Share

Bab 6. KABAR BURUK

Penulis: Siti Auliya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-07 11:30:59

Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan.

"Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja.

Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan.

"Lalu …." Kalimat Semboja menggantung.

"Dia semalam terbunuh."

Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya.

"Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa.

"Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat.

"A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi sosok temannya itu. Perangainya bagus halus budi bahasa. "Di mana Kakang melihatnya?"

Mau tidak mau Semboja harus percaya dengan berita ini. Terlihat gadis itu mencubit lengannya. Rupanya dia berusaha meyakinkan jika dirinya tidak sedang bermimpi.

Mardawa diam sejenak. Dia memikirkan kata-kata yang akan diucapkannya. Sementara Semboja terlihat lemas setelah mendengar kabar buruk tersebut. Air matanya luruh di pipinya yang mulus.

"Katakan! Apa yang terjadi padanya?" tanya Semboja lagi. Tanpa sadar gadis itu memegang lengan Cawistra. Kabar itu sangat memukul perasaannya.

"Dia … dia … kejadiannya sangat cepat. Kami tidak tahu persis pelakunya, hanya dugaan saja jika itu binatang buas …." Mardawa lalu menceritakan semua yang diketahuinya saat tadi melihat jasad Intan. Suaranya tergagap karena grogi dengan pegangan tangan gadis itu di lengannya. Sumpah, baru sekarang dirinya dipegang seorang gadis.

"Ah … maaf," desis Semboja lirih begitu sadar. Cepat-cepat dia melepaskan tangannya, mukanya merah karena malu.. Gadis itu menunduk.

Sambil menyeringai Mardawa mengusap-usap tangannya yang tadi dipegang Semboja. Tidak lupa dia menanyakan seseorang yang mengharuskan Mardawa mencari sosok Sari Semboja alias gadis di depannya itu.

"Siapa?" tanya Sari. Gadis itu penasaran mengapa dirinya terlibat dalam dalam kematian Intan. Tidak banyak yang diketahuinya tentang urusan pribadi Intan.

"Aku tidak sempat bertanya namanya, dia tukang kendang saat pertunjukan kemarin." Mardawa menjawab sambil menatap wajah Sari. Remang-remang cahaya bulan membiaskan wajah pucat gadis tersebut.

"Kang Bano? Apa yang dia katakan?" Semboja bertanya setengah berbisik. Takut ada seseorang yang lain di sekitar mereka.

"Disuruh mencarimu, dia bilang kamu tahu sesuatu." Mardawa menjawab sambil diam-diam dirinya waspada. Ada sesuatu yang dirasakan pemuda itu. Mardawa merasa ada aura lain di sekitarnya.

"Kamu mau apa?!" seru Semboja kaget. Dia mundur saat Mardawa tiba-tiba berdiri di hadapannya. Gadis itu mundur, menjauh dari tangan Mardawa yang menyentuh badannya. Rupanya Sari salah paham. Dorongan tangan Mardawa diartikan lain olehnya.

"Ssst." Mardawa meletakan tangannya di bibirnya. Dia cepat berbalik mengokohkan kuda-kuda. Matanya liar menatap kiri-kanan.

Semboja terdiam. Rasa takut merayapi hatinya. Matanya ikut liar mengawasi sekitar. Rimbunan pohon tidak luput dari pandangannya. Gadis itu mengerti jika bahaya tengah mengintai mereka.

"Hey! Siapa di sana?” seru Mardawa bertanya. Pemuda itu dengan cepat memburu sebuah bayangan yang berkelebat dari balik pohon. Bayangan itu melompat di antara dahan-dahan pohon. Mardawa bingung jika mengejar orang tersebut maka Sari akan sendirian dalam bahaya. Akhirnya pemuda itu membiarkan orang asing itu lolos.

“Siapa, Kang?” tanya Sari dengan gemetar. Gadis itu selalu ketakutan jika melihat pertarungan.

