Keesokannya, Amara terbangun dari tempat tidur. Wanita itu menoleh ke samping kiri, tidak ada Michael di sana. Padahal semalam laki-laki itu membuatnya menangis tanpa suara di sini.
“Ya Tuhan, sakit sekali!” Amara meringis merasakan sakit disekujur tubuhnya. Pintu terdengar diketuk. Amara menoleh, lalu tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian rapi dengan rambut digelung masuk ke ruangan itu. “Selamat pagi Nona,” ucap pelayan dengan begitu sopan. “Anda diminta untuk segera bersiap oleh Tuan Michael, Nona.” “Ya, aku akan bersiap.” Amara segera menuju ke kamar mandi, seperti biasa. Setiap pagi dia memang harus selalu bersiap untuk sarapan. Di dalam kamar mandi, Amara membuka pakaiannya. Sesaat kemudian, nampak beberapa bercak merah yang diciptakan oleh Michael semalam. Gadis itu berdiri di depan sebuah cermin yang melihatkan separuh tubuhnya, dan itu bisa membuat nya melihat bagaimana rakusnya Michael padanya semalam. Amara langsung meraih sebuah gosokan khusus untuk kulit, dia menggosok kulitnya dengan sangat kuat. “Menjijikkan! Ini sangat menjijikkan!” ucap Amara dan terus menggosok kulitnya sekuat mungkin. Untuk kedua kalinya, Amara merasa jijik pada dirinya sendiri setelah apa yang dilakukan oleh Michael padanya. Di dalam sana, otaknya terus berfikir. Entah bagaimana kehidupannya setelah ini, apakah dia akan benar-benar menjadi pemuas nafsu Michael hanya karena suatu tuduhan? Amara terisak, pundaknya berguncang dengan hebat. Menangisi keadaannya saat ini. Cap pembunuh sudah melekat pada dirinya meskipun pada waktu itu, dia hanya berniat menolong saja. Paman yang selama ini dia harapkan untuk menolongnya, tetapi mungkin sedikitpun dia tidak mencemaskan keadaan Amara. Karena memang dia begitu membencinya. Seketika, Amara mengingat semua perkataan Pamannya. Suatu kalimat yang membuat Amara mampu meneteskan air matanya. “Kau harus berguna dan menghasilkan uang untukku! Jangan hanya menjadi benalu saja di sini!” Kata-kata itu selalu terngiang, setelah Ayah dan Ibunya meninggal karena sebuah kecelakaan. Paman dan Tantenya menganggap bahwa Amara hanyalah benalu dalam kehidupan mereka. Dan mungkin saat ini, mereka senang atas kepergian Amara. “Ayah… Ibu… Tolong, tolong aku.” Amara tak mampu menahan air matanya. Dia tenggelam dalam kesedihan yang teramat sakit. Setelah puas menangis, Amara segera membersihkan tubuhnya. Lantas gadis itu keluar dari kamarnya ketika sudah bersiap. Amara menaiki lift, dia menekan angka 1 untuk ke lantai dasar. Setiap tatapan wanita itu selalu saja lurus ke depan dan kosong. Seakan-akan dia merasa bahwa hidupnya tak lagi memiliki masa depan. Dan akan selamanya Menjadi tawanan seorang Michael, hanya kematian yang bisa menyelamatkannya. Michael nampak duduk di sofa tepatnya di ruangan tengah. Laki-laki itu sudah sangat rapi dan tampan. Balutan tuxedo berwarna hitam yang pas di tubuhnya membuat terlihat sangat gagah, dengan rahang tegas dan iris mata elang yang tajam. Di sana ada beberapa penjaga juga yang tengah berjaga di setiap sudut ruangan. Sedangkan Dirga duduk bersama Michael. Nampak Michael langsung bangkit dari duduknya. Laki-laki itu menghampiri Amara yang baru saja keluar dari lift. “Selamat pagi sayang!” Michael meraih pinggang ramping Amara, namun gadis itu menolak dan menyingkirkan tangan Michael. “Sesuai janjiku padamu, aku punya hadiah untukmu sayang.” Amara hanya melihat wajah Michael sekilas saja, sedikitpun dia tidak tertarik dengan Michael yang tampannya seperti dari langit. Sikap jahat yang ditunjukkan oleh Michael seakan-akan menutupi ketampanan dan kewibawaan laki-laki itu di mata Amara. Michael menjentikkan tangannya, memberikan kode pada Dirga agar segera mendekat. “Ini hadiah untuk anda, Nona.” Dirga memberikan sebuah box dengan balutan kertas yang cantik. Di atasnya terdapat sebuah pita berwarna merah jambu. Ragu, Amara mengambil box itu dari tangan Dirga. Sedangkan Michael tersenyum melihat Amara yang mulai menerima kado darinya. “Kalau kau penasaran, buka saja!” perintah Michael. Amara menggeleng pelan. “Tidak, nanti saja.” “Sebaiknya buka sekarang saja, Sayang.” Amara langsung melirik ke arah Michael. “Jangan menyebutku dengan panggilan seperti itu. Sedikitpun, aku tidak sudi mendengarnya!” tegas Amara. Michael terkekeh. “Kau ini galak sekali, pantas saja Ansel langsung mati di tanganmu!” sinis Michael. “Kau akan menyesali semua yang telah kau lakukan padaku. Setelah kau tau apa yang sudah terjadi sebenarnya!” kata Amara dengan sorot netra berkaca-kaca. Selama ini dia tidak pernah bermimpi untuk menyandang status sebagai seorang pembunuh. Michael tertawa pelan, dia semakin tajam menatap Amara. Seketika tangannya mencengkram rahang Amara. “Meskipun kau berkilah sampai mati, tetapi tetap saja. Kau adalah seorang pembunuh, Amara!” Tidak ingin menyakiti Amara, akhirnya Michael segera melepaskan tangannya. Nafas Amara menggebu-gebu mendengar itu. “Tidak usah banyak bicara lagi! Buka kotak itu sekarang!” perintah Michael. Amara meneguk saliva, dia sadar bahwa laki-laki.yang tengah ia hadapi saat ini adalah jelmaan seorang iblis kejam Tangannya dengan lihai membuka box itu. Lalu terlihat sebuah kain berwarna hitam di sana. Amara meletakkan box itu di atas meja dan mengambil kain yang ada di dalamnya. Seketika kepala Amara menggeleng ketika melihat bahwa ternyata benda yang dipegangnya adalah lingerie seksi berwarna hitam. “Bagaimana? Bagus kan? Aku membelinya di Thailand dengan harga yang mahal, aku pikir itu cocok untukmu, Sayang. Nanti malam jangan lupa di pakai ya?” Amara menghela, sepertinya dalam kepala Michael tidak ada hal lain lagi kecuali perbuatan maksiat. Michael mengambil lingerie di tangan Amara. Lantas meletakkannya kembali ke dalam box. “Ayo kita pergi sekarang!” Tiba-tiba Michael menggenggam pergelangan tangan Amara, gadis itu terpaksa melangkah karena Michael menariknya. “Tapi kita mau ke mana Michael?” “Tidak usah banyak bicara! Ikut saja!” ***Tangan Amara terus ditarik oleh Michael hingga akhirnya mereka sampai di pelataran Mansion.Nampak mobil mewah bertengger manis dengan kemewahannya. Warna hitam mengkilap menyorot netra Amara. “Lihat, bagus kan?” tanya Michael dengan mata mengarah ke mobil Sport mewah miliknya.Sedangkan Amara terlihat biasa saja, sebab dia sudah tidak heran lagi dengan kemewahan yang dimiliki oleh Michael.Meskipun Amara baru beberapa minggu bersama dengan Michael, namun Amara sedikitnya mengetahui beberapa bisnis Michael.Bahkan Michael akan memiliki apapun yang dia inginkan meskipun barang-barang miliknya berharga selangit.“Ayo ikut!” ucap Michael dan menarik tangan Amara saat wanita itu hanya diam saja.“Michael, kau mau bawa aku ke mana?” Michael membukakan pintu untuk Amara, lantas meminta wanita berambut coklat itu untuk segera masuk ke dalam sana.Dirga, Jordy dan Frans terlihat mengekori dari belakang, namun saat itu pula Michael mengangkat satu tangannya. Dia memberikan kode pada para ana
“Tunggu! Apa yang kau lakukan?!”Tangan dokter yang hendak memeriksa bagian leher Amara sontak terhenti ketika mendengar suara Michael.Dia segera menatap Michael dengan tatapan heran. “Tentu saja saya akan memeriksa keadaan pasien, memang apa lagi?!” Michael menghela nafas mendengar itu. “Tapi kenapa tanganmu harus mengarah ke lehernya?” tanya Michael lagi.“Saya akan memeriksa suhu tubuhnya.”Rasa debar-debar di dada begitu mendominasi. Entah apa yang sedang dirasakan oleh Michael, tapi dia tidak ingin ada seorang pria yang menyentuh tubuh Amara.Dan saat itu pula, Michael memilih untuk berdiri di sudut ruangan dengan Menyandarkan tubuhnya pada dinding untuk bisa menetralisir rasa cemburu di hatinya.“Oh astaga!” Michael berdesis dengan mata terpejam saat melihat tangan dokter masuk ke dalam baju dan menyentuh perut Amara.Meskipun sedikit cemas, tetapi Michael juga kesal. Mengapa harus dokter laki-laki yang memeriksa Amara, apa lagi dia terlihat tampan, seperti aktris korea.Gerak
