“Layani aku malam ini!”
Kedua mata Amara nyaris melompat dari tempatnya ketika ia mendengar itu, sedikitpun Amara tidak sudi untuk melakukan apa yang dipinta oleh Michael. “Dasar sinting!” kata Amara semakin tajam menatap Michael. “Apa katamu?!” Raut wajah Michael mendadak berubah, rahangnya semakin mengeras. “Kau tidak waras!” Amara mengulang tanpa takut. Saat itu pula, Michael mencengkram lengan atas Amara dengan begitu kuat. Gadis itu meringis sakit, tapi Michael tidak peduli. Michael menariknya menuju ke ranjang. Tubuh Amara didorong hingga tersungkur di atas kasur berbalut sprei berwarna putih bersih. Saat itu pula, Michael membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tangannya yang lihai. Sedangkan tatapan mata, terus menyalang pada Amara. Amara beringsut ke belakang, ekor netra Amara mengikuti tangan Michael yang melempar kemejanya ke sembarang arah. “Tuan, apa yang akan anda lakukan?” Suara Amara terdengar bergetar, dia semakin was-was ketika Michael membuka gesper celananya. “Pembunuh sepertimu harus mendapatkan hukuman yang setimpal!” sinis Michael dengan nada bicara dingin. Sorot netra tajam Michael semakin membuat ruangan kamar menjadi mengerikan. Amara sontak menggelengkan kepalanya secepat mungkin. “Tuan, percayalah. Bukan saya yang membunuh adik anda…” “Diam!” bentak Michael sebelum Amara benar-benar menyelesaikan bicaranya. Michael semakin merasa membenci gadis di depannya itu ketika dia selalu berkilah dan sama sekali tidak mengaku atas kasus pembunuhan itu. Amara semakin menciut mendengar gelegar suara Michael yang seperti harimau sedang mengaum. Dalam sekejap mata, Michael sudah melepaskan kain segitiga di pinggangnya. Membuat Amara menutup mata dengan secepat kilat. Gadis polos itu, tidak ingin melihat sesuatu yang tidak pantas dan akhirnya membuat matanya ternodai. Detik berlalu, hembusan nafas terasa menyapu kulit wajah Amara. Tangan kekar Michael mulai menyentuh pinggang Amara. Tanpa berselang, Amara langsung berontak. Menolak apa yang dilakukan Michael padanya. “Tidak! Jangan sentuh aku!” teriak Amara mendorong dada bidang Michael sekuat mungkin. Pergerakan Amara sedikit mengganggu Michael, laki-laki itu lantas memegangi kedua tangan Amara dengan satu tangan kekarnya. Tatapan keduanya bertemu lagi, sekuat mungkin Amara mencoba melepaskan diri dari Michael, namun semuanya berujung sia-sia saja. Kedua mata Amara merah menahan tangis, namun dia tetap menahannya. “Tuan, saya mohon jangan lakukan apapun pada saya. Percayalah, bukan saya pelaku pembunuhan itu!” Amara tidak mampu menahan buliran beningnya. Gadis itu menangis dengan ketakutan luar biasa hebat. Michael tertawa melihat Amara menangis. “Kau pikir, aku akan kasihan padamu ketika kau bersikap seperti ini? Di mana keangkuhanmu tadi, Nona?” tatapan Michael kali ini mengandung cemoohan untuk Amara. Detak jantung Amara yang berdegup hebat, dapat dirasakan oleh Michael yang memang saat ini sudah sangat dekat dengannya. “Sandiwaramu benar-benar bagus, lau sudah biasa melayani laki-laki hidung belang, tapi kau berlagak polos!” cetus Michael. Amara menggeleng. “Tidak! Itu sama sekali tidak benar, ini salah paham!” “Sekalinya pembohong akan tetap menjadi pembohong! Kau pembunuh, kau wanita murahan!” hina Michael dengan nada bicara dingin. Setelah akhirnya, Michael menggigit kecil telinga Amara hingga membuat wanita itu refleks menangis. Detik selanjutnya, bibir Michael beralih pada leher Amara. Michael menikmati aroma vanila dari tubuh gadis itu Sebaliknya, Amara justru terus menangis dengan pilu. Meski sedikitpun Michael sama sekali tidak peduli dengan kesedihan itu. “Bersikaplah seperti kau melayani para laki-laki di Club malam!” kata Michael yang sedikit kesal karena Amara terus saja menangis. “Tidak! Semua tuduhan itu fitnah! Aku, aku tidak pernah melakukan