“Entahlah, sepertinya dia seorang perempuan.” Mardawa menjawab sambil memandang ke arah orang tadi menghilang.

“Apa? Dia seorang perempuan?” tanya Sari keheranan. Di antara sekian banyak jawara belum pernah terdengar ada seorang jawara perempuan di desanya.

Mardawa yang hendak mengejar pengintip tadi kembali ke samping Sari Semboja. Dia menggamit lengan gadis tersebut untuk segera meninggalkan tempat tersebut.

“Ayo Sari! Kita harus secepatnya pergi dari sini!” ajak Mardawa. Pemuda itu meraih tangan Sari. Gadis itu hanya mengangguk sambil bergegas mengikuti langkah kekasihnya.

Tap tap tap!

Tiba-tiba terlihat kelebatan orang berlari dengan cepat. Ia tidak menyerang Mardawa, tapi terus berlari mengejar perempuan tadi. Sesaat Mardawa dan Sari terkesiap, mereka terkejut dengan sambaran angin yang tiba-tiba. Mardawa dengan sigap berdiri di depan Sari melindungi gadis tersebut.

“Siapa, Kang?” tanya Sari. Gadis itu memegang tangan Mardawa erat-erat, wajahnya mendadak pucat.

“Entahlah, Akang tidak tahu. Sepertinya mereka saling kejar dengan pendekar wanita tadi,” jawab Mardawa sambil tetap waspada.

Sari melepaskan pegangan tangannya setelah dirasa cukup aman. Mereka berjalan cepat-cepat menuju rumah Sari.

"Sampai sini saja rumahku sudah dekat. Terima kasih." Semboja cepat-cepat berlalu sebelum Mardawa sempat berkata. Gadis itu ingin secepatnya sampai di rumah. Kabar yang didengarnya barusan sangat memukul perasaannya.

Mardawa garuk-garuk kepala melihat Semboja berlalu. Sebenarnya hatinya masih ingat ingin lebih lama dengan gadis tersebut. Sambil tertawa masam dia pun berkelebat dan menghilang dalam kegelapan.

Mardawa cepat-cepat berlari dan menghilang ke arah hutan. Ada yang harus diselidikinya, dia harus secepatnya sampai di tempat tujuan.

Mardawa mengawasi sekitarnya dengan jeli. Dia yakin mereka berlari ke arah hutan ini, dia sudah berlari sangat cepat tadi. Mengandalkan jurus Kolebat Layung, sebuah jurus andalan meringankan tubuh agar bisa bergerak secepat angin. Tidak ada pergerakan apa pun, bahkan daun pada pohon-pohon pun terdiam.

“Siapakah mereka? Aku tidak mengenalnya. Sepertinya mereka bukan pendekar dari Tanah Jawa.” Mardawa mengetuk-ngetuk batang kayu lapuk tempatnya duduk. Membayangkan sosok mereka yang tadi sekelebatan dilihatnya.

Pendekar wanita yang dilihatnya tadi sekilas berperawakan mirip dengan Sari. Mengingat gadis tersebut membuat pemuda ingat satu hal.

"Aaah sialan! Aku sampai lupa bertanya tentang ucapan Intan sebelum tewas." Mardawa menepuk keningnya. “Sedang apakah Sari sekarang? Pasti langsung tidur.” Bertanya sendiri dijawab sendiri. Mardawa tersenyum sendiri teringat senyum manis Sari. Gadis cantik dari kampung Jatiwarna itu telah berhasil mencuri hatinya. "Ada-ada saja." Mardawa menggerutu karena menyukai Semboja. Tangannya mengusap bekas pegangan tangan gadis itu yang masih saja terasa olehnya.

**

"Uuuh, cape sekali,” keluh Sari. Dia menghempaskan badannya ke tempat tidur. Matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Gadis itu tersipu saat bayangan Mardawa melintas.

