Jatuh cinta, itulah yang Morgan rasakan saat ini. Membuat semua orang bertanya-tanya karena raut wajahnya yang sangat berbeda. "Morgan, kau mendengarku!!" bentak Vincent de Calister yang merupakan ayah kandung Morgan. "Hmm .... " Hanya itu jawaban yang Morgan berikan. Membuat sang ayah semakin penasaran. "Sebenarnya apa yang membuatmu senang hari ini? apa Ibumu kembali bisa melihat dengan jelas?" Mendengar itu, bibir kemerahan alami yang semula tersenyum tipis kini berubah.Ekspresinya pun menjadi dingin. "Asal Ayah tahu, ibu mungkin tak bisa melihat dengan jelas. Tapi ia jauh lebih cerdas dari Ayah, jika tidak, Ayah pasti sudah berhasil menceraikannya." "Tutup mulutmu bedebah kecil!! ingatlah, keselamatan wanita itu ada di tanganmu!!" bentak Vincent yang sama sekali tak mempedulikan perasaan Morgan. Seolah-olah ia tak pernah menganggap anak lelakinya itu ada. Hanya anak istri mudanya yang ia pedulikan, Rainer. Sayangnya Rainer yang polos justru sangat peduli pada Morgan
Tak ada yang Morgan katakan, ia hanya menatap dalam-dalam wajah cantik Serena sebelum membawa wanita itu ke dinding, membalik tubuhnya agar menghadap ke sana lalu menciumi punggung semulus porselen yang memang dibiarkan terbuka. "Morgan .... " Lenguhan itu menjadi pertanda bahwa Serena menikmati apa yang Morgan lakukan terhadapnya saat ini. Disusul gigitan kecil di telinga dan lehernya, yang membuat tubuh Serena mulai meliuk. Menggoda pria di belakangnya agar berbuat lebih. Gaun satin berwarna maroon yang melilit tubuh seksi Serena kini sudah tersingkap ke atas. Tanpa diminta, kaki jenjang berbalut high heels hitam itu sudah terbuka, memberikan akses pada Morgan untuk kembali menyentuhnya. Satu hal yang Serena tak pernah tahu. Selama ini Morgan selalu membubuhkan serbuk pil anti kehamilan yang sudah dicampur ke dalam minumannya, tapi mulai hari ini hal itu tak lagi dilakukan. Suara hati Morgan mulai bermain di tengah ambisinya. Ia ingin memiliki Serena seutuhnya meski belum b
"Serena, apa kau tak merasakan adanya kejanggalan pada peristiwa itu?" "Maksudmu?" sahut Serena. "Sean ... apa kau tak pernah berpikir jika apa yang terjadi pada orang tuamu ada hubungannya dengan Sean?" Serena terdiam. Ia sungguh tak pernah berpikir sampai ke sana. Entah karena perasaannya terhadap Sean atau karena dia memang benar-benar bodoh setelah terus menerus menerima doktrin dari ibu mertuanya. Melihat Serena nampak berpikir keras, Morgan merasa tak tega. "Hei ... apa yang kau pikirkan? lupakan saja, mungkin aku terlalu berlebihan karena sangat cemburu pada Sean," ucap Morgan pada akhirnya. Tangannya kembali mengusap lembut pipi Serena. "Apa yang kau cemburukan darinya?" sahut Serena. "Kau pernah mencintai pria itu dengan begitu dalam. Jujur saja, aku belum pernah diperlakukan seperti itu oleh wanita." "Sekarang kau sudah merasakannya. Aku mencintamu Morgan, meski memang masih membatasi diri, hatiku sungguh untukmu. Aku hanya takut kembali merasakan sakit yang m
"Emm ... maksudku ... kenapa kau harus bekerja juga di malam hari?" tanya Serena gugup. "Karena aku diminta menghabisi seseorang." Serena hampir tak bisa bernapas begitu mendengar jawaban pria yang masih menatapnya dengan tatapan dingin di depan sana. "Menghabisi seseorang? i _ itu kenapa harus dilakukan?" Bukannya memberikan jawaban lagi-lagi Morgan malah menertawakan. "Aku bercanda, kenapa kau selalu menanggapi ucapanku dengan serius begitu?" celetuk Morgan yang membuat Serena bersungut-sungut kesal. Tak ingin wanitanya semakin marah akhirnya Morgan mendekat. Memeluk pinggang Serena dari belakang lalu meminta maaf. "Apa harga diri seorang Morgan Calister tak akan runtuh jika meminta maaf seperti ini?" Serena sengaja menyindir, mengingat sikap Morgan di awal yang tak memiliki perasaan sama sekali. Tapi ternyata Morgan tak bergeming. Sambil menenggelamkan wajahnya di cetuk leher Serena pria itu memberikan jawaban, "asalkan orang itu adalah kau, jangankan harga diri,
Tepat saat Amber tiba di sana, Vincent baru keluar dari kamar Lucia. Tak mampu lagi menahan emosi, wanita itu langsung memukuli dada suaminya dan memberinya tamparan cukup keras. "Kendalikan dirimu Amber!!" seru Vincent sambil menahan kedua tangan istrinya. "Apa hah?! kau bilang dia hanya wanita tua yang tak menarik bagimu, tapi ternyata kau masih bisa melakukan itu padanya!!" balas Amber dengan tatapan tajam. "Melakukan apa maksudmu?" Vincent masih berakting dan pura-pura bodoh, membuat Amber semakin muak melihatnya. "Kau ... masih bisa berkata begitu?! Wanita itu mengirimkan rekaman vidio kalian ke ponselku. Anakmu masih kedinginan di luar sana, tapi hasratmu masih saja tak bisa kau tahan, dasar binatang!!" Amber kembali memaki sebelum akhirnya ia menerobos masuk ke kamar Lucia dan mengarahkan senjata api ke arah wanita itu. Beruntung saat jari Amber menarik pelatuknya, Vincent berhasil menahan dan mengarahkan bidikan ke tempat lain. Satu bingkai lukisan berukuran besar
Mendengar pintu diketuk membuat Serena menghentikan aktivitas yang tengah ia lakukan. Tangannya membuka pintu perlahan lalu tersenyum ke arah pria yang sudah berdiri di ambang pintu. "Hei, kau sudah pulang?" sambut Serena sambil beringsut mundur, memberikan jalan agar Morgan ikut masuk ke ruangannya yang dipenuhi botol-botol parfum dengan berbagai bentuk, tapi ternyata Morgan tidak nampak senang, bibirnya justru cemberut. "Apa hanya begitu?" tanya Morgan saat sudah sampai di dalam. Ia duduk di atas meja dengan kedua tangan bersedekap di dada, sementara matanya menatap dalam ke arah Serena, membuat wanita itu menjadi kebingungan. "Apanya yang hanya begitu?" tanya Serena kemudian. Matanya membalas sorot mata setajam elang milik pria beralis tebal yang saat ini memperlihatkan kekecewaannya. Morgan memang tengah merasa kecewa lantaran mengira Serena akan menyambut kedatangannya dengan cara mencium dan mencumbunya dengan mesra. "Oh ayolah Morgan ... apa yang kau pikirkan?" Serena
Keesokan harinya Morgan membawa Serena keluar dari mansion. Mereka menuju ke suatu tempat yang indah. Melihat Serena nampak begitu senang ternyata menumbuhkan kebahagiaan di hati Morgan. Ia terus memandangi Serena yang berlarian ke sana kemari menikmati sapuan ombak yang mengenai kakinya. Pantai tempat mereka saat ini begitu tenang. Tak ada siapapun di sana karena saat ini mereka berada di pulau pribadi milik Morgan. Disaat Serena berhenti, barulah Morgan mendekat. Memeluk pinggang wanita itu dari belakang dan menyingkap rambut panjangnya lalu menciumi tengkuknya dengan lembut. "More ... jangan lakukan itu," ucap Serena saat tubuhnya mulai meremang karena apa yang Morgan lakukan. "Kenapa tak boleh melakukannya hmm?" sahut Morgan masih sambil menikmati kelembutan kulit leher Serena. "Ini di luar," jawab Serena yang mulai kesulitan mengontrol diri karena sesuatu di dadanya juga mulai disentuh dengan lembut. "Tapi tempat ini adalah milikku, tak ada yang berani masuk kemari kec
