Serena masih tak bergeming, namun saat melihat Morgan mengambil senjata api, ia langsung paham jika ada bahaya yang mengancam.Meski tenaganya baru terkuras, tubuhnya tetap bergerak untuk mengenakan kembali pakaiannya, ternyata Morgan tak tinggal diam. Ia kembali mendekat untuk membantu. Tak hanya itu, dengan cepat ia menuangkan air putih ke dalam gelas dan meminta Serena untuk meminumnya.Belum sempat keduanya saling bicara, pintu kamar sudah kembali diketuk dari luar."Siapa?!" seru Morgan."Saya Tuan," sahut pengawal yang ada di luar.Dengan waspada Morgan membuka pintu perlahan."Bagaimana, apa kalian sudah menyiapkan apa yang kuminta?""Sudah Tuan, speed boat untuk anda dan Nyonya sudah kami siapkan, kita bisa menuju ke sana melalui jalan rahasia" jawab pengawal tersebut.Morgan memang belum memiliki banyak pengawal seperti ayahnya, namun orang-orang yang bekerja padanya sudah pasti bisa dipercaya, karena jika berkhianat, nyawa yang akan menjadi taruhannya.Dengan menggenggam era
Morgan dan Serena kini duduk bersebelahan di dalam speedboat mewah milik Morgan, hanya saja keduanya masih tak saling bicara. Serena bahkan enggan menatap pria di sampingnya yang tampak gelisah sendiri."Serena, kau marah?"Morgan mulai buka suara."Menurutmu?""Aku minta maaf."Hanya itu yang Morgan katakan, membuat Serena menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia kembali mengatakan sesuatu."Jangan selalu memakai kata maaf untuk menutupi kesalahan.""Serena aku _ ""Sekarang jelaskan padaku, apa maksudmu meninggalkanku begitu saja dan memberiku peringatan agar tak membuka identitasmu, apa kau memiliki wanita lain selain aku?" sela Serena sebelum Morgan menyelesaikan kalimatnya.Sebelum memberikan penjelasan Morgan bermaksud menggenggam kedua tangan Serena namun wanita itu kembali menolak dan Morgan tak ingin memaksa."Ini bukan tentang wanita, tapi ini tentang pekerjaanku," ucap Morgan pada akhirnya, namun belum sempat ia memberikan penjelasan lebih jauh Maxime datang mendekat."Ma
Salju yang turun malam itu menjadi saksi keindahan cinta Serena dan Morgan. Tak hanya indah, ada ketulusan yang turut merasuk ke dalamnya, membuat Morgan pada akhirnya berani mengambil sebuah keputusan besar.Setelah tiga bulan berlalu ia pun memutuskan untuk membeli sebuah cincin yang sangat cantik. Cincin bermata satu itu akan ia berikan kepada Serena untuk melamar sebelum akhirnya membawanya menemui sang ibu.Morgan rela mempersiapkan banyak hal demi mewujudkan apa yang dirinya dan Serena impikan. Jika mengungkap hubungan yang ia miliki, itu artinya Morgan harus siap menghadapi keluarganya.Keamanan di mansion pun diperketat. Tak ada siapapun yang boleh masuk ke sana selain orang-orang kepercayaannya. Keberadaan Serena tak boleh diketahui oleh siapapun sebelum mereka meresmikan hubungan sebagai suami istri.Rencana indah itu sengaja masih ia simpan sendiri karena ingin membuat kejutan untuk Serena. Sebelum benar-benar melamar sang pujaan hati, pagi ini Morgan sengaja datang menemui
