Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge
Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se
"Ratu Duyung."Mardawa dengan cepat turun dari tempatnya tidur. Dia meluncur ke bawah demi menolong perempuan itu. Seekor ular besar sedang berdiri tegak siap mematuk wanita cantik itu. "Mundur pelan-pelan!" bisik Mardawa, jangan sampai suaranya membuat kaget ular tersebut.Gadis itu mundur sesuai perintah Mardawa. Dia sangat takut kepada binatang tersebut. Trauma yang mendalam karena ada kejadian yang luar biasa tentang binatang yang namanya ular."Hap!"Berhasil, Mardawa sudah memegang kepala ular tersebut. Badan dan ekornya menggerinjal karena ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Namun, Mardawa tidak melepaskan binatang berbisa itu. Tenaganya sangat kuat dibandingkan ular tersebut."Ini! pegang saja. Kamu harus mulai terbiasa dengan binatang-binatang yang ada di hutan!" suruh Mardawa. Dia bermaksud agar wanita itu berani karena dilihatnya sudah dua kali berada di dalam hutan. Entah apa yang dicarinya. Apalagi ini tengah malam masih keluyuran. "Mencari jodoh kan bisa saja siang
Ratu Duyung yang sudah sadar berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman ular tersebut. "Ciwang Adiwara! Aku tahu itu kamu," desis Ratu Duyung. Dia merapal mantra yang baru saja dikuasainya–Jurus Air Membatu. Sebuah jurus sedingin es yang berkekuatan dahsyat. Semua yang terkena pukulan tersebut akan membeku di dalam balok es."Sssh sssh sssh." Ular tersebut masih mendesis-desis karena nafsu birahinya. Hatinya dongkol karena gadis incarannya melawan. Ilmu pengasihan yang sejak tadi di senandungkan ternyata tidak mempan. Rupanya alam bawah sadar gadis itu mempunyai pertahanan."Pergi!" usir Ratu Duyung. Dia masih menghargai lelaki itu, Ratu Duyung memberi kesempatan untuk pergi. Namun, Ciwang Adiwara tetap pada niat awalnya. Dia inginkan gadis tersebut. Dia merasa jika ilmu kanuragan miliknya masih unggul dibanding Ratu Duyung.Asap tipis mengepul dari tangan Ratu Duyung. Dirinya akan menjajal ilmu barunya. Ciwang Adiwara cocok untuk dijadikan tumbal. Lelaki mesum itu harus dibeku
Semboja berusaha menjaga keseimbangan karena terasa juga olehnya bumi bergetar. Ada harapan untuk dapat selamat dari anak buah Pranata kali ini. Gadis itu semakin yakin jika doanya terkabul."Katakan saja, Nisanak! Biar aku tidak bertanya-tanya!" Panji memandang tajam ke arah wanita bercadar itu. Berusaha untuk melihat raut wajah dibaliknya. "Pasti dia sangat cantik. Sepertinya lebih cantik dari Semboja." Otak ngeresnya mulai bergerilya. "Baiklah, aku akan beritahu namaku! Hiaaat hiaaaat!" Wanita itu mencelat ke atas menuju puncak pohon. Dengan ujung jarinya dia menorehkan namanya di pohon tersebut. Dimulai dari puncak pohon ke bawah … D E W I R I M B U."Dewi Rimbu. Apakah itu namamu?" tanya Panji dengan mata melotot. Bukan nama yang membuatnya takjub tapi kemampuan wanita itu yang membuatnya terpana. "Mengapa Juragan Pranata mempunyai anak buah sebodoh kamu, Panji?" tanya Dewi Rimbu tajam. "Hahaha hahaha hahaha hahaha." Wanita itu tidak bisa menahan tawanya. "Pertanyaan bodoh dar
Semboja terduduk, bersimpuh sambil menunduk. Air bening luruh satu persatu membasahi dan menyerap di tanah. Dia tidak mengerti dengan keadaan ini. Hari ini benar-benar apes untuknya.Tadi siang dirinya dikejar-kejar oleh anak buah Pranata. Kini, dituduh berbuat mesum dengan laki-laki. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang tidak dia lakukan."Aku tidak melakukan perbuatan tidak senonoh!" teriak Semboja. "Tadi hampir saja jadi korban penculikan. Makanya aku terlambat pulang!" "Bohong!" sergah perempuan itu. Gadis anak kepala kampung itu bernama Kusuma. "Bawa dia!" suruh Kusuma lagi."Aku tidak bohong!" teriak Semboja. Dia menangis putus asa.Penduduk tanpa banyak bicara memegang tangan Semboja. Mereka bersiap menggiring gadis itu ke Balai Kampung."Jangan!" Kembali Semboja berteriak minta ampun. Gadis itu tidak berdaya melawan orang-orang kampung."Tahan!" Seorang pemuda datang tiba-tiba di hadapan penduduk. Dia bertolak pinggang memandang tajam penduduk yang menggiring Sem
Mardawa datang menyelamatkan Semboja. Panji yang sedang menertawakan sikap Kusuma terdiam seketika. Semboja terlepas dari pegangan anak buah Panji."Keparat! Siapa dia?" tanya Panji. "Susul, bodoh!" suruh Panji pada anak buahnya. Dia berteriak marah karena anak buahnya melongo, terpana melihat kecepatan Mardawa merebut gadis itu.Kusuma menjerit ketakutan menyadari Mardawa sudah pergi lagi demi menyelamatkan Semboja. Anak buah Panji menyusul, melesat mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dikuasainya. Kusuma hanya melongo melihatnya. Jeritannya malah mengundang orang kampung datang."Ada apa, Neng?" Seorang pemuda datang mendekat. Sudah lama dia menyukai Kusuma, tapi gadis itu tidak menghiraukannya, Fajar namanya."Percuma! Orangnya sudah pergi, bawain tuh cucianku!" jawab Kusuma ketus. Kesal sekali dia, merasa tak dihargai oleh Mardawa. Ternyata Semboja lebih berarti ketimbang dirinya. "Huh, cantik juga enggak. Pasti dia pakai pelet," gerutunya. Fajar merasa senang karena disuruh mem
Anak buah Panji dengan gesit menculik Semboja yang tidak terjaga oleh Mardawa. Gadis itu tidak punya kemampuan ilmu kanuragan sama sekali. Maka dengan mudah anak buah Panji membekuk dan membawanya lari."Bagaimana dengan Panji?" tanya yang satunya kepada temannya. "Tadi aku sempat melihat, dia melirik kita, jadi dia tahu apa yang kita lakukan," sahut temannya. "Ayo cepat kita harus mempersembahkan gadis ini kepada Juragan Pranata.""Ayo!"Mereka berlari menembus hutan, kadang-kadang memotong jalan biar cepat sampai. Wajah mereka semringah, karena sudah pasti juragannya itu memberi mereka banyak hadiah. "Hiaaat! Lepaskan wanita itu, kalau masih sayang nyawamu!" Badal dan Bedul menghentikan larinya. Di depan mereka sudah berdiri wanita yang mereka kenal. Tempo hari wanita ini juga berhasil menggagalkan penculikan mereka terhadap Semboja."Aneh, selalu saja gagal jika menculik gadis ini." Badal bergumam sambil menurunkan Semboja. Semboja cepat-cepat berlari ke belakang wanita tadi. D