Serena duduk di kamar seorang diri. Ia sengaja tak mengunci pintu, berharap Morgan segera masuk ke sana tapi ternyata hasilnya nihil. Pria itu sama sekali tak menampakkan batang hidungnya, membuat hati Serena kian kesal."Bukannya dia pernah bilang kalau akan membantuku mencaritahu apakah Sean terlibat dalam peristiwa yang terjadi pada ayah dan ibu, tapi apa ... sekarang yang ada aku malah disuruh melupakan semuanya. Dasar pembohooonggg!!""Siapa yang kau sebut pembohong. Aku tidak berbohong, aku hanya tak ingin melibatkanmu," sahut Morgan yang tiba-tiba saja sudah duduk di belakang Serena."Kenapa kau kemari?" tanya Serena ketus."Untuk menenangkan kelinci manisku yang sedang marah. Kemarilah Serena, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!"Morgan menyentuh tangan Serena. Awalnya Serena ingin menepis sentuhan itu, namun dengan cepat tangan Morgan menangkap jemarinya dan meremasnya lembut."Apa yang ingin kau tunjukkan?" tanya Serena pada akhirnya."Sean Anderson, sebelum bersamamu dia
Serena terdiam sebentar. Sejauh ini tak ada siapapun yang datang ke mansion."Wanita? siapa?""Dia mencari anda Nyonya," jawab pelayan yang akhirnya membuat kaki Serena melangkah menuju ke ruang tamu mewah di mansion.Ternyata penjagaan ketat dilakukan di sana oleh para pengawalnya. Mereka tak lantas membiarkan tamu asing tersebut meski ia sudah menyatakan jika datang atas suruhan Morgan dengan berbagai bukti yang ditunjukkan. Barang bawaannya pun sudah diperiksa sebelum ia diizinkan masuk.Saat Serena datang, anak buah Morgan langsung menyambutnya dengan membungkuk sopan. Hal itu membuat wanita yang sudah menunggunya tersenyum sinis sebelum akhirnya ia ikut berdiri untuk menyambut kedatangan Serena."Selamat pagi Nona, anda siapa?" sambut Serena dengan senyum menawan yang ia punya. Aroma tubuhnya yang lembut pun turut menyita perhatian tamu di hadapannya, meski sebenarnya ia terkesan dengan aroma itu, tak ada kalimat apapun yang ia lontarkan."Kau tidak tahu siapa aku?"Bukannya menj
Semalaman Serena tak bisa tidur. Ingatannya terus tertuju pada Morgan. Sesekali senyum mengembang di bibirnya saat membayangkan bagaimana ekspresi Morgan setelah mengetahui jika dirinya hamil.Pria itu pernah mengatakan kalau ingin memiliki banyak anak yang terlahir dari rahimnya. Mengingat semua itu tentu membuat Serena sangat bahagia. Apalagi besok ia sudah bisa kembali memeluk Morgan.Ia juga baru tahu kalau semua keanehan yang terjadi padanya dalam satu bulan terakhir adalah karena faktor kehamilan. Serena benar-benar tak tahu apa-apa tentang itu. Ia juga baru teringat jika dirinya memang sudah tak lagi mendapati siklus mentruasi semenjak dua bulan yang lalu.Setelah hubungannya dengan Morgan menjadi begitu manis, fokus Serena seolah teralihkan semua pada pria itu. Bulan lalu, ia memang sempat merasa khawatir, tapi akhirnya lupa sendiri karena begitu menikmati perannya di sisi Morgan.Setiap hari ia bebas menggoda pria tampan berwajah dingin yang ternyata bisa begitu manis saat be