Lucia menatap dalam-dalam ke arah putranya. Harapan yang sempat pupus akhirnya bisa kembali menyala. Ia sungguh berharap Morgan melakukan apa yang baru dikatakannya.Ternyata benar, usai sarapan Morgan langsung meminta izin untuk menemui sang ayah. Meski sebenarnya ia tahu semuanya tak akan mudah, kali ini Morgan akan tetap menghadapinya."Morgan!!" seru Lucia sebelum putranya melangkah melewati pintu."Ya Bu," sahut Morgan sambil membalikkan tubuhnya."Ibu akan ikut denganmu."Morgan terdiam. Sudah bertahun-tahun lamanya semenjak memutuskan untuk keluar dari rumah pertama mereka, Lucia tak mau lagi menginjakkan kaki di sana. Alasannya sudah pasti karena Amber.Wanita yang usianya delapan tahun lebih muda dari Lucia tersebut telah merebut posisi Lucia di hati Vincent hanya karena ia masih muda dan seksi. Selain itu Amber sangat pintar memainkan perannya sampai-sampai membuat Vincent rela melakukan apapun yang ia minta, termasuk berencana menempatkan keturunan mereka sebagai orang tert
Sejak hari itu Morgan menjadi lebih aktif di perusahaan. Waktunya untuk Serena pun semakin berkurang, membuat wanita itu seringkali murung, hanya saja ia tak mengatakan apa-apa terhadap Morgan.Malam ini ia bahkan tak menyambut kedatangan pria yang dicintainya itu. Meski rindunya membuncah, Serena enggan untuk bangun dari tempat tidur. Tubuhnya seperti tak berenergi."Dimana Serena?" tanya Morgan penasaran karena tak biasanya Serena membiarkannya begitu saja."Seharian Nyonya terus berada di kamar," jawab pelayan yang datang membukakan pintu untuknya."Apa dia sakit?""Kurang tahu Tuan.""Kurang tahu?! apa kalian tak bertanya, bukankah sudah kukatakan, kalau terjadi sesuatu dengannya segera hubungi aku!!" bentak Morgan sambil melangkah cepat menuju ke kamar. Ia sedikit lelah hari ini, membuat moodnya menjadi buruk, terlebih saat mengetahui Serena sedang tidak baik-baik saja tapi tak ada yang memberitahunya.Saat Morgan tiba di kamar, wanita itu tengah berada di atas tempat tidur."Ser
"Oscar Company akan berada di bawah kekuasaanmu jika memang perjodohan ini kau terima."Vincentlah yang berkata demikian."Semudah itu?" sahut Morgan."Ayah tahu ini tidak mudah bagimu."Morgan berdecih sinis mendengar apa yang Vincent katakan."Sejak kapan kau peduli padaku?" ujarnya kemudian dengan tatapan menghunus tajam ke arah sang ayah, namun sekarang justru Lucia yang angkat bicara."Ibu ingin kaulah yang menjadi pimpinan di Oscar Company. Dari sana kau bisa melakukan semua yang kau mau.""Apa Ibu tak curiga pada pria ini, kenapa dia tiba-tiba berpikir akulah yang harus berada di posisi itu?""Ibu tak peduli, yang penting kau menjadi bagian terpenting dari perusahaan, Ibu yakin kau tak sebodoh itu hingga bisa dimanfaatkan oleh ayahmu sendiri."Itulah jawaban yang Lucia berikan. Masuk akal, namun tetap membuat Morgan kecewa, tapi ia tak mampu mengecewakan sang ibu begitu saja dengan menolak apa yang dia inginkan.Rasanya Morgan tak mungkin tega melihat ibunya kembali berlinang a
Pagi ini Serena terlihat lebih bersemangat meski nafsu makannya agak aneh. Pagi-pagi buta ia ingin minuman lemon hangat tanpa gula."Sayang, kau baik-baik saja kan?" tanya Morgan saat melihat Serena begitu menikmati minuman asam tersebut."Memangnya kenapa, ini menyegarkan, lagipula minuman lemon tanpa gula itu menyehatkan. Mau coba?" tanya Serena sambil kembali menuangkan minuman lemon ke dalam gelas dan menyodorkan ke arah Morgan.Morgan yang penasaran langsung meraih gelas dalam genggaman Serena lalu menyeruputnya perlahan. Tak hanya tersedak, Morgan bahkan langsung memuntahkan minuman itu dari mulutnya."Apa kalian gila!! kalian ingin meracuni Serena!! Ini sangat asam!! tak pantas dikonsumsi manusia!!"Morgan berdiri dari tempatnya dan berteriak ke arah pelayan yang bertugas memberikan jamuan sarapan pagi itu."More hentikan, kenapa kau memarahi mereka? aku yang menginginkan minuman ini, tolong jangan begini, lagipula ini sangat enak."Serena mencoba menenangkan Morgan. Ia ikut be
