuk yang melilit di pinggangnya. Serena sangat terkejut mendapati beberapa luka goresan di punggung pria itu. Bukan luka baru namun masih jelas terlihat. Tak bisa membendung rasa penasaran akhirnya Serena memutuskan untuk bertanya. "Kenapa punggungmu terluka?" Morgan yang tengah berdiri di depan cermin sambil mengusap-usap rambutnya langsung berhenti bergerak begitu mendengar pertanyaan Serena. Didekatinya wanita itu lalu berkata, "bukankah ini hasil perbuatanmu?" Kedua mata Serena membulat sempurna mendengarnya. Ia mendadak salah tingkah apalagi saat Morgan meraih kedua bahunya dan membuatnya berdi

    Last Updated : 2025-03-08
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Sentuhan Memabukkan

    Serena masih berada di kamar mandi, mematut penampilannya di depan cermin yang ada di sana. "Bagaimana jika Morgan melihatku dengan pakaian seperti ini?" Serena menggigit bibir bawahnya saat membayangkan tatapan liar Morgan. Yang Serena kenakan saat ini adalah pakaian yang menurutnya paling tertutup. Sehelai gaun tipis berwarna krem dengan dada tertutup rapat, namun bagian belakanya sangat terbuka. Hanya ada tali-tali kecil yang menjadi penahannya, untuk gaun yang lain malah jauh lebih parah dari itu. Jelas Morgan sengaja memberikan pakaian-pakaian tersebut. Ia yakin Serena akan tampak sangat cantik saat mengenakannya. Belum juga Serena merasa yakin untuk keluar, pintu kamar mandi sudah diketuk dari luar. "Serena!! kau tidur?!" seru Morgan yang merasa tak tahan karena terlalu lama menunggu. "Sebentar, aku baru selesai." "Cepatlah aku lapar!" sahut Morgan sambil mendengus kesal. Setelah menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan Serena akhirnya keluar dar

    Last Updated : 2025-03-08
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Dianggap Bodoh

    Sudah tiga hari lamanya Serena tak melihat Morgan. Malam ini hujan kembali mengguyur bumi. Ada sebuah rasa aneh yang terselip di hatinya. Rasa yang membuatnya sakit karena merasa kesepian dan sendirian. Ia juga merasa dibohongi karena sampai saat ini Morgan tak memberikan kesempatan untuk membalaskan sakit hatinya terhadap Sean. Hingga tengah malam Serena tak bisa memejamkan mata. Ia hanya terus menatap hujan dari balik jendela sampai tiba-tiba pintu di belakangnya terbuka. Secepat kilat wanita itu menoleh, menatap ke arah orang yang baru datang. Orang tersebut ternyata adalah Morgan. Ia bahkan tak tahu kapan pria itu tiba di mansion. Serena sempat ingin bertanya, tapi ekspresi dingin menakutkan yang Morgan tunjukkan membuatnya urung melakukannya. Tak ada sepatah katapun yang pria itu ucapkan, bahkan ia tak menatap Serena sama sekali. Hanya sibuk melepas jas dari tubuhnya lalu masuk ke kamar mandi. Hati Serena semakin tertekan diperlakukan seperti itu, namun ia berusaha agar

    Last Updated : 2025-03-25
  • Tawanan Hati sang Penguasa     Rasa Aneh

    Tatapan mata Morgan seketika berkilat karena amarah. Tangannya beralih mencengkeram leher Serena. "Jadi kau ingin mati?!" Diperlakukan seperti itu Serena sama sekali tak melawan meski rasa sakit mulai datang menghampiri. Hanya lelehan bening dari sudut matanya yang mewakili kehancurannya saat ini. Ia sedih karena tak bisa bertemu dengan orang-orang yang baik seperti saat kedua orangtuanya masih hidup. Ia lelah selalu ditindas oleh orang lain. Menurutnya kematian adalah yang paling bisa menyelamatkannya saat ini. Wajah Serena semakin pucat. Ia pikir Morgan akan benar-benar menghabisinya malam ini, tapi ternyata dirinya salah. Dengan tiba-tiba kedua tangan Morgan justru beralih merengkuh tubuhnya dan mendekapnya dengan erat. Tak ada apapun yang dikatakan pria itu, namun pelukannya terasa hangat. Kedua tangan Serena pun perlahan terangkat, membalas apa yang Morgan lakukan terhadapnya. Saat ini ia memang sangat membutuhkan perlakuan seperti itu. Tak lama tubuhnya pun diangkat m