apapun yang kalian tuduhkan itu padaku!” bela Amara pada dirinya sendiri. Michael mengoyak tubuh Amara dengan kasar, meski berkali-kali Amara berontak dan terus melawan tetapi tetap saja tenaganya kalah besar oleh Michael. Laki-laki itu merenggut segalanya dari Amara. Dia telah membuat nama Amara menjadi buruk dengan semua fitnahan itu, dan sekarang Michael mengambil kesuciannya. “Aaaghh!” Amara berteriak sekuat mungkin saat benda keras menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Tubuh Amara benar-benar sakit luar biasa, rasa sakit dan kecewa bercampur menjadi satu. Terlebih amarah yang lebih besar menguasai dirinya. Kedua tangan Amara menggenggam sprei sekuat mungkin. Air mata mengucur membasahi bantal yang berada di bawah kepalanya. Rasa nikmat berbeda dirasakan oleh Michael. Amara sangat berbeda, Michael tidak bisa memungkiri bahwa kenikmatan itu benar-benar tiada tanding. Hingga pada akhirnya, Michael menuntaskan hasratnya dengan menekan diri semakin dalam pada tubuh Amara. Dia mengerang dengan mata terpejam. Beberapa detik kemudian, Michael menarik dirinya dari Amara. Tangannya meraih dalaman Amara dan dengan segera mengusap keringat yang sudah membasahi tubuhnya. Sangking kecewanya akan kehidupan ini, Amara hanya bisa diam dengan tatapan lurus ke atap. Sesekali air matanya menetes membasahi bantal. Michael yang sudah berdiri segera meraih jubahnya yang berwarna putih, dia melihat Amara yang masih terbaring dengan wajah kecewa dan tubuh polos. “Bangunlah dan bersihkan tubuhmu!” perintah Michael pada Amara. Amara hanya melirik, tidak ada tenaga untuknya menjawab perkataan Michael. Dia tetap diam di tempat, sampai akhirnya Michael berkata kembali. “Bersihkan tubuhmu sekarang, jika kau tidak ingin aku melakukannya lagi padamu!” Amara perlahan bangkit dengan rasa sakit di bagian intinya. Dia memunguti pakaiannya yang berada di atas lantai, lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Baru saja Michael berjalan menuju ke sofa, Tiba-tiba netra elangnya menatap fokus pada noda merah segar yang berada di atas sprei. Michael membulatkan pandangan dengan perasaan kaget. “Jadi… Dia masih perawan?” ***Sepanjang malam Amara terus menangis. Bahkan Michael melakukannya hingga berkali-kali dan membuat Amara benar-benar sangat lelah. Pagi itu Amara bangun lebih awal, tubuhnya bringsut dari tempat pergelutan semalam. Gadis itu memeluk tubuhnya saat itu pula. “Ssshh, Ya Tuhan kenapa sesakit ini?” batin Amara dan mengusap kedua lengannya. Amara menoleh ke arah samping kiri. Terlihat seorang pria tampan yang masih tertidur dengan begitu lelap. Sebenarnya ingin sekali Amara mencabik wajah pria itu, mencakar atau yang lebih baik adalah membunuhnya saat ini juga. Namun semuanya percuma saja, hal yang Amara sayangkan tidak akan bisa kembali lagi. Malah Amara yang justru akan terkena hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Seusai membersihkan diri di dalam kamar mandi, Amara melihat bahwa Michael sudah tidak ada di ruangan itu lagi. Namun Amara merasa jauh lebih baik saat laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Di sebuah ruangan, Michael dan Dirga tengah berbincang bersama. Kedu
2 pekan sudah berlalu. Setiap hari, Amara melewatinya dengan penuh air mata. Gadis itu hanya bisa meratapi nasibnya karena cap pembunuh sudah melekat dalam dirinya. Bahkan hanya untuk keluar saja, Amara harus didampingi dengan para penjaga. Michael sudah menjadikannya sebagai tawanan dan tak akan melepaskan Amara sampai kapanpun. Malam itu, Amara berdiri di sisi balkon. Menatap taburan bintang di langit, sesekali dia menghela nafas panjang. Selama ini, Michael tidak berada di kota Mew York. Dia tengah berada di Italia dan mengerjakan suatu proyek restoran. Tetapi meskipun begitu tetap saja Amara merasa hidupnya tidak berarti. Dia merasa bahwa kini ia tak lebih seperti burung di dalam sangkar. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat, masuk ke area pelataran mewah. Sebelumnya, gerbang telah terbuka otomatis. Kedua mata Amara membulat sempurna melihat itu. Dia terus memperhatikan kuda besi mewah dan tiba-tiba seorang pria tampan keluar dari dalam sana. Deg! Detak jantung