"Berani sekali kamu hadir di pikiranku, Pemuda Asing!" Semboja menepis ingatannya tentang Mardawa. Hatinya tidak ingin berharap tentang sesuatu yang mustahil. Dirinya tidak mengenal siapa pemuda itu, hanya kebetulan saja pernah bertemu beberapa kali.

Langit-langit kamarnya menayangkan episode lainnya. Wajah lelaki tua melintas, kembali terngiang kata-kata Pranata saat dirinya tengah menari tadi.

“Menikahlah denganku, Cantik!” kata Pranata saat itu. Semboja tersenyum sinis mengingatnya. Bergidik dan muak dirasa gadis tersebut.

"Dasar tua bangka tak tahu diri!" umpat gadis itu lagi. "Intan … siapa yang tega membunuhnya?" Ingatannya kembali ke sosok sahabatnya.

Semboja tersentak saat teringat sesuatu. Tiba-tiba memorinya melayang ke sosok tinggi ramping nan cantik. Terbayang kembali senyum gadis tersebut. Matanya mengembun teringat semua kenangan dengan Intan. Dia duduk sambil memeluk lutut.

"Menjadi seorang ronggeng tidak seindah saat kita di panggung, Sari," ujar Intan saat dirinya menyatakan ketertarikannya tentang dunia malam dulu.

"Aku sudah lama berlatih. Semua rintangan yang nanti menghadang di perjalanan aku siap hadapi," jawab Semboja waktu itu. Sesungguhnya dia belum mengerti dengan sisi gelap seorang ronggeng. Mereka yang dipuja di atas panggung tapi nyawanya seakan-akan tidak berharga.

"Ada seseorang yang mengintai kehidupan para ronggeng. Entah apa maksudnya? Aku sedang berusaha untuk menyelidikinya." Ucapan Intan masih terngiang di telinga Semboja.

"Aku tidak mengerti," sahut Semboja waktu itu.

"Nanti jika penyelidikanku sudah mendapati titik terang aku kasih tahu." Terlihat Intan dengan pandangan menerawang jauh ke depan. Ucapannya penuh misteri bagi Semboja yang hanya terdiam.

"Hidupku sepertinya terancam, Sari."

Kembali Intan bercerita saat bertemu di satu kesempatan manggung bersama. Wajah Intan tidak seperti biasanya. Raut ketakutan terpancar walau nampak samar.

"Apa? Siapa yang mengancammu?" Semboja terperanjat saat Intan berkata demikian.

Bab terkait

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 7. RATU DUYUNG

    Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 8. RENCANA PRANATA

    Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 9. CAKAR SERIGALA

    Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 10. RATU KALI WINGIT

    Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-10
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 11. NYANYIAN MANTRA

    "Ratu Duyung."Mardawa dengan cepat turun dari tempatnya tidur. Dia meluncur ke bawah demi menolong perempuan itu. Seekor ular besar sedang berdiri tegak siap mematuk wanita cantik itu. "Mundur pelan-pelan!" bisik Mardawa, jangan sampai suaranya membuat kaget ular tersebut.Gadis itu mundur sesuai perintah Mardawa. Dia sangat takut kepada binatang tersebut. Trauma yang mendalam karena ada kejadian yang luar biasa tentang binatang yang namanya ular."Hap!"Berhasil, Mardawa sudah memegang kepala ular tersebut. Badan dan ekornya menggerinjal karena ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Namun, Mardawa tidak melepaskan binatang berbisa itu. Tenaganya sangat kuat dibandingkan ular tersebut."Ini! pegang saja. Kamu harus mulai terbiasa dengan binatang-binatang yang ada di hutan!" suruh Mardawa. Dia bermaksud agar wanita itu berani karena dilihatnya sudah dua kali berada di dalam hutan. Entah apa yang dicarinya. Apalagi ini tengah malam masih keluyuran. "Mencari jodoh kan bisa saja siang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-11
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 12. DEWI RIMBU

    Ratu Duyung yang sudah sadar berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman ular tersebut. "Ciwang Adiwara! Aku tahu itu kamu," desis Ratu Duyung. Dia merapal mantra yang baru saja dikuasainya–Jurus Air Membatu. Sebuah jurus sedingin es yang berkekuatan dahsyat. Semua yang terkena pukulan tersebut akan membeku di dalam balok es."Sssh sssh sssh." Ular tersebut masih mendesis-desis karena nafsu birahinya. Hatinya dongkol karena gadis incarannya melawan. Ilmu pengasihan yang sejak tadi di senandungkan ternyata tidak mempan. Rupanya alam bawah sadar gadis itu mempunyai pertahanan."Pergi!" usir Ratu Duyung. Dia masih menghargai lelaki itu, Ratu Duyung memberi kesempatan untuk pergi. Namun, Ciwang Adiwara tetap pada niat awalnya. Dia inginkan gadis tersebut. Dia merasa jika ilmu kanuragan miliknya masih unggul dibanding Ratu Duyung.Asap tipis mengepul dari tangan Ratu Duyung. Dirinya akan menjajal ilmu barunya. Ciwang Adiwara cocok untuk dijadikan tumbal. Lelaki mesum itu harus dibeku

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 13. DIADILI

    Semboja berusaha menjaga keseimbangan karena terasa juga olehnya bumi bergetar. Ada harapan untuk dapat selamat dari anak buah Pranata kali ini. Gadis itu semakin yakin jika doanya terkabul."Katakan saja, Nisanak! Biar aku tidak bertanya-tanya!" Panji memandang tajam ke arah wanita bercadar itu. Berusaha untuk melihat raut wajah dibaliknya. "Pasti dia sangat cantik. Sepertinya lebih cantik dari Semboja." Otak ngeresnya mulai bergerilya. "Baiklah, aku akan beritahu namaku! Hiaaat hiaaaat!" Wanita itu mencelat ke atas menuju puncak pohon. Dengan ujung jarinya dia menorehkan namanya di pohon tersebut. Dimulai dari puncak pohon ke bawah … D E W I R I M B U."Dewi Rimbu. Apakah itu namamu?" tanya Panji dengan mata melotot. Bukan nama yang membuatnya takjub tapi kemampuan wanita itu yang membuatnya terpana. "Mengapa Juragan Pranata mempunyai anak buah sebodoh kamu, Panji?" tanya Dewi Rimbu tajam. "Hahaha hahaha hahaha hahaha." Wanita itu tidak bisa menahan tawanya. "Pertanyaan bodoh dar

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 14. MINTA DICULIK

    Semboja terduduk, bersimpuh sambil menunduk. Air bening luruh satu persatu membasahi dan menyerap di tanah. Dia tidak mengerti dengan keadaan ini. Hari ini benar-benar apes untuknya.Tadi siang dirinya dikejar-kejar oleh anak buah Pranata. Kini, dituduh berbuat mesum dengan laki-laki. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang tidak dia lakukan."Aku tidak melakukan perbuatan tidak senonoh!" teriak Semboja. "Tadi hampir saja jadi korban penculikan. Makanya aku terlambat pulang!" "Bohong!" sergah perempuan itu. Gadis anak kepala kampung itu bernama Kusuma. "Bawa dia!" suruh Kusuma lagi."Aku tidak bohong!" teriak Semboja. Dia menangis putus asa.Penduduk tanpa banyak bicara memegang tangan Semboja. Mereka bersiap menggiring gadis itu ke Balai Kampung."Jangan!" Kembali Semboja berteriak minta ampun. Gadis itu tidak berdaya melawan orang-orang kampung."Tahan!" Seorang pemuda datang tiba-tiba di hadapan penduduk. Dia bertolak pinggang memandang tajam penduduk yang menggiring Sem

