Share

Bab 5. PERKENALAN

Penulis: Siti Auliya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-08 09:01:57

Set set set jleng!

Tiba-tiba dihadapan Sari sudah berdiri seorang laki-laki yang menatap tajam dirinya. Sari kaget, refleks dia mendekap kantong kecil yang berisi uang hasil saweran.

Semboja mundur sambil memeluk kantong kain erat-erat. Dia tidak tahu siapa yang datang tersebut. Gadis yang tengah menantikan seseorang itu hanya terdiam. Tidak berani bergerak apalagi berlari, kakinya seperti terpaku ke bumi. Dia bersiaga, jika laki-laki itu berniat jahat, dirinya akan melawan sekuat tenaga. Orang yang ditunggu-tunggu juga tak kunjung muncul. Sang paman yang menjadi penjemput setia pun tidak juga tiba.

“Kemanakah dia? Biasanya tak pernah terlambat.” Gadis itu mengeluh dalam hati. Dia merasa terancam dengan kehadiran sosok di hadapan.

Sari yakin, sosok yang mencegatnya adalah seorang lelaki. Dia merasa mengenal sosok itu dari perawakan tubuhnya. Bersembunyi di balik penutup muka berwarna hitam, mata tajamnya benar-benar mengintimidasi Sari untuk tidak beranjak dari tempat berdiri. Sosok tersebut maju selangkah. Wajah Semboja pun memucat.

“Mau apa kamu?” Gemetar suara Sari memperlihatkan ketakutan. Terlintas kembali bisikan Pranata. "Apa ini anak buahnya yang akan menculiknya?" pikir Semboja.

Laki-laki itu maju selangkah, Semboja mundur beberapa langkah. Wajah gadis itu tampak pucat dalam redup cahaya bulan. Sejak mendapat bisikan dari Pranata dia merasa takut sendiri.

“Mengapa kamu ketakutan, Sari?” tegur laki-laki misterius itu. Dia membuka penutup wajah. Sari kaget begitu mendengar suara tersebut serta melihat mukanya. Dia mundur beberapa langkah. Pemuda itu adalah teman masa kecilnya. Sedikit kelegaan menyusup di hati Semboja.

“Hahaha hahahaha!” Laki-laki itu tertawa melihat sikap Semboja.

“Apa maumu?” tanya Sari sambil tetap waspada. Dia tahu siapa yang datang menghadangnya, menurut kabar burung kini temannya berguru di Perguruan Bangbung Hideung.

Terbayang kembali ucapan lelaki tua itu. Namun, dia tidak berani berandai-andai. Mungkin yang diucapkan Pranata itu hanyalah candaan. Lelaki itu terlalu tua untuk menjadi suaminya yang baru berusia dua puluh tahun. Entah menjadi istri yang keberapa, karena tiap ada gadis cantik selalu diincar. Begitulah menurut kabar yang beredar.

“Maaf, Sari. Aku hanya mengikuti perintah Pranata. Ikutlah denganku!"

"Ooh, benar kata orang rupanya, kamu jadi anak buahnya sekarang. Aku tidak sudi ikut denganmu!" tolak Semboja tegas.

"Jangan sampai aku memaksamu!" Pemuda itu rupanya sudah habis kesabaran. Dia meraih tangan Sari dan menariknya.

Sari memberontak. Disentaknya tangan lelaki itu, tapi percuma. Suruhan Pranata tersebut justru semakin mempererat cengkeraman. Sari menoleh sekitar sambil terus berusaha menarik tangannya.

“Tolong … tolong!" jerit Semboja. Dia berharap ada seseorang yang mendengar teriakan lalu datang menolongnya.

"Diam atau kusumpal mulutmu!" teriak anak buah Pranata kesal. Dengan kasar dia menarik lebih keras lagi tangan gadis tersebut.

"Sakit! Tolong … tolong!" Kembali Semboja menjerit. Tetap berharap seseorang datang memberi pertolongan.

"Lepaskan!"

Seseorang datang sambil bersalto. Dia berdiri tegak menghalangi jalan mereka. Tangan bersedekap dengan kaki yang berdiri kokoh.

Deg!

Hati Sari berdegup, apa yang dilihatnya kali ini benar-benar diluar dugaan. Pemuda yang tempo hari berjumpa di pinggir sungai, kini berdiri di hadapan mereka.

"Rupanya dia seorang pendekar," pikir Semboja. Dia melihat ke arah kakinya, teringat pernah diobati oleh pemuda itu. Hanya saja dirinya tidak tahu nama pemuda itu.

"Minggir kamu! Anak kemarin sore saja sok jagoan mau melawan anak buah Pranata! Siapa namamu, hah?" Penculik itu berteriak dan bertanya dengan sombong.