Keesokannya, Amara terbangun dari tempat tidur. Wanita itu menoleh ke samping kiri, tidak ada Michael di sana. Padahal semalam laki-laki itu membuatnya menangis tanpa suara di sini.“Ya Tuhan, sakit sekali!” Amara meringis merasakan sakit disekujur tubuhnya.Pintu terdengar diketuk. Amara menoleh, lalu tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian rapi dengan rambut digelung masuk ke ruangan itu.“Selamat pagi Nona,” ucap pelayan dengan begitu sopan.“Anda diminta untuk segera bersiap oleh Tuan Michael, Nona.”“Ya, aku akan bersiap.”Amara segera menuju ke kamar mandi, seperti biasa. Setiap pagi dia memang harus selalu bersiap untuk sarapan.Di dalam kamar mandi, Amara membuka pakaiannya. Sesaat kemudian, nampak beberapa bercak merah yang diciptakan oleh Michael semalam.Gadis itu berdiri di depan sebuah cermin yang melihatkan separuh tubuhnya, dan itu bisa membuat nya melihat bagaimana rakusnya Michael padanya semalam.Amara langsung meraih sebuah gosokan khusus untuk kulit, dia mengg
Tangan Amara terus ditarik oleh Michael hingga akhirnya mereka sampai di pelataran Mansion.Nampak mobil mewah bertengger manis dengan kemewahannya. Warna hitam mengkilap menyorot netra Amara. “Lihat, bagus kan?” tanya Michael dengan mata mengarah ke mobil Sport mewah miliknya.Sedangkan Amara terlihat biasa saja, sebab dia sudah tidak heran lagi dengan kemewahan yang dimiliki oleh Michael.Meskipun Amara baru beberapa minggu bersama dengan Michael, namun Amara sedikitnya mengetahui beberapa bisnis Michael.Bahkan Michael akan memiliki apapun yang dia inginkan meskipun barang-barang miliknya berharga selangit.“Ayo ikut!” ucap Michael dan menarik tangan Amara saat wanita itu hanya diam saja.“Michael, kau mau bawa aku ke mana?” Michael membukakan pintu untuk Amara, lantas meminta wanita berambut coklat itu untuk segera masuk ke dalam sana.Dirga, Jordy dan Frans terlihat mengekori dari belakang, namun saat itu pula Michael mengangkat satu tangannya. Dia memberikan kode pada para ana
“Tunggu! Apa yang kau lakukan?!”Tangan dokter yang hendak memeriksa bagian leher Amara sontak terhenti ketika mendengar suara Michael.Dia segera menatap Michael dengan tatapan heran. “Tentu saja saya akan memeriksa keadaan pasien, memang apa lagi?!” Michael menghela nafas mendengar itu. “Tapi kenapa tanganmu harus mengarah ke lehernya?” tanya Michael lagi.“Saya akan memeriksa suhu tubuhnya.”Rasa debar-debar di dada begitu mendominasi. Entah apa yang sedang dirasakan oleh Michael, tapi dia tidak ingin ada seorang pria yang menyentuh tubuh Amara.Dan saat itu pula, Michael memilih untuk berdiri di sudut ruangan dengan Menyandarkan tubuhnya pada dinding untuk bisa menetralisir rasa cemburu di hatinya.“Oh astaga!” Michael berdesis dengan mata terpejam saat melihat tangan dokter masuk ke dalam baju dan menyentuh perut Amara.Meskipun sedikit cemas, tetapi Michael juga kesal. Mengapa harus dokter laki-laki yang memeriksa Amara, apa lagi dia terlihat tampan, seperti aktris korea.Gerak