Malam semakin larut, suasana dingin mulai menyelimuti, namun Serena masih harus berkutat dengan pekerjaan. Ini adalah hari pertama ia bekerja sebagai seorang pelayan. Peluh bercucuran di sekujur tubuhnya dan Serena tetap tak akan menyerah walau itu sangat menyiksa. Ia harus mendapatkan uang demi pengobatan sang suami yang lumpuh setelah terserang stroke. Tak ada pilihan lain, kini Serena harus melakukan apa saja demi bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ditengah-tengah kegiatannya mengepel, salah seorang pelayan menepuk bahunya. "Serena, masuklah ke kamar itu dan bersihkan semua kotoran yang ada di sana!" ujarnya dengan nada serius. "Iya baiklah," sahut Serena tanpa berpikir panjang, membuat teman seprofesinya menyeringai tipis saat melihatnya langsung melakukan apa yang sudah ia minta. Serena pun bergegas melangkah memasuki kamar yang sudah ditunjukkan. Begitu masuk ke dalam, tubuh Serena sempat mematung beberapa detik. Aroma therapy yang menguar dari sudut-sudut ruang
Pagi ini Serena terlihat lebih bersemangat meski nafsu makannya agak aneh. Pagi-pagi buta ia ingin minuman lemon hangat tanpa gula."Sayang, kau baik-baik saja kan?" tanya Morgan saat melihat Serena begitu menikmati minuman asam tersebut."Memangnya kenapa, ini menyegarkan, lagipula minuman lemon tanpa gula itu menyehatkan. Mau coba?" tanya Serena sambil kembali menuangkan minuman lemon ke dalam gelas dan menyodorkan ke arah Morgan.Morgan yang penasaran langsung meraih gelas dalam genggaman Serena lalu menyeruputnya perlahan. Tak hanya tersedak, Morgan bahkan langsung memuntahkan minuman itu dari mulutnya."Apa kalian gila!! kalian ingin meracuni Serena!! Ini sangat asam!! tak pantas dikonsumsi manusia!!"Morgan berdiri dari tempatnya dan berteriak ke arah pelayan yang bertugas memberikan jamuan sarapan pagi itu."More hentikan, kenapa kau memarahi mereka? aku yang menginginkan minuman ini, tolong jangan begini, lagipula ini sangat enak."Serena mencoba menenangkan Morgan. Ia ikut be
"Oscar Company akan berada di bawah kekuasaanmu jika memang perjodohan ini kau terima."Vincentlah yang berkata demikian."Semudah itu?" sahut Morgan."Ayah tahu ini tidak mudah bagimu."Morgan berdecih sinis mendengar apa yang Vincent katakan."Sejak kapan kau peduli padaku?" ujarnya kemudian dengan tatapan menghunus tajam ke arah sang ayah, namun sekarang justru Lucia yang angkat bicara."Ibu ingin kaulah yang menjadi pimpinan di Oscar Company. Dari sana kau bisa melakukan semua yang kau mau.""Apa Ibu tak curiga pada pria ini, kenapa dia tiba-tiba berpikir akulah yang harus berada di posisi itu?""Ibu tak peduli, yang penting kau menjadi bagian terpenting dari perusahaan, Ibu yakin kau tak sebodoh itu hingga bisa dimanfaatkan oleh ayahmu sendiri."Itulah jawaban yang Lucia berikan. Masuk akal, namun tetap membuat Morgan kecewa, tapi ia tak mampu mengecewakan sang ibu begitu saja dengan menolak apa yang dia inginkan.Rasanya Morgan tak mungkin tega melihat ibunya kembali berlinang a
Sejak hari itu Morgan menjadi lebih aktif di perusahaan. Waktunya untuk Serena pun semakin berkurang, membuat wanita itu seringkali murung, hanya saja ia tak mengatakan apa-apa terhadap Morgan.Malam ini ia bahkan tak menyambut kedatangan pria yang dicintainya itu. Meski rindunya membuncah, Serena enggan untuk bangun dari tempat tidur. Tubuhnya seperti tak berenergi."Dimana Serena?" tanya Morgan penasaran karena tak biasanya Serena membiarkannya begitu saja."Seharian Nyonya terus berada di kamar," jawab pelayan yang datang membukakan pintu untuknya."Apa dia sakit?""Kurang tahu Tuan.""Kurang tahu?! apa kalian tak bertanya, bukankah sudah kukatakan, kalau terjadi sesuatu dengannya segera hubungi aku!!" bentak Morgan sambil melangkah cepat menuju ke kamar. Ia sedikit lelah hari ini, membuat moodnya menjadi buruk, terlebih saat mengetahui Serena sedang tidak baik-baik saja tapi tak ada yang memberitahunya.Saat Morgan tiba di kamar, wanita itu tengah berada di atas tempat tidur."Ser
Lucia menatap dalam-dalam ke arah putranya. Harapan yang sempat pupus akhirnya bisa kembali menyala. Ia sungguh berharap Morgan melakukan apa yang baru dikatakannya.Ternyata benar, usai sarapan Morgan langsung meminta izin untuk menemui sang ayah. Meski sebenarnya ia tahu semuanya tak akan mudah, kali ini Morgan akan tetap menghadapinya."Morgan!!" seru Lucia sebelum putranya melangkah melewati pintu."Ya Bu," sahut Morgan sambil membalikkan tubuhnya."Ibu akan ikut denganmu."Morgan terdiam. Sudah bertahun-tahun lamanya semenjak memutuskan untuk keluar dari rumah pertama mereka, Lucia tak mau lagi menginjakkan kaki di sana. Alasannya sudah pasti karena Amber.Wanita yang usianya delapan tahun lebih muda dari Lucia tersebut telah merebut posisi Lucia di hati Vincent hanya karena ia masih muda dan seksi. Selain itu Amber sangat pintar memainkan perannya sampai-sampai membuat Vincent rela melakukan apapun yang ia minta, termasuk berencana menempatkan keturunan mereka sebagai orang tert
Salju yang turun malam itu menjadi saksi keindahan cinta Serena dan Morgan. Tak hanya indah, ada ketulusan yang turut merasuk ke dalamnya, membuat Morgan pada akhirnya berani mengambil sebuah keputusan besar.Setelah tiga bulan berlalu ia pun memutuskan untuk membeli sebuah cincin yang sangat cantik. Cincin bermata satu itu akan ia berikan kepada Serena untuk melamar sebelum akhirnya membawanya menemui sang ibu.Morgan rela mempersiapkan banyak hal demi mewujudkan apa yang dirinya dan Serena impikan. Jika mengungkap hubungan yang ia miliki, itu artinya Morgan harus siap menghadapi keluarganya.Keamanan di mansion pun diperketat. Tak ada siapapun yang boleh masuk ke sana selain orang-orang kepercayaannya. Keberadaan Serena tak boleh diketahui oleh siapapun sebelum mereka meresmikan hubungan sebagai suami istri.Rencana indah itu sengaja masih ia simpan sendiri karena ingin membuat kejutan untuk Serena. Sebelum benar-benar melamar sang pujaan hati, pagi ini Morgan sengaja datang menemui
Morgan dan Serena kini duduk bersebelahan di dalam speedboat mewah milik Morgan, hanya saja keduanya masih tak saling bicara. Serena bahkan enggan menatap pria di sampingnya yang tampak gelisah sendiri."Serena, kau marah?"Morgan mulai buka suara."Menurutmu?""Aku minta maaf."Hanya itu yang Morgan katakan, membuat Serena menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia kembali mengatakan sesuatu."Jangan selalu memakai kata maaf untuk menutupi kesalahan.""Serena aku _ ""Sekarang jelaskan padaku, apa maksudmu meninggalkanku begitu saja dan memberiku peringatan agar tak membuka identitasmu, apa kau memiliki wanita lain selain aku?" sela Serena sebelum Morgan menyelesaikan kalimatnya.Sebelum memberikan penjelasan Morgan bermaksud menggenggam kedua tangan Serena namun wanita itu kembali menolak dan Morgan tak ingin memaksa."Ini bukan tentang wanita, tapi ini tentang pekerjaanku," ucap Morgan pada akhirnya, namun belum sempat ia memberikan penjelasan lebih jauh Maxime datang mendekat."Ma