Sampai di Mansion, Michael dikabari kabar oleh Dirga tentang keberadaan Nyonya Melissa yang ada di sini.Mendengar itu, Michael segera meminta pada Dirga untuk menyembunyikan Amara di ruangan tersembunyi. Karena hal ini akan sangat berbahaya jika sampai Melissa mengetahui bahwa Amara masih hidup.“Dirga, bawa Amara ke ruangan bawah tanah sekarang juga.”“Baik Tuan.”Michael gegas pergi tanpa mengatakan apapun lagi.dia akan segera menemui Melissa -wanita yang telah melahirkannya 29 tahun yang lalu.Sementara itu Tatapan Amara dan Dirga bertemu, lantas Dirga segera mengajak Amara pergi.“Ayo Nona, ikut Dengan saya sekarang juga.”“Mau ke mana?” tanya Amara.“Anda harus bersembunyi di ruangan bawah tanah untuk keselamatan anda. Nyonya Besar akan membunuh anda jika mengetahui bahwa anda masih bernafas!” kata Dirga menjelaskan.Amara menarik nafas malas mendengar itu. “Sudah berapa kali aku bilang? Aku ini bukan pembunuh!” kata Amara kesal.Tidak ingin berdebat dengan Amara, akhirnya Dirg
"Ngh..!" Amara terbangun dengan napas terengah. Dia mendudukkan diri dan merasakan sakit di bagian inti bawahnya. Perlahan, wanita itu menoleh ke sampingnya, hanya untuk punggung pria yang telah menghabiskan malam dengannya. Tubuh Amara langsung membeku, begitu ia kembali teringat mengapa dirinya bisa berada di situasi ini. Dua hari yang lalu Amara seperti biasa pulang bekerja, saat itu sudah larut malam. Namun, di tengah jalan ia mendengar suara rintihan seseorang di rumah terbengkalai sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri suara itu. Siapa sangka, Amara menemukan seorang pria yang terbaring dengan darah yang sudah berceceran. “To..tol..ong” rintihan itu terdengar begitu lemah. Amara segera mendekati pria itu. Melihat wajahnya yang pucat, Amara semakin menjadi cemas. “Bertahanlah Tuan, saya akan segera menghubungi ambulance secepatnya.” Tangan Amara bergetar, namun dia segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menekan tombol. Pria itu perlahan
Perlahan Amara membuka matanya, rasa pusing mendominasi hingga membuatnya meringis sakit, “Ssshh, kepalaku sakit sekali…”Amara menatap langit-langit yang nampak mewah. Beberapa lampu ornamen menghiasi setiap sudut atap, memberikan kesan elegan. Kening Amara mengernyit heran, sebelumnya dia belum pernah menjumpai tempat ini. “Di mana aku?” gumam gadis pemilik rambut coklat itu. Tiba-tiba Amara terkesiap ketika mengingat dirinya kemarin dibawa paksa oleh pria, setelah dituduh menjadi pelaku pembunuhan. Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang wibawa dan angkuh. Pakaian serba hitam membalut tubuh pria itu, rahangnya tegas. Mata elangnya menatap Amara dengan tajam. Keduanya bersitatap dalam beberapa saat. “Tuan, di mana saya sekarang?” tanya Amara pada Michael, “Kenapa anda membawa saya ke sini?” “Seorang pembunuh sepertimu, sudah sepantasnya menerima hukuman!” nada bicara dingin itu terdengar menakutkan di telinga Amara. Amara menggeleng keras. “Saya ba
“Layani aku malam ini!” Kedua mata Amara nyaris melompat dari tempatnya ketika ia mendengar itu, sedikitpun Amara tidak sudi untuk melakukan apa yang dipinta oleh Michael. “Dasar sinting!” kata Amara semakin tajam menatap Michael. “Apa katamu?!” Raut wajah Michael mendadak berubah, rahangnya semakin mengeras. “Kau tidak waras!” Amara mengulang tanpa takut. Saat itu pula, Michael mencengkram lengan atas Amara dengan begitu kuat. Gadis itu meringis sakit, tapi Michael tidak peduli. Michael menariknya menuju ke ranjang. Tubuh Amara didorong hingga tersungkur di atas kasur berbalut sprei berwarna putih bersih. Saat itu pula, Michael membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tangannya yang lihai. Sedangkan tatapan mata, terus menyalang pada Amara. Amara beringsut ke belakang, ekor netra Amara mengikuti tangan Michael yang melempar kemejanya ke sembarang arah. “Tuan, apa yang akan anda lakukan?” Suara Amara terdengar bergetar, dia semakin was-was ketika Michael membuka gesper
Sepanjang malam Amara terus menangis. Bahkan Michael melakukannya hingga berkali-kali dan membuat Amara benar-benar sangat lelah. Pagi itu Amara bangun lebih awal, tubuhnya bringsut dari tempat pergelutan semalam. Gadis itu memeluk tubuhnya saat itu pula. “Ssshh, Ya Tuhan kenapa sesakit ini?” batin Amara dan mengusap kedua lengannya. Amara menoleh ke arah samping kiri. Terlihat seorang pria tampan yang masih tertidur dengan begitu lelap. Sebenarnya ingin sekali Amara mencabik wajah pria itu, mencakar atau yang lebih baik adalah membunuhnya saat ini juga. Namun semuanya percuma saja, hal yang Amara sayangkan tidak akan bisa kembali lagi. Malah Amara yang justru akan terkena hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Seusai membersihkan diri di dalam kamar mandi, Amara melihat bahwa Michael sudah tidak ada di ruangan itu lagi. Namun Amara merasa jauh lebih baik saat laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Di sebuah ruangan, Michael dan Dirga tengah berbincang bersama. Kedu
2 pekan sudah berlalu. Setiap hari, Amara melewatinya dengan penuh air mata. Gadis itu hanya bisa meratapi nasibnya karena cap pembunuh sudah melekat dalam dirinya. Bahkan hanya untuk keluar saja, Amara harus didampingi dengan para penjaga. Michael sudah menjadikannya sebagai tawanan dan tak akan melepaskan Amara sampai kapanpun. Malam itu, Amara berdiri di sisi balkon. Menatap taburan bintang di langit, sesekali dia menghela nafas panjang. Selama ini, Michael tidak berada di kota Mew York. Dia tengah berada di Italia dan mengerjakan suatu proyek restoran. Tetapi meskipun begitu tetap saja Amara merasa hidupnya tidak berarti. Dia merasa bahwa kini ia tak lebih seperti burung di dalam sangkar. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat, masuk ke area pelataran mewah. Sebelumnya, gerbang telah terbuka otomatis. Kedua mata Amara membulat sempurna melihat itu. Dia terus memperhatikan kuda besi mewah dan tiba-tiba seorang pria tampan keluar dari dalam sana. Deg! Detak jantung
Sampai di Mansion, Michael dikabari kabar oleh Dirga tentang keberadaan Nyonya Melissa yang ada di sini.Mendengar itu, Michael segera meminta pada Dirga untuk menyembunyikan Amara di ruangan tersembunyi. Karena hal ini akan sangat berbahaya jika sampai Melissa mengetahui bahwa Amara masih hidup.“Dirga, bawa Amara ke ruangan bawah tanah sekarang juga.”“Baik Tuan.”Michael gegas pergi tanpa mengatakan apapun lagi.dia akan segera menemui Melissa -wanita yang telah melahirkannya 29 tahun yang lalu.Sementara itu Tatapan Amara dan Dirga bertemu, lantas Dirga segera mengajak Amara pergi.“Ayo Nona, ikut Dengan saya sekarang juga.”“Mau ke mana?” tanya Amara.“Anda harus bersembunyi di ruangan bawah tanah untuk keselamatan anda. Nyonya Besar akan membunuh anda jika mengetahui bahwa anda masih bernafas!” kata Dirga menjelaskan.Amara menarik nafas malas mendengar itu. “Sudah berapa kali aku bilang? Aku ini bukan pembunuh!” kata Amara kesal.Tidak ingin berdebat dengan Amara, akhirnya Dirg