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14

Bab terbaru

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 109. SALAH SASARAN

    Mardawa dan Dewi Rimbu saling pandang, mereka tidak menyangka jika kepergian mereka sudah tujuh hari. Padahal mereka menyangka hanya seharian saja. Sementara Semboja menatap ibunya tidak percaya.“Aku hanya pergi tadi siang sampai malam saja, Mak.” Semboja berusaha memberi tahu ibunya. Rasanya sangat mustahil jika dirinya pergi begitu lama.“Kamu pergi selama tujuh hari, Sari. Emak sampai putus asa mencari, akhirnya Emak anggap kamu sudah meninggal. Memanggil orang untuk membaca doa.” Penjelasan Lastri membuat mereka sadar jika waktu di negeri para peri memang jauh sekali berbeda.Lastri menangis sambil memeluk Semboja. Wanita tua itu sangat takut kehilangan teman hidup satu-satunya itu. Gadis itu balik memeluk ibunya, dia juga takut kehilangan orang yang sudah mengurusnya sejak kecil.Merasa sudah menunaikan kewajiban, Mardawa berpamitan. Dia juga berkewajiban untuk mengantarkan Kusuma dan Dewi Rimbu. Semboja hanya mengangguk sambil menatap kepergian mereka.“Ayo, Dewi Rimbu. Kamu h

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 108. PERGI TANPA PAMIT

    Semboja memandang ke arah Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia ingin berterus-terang tapi rasanya malu. Dia hanya tertunduk di hadapan mereka. Persahabatan mereka yang baru seumur jagung membuatnya sungkan. Namun, dirinya juga gelisah jika tidak diungkapkan."Aku takut … takut ….""Iih dari tadi takut-takut terus," potong Dewi Rimbu. Kesal juga lama-lama sama gadis itu. "Apa susahnya terus-terang, cantik?" "Aku takut pada nenekku." Akhirnya Semboja menjelaskan juga alasan dia takut pulang. Gadis itu kadang-kadang menyebut ibunya dengan nenek dan emak, bergantian. Entah mengapa dia selalu merasa jika Lastri bukan ibu kandungnya. Perbedaan usia mereka sangat jauh jika ditelisik. Kadang-kadang Lastri juga keceplosan jika dirinya tidak menikah.“Nenek yang mana?” tanya Dewi Rimbu. Seingatnya Semboja tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dewi Rimbu heran, sejak kapan Semboja punya nenek. Jika demikian, itu pasti seumuran dengan neneknya juga.“Emak.” Semboja menjawab singkat. Dewi Rimbu manggut-

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 107.. BUNGA PERKAWINAN

    Semboja terperangah melihat bunga yang jatuh ke pangkuannya. Dia hanya mampu memandang bunga tersebut."Mengapa bunga itu jatuh di pangkuanku," pikir Semboja. Dia sama sekali tidak tahu mitos, jika bunga itu didapatkan maka akan segera menikah."Wah ini sebuah keberuntungan, kamu akan segera menikah!" seru Dewi Rimbu sambil mengedipkan matanya. Tentu saja Semboja tidak percaya. Mana ada pernikahan ditentukan oleh bunga. Jika dirinya menikah tentu saja karena sudah waktunya atau jodohnya. Gadis itu tertawa mendengar perkataan Dewi Rimbu."Apaan sih! Mau nikah sama siapa?" tanya Semboja. Dirinya memang belum ada rencana menikah. Mardawa juga belum berniat serius dengannya."Ya, sama Mardawa, lah." Dewi Rimbu berbisik. Matanya melirik pemuda yang lagi sibuk menemani Eyang Suwita. Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik juga ke arah mereka. Semboja tersipu, Dewi Rimbu menyikut Kusuma. Tidak ada reaksi dari gadis itu."Ini buat kamu saja!" ujar Semboja sambil mengangsurkan bunga. Dia ti

DMCA.com Protection Status