    Last Updated : 2025-03-25
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Perilaku Aneh

    "Sial, kenapa aku malah memikirkannya," gerutu Morgan sambil meremas gelas di tangannya. Ini adalah pertama kalinya ia merasa gelisah hanya karena seorang wanita. Morgan tentu tak ingin mengakui hal itu. Ia masih yakin dan berpegang teguh pada keyakinannya. Serena hanya tempat ia menyalurkan hasrat, tidak lebih. Berharap kegelisahannya bisa hilang, Morgan pun memilih menunju ke shooting range pribadi miliknya. Ruangan tempat ia melampiaskan segala emosi yang menyesakkan dengan mengarahkan tembakan pada target di depan sana. Cukup lama ia berada di tempat itu, namun saat kembali terdiam ingatannya masih saja tertuju pada Serena. "Sial," umpat Morgan yang kemudian menyerah. Pada akhirnya ia memutuskan untuk pulang setelah kembali memeriksa sang ibu di kamarnya. Maxime yang baru saja memejamkan mata sampai terlonjak saat Morgan menepuk bahunya. "I _ iya Tuan .... " "Antar aku pulang sekarang!" titah Morgan tak terbantahkan. Meski merasa heran, Maxime hanya bergegas mengikuti

    Last Updated : 2025-03-27
  • Tawanan Hati sang Penguasa    Gengsi

    Setelah mencium aroma minyak penghangat, mata Serena mulai terbuka. Tanpa sadar Morgan sampai melotot saat menantikan wanita di hadapannya benar-benar sadar, alhasil ia harus menerima teguran yang membuatnya buru-buru mencari alasan untuk melindungi harga dirinya. "Aku hanya tak suka jika sampai ada orang yang mati di ranjangku!!" Itulah jawaban yang Morgan berikan saat Serena mempertanyakan alasan dirinya terus menatap ke arah wanita itu. "Dasar sinting," gumam Serena. Apa yang baru saja ia katan sontak membuat semua orang yang masih berdiri di sekitarnya menjadi ketakutan. Bagaimana tidak, selama ini tak pernah ada yang berani berkata seperti itu kepada Morgan. Morgan yang sadar jika ucapan Serena sudah melebihi batas hanya tersenyum miring. "Kalian semua keluarlah!" titahnya kemudian. Tidak ada bentakan namun suara pelan penuh penekanan itu mampu membuat bulu kuduk merinding. Kini di dalam kamar hanya tinggal Serena dan Morgan. Masih tak ada pergerakan yang pria itu laku

    Last Updated : 2025-03-30

Latest chapter

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Posesif

    Serena duduk di kamar seorang diri. Ia sengaja tak mengunci pintu, berharap Morgan segera masuk ke sana tapi ternyata hasilnya nihil. Pria itu sama sekali tak menampakkan batang hidungnya, membuat hati Serena kian kesal."Bukannya dia pernah bilang kalau akan membantuku mencaritahu apakah Sean terlibat dalam peristiwa yang terjadi pada ayah dan ibu, tapi apa ... sekarang yang ada aku malah disuruh melupakan semuanya. Dasar pembohooonggg!!""Siapa yang kau sebut pembohong. Aku tidak berbohong, aku hanya tak ingin melibatkanmu," sahut Morgan yang tiba-tiba saja sudah duduk di belakang Serena."Kenapa kau kemari?" tanya Serena ketus."Untuk menenangkan kelinci manisku yang sedang marah. Kemarilah Serena, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!"Morgan menyentuh tangan Serena. Awalnya Serena ingin menepis sentuhan itu, namun dengan cepat tangan Morgan menangkap jemarinya dan meremasnya lembut."Apa yang ingin kau tunjukkan?" tanya Serena pada akhirnya."Sean Anderson, sebelum bersamamu dia

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Omelan Serena yang menakutkan

    Keesokan harinya Morgan membawa Serena keluar dari mansion. Mereka menuju ke suatu tempat yang indah. Melihat Serena nampak begitu senang ternyata menumbuhkan kebahagiaan di hati Morgan. Ia terus memandangi Serena yang berlarian ke sana kemari menikmati sapuan ombak yang mengenai kakinya. Pantai tempat mereka saat ini begitu tenang. Tak ada siapapun di sana karena saat ini mereka berada di pulau pribadi milik Morgan. Disaat Serena berhenti, barulah Morgan mendekat. Memeluk pinggang wanita itu dari belakang dan menyingkap rambut panjangnya lalu menciumi tengkuknya dengan lembut. "More ... jangan lakukan itu," ucap Serena saat tubuhnya mulai meremang karena apa yang Morgan lakukan. "Kenapa tak boleh melakukannya hmm?" sahut Morgan masih sambil menikmati kelembutan kulit leher Serena. "Ini di luar," jawab Serena yang mulai kesulitan mengontrol diri karena sesuatu di dadanya juga mulai disentuh dengan lembut. "Tapi tempat ini adalah milikku, tak ada yang berani masuk kemari kec