“Tunggu! Apa yang kau lakukan?!”Tangan dokter yang hendak memeriksa bagian leher Amara sontak terhenti ketika mendengar suara Michael.Dia segera menatap Michael dengan tatapan heran. “Tentu saja saya akan memeriksa keadaan pasien, memang apa lagi?!” Michael menghela nafas mendengar itu. “Tapi kenapa tanganmu harus mengarah ke lehernya?” tanya Michael lagi.“Saya akan memeriksa suhu tubuhnya.”Rasa debar-debar di dada begitu mendominasi. Entah apa yang sedang dirasakan oleh Michael, tapi dia tidak ingin ada seorang pria yang menyentuh tubuh Amara.Dan saat itu pula, Michael memilih untuk berdiri di sudut ruangan dengan Menyandarkan tubuhnya pada dinding untuk bisa menetralisir rasa cemburu di hatinya.“Oh astaga!” Michael berdesis dengan mata terpejam saat melihat tangan dokter masuk ke dalam baju dan menyentuh perut Amara.Meskipun sedikit cemas, tetapi Michael juga kesal. Mengapa harus dokter laki-laki yang memeriksa Amara, apa lagi dia terlihat tampan, seperti aktris korea.Gerak
Tangan Amara terus ditarik oleh Michael hingga akhirnya mereka sampai di pelataran Mansion.Nampak mobil mewah bertengger manis dengan kemewahannya. Warna hitam mengkilap menyorot netra Amara. “Lihat, bagus kan?” tanya Michael dengan mata mengarah ke mobil Sport mewah miliknya.Sedangkan Amara terlihat biasa saja, sebab dia sudah tidak heran lagi dengan kemewahan yang dimiliki oleh Michael.Meskipun Amara baru beberapa minggu bersama dengan Michael, namun Amara sedikitnya mengetahui beberapa bisnis Michael.Bahkan Michael akan memiliki apapun yang dia inginkan meskipun barang-barang miliknya berharga selangit.“Ayo ikut!” ucap Michael dan menarik tangan Amara saat wanita itu hanya diam saja.“Michael, kau mau bawa aku ke mana?” Michael membukakan pintu untuk Amara, lantas meminta wanita berambut coklat itu untuk segera masuk ke dalam sana.Dirga, Jordy dan Frans terlihat mengekori dari belakang, namun saat itu pula Michael mengangkat satu tangannya. Dia memberikan kode pada para ana
Keesokannya, Amara terbangun dari tempat tidur. Wanita itu menoleh ke samping kiri, tidak ada Michael di sana. Padahal semalam laki-laki itu membuatnya menangis tanpa suara di sini.“Ya Tuhan, sakit sekali!” Amara meringis merasakan sakit disekujur tubuhnya.Pintu terdengar diketuk. Amara menoleh, lalu tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian rapi dengan rambut digelung masuk ke ruangan itu.“Selamat pagi Nona,” ucap pelayan dengan begitu sopan.“Anda diminta untuk segera bersiap oleh Tuan Michael, Nona.”“Ya, aku akan bersiap.”Amara segera menuju ke kamar mandi, seperti biasa. Setiap pagi dia memang harus selalu bersiap untuk sarapan.Di dalam kamar mandi, Amara membuka pakaiannya. Sesaat kemudian, nampak beberapa bercak merah yang diciptakan oleh Michael semalam.Gadis itu berdiri di depan sebuah cermin yang melihatkan separuh tubuhnya, dan itu bisa membuat nya melihat bagaimana rakusnya Michael padanya semalam.Amara langsung meraih sebuah gosokan khusus untuk kulit, dia mengg
2 pekan sudah berlalu. Setiap hari, Amara melewatinya dengan penuh air mata. Gadis itu hanya bisa meratapi nasibnya karena cap pembunuh sudah melekat dalam dirinya. Bahkan hanya untuk keluar saja, Amara harus didampingi dengan para penjaga. Michael sudah menjadikannya sebagai tawanan dan tak akan melepaskan Amara sampai kapanpun. Malam itu, Amara berdiri di sisi balkon. Menatap taburan bintang di langit, sesekali dia menghela nafas panjang. Selama ini, Michael tidak berada di kota Mew York. Dia tengah berada di Italia dan mengerjakan suatu proyek restoran. Tetapi meskipun begitu tetap saja Amara merasa hidupnya tidak berarti. Dia merasa bahwa kini ia tak lebih seperti burung di dalam sangkar. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat, masuk ke area pelataran mewah. Sebelumnya, gerbang telah terbuka otomatis. Kedua mata Amara membulat sempurna melihat itu. Dia terus memperhatikan kuda besi mewah dan tiba-tiba seorang pria tampan keluar dari dalam sana. Deg! Detak jantung