Hari kepergian Morgan pun semakin dekat. Tinggal satu kali 24 jam lagi ia akan meninggalkan Serena."Kau, jangan terlalu sedih, bukankah aku sudah sering meninggalkanmu?" ujar Morgan yang kini duduk berdampingan dengan Serena di atas ayunan.Malam sudah larut, namun baik Serena maupun Morgan, keduanya sama-sama tak bisa memejamkan mata."Kau benar, mungkin aku saja yang terlalu berlebihan," sahut Serena sambil tersenyum getir. Diteguknya kembali minuman lemon yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya. Seharian ini ia bahkan tak bisa lepas dari minum asam itu. Beberapa kali ia merasa mual dan berhasil mereda setelah meminumnya."Serena, sudah cukup! jangan terlalu banyak mengkonsumsi itu. Mungkin memang benar jika lemon baik untuk kesehatan, tapi mengkonsumsinya secara berlebihan tetap saja tidak baik," tegur Morgan sambil hendak mengambil alih gelas dalam genggaman Serena, namun ternyata wanita itu menahannya."Serena ayolah .... ""Aku merasa mual sejak kemarin dan bisa reda dengan ini
Pagi ini Serena terlihat lebih bersemangat meski nafsu makannya agak aneh. Pagi-pagi buta ia ingin minuman lemon hangat tanpa gula."Sayang, kau baik-baik saja kan?" tanya Morgan saat melihat Serena begitu menikmati minuman asam tersebut."Memangnya kenapa, ini menyegarkan, lagipula minuman lemon tanpa gula itu menyehatkan. Mau coba?" tanya Serena sambil kembali menuangkan minuman lemon ke dalam gelas dan menyodorkan ke arah Morgan.Morgan yang penasaran langsung meraih gelas dalam genggaman Serena lalu menyeruputnya perlahan. Tak hanya tersedak, Morgan bahkan langsung memuntahkan minuman itu dari mulutnya."Apa kalian gila!! kalian ingin meracuni Serena!! Ini sangat asam!! tak pantas dikonsumsi manusia!!"Morgan berdiri dari tempatnya dan berteriak ke arah pelayan yang bertugas memberikan jamuan sarapan pagi itu."More hentikan, kenapa kau memarahi mereka? aku yang menginginkan minuman ini, tolong jangan begini, lagipula ini sangat enak."Serena mencoba menenangkan Morgan. Ia ikut be
"Oscar Company akan berada di bawah kekuasaanmu jika memang perjodohan ini kau terima."Vincentlah yang berkata demikian."Semudah itu?" sahut Morgan."Ayah tahu ini tidak mudah bagimu."Morgan berdecih sinis mendengar apa yang Vincent katakan."Sejak kapan kau peduli padaku?" ujarnya kemudian dengan tatapan menghunus tajam ke arah sang ayah, namun sekarang justru Lucia yang angkat bicara."Ibu ingin kaulah yang menjadi pimpinan di Oscar Company. Dari sana kau bisa melakukan semua yang kau mau.""Apa Ibu tak curiga pada pria ini, kenapa dia tiba-tiba berpikir akulah yang harus berada di posisi itu?""Ibu tak peduli, yang penting kau menjadi bagian terpenting dari perusahaan, Ibu yakin kau tak sebodoh itu hingga bisa dimanfaatkan oleh ayahmu sendiri."Itulah jawaban yang Lucia berikan. Masuk akal, namun tetap membuat Morgan kecewa, tapi ia tak mampu mengecewakan sang ibu begitu saja dengan menolak apa yang dia inginkan.Rasanya Morgan tak mungkin tega melihat ibunya kembali berlinang a
Sejak hari itu Morgan menjadi lebih aktif di perusahaan. Waktunya untuk Serena pun semakin berkurang, membuat wanita itu seringkali murung, hanya saja ia tak mengatakan apa-apa terhadap Morgan.Malam ini ia bahkan tak menyambut kedatangan pria yang dicintainya itu. Meski rindunya membuncah, Serena enggan untuk bangun dari tempat tidur. Tubuhnya seperti tak berenergi."Dimana Serena?" tanya Morgan penasaran karena tak biasanya Serena membiarkannya begitu saja."Seharian Nyonya terus berada di kamar," jawab pelayan yang datang membukakan pintu untuknya."Apa dia sakit?""Kurang tahu Tuan.""Kurang tahu?! apa kalian tak bertanya, bukankah sudah kukatakan, kalau terjadi sesuatu dengannya segera hubungi aku!!" bentak Morgan sambil melangkah cepat menuju ke kamar. Ia sedikit lelah hari ini, membuat moodnya menjadi buruk, terlebih saat mengetahui Serena sedang tidak baik-baik saja tapi tak ada yang memberitahunya.Saat Morgan tiba di kamar, wanita itu tengah berada di atas tempat tidur."Ser