Serena masih tak bergeming, namun saat melihat Morgan mengambil senjata api, ia langsung paham jika ada bahaya yang mengancam.Meski tenaganya baru terkuras, tubuhnya tetap bergerak untuk mengenakan kembali pakaiannya, ternyata Morgan tak tinggal diam. Ia kembali mendekat untuk membantu. Tak hanya itu, dengan cepat ia menuangkan air putih ke dalam gelas dan meminta Serena untuk meminumnya.Belum sempat keduanya saling bicara, pintu kamar sudah kembali diketuk dari luar."Siapa?!" seru Morgan."Saya Tuan," sahut pengawal yang ada di luar.Dengan waspada Morgan membuka pintu perlahan."Bagaimana, apa kalian sudah menyiapkan apa yang kuminta?""Sudah Tuan, speed boat untuk anda dan Nyonya sudah kami siapkan, kita bisa menuju ke sana melalui jalan rahasia" jawab pengawal tersebut.Morgan memang belum memiliki banyak pengawal seperti ayahnya, namun orang-orang yang bekerja padanya sudah pasti bisa dipercaya, karena jika berkhianat, nyawa yang akan menjadi taruhannya.Dengan menggenggam era
Serena duduk di kamar seorang diri. Ia sengaja tak mengunci pintu, berharap Morgan segera masuk ke sana tapi ternyata hasilnya nihil. Pria itu sama sekali tak menampakkan batang hidungnya, membuat hati Serena kian kesal."Bukannya dia pernah bilang kalau akan membantuku mencaritahu apakah Sean terlibat dalam peristiwa yang terjadi pada ayah dan ibu, tapi apa ... sekarang yang ada aku malah disuruh melupakan semuanya. Dasar pembohooonggg!!""Siapa yang kau sebut pembohong. Aku tidak berbohong, aku hanya tak ingin melibatkanmu," sahut Morgan yang tiba-tiba saja sudah duduk di belakang Serena."Kenapa kau kemari?" tanya Serena ketus."Untuk menenangkan kelinci manisku yang sedang marah. Kemarilah Serena, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!"Morgan menyentuh tangan Serena. Awalnya Serena ingin menepis sentuhan itu, namun dengan cepat tangan Morgan menangkap jemarinya dan meremasnya lembut."Apa yang ingin kau tunjukkan?" tanya Serena pada akhirnya."Sean Anderson, sebelum bersamamu dia
Keesokan harinya Morgan membawa Serena keluar dari mansion. Mereka menuju ke suatu tempat yang indah. Melihat Serena nampak begitu senang ternyata menumbuhkan kebahagiaan di hati Morgan. Ia terus memandangi Serena yang berlarian ke sana kemari menikmati sapuan ombak yang mengenai kakinya. Pantai tempat mereka saat ini begitu tenang. Tak ada siapapun di sana karena saat ini mereka berada di pulau pribadi milik Morgan. Disaat Serena berhenti, barulah Morgan mendekat. Memeluk pinggang wanita itu dari belakang dan menyingkap rambut panjangnya lalu menciumi tengkuknya dengan lembut. "More ... jangan lakukan itu," ucap Serena saat tubuhnya mulai meremang karena apa yang Morgan lakukan. "Kenapa tak boleh melakukannya hmm?" sahut Morgan masih sambil menikmati kelembutan kulit leher Serena. "Ini di luar," jawab Serena yang mulai kesulitan mengontrol diri karena sesuatu di dadanya juga mulai disentuh dengan lembut. "Tapi tempat ini adalah milikku, tak ada yang berani masuk kemari kec