Sampai di Mansion, Michael dikabari kabar oleh Dirga tentang keberadaan Nyonya Melissa yang ada di sini.Mendengar itu, Michael segera meminta pada Dirga untuk menyembunyikan Amara di ruangan tersembunyi. Karena hal ini akan sangat berbahaya jika sampai Melissa mengetahui bahwa Amara masih hidup.“Dirga, bawa Amara ke ruangan bawah tanah sekarang juga.”“Baik Tuan.”Michael gegas pergi tanpa mengatakan apapun lagi.dia akan segera menemui Melissa -wanita yang telah melahirkannya 29 tahun yang lalu.Sementara itu Tatapan Amara dan Dirga bertemu, lantas Dirga segera mengajak Amara pergi.“Ayo Nona, ikut Dengan saya sekarang juga.”“Mau ke mana?” tanya Amara.“Anda harus bersembunyi di ruangan bawah tanah untuk keselamatan anda. Nyonya Besar akan membunuh anda jika mengetahui bahwa anda masih bernafas!” kata Dirga menjelaskan.Amara menarik nafas malas mendengar itu. “Sudah berapa kali aku bilang? Aku ini bukan pembunuh!” kata Amara kesal.Tidak ingin berdebat dengan Amara, akhirnya Dirg
"Ngh..!" Amara terbangun dengan napas terengah. Dia mendudukkan diri dan merasakan sakit di bagian inti bawahnya. Perlahan, wanita itu menoleh ke sampingnya, hanya untuk punggung pria yang telah menghabiskan malam dengannya. Tubuh Amara langsung membeku, begitu ia kembali teringat mengapa dirinya bisa berada di situasi ini. Dua hari yang lalu Amara seperti biasa pulang bekerja, saat itu sudah larut malam. Namun, di tengah jalan ia mendengar suara rintihan seseorang di rumah terbengkalai sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri suara itu. Siapa sangka, Amara menemukan seorang pria yang terbaring dengan darah yang sudah berceceran. “To..tol..ong” rintihan itu terdengar begitu lemah. Amara segera mendekati pria itu. Melihat wajahnya yang pucat, Amara semakin menjadi cemas. “Bertahanlah Tuan, saya akan segera menghubungi ambulance secepatnya.” Tangan Amara bergetar, namun dia segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menekan tombol. Pria itu perlahan
Perlahan Amara membuka matanya, rasa pusing mendominasi hingga membuatnya meringis sakit, “Ssshh, kepalaku sakit sekali…”Amara menatap langit-langit yang nampak mewah. Beberapa lampu ornamen menghiasi setiap sudut atap, memberikan kesan elegan. Kening Amara mengernyit heran, sebelumnya dia belum pernah menjumpai tempat ini. “Di mana aku?” gumam gadis pemilik rambut coklat itu. Tiba-tiba Amara terkesiap ketika mengingat dirinya kemarin dibawa paksa oleh pria, setelah dituduh menjadi pelaku pembunuhan. Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang wibawa dan angkuh. Pakaian serba hitam membalut tubuh pria itu, rahangnya tegas. Mata elangnya menatap Amara dengan tajam. Keduanya bersitatap dalam beberapa saat. “Tuan, di mana saya sekarang?” tanya Amara pada Michael, “Kenapa anda membawa saya ke sini?” “Seorang pembunuh sepertimu, sudah sepantasnya menerima hukuman!” nada bicara dingin itu terdengar menakutkan di telinga Amara. Amara menggeleng keras. “Saya ba
Sampai di Mansion, Michael dikabari kabar oleh Dirga tentang keberadaan Nyonya Melissa yang ada di sini.Mendengar itu, Michael segera meminta pada Dirga untuk menyembunyikan Amara di ruangan tersembunyi. Karena hal ini akan sangat berbahaya jika sampai Melissa mengetahui bahwa Amara masih hidup.“Dirga, bawa Amara ke ruangan bawah tanah sekarang juga.”“Baik Tuan.”Michael gegas pergi tanpa mengatakan apapun lagi.dia akan segera menemui Melissa -wanita yang telah melahirkannya 29 tahun yang lalu.Sementara itu Tatapan Amara dan Dirga bertemu, lantas Dirga segera mengajak Amara pergi.“Ayo Nona, ikut Dengan saya sekarang juga.”“Mau ke mana?” tanya Amara.“Anda harus bersembunyi di ruangan bawah tanah untuk keselamatan anda. Nyonya Besar akan membunuh anda jika mengetahui bahwa anda masih bernafas!” kata Dirga menjelaskan.Amara menarik nafas malas mendengar itu. “Sudah berapa kali aku bilang? Aku ini bukan pembunuh!” kata Amara kesal.Tidak ingin berdebat dengan Amara, akhirnya Dirg