Lucia menatap dalam-dalam ke arah putranya. Harapan yang sempat pupus akhirnya bisa kembali menyala. Ia sungguh berharap Morgan melakukan apa yang baru dikatakannya.Ternyata benar, usai sarapan Morgan langsung meminta izin untuk menemui sang ayah. Meski sebenarnya ia tahu semuanya tak akan mudah, kali ini Morgan akan tetap menghadapinya."Morgan!!" seru Lucia sebelum putranya melangkah melewati pintu."Ya Bu," sahut Morgan sambil membalikkan tubuhnya."Ibu akan ikut denganmu."Morgan terdiam. Sudah bertahun-tahun lamanya semenjak memutuskan untuk keluar dari rumah pertama mereka, Lucia tak mau lagi menginjakkan kaki di sana. Alasannya sudah pasti karena Amber.Wanita yang usianya delapan tahun lebih muda dari Lucia tersebut telah merebut posisi Lucia di hati Vincent hanya karena ia masih muda dan seksi. Selain itu Amber sangat pintar memainkan perannya sampai-sampai membuat Vincent rela melakukan apapun yang ia minta, termasuk berencana menempatkan keturunan mereka sebagai orang tert
Salju yang turun malam itu menjadi saksi keindahan cinta Serena dan Morgan. Tak hanya indah, ada ketulusan yang turut merasuk ke dalamnya, membuat Morgan pada akhirnya berani mengambil sebuah keputusan besar.Setelah tiga bulan berlalu ia pun memutuskan untuk membeli sebuah cincin yang sangat cantik. Cincin bermata satu itu akan ia berikan kepada Serena untuk melamar sebelum akhirnya membawanya menemui sang ibu.Morgan rela mempersiapkan banyak hal demi mewujudkan apa yang dirinya dan Serena impikan. Jika mengungkap hubungan yang ia miliki, itu artinya Morgan harus siap menghadapi keluarganya.Keamanan di mansion pun diperketat. Tak ada siapapun yang boleh masuk ke sana selain orang-orang kepercayaannya. Keberadaan Serena tak boleh diketahui oleh siapapun sebelum mereka meresmikan hubungan sebagai suami istri.Rencana indah itu sengaja masih ia simpan sendiri karena ingin membuat kejutan untuk Serena. Sebelum benar-benar melamar sang pujaan hati, pagi ini Morgan sengaja datang menemui
Morgan dan Serena kini duduk bersebelahan di dalam speedboat mewah milik Morgan, hanya saja keduanya masih tak saling bicara. Serena bahkan enggan menatap pria di sampingnya yang tampak gelisah sendiri."Serena, kau marah?"Morgan mulai buka suara."Menurutmu?""Aku minta maaf."Hanya itu yang Morgan katakan, membuat Serena menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia kembali mengatakan sesuatu."Jangan selalu memakai kata maaf untuk menutupi kesalahan.""Serena aku _ ""Sekarang jelaskan padaku, apa maksudmu meninggalkanku begitu saja dan memberiku peringatan agar tak membuka identitasmu, apa kau memiliki wanita lain selain aku?" sela Serena sebelum Morgan menyelesaikan kalimatnya.Sebelum memberikan penjelasan Morgan bermaksud menggenggam kedua tangan Serena namun wanita itu kembali menolak dan Morgan tak ingin memaksa."Ini bukan tentang wanita, tapi ini tentang pekerjaanku," ucap Morgan pada akhirnya, namun belum sempat ia memberikan penjelasan lebih jauh Maxime datang mendekat."Ma