Sepanjang malam Amara terus menangis. Bahkan Michael melakukannya hingga berkali-kali dan membuat Amara benar-benar sangat lelah. Pagi itu Amara bangun lebih awal, tubuhnya bringsut dari tempat pergelutan semalam. Gadis itu memeluk tubuhnya saat itu pula. “Ssshh, Ya Tuhan kenapa sesakit ini?” batin Amara dan mengusap kedua lengannya. Amara menoleh ke arah samping kiri. Terlihat seorang pria tampan yang masih tertidur dengan begitu lelap. Sebenarnya ingin sekali Amara mencabik wajah pria itu, mencakar atau yang lebih baik adalah membunuhnya saat ini juga. Namun semuanya percuma saja, hal yang Amara sayangkan tidak akan bisa kembali lagi. Malah Amara yang justru akan terkena hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Seusai membersihkan diri di dalam kamar mandi, Amara melihat bahwa Michael sudah tidak ada di ruangan itu lagi. Namun Amara merasa jauh lebih baik saat laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Di sebuah ruangan, Michael dan Dirga tengah berbincang bersama. Kedu
“Layani aku malam ini!” Kedua mata Amara nyaris melompat dari tempatnya ketika ia mendengar itu, sedikitpun Amara tidak sudi untuk melakukan apa yang dipinta oleh Michael. “Dasar sinting!” kata Amara semakin tajam menatap Michael. “Apa katamu?!” Raut wajah Michael mendadak berubah, rahangnya semakin mengeras. “Kau tidak waras!” Amara mengulang tanpa takut. Saat itu pula, Michael mencengkram lengan atas Amara dengan begitu kuat. Gadis itu meringis sakit, tapi Michael tidak peduli. Michael menariknya menuju ke ranjang. Tubuh Amara didorong hingga tersungkur di atas kasur berbalut sprei berwarna putih bersih. Saat itu pula, Michael membuka satu persatu kancing kemejanya dengan tangannya yang lihai. Sedangkan tatapan mata, terus menyalang pada Amara. Amara beringsut ke belakang, ekor netra Amara mengikuti tangan Michael yang melempar kemejanya ke sembarang arah. “Tuan, apa yang akan anda lakukan?” Suara Amara terdengar bergetar, dia semakin was-was ketika Michael membuka gesper
Perlahan Amara membuka matanya, rasa pusing mendominasi hingga membuatnya meringis sakit, “Ssshh, kepalaku sakit sekali…”Amara menatap langit-langit yang nampak mewah. Beberapa lampu ornamen menghiasi setiap sudut atap, memberikan kesan elegan. Kening Amara mengernyit heran, sebelumnya dia belum pernah menjumpai tempat ini. “Di mana aku?” gumam gadis pemilik rambut coklat itu. Tiba-tiba Amara terkesiap ketika mengingat dirinya kemarin dibawa paksa oleh pria, setelah dituduh menjadi pelaku pembunuhan. Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang wibawa dan angkuh. Pakaian serba hitam membalut tubuh pria itu, rahangnya tegas. Mata elangnya menatap Amara dengan tajam. Keduanya bersitatap dalam beberapa saat. “Tuan, di mana saya sekarang?” tanya Amara pada Michael, “Kenapa anda membawa saya ke sini?” “Seorang pembunuh sepertimu, sudah sepantasnya menerima hukuman!” nada bicara dingin itu terdengar menakutkan di telinga Amara. Amara menggeleng keras. “Saya ba
"Ngh..!" Amara terbangun dengan napas terengah. Dia mendudukkan diri dan merasakan sakit di bagian inti bawahnya. Perlahan, wanita itu menoleh ke sampingnya, hanya untuk punggung pria yang telah menghabiskan malam dengannya. Tubuh Amara langsung membeku, begitu ia kembali teringat mengapa dirinya bisa berada di situasi ini. Dua hari yang lalu Amara seperti biasa pulang bekerja, saat itu sudah larut malam. Namun, di tengah jalan ia mendengar suara rintihan seseorang di rumah terbengkalai sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri suara itu. Siapa sangka, Amara menemukan seorang pria yang terbaring dengan darah yang sudah berceceran. “To..tol..ong” rintihan itu terdengar begitu lemah. Amara segera mendekati pria itu. Melihat wajahnya yang pucat, Amara semakin menjadi cemas. “Bertahanlah Tuan, saya akan segera menghubungi ambulance secepatnya.” Tangan Amara bergetar, namun dia segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menekan tombol. Pria itu perlahan