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Kerinduan

    Mendengar pintu diketuk membuat Serena menghentikan aktivitas yang tengah ia lakukan. Tangannya membuka pintu perlahan lalu tersenyum ke arah pria yang sudah berdiri di ambang pintu. "Hei, kau sudah pulang?" sambut Serena sambil beringsut mundur, memberikan jalan agar Morgan ikut masuk ke ruangannya yang dipenuhi botol-botol parfum dengan berbagai bentuk, tapi ternyata Morgan tidak nampak senang, bibirnya justru cemberut. "Apa hanya begitu?" tanya Morgan saat sudah sampai di dalam. Ia duduk di atas meja dengan kedua tangan bersedekap di dada, sementara matanya menatap dalam ke arah Serena, membuat wanita itu menjadi kebingungan. "Apanya yang hanya begitu?" tanya Serena kemudian. Matanya membalas sorot mata setajam elang milik pria beralis tebal yang saat ini memperlihatkan kekecewaannya. Morgan memang tengah merasa kecewa lantaran mengira Serena akan menyambut kedatangannya dengan cara mencium dan mencumbunya dengan mesra. "Oh ayolah Morgan ... apa yang kau pikirkan?" Serena

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Rahasia Senyuman

    Tepat saat Amber tiba di sana, Vincent baru keluar dari kamar Lucia. Tak mampu lagi menahan emosi, wanita itu langsung memukuli dada suaminya dan memberinya tamparan cukup keras. "Kendalikan dirimu Amber!!" seru Vincent sambil menahan kedua tangan istrinya. "Apa hah?! kau bilang dia hanya wanita tua yang tak menarik bagimu, tapi ternyata kau masih bisa melakukan itu padanya!!" balas Amber dengan tatapan tajam. "Melakukan apa maksudmu?" Vincent masih berakting dan pura-pura bodoh, membuat Amber semakin muak melihatnya. "Kau ... masih bisa berkata begitu?! Wanita itu mengirimkan rekaman vidio kalian ke ponselku. Anakmu masih kedinginan di luar sana, tapi hasratmu masih saja tak bisa kau tahan, dasar binatang!!" Amber kembali memaki sebelum akhirnya ia menerobos masuk ke kamar Lucia dan mengarahkan senjata api ke arah wanita itu. Beruntung saat jari Amber menarik pelatuknya, Vincent berhasil menahan dan mengarahkan bidikan ke tempat lain. Satu bingkai lukisan berukuran besar

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Menggemaskan

    "Emm ... maksudku ... kenapa kau harus bekerja juga di malam hari?" tanya Serena gugup. "Karena aku diminta menghabisi seseorang." Serena hampir tak bisa bernapas begitu mendengar jawaban pria yang masih menatapnya dengan tatapan dingin di depan sana. "Menghabisi seseorang? i _ itu kenapa harus dilakukan?" Bukannya memberikan jawaban lagi-lagi Morgan malah menertawakan. "Aku bercanda, kenapa kau selalu menanggapi ucapanku dengan serius begitu?" celetuk Morgan yang membuat Serena bersungut-sungut kesal. Tak ingin wanitanya semakin marah akhirnya Morgan mendekat. Memeluk pinggang Serena dari belakang lalu meminta maaf. "Apa harga diri seorang Morgan Calister tak akan runtuh jika meminta maaf seperti ini?" Serena sengaja menyindir, mengingat sikap Morgan di awal yang tak memiliki perasaan sama sekali. Tapi ternyata Morgan tak bergeming. Sambil menenggelamkan wajahnya di cetuk leher Serena pria itu memberikan jawaban, "asalkan orang itu adalah kau, jangankan harga diri,

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Semakin Ingin Mengenal

    "Serena, apa kau tak merasakan adanya kejanggalan pada peristiwa itu?" "Maksudmu?" sahut Serena. "Sean ... apa kau tak pernah berpikir jika apa yang terjadi pada orang tuamu ada hubungannya dengan Sean?" Serena terdiam. Ia sungguh tak pernah berpikir sampai ke sana. Entah karena perasaannya terhadap Sean atau karena dia memang benar-benar bodoh setelah terus menerus menerima doktrin dari ibu mertuanya. Melihat Serena nampak berpikir keras, Morgan merasa tak tega. "Hei ... apa yang kau pikirkan? lupakan saja, mungkin aku terlalu berlebihan karena sangat cemburu pada Sean," ucap Morgan pada akhirnya. Tangannya kembali mengusap lembut pipi Serena. "Apa yang kau cemburukan darinya?" sahut Serena. "Kau pernah mencintai pria itu dengan begitu dalam. Jujur saja, aku belum pernah diperlakukan seperti itu oleh wanita." "Sekarang kau sudah merasakannya. Aku mencintamu Morgan, meski memang masih membatasi diri, hatiku sungguh untukmu. Aku hanya takut kembali merasakan sakit yang m

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Baby Girl

    Tak ada yang Morgan katakan, ia hanya menatap dalam-dalam wajah cantik Serena sebelum membawa wanita itu ke dinding, membalik tubuhnya agar menghadap ke sana lalu menciumi punggung semulus porselen yang memang dibiarkan terbuka. "Morgan .... " Lenguhan itu menjadi pertanda bahwa Serena menikmati apa yang Morgan lakukan terhadapnya saat ini. Disusul gigitan kecil di telinga dan lehernya, yang membuat tubuh Serena mulai meliuk. Menggoda pria di belakangnya agar berbuat lebih. Gaun satin berwarna maroon yang melilit tubuh seksi Serena kini sudah tersingkap ke atas. Tanpa diminta, kaki jenjang berbalut high heels hitam itu sudah terbuka, memberikan akses pada Morgan untuk kembali menyentuhnya. Satu hal yang Serena tak pernah tahu. Selama ini Morgan selalu membubuhkan serbuk pil anti kehamilan yang sudah dicampur ke dalam minumannya, tapi mulai hari ini hal itu tak lagi dilakukan. Suara hati Morgan mulai bermain di tengah ambisinya. Ia ingin memiliki Serena seutuhnya meski belum b

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Rasa Yang Tak Bisa Ditepis

    Jatuh cinta, itulah yang Morgan rasakan saat ini. Membuat semua orang bertanya-tanya karena raut wajahnya yang sangat berbeda. "Morgan, kau mendengarku!!" bentak Vincent de Calister yang merupakan ayah kandung Morgan. "Hmm .... " Hanya itu jawaban yang Morgan berikan. Membuat sang ayah semakin penasaran. "Sebenarnya apa yang membuatmu senang hari ini? apa Ibumu kembali bisa melihat dengan jelas?" Mendengar itu, bibir kemerahan alami yang semula tersenyum tipis kini berubah.Ekspresinya pun menjadi dingin. "Asal Ayah tahu, ibu mungkin tak bisa melihat dengan jelas. Tapi ia jauh lebih cerdas dari Ayah, jika tidak, Ayah pasti sudah berhasil menceraikannya." "Tutup mulutmu bedebah kecil!! ingatlah, keselamatan wanita itu ada di tanganmu!!" bentak Vincent yang sama sekali tak mempedulikan perasaan Morgan. Seolah-olah ia tak pernah menganggap anak lelakinya itu ada. Hanya anak istri mudanya yang ia pedulikan, Rainer. Sayangnya Rainer yang polos justru sangat peduli pada Morgan

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Semakin Manis

    Dua hari lamanya Serena dirawat di rumah sakit. Selama itu pula Morgan selalu berada di sisinya. Membuat Serena merasa senang. Hari pertama berada di mansion, Morgan juga melakukan sesuatu yang tak biasa. Saat Serena keluar dari kamar mandi, pria itu sudah membawa nampan berisi sarapan yang ia letakkan di atas nakas. "Ini sarapanku?" tanya Serena memastikan. "Hmm .... " jawab pria yang kini tengah sibuk dengan tab di tangannya. "Padahal aku bisa makan di meja makan, tak perlu diantar kemari." Mendengar ucapan Serena kali ini barulah Morgan mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu. Tatapannya tajam, tak ada senyum sama sekali di bibirnya. "A _ ada apa? kau jangan selalu menatapku seperti itu, kau membuatku takut." Serena berucap lirih di tengah degupan jantungnya. "Kalau begitu bisakah kau mengucapkan terimakasih?! hargailah apa yang kulakukan padamu!!" "Ah iya maaf, terimakasih untuk sarapannya," sahut Serena cepat. Tapi ternyata Morgan tak membiarkannya begitu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status