“Tunggu! Apa yang kau lakukan?!”Tangan dokter yang hendak memeriksa bagian leher Amara sontak terhenti ketika mendengar suara Michael.Dia segera menatap Michael dengan tatapan heran. “Tentu saja saya akan memeriksa keadaan pasien, memang apa lagi?!” Michael menghela nafas mendengar itu. “Tapi kenapa tanganmu harus mengarah ke lehernya?” tanya Michael lagi.“Saya akan memeriksa suhu tubuhnya.”Rasa debar-debar di dada begitu mendominasi. Entah apa yang sedang dirasakan oleh Michael, tapi dia tidak ingin ada seorang pria yang menyentuh tubuh Amara.Dan saat itu pula, Michael memilih untuk berdiri di sudut ruangan dengan Menyandarkan tubuhnya pada dinding untuk bisa menetralisir rasa cemburu di hatinya.“Oh astaga!” Michael berdesis dengan mata terpejam saat melihat tangan dokter masuk ke dalam baju dan menyentuh perut Amara.Meskipun sedikit cemas, tetapi Michael juga kesal. Mengapa harus dokter laki-laki yang memeriksa Amara, apa lagi dia terlihat tampan, seperti aktris korea.Gerak
Tangan Amara terus ditarik oleh Michael hingga akhirnya mereka sampai di pelataran Mansion.Nampak mobil mewah bertengger manis dengan kemewahannya. Warna hitam mengkilap menyorot netra Amara. “Lihat, bagus kan?” tanya Michael dengan mata mengarah ke mobil Sport mewah miliknya.Sedangkan Amara terlihat biasa saja, sebab dia sudah tidak heran lagi dengan kemewahan yang dimiliki oleh Michael.Meskipun Amara baru beberapa minggu bersama dengan Michael, namun Amara sedikitnya mengetahui beberapa bisnis Michael.Bahkan Michael akan memiliki apapun yang dia inginkan meskipun barang-barang miliknya berharga selangit.“Ayo ikut!” ucap Michael dan menarik tangan Amara saat wanita itu hanya diam saja.“Michael, kau mau bawa aku ke mana?” Michael membukakan pintu untuk Amara, lantas meminta wanita berambut coklat itu untuk segera masuk ke dalam sana.Dirga, Jordy dan Frans terlihat mengekori dari belakang, namun saat itu pula Michael mengangkat satu tangannya. Dia memberikan kode pada para ana
Keesokannya, Amara terbangun dari tempat tidur. Wanita itu menoleh ke samping kiri, tidak ada Michael di sana. Padahal semalam laki-laki itu membuatnya menangis tanpa suara di sini.“Ya Tuhan, sakit sekali!” Amara meringis merasakan sakit disekujur tubuhnya.Pintu terdengar diketuk. Amara menoleh, lalu tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian rapi dengan rambut digelung masuk ke ruangan itu.“Selamat pagi Nona,” ucap pelayan dengan begitu sopan.“Anda diminta untuk segera bersiap oleh Tuan Michael, Nona.”“Ya, aku akan bersiap.”Amara segera menuju ke kamar mandi, seperti biasa. Setiap pagi dia memang harus selalu bersiap untuk sarapan.Di dalam kamar mandi, Amara membuka pakaiannya. Sesaat kemudian, nampak beberapa bercak merah yang diciptakan oleh Michael semalam.Gadis itu berdiri di depan sebuah cermin yang melihatkan separuh tubuhnya, dan itu bisa membuat nya melihat bagaimana rakusnya Michael padanya semalam.Amara langsung meraih sebuah gosokan khusus untuk kulit, dia mengg
2 pekan sudah berlalu. Setiap hari, Amara melewatinya dengan penuh air mata. Gadis itu hanya bisa meratapi nasibnya karena cap pembunuh sudah melekat dalam dirinya. Bahkan hanya untuk keluar saja, Amara harus didampingi dengan para penjaga. Michael sudah menjadikannya sebagai tawanan dan tak akan melepaskan Amara sampai kapanpun. Malam itu, Amara berdiri di sisi balkon. Menatap taburan bintang di langit, sesekali dia menghela nafas panjang. Selama ini, Michael tidak berada di kota Mew York. Dia tengah berada di Italia dan mengerjakan suatu proyek restoran. Tetapi meskipun begitu tetap saja Amara merasa hidupnya tidak berarti. Dia merasa bahwa kini ia tak lebih seperti burung di dalam sangkar. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat, masuk ke area pelataran mewah. Sebelumnya, gerbang telah terbuka otomatis. Kedua mata Amara membulat sempurna melihat itu. Dia terus memperhatikan kuda besi mewah dan tiba-tiba seorang pria tampan keluar dari dalam sana. Deg! Detak jantung
