Share

Bab 2. Menjadi Tawanan

Perlahan Amara membuka matanya, rasa pusing mendominasi hingga membuatnya meringis sakit, “Ssshh, kepalaku sakit sekali…”

Amara menatap langit-langit yang nampak mewah. Beberapa lampu ornamen menghiasi setiap sudut atap, memberikan kesan elegan. Kening Amara mengernyit heran, sebelumnya dia belum pernah menjumpai tempat ini.

“Di mana aku?” gumam gadis pemilik rambut coklat itu. Tiba-tiba Amara terkesiap ketika mengingat dirinya kemarin dibawa paksa oleh pria, setelah dituduh menjadi pelaku pembunuhan. 

Tak lama seorang pria masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah yang wibawa dan angkuh. Pakaian serba hitam membalut tubuh pria itu, rahangnya tegas. Mata elangnya menatap Amara dengan tajam. Keduanya bersitatap dalam beberapa saat.

“Tuan, di mana saya sekarang?” tanya Amara pada Michael, “Kenapa anda membawa saya ke sini?”

“Seorang pembunuh sepertimu, sudah sepantasnya menerima hukuman!” nada bicara dingin itu terdengar menakutkan di telinga Amara. 

Amara menggeleng keras. “Saya bahkan tidak melakukan kesalahan apapun terhadap anda!” sangkal Amara yang memang merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Michael terkekeh sinis mendengar itu. “Kau masih bertanya atas apa yang kau lakukan?”

Kening Amara mengernyit heran. Pasalnya dia memang tidak tau maksud perkataan Michael. “Mak…”

“Kau sudah membunuh Putra Bangsawan Deuls!”

Kedua mata Amara melotot sempurna. Dia menggeleng cepat. Tuduhan itu sama sekali tidak benar.

“Tidak Tuan, saya tidak melakukan itu! Saya tidak pernah menghilangkan nyawa seseorang!” Amara mencoba membela diri.

Sudut bibir Michael tertarik ke samping. “Setelah kau menusuk adikku menggunakan pisau, lalu kau berkilah demikian?” sinis Michael semakin menatap tajam pada Amara.

“Apa? Jadi… Pria itu sudah mati?” kaget Amara dengan raut wajah yang benar-benar terkejut. Padahal Amara berharap pria itu masih bisa terselamatkan, namun rupanya takdir berkata lain. Pria muda itu harus pergi dengan luka di perutnya.

Raut kesedihan itu nampak jelas di wajah Amara. 

“Menjijikkan! Apa dengan wajah sedihmu itu kau bisa mengelabuiku?” Michael mendengus geli melihat hal itu. Baginya, Amara sungguh bermuka dua. 

Amara langsung mendongak mendengar itu, menatap Michael dengan dalam, “Saya tidak sedang berakting Tuan, saya memang bersedih atas kematian adik anda. Dan saya….”

“Kau sudah membunuhnya dengan tanganmu sendiri, tapi sekarang kau bersandiwara dengan begitu pintar!” sanggah Michael sebelum Amara benar-benar menyelesaikan kalimatnya.

Amara menggeleng kuat. Dia menepis tuduhan yang telah menuding nya sebagai seorang tersangka, “Ini salah paham Tuan, sebenarnya saya hanya ingin menolongnya. Dia ditemukan terbaring dengan luka tusukan di perut dan saya tidak tahu siapa yang sudah melakukan itu.”

Amara mencoba menjelaskan pada Michael apa yang sebenarnya sudah terjadi, namun ekspresi wajah Michael datar. Sedikitpun dia tidak percaya dengan perkataan Amara.

“Tidak perlu mengelak lagi. Aku sudah mencari tau siapa dirimu!” tukas Michael, kemudian menjentikan jarinya sehingga Dirga, asistennya datang menghampiri Michael ke ruangan itu. Dia membawa sebuah carik kertas di tangannya.

Dengan tatapan Michael, Dirga sudah mengerti bahwa dirinya harus membacakan sebuah data yang sudah ia cari tau sebelumnya, “Tuan, wanita ini bernama Amara. Dia hanya bekerja sebagai seorang Waitress di sebuah Restaurant, dan belakangan ini dia tengah kesulitan membayar hutang-hutangnya pada seorang rentenir.”

Michael mendengarkan dengan kedua tangan yang melipat di depan dada.

Sebaliknya, Amara justru semakin tidak mengerti mengapa Michael malah mencari tahu tentang dirinya.

“Oh, jadi kau dibayar untuk membunuh Ansel agar bisa membayar hutangmu.” selidik Michael dengan tatapan yang begitu rendah.

“Tidak! Itu tidak benar! Saya memang memiliki hutang, tapi sedikitpun tidak pernah terlintas di benak saya untuk membunuh seseorang, apa lagi hanya karena uang!” ucap Amara dengan nada bicara gemetar.

“Ada saksi yang mengatakan bahwa Tuan Ansel digoda oleh gadis bar. Dan wanita ini ditolak oleh Ansel hingga membuatnya memutuskan untuk memilih menerima bayaran untuk membunuh Ansel.” Dirga kembali melanjutkan membaca data diri Amara

Amara segera menggelengkan kepalanya mendengar hal itu. Hatinya menolak dengan cepat. Tuduhan itu terdengar semakin mengerikan, “Tidak! Aku tidak pernah menjual tubuhku pada siapapun! Ini informasi palsu!” sahut Amara dengan cepat.

Michael tersenyum menyeringai mendengar apa yang dikatakan oleh Amara. Lalu dia menjentikkan jarinya pada Dirga, lantas asistennya itu segera pergi tanpa mengatakan apapun.

Di ruangan itu, Amara semakin takut karena Michael menatapnya dengan mengintimidasi dari bawah hingga atas.

Michael melangkah, semakin mengikis jarak antar keduanya. Sebaliknya, Amara justru mundur ke belakang hingga akhirnya tubuhnya menciut di dinding.

Kedua tangan Michael, mengunci tubuh Amara pada setiap sisinya. Seketika keduanya bersitatap.

Michael tersenyum sinis. “Layani aku malam ini!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status