"Namaku Mardawa. Kamu yang harus minggir, lepaskan tangan gadis itu!" Mardawa akhirnya turut berteriak. Pemuda itu menyebut nama dengan penuh kewibawaan. Suaranya tegas menunjukkan kekuatan agar suruhan Pranata segera melepaskan Sari.

"Mardawa … Mardawa … hmm nama yang bagus. Hadapi aku dulu, Bocah!" Anak buah Pranata menerjang Mardawa.

Mardawa yang sudah menduga serangan tersebut menghindar ke kiri. Serangan pemuda itu lewat begitu saja. Merasa gagal dia mengulangi serangannya dengan membabi-buta. Pendekar itu menghadapinya dengan tenang.

"Kurang ajar!" maki pemuda itu. Sudah tiga kali serangannya digagalkan Mardawa. Amarahnya naik ke ubun-ubun.

"Hahaha. Marah-marah cepat tua," timpal Mardawa, membuat emosi pemuda itu tak tertahankan. Pemuda itu tersenyum mengejek.

"Hiaaat!" Sambil bersalto kakinya diarahkan ke dada Mardawa. Gerakan yang sangat cepat. Dia mengerahkan seluruh kemampuannya.

Traaak! Mardawa menyambut dengan kedua telapak tangan yang diletakkan di depan dadanya.

"Sialan!" teriak pemuda itu. Dia tidak menyangka jika telapak tangan Mardawa begitu keras. Rasanya seperti menendang tembok yang kokoh. Tangannya memegang kaki yang terasa remuk. Rasa sakit menjalar sampai ke ulu hati. Dia ingin sekali mengerang tapi malu kepada Semboja yang memandangnya.

Sorot mata gadis itu sulit diartikan. Pandangan antara kasihan dan tentu saja senang. Pengganggunya bisa dikalahkan dalam sekali gebrakan.

"Bagaimana? Masih mau melawan?" tanya Mardawa. Dia sudah bersiap lagi untuk serangan berikutnya.

Pemuda itu tidak menjawab. Tidak mau kehilangan kakinya, penculik Semboja itu memilih untuk pergi. Dia berpikir nanti setelah kakinya sembuh, akan dicarinya Mardawa sampai ketemu. Pemuda itu melihat kesempatan untuk lari saat pendekar itu lengah.

"Hey! Jangan lari!" teriak Mardawa. Namun, dia membiarkan pemuda itu pergi. Cukuplah baginya memberi pelajaran kali ini, sebelah kaki penculik itu remuk.

**

Semboja mundur saat pendekar itu memandangnya. Dia takut jika pemuda itu juga berniat menculiknya.

"Rasanya aku pernah bertemu denganmu," ujar Mardawa. Dia masih ingat jika gadis itu yang bertemu dengannya di pinggir sungai. Namun, karena takut salah dia berbasa-basi demikian.

"Kakang yang menolongku tempo hari, mengobati luka kakiku." Semboja menjawab malu-malu.

"Aaah, iya! Aku ingat sekarang! Bagaimana mungkin aku lupa dengan gadis seayu kamu, Nyimas," seru Mardawa riang. "Kamu pergi begitu saja tanpa menyebutkan namamu," sambungnya.

Semboja tersipu. Pemuda itu telah membuatnya salah tingkah. Bukan saja karena kalimat pujian barusan, tetapi juga oleh tatapan mata serta senyumannya. Seluruh kata-kata yang ada di benaknya lenyap seketika. Dia tidak tahu mesti bicara apa. Suasana berubah canggung.

Apalagi Mardawa. Dia kikuk berhadapan dengan seorang wanita. Baru kali ini seumur hidupnya berurusan dengan seorang gadis. Mana gadis itu sangat cantik pula.

"Nama kamu … nama kamu … siapa?" tanya Mardawa terbata-bata. Dia yang begitu gagah di hadapan musuh, di hadapan seorang gadis seperti tak berdaya.

"Namaku Sari … Semboja," jawab gadis itu dengan pelan.

"Sari Semboja?" tanya Mardawa dengan terkejut. Dia tidak menyangka gadis di depannya mempunyai nama yang kini sedang dicarinya.

"Iya, mengapa Kakang begitu kaget?" tanya Semboja heran. Diam-diam rasa takut kembali merayapi hati. "Apa yang salah sampai pemuda di depan begitu terkejut mendengar namanya?" Pikirannya bertanya-tanya.

Mardawa mengulurkan tangan ke arah Sari, gadis itu menyambutnya dengan ragu. Gadis itu masih trauma dengan kejadian yang baru saja dialaminya.

“Namaku Mardawa, murid Eyang Suwita.”

Semboja mengangguk, menyalami sebentar lalu bergegas menarik tangan.

"Mengapa tengah malam kamu ada di sini?" tanya pendekar itu lagi. "Apa yang kamu kerjakan di tengah hutan begini?"

"Aku seorang ronggeng, tadi baru selesai pertunjukan." Semboja menjelaskan singkat. "Aku harus pergi, terima kasih." Gadis itu buru-buru pergi dari hadapan pemuda itu.

"Aku antar sampai rumah." Mardawa menawarkan diri, sambil bersiap mengikuti gadis tersebut.

"Jangan! Aku bisa sendiri," sahut Semboja. Dia berharap orang yang ditunggunya cepat datang. Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa.

“Tunggu! Aku ingin bertanya sesuatu tentang temanmu.” Mardawa menjejeri langkah Semboja. Ada aura kehadiran orang lain yang dirasakan pemuda itu tiba-tiba di sekitar mereka. Dia meningkatkan kewaspadaannya. Sebuah aura yang kuat dari seseorang yang berilmu tinggi tengah mengintainya.

"Apakah kamu mengenal Intan? Apa yang dikatakan gadis itu padamu?" tanya Mardawa.

Semboja mendadak berhenti melangkah. Dia tidak menyangka jika pertanyaan pemuda yang baru dikenalnya melenceng dari dugaannya.

“Intan? Apakah pemuda itu pacar Intan?" pikir Semboja kecewa.

Bab terkait

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 6. KABAR BURUK

    Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan."Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja. Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan."Lalu …." Kalimat Semboja menggantung. "Dia semalam terbunuh." Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya."Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa."Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat."A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi s

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 7. RATU DUYUNG

    Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 8. RENCANA PRANATA

    Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 9. CAKAR SERIGALA

    Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 10. RATU KALI WINGIT

    Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-10
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 11. NYANYIAN MANTRA

    "Ratu Duyung."Mardawa dengan cepat turun dari tempatnya tidur. Dia meluncur ke bawah demi menolong perempuan itu. Seekor ular besar sedang berdiri tegak siap mematuk wanita cantik itu. "Mundur pelan-pelan!" bisik Mardawa, jangan sampai suaranya membuat kaget ular tersebut.Gadis itu mundur sesuai perintah Mardawa. Dia sangat takut kepada binatang tersebut. Trauma yang mendalam karena ada kejadian yang luar biasa tentang binatang yang namanya ular."Hap!"Berhasil, Mardawa sudah memegang kepala ular tersebut. Badan dan ekornya menggerinjal karena ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Namun, Mardawa tidak melepaskan binatang berbisa itu. Tenaganya sangat kuat dibandingkan ular tersebut."Ini! pegang saja. Kamu harus mulai terbiasa dengan binatang-binatang yang ada di hutan!" suruh Mardawa. Dia bermaksud agar wanita itu berani karena dilihatnya sudah dua kali berada di dalam hutan. Entah apa yang dicarinya. Apalagi ini tengah malam masih keluyuran. "Mencari jodoh kan bisa saja siang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-11
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 12. DEWI RIMBU

    Ratu Duyung yang sudah sadar berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman ular tersebut. "Ciwang Adiwara! Aku tahu itu kamu," desis Ratu Duyung. Dia merapal mantra yang baru saja dikuasainya–Jurus Air Membatu. Sebuah jurus sedingin es yang berkekuatan dahsyat. Semua yang terkena pukulan tersebut akan membeku di dalam balok es."Sssh sssh sssh." Ular tersebut masih mendesis-desis karena nafsu birahinya. Hatinya dongkol karena gadis incarannya melawan. Ilmu pengasihan yang sejak tadi di senandungkan ternyata tidak mempan. Rupanya alam bawah sadar gadis itu mempunyai pertahanan."Pergi!" usir Ratu Duyung. Dia masih menghargai lelaki itu, Ratu Duyung memberi kesempatan untuk pergi. Namun, Ciwang Adiwara tetap pada niat awalnya. Dia inginkan gadis tersebut. Dia merasa jika ilmu kanuragan miliknya masih unggul dibanding Ratu Duyung.Asap tipis mengepul dari tangan Ratu Duyung. Dirinya akan menjajal ilmu barunya. Ciwang Adiwara cocok untuk dijadikan tumbal. Lelaki mesum itu harus dibeku

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 13. DIADILI

    Semboja berusaha menjaga keseimbangan karena terasa juga olehnya bumi bergetar. Ada harapan untuk dapat selamat dari anak buah Pranata kali ini. Gadis itu semakin yakin jika doanya terkabul."Katakan saja, Nisanak! Biar aku tidak bertanya-tanya!" Panji memandang tajam ke arah wanita bercadar itu. Berusaha untuk melihat raut wajah dibaliknya. "Pasti dia sangat cantik. Sepertinya lebih cantik dari Semboja." Otak ngeresnya mulai bergerilya. "Baiklah, aku akan beritahu namaku! Hiaaat hiaaaat!" Wanita itu mencelat ke atas menuju puncak pohon. Dengan ujung jarinya dia menorehkan namanya di pohon tersebut. Dimulai dari puncak pohon ke bawah … D E W I R I M B U."Dewi Rimbu. Apakah itu namamu?" tanya Panji dengan mata melotot. Bukan nama yang membuatnya takjub tapi kemampuan wanita itu yang membuatnya terpana. "Mengapa Juragan Pranata mempunyai anak buah sebodoh kamu, Panji?" tanya Dewi Rimbu tajam. "Hahaha hahaha hahaha hahaha." Wanita itu tidak bisa menahan tawanya. "Pertanyaan bodoh dar

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13

Bab terbaru

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 109. SALAH SASARAN

    Mardawa dan Dewi Rimbu saling pandang, mereka tidak menyangka jika kepergian mereka sudah tujuh hari. Padahal mereka menyangka hanya seharian saja. Sementara Semboja menatap ibunya tidak percaya.“Aku hanya pergi tadi siang sampai malam saja, Mak.” Semboja berusaha memberi tahu ibunya. Rasanya sangat mustahil jika dirinya pergi begitu lama.“Kamu pergi selama tujuh hari, Sari. Emak sampai putus asa mencari, akhirnya Emak anggap kamu sudah meninggal. Memanggil orang untuk membaca doa.” Penjelasan Lastri membuat mereka sadar jika waktu di negeri para peri memang jauh sekali berbeda.Lastri menangis sambil memeluk Semboja. Wanita tua itu sangat takut kehilangan teman hidup satu-satunya itu. Gadis itu balik memeluk ibunya, dia juga takut kehilangan orang yang sudah mengurusnya sejak kecil.Merasa sudah menunaikan kewajiban, Mardawa berpamitan. Dia juga berkewajiban untuk mengantarkan Kusuma dan Dewi Rimbu. Semboja hanya mengangguk sambil menatap kepergian mereka.“Ayo, Dewi Rimbu. Kamu h

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 108. PERGI TANPA PAMIT

    Semboja memandang ke arah Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia ingin berterus-terang tapi rasanya malu. Dia hanya tertunduk di hadapan mereka. Persahabatan mereka yang baru seumur jagung membuatnya sungkan. Namun, dirinya juga gelisah jika tidak diungkapkan."Aku takut … takut ….""Iih dari tadi takut-takut terus," potong Dewi Rimbu. Kesal juga lama-lama sama gadis itu. "Apa susahnya terus-terang, cantik?" "Aku takut pada nenekku." Akhirnya Semboja menjelaskan juga alasan dia takut pulang. Gadis itu kadang-kadang menyebut ibunya dengan nenek dan emak, bergantian. Entah mengapa dia selalu merasa jika Lastri bukan ibu kandungnya. Perbedaan usia mereka sangat jauh jika ditelisik. Kadang-kadang Lastri juga keceplosan jika dirinya tidak menikah.“Nenek yang mana?” tanya Dewi Rimbu. Seingatnya Semboja tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dewi Rimbu heran, sejak kapan Semboja punya nenek. Jika demikian, itu pasti seumuran dengan neneknya juga.“Emak.” Semboja menjawab singkat. Dewi Rimbu manggut-

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 107.. BUNGA PERKAWINAN

    Semboja terperangah melihat bunga yang jatuh ke pangkuannya. Dia hanya mampu memandang bunga tersebut."Mengapa bunga itu jatuh di pangkuanku," pikir Semboja. Dia sama sekali tidak tahu mitos, jika bunga itu didapatkan maka akan segera menikah."Wah ini sebuah keberuntungan, kamu akan segera menikah!" seru Dewi Rimbu sambil mengedipkan matanya. Tentu saja Semboja tidak percaya. Mana ada pernikahan ditentukan oleh bunga. Jika dirinya menikah tentu saja karena sudah waktunya atau jodohnya. Gadis itu tertawa mendengar perkataan Dewi Rimbu."Apaan sih! Mau nikah sama siapa?" tanya Semboja. Dirinya memang belum ada rencana menikah. Mardawa juga belum berniat serius dengannya."Ya, sama Mardawa, lah." Dewi Rimbu berbisik. Matanya melirik pemuda yang lagi sibuk menemani Eyang Suwita. Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik juga ke arah mereka. Semboja tersipu, Dewi Rimbu menyikut Kusuma. Tidak ada reaksi dari gadis itu."Ini buat kamu saja!" ujar Semboja sambil mengangsurkan bunga. Dia ti

DMCA.com Protection Status