Sepanjang malam Amara terus menangis. Bahkan Michael melakukannya hingga berkali-kali dan membuat Amara benar-benar sangat lelah. Pagi itu Amara bangun lebih awal, tubuhnya bringsut dari tempat pergelutan semalam. Gadis itu memeluk tubuhnya saat itu pula. “Ssshh, Ya Tuhan kenapa sesakit ini?” batin Amara dan mengusap kedua lengannya. Amara menoleh ke arah samping kiri. Terlihat seorang pria tampan yang masih tertidur dengan begitu lelap. Sebenarnya ingin sekali Amara mencabik wajah pria itu, mencakar atau yang lebih baik adalah membunuhnya saat ini juga. Namun semuanya percuma saja, hal yang Amara sayangkan tidak akan bisa kembali lagi. Malah Amara yang justru akan terkena hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Seusai membersihkan diri di dalam kamar mandi, Amara melihat bahwa Michael sudah tidak ada di ruangan itu lagi. Namun Amara merasa jauh lebih baik saat laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Di sebuah ruangan, Michael dan Dirga tengah berbincang bersama. Kedu
“Layani aku malam ini!” Kedua mata Amara nyaris melompat dari tempatnya ketika ia mendengar itu, sedikitpun Amara tidak sudi untuk melakukan apa yang dipinta oleh Michael. “Dasar sinting!” kata Amara semakin tajam menatap Michael. “Apa katamu?!” Raut wajah Michael mendadak berubah, rahangnya semakin mengeras. “Kau tidak waras!” Amara mengulang tanpa takut. Saat itu pula, Michael mencengkram lengan atas Amara dengan begitu kuat. Gadis itu meringis sakit, tapi Michael tidak peduli. Michael menariknya menuju ke ranjang. Tubuh Amara didorong hingga tersungkur di atas kasur berbalut sprei berwarna putih bersih. Saat itu pula, Michael membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tangannya yang lihai. Sedangkan tatapan mata, terus menyalang pada Amara. Amara beringsut ke belakang, ekor netra Amara mengikuti tangan Michael yang melempar kemejanya ke sembarang arah. “Tuan, apa yang akan anda lakukan?” Suara Amara terdengar bergetar, dia semakin was-was ketika Michael membuka gesper
Perlahan Amara membuka matanya, rasa pusing mendominasi hingga membuatnya meringis sakit, “Ssshh, kepalaku sakit sekali…”Amara menatap langit-langit yang nampak mewah. Beberapa lampu ornamen menghiasi setiap sudut atap, memberikan kesan elegan. Kening Amara mengernyit heran, sebelumnya dia belum pernah menjumpai tempat ini. “Di mana aku?” gumam gadis pemilik rambut coklat itu. Tiba-tiba Amara terkesiap ketika mengingat dirinya kemarin dibawa paksa oleh pria, setelah dituduh menjadi pelaku pembunuhan. Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang wibawa dan angkuh. Pakaian serba hitam membalut tubuh pria itu, rahangnya tegas. Mata elangnya menatap Amara dengan tajam. Keduanya bersitatap dalam beberapa saat. “Tuan, di mana saya sekarang?” tanya Amara pada Michael, “Kenapa anda membawa saya ke sini?” “Seorang pembunuh sepertimu, sudah sepantasnya menerima hukuman!” nada bicara dingin itu terdengar menakutkan di telinga Amara. Amara menggeleng keras. “Saya ba
"Ngh..!" Amara terbangun dengan napas terengah. Dia mendudukkan diri dan merasakan sakit di bagian inti bawahnya. Perlahan, wanita itu menoleh ke sampingnya, hanya untuk punggung pria yang telah menghabiskan malam dengannya. Tubuh Amara langsung membeku, begitu ia kembali teringat mengapa dirinya bisa berada di situasi ini. Dua hari yang lalu Amara seperti biasa pulang bekerja, saat itu sudah larut malam. Namun, di tengah jalan ia mendengar suara rintihan seseorang di rumah terbengkalai sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri suara itu. Siapa sangka, Amara menemukan seorang pria yang terbaring dengan darah yang sudah berceceran. “To..tol..ong” rintihan itu terdengar begitu lemah. Amara segera mendekati pria itu. Melihat wajahnya yang pucat, Amara semakin menjadi cemas. “Bertahanlah Tuan, saya akan segera menghubungi ambulance secepatnya.” Tangan Amara bergetar, namun dia segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menekan tombol. Pria itu perlahan