Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan."Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja. Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan."Lalu …." Kalimat Semboja menggantung. "Dia semalam terbunuh." Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya."Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa."Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat."A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi s
Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t
Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata
Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge
Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se
"Ratu Duyung."Mardawa dengan cepat turun dari tempatnya tidur. Dia meluncur ke bawah demi menolong perempuan itu. Seekor ular besar sedang berdiri tegak siap mematuk wanita cantik itu. "Mundur pelan-pelan!" bisik Mardawa, jangan sampai suaranya membuat kaget ular tersebut.Gadis itu mundur sesuai perintah Mardawa. Dia sangat takut kepada binatang tersebut. Trauma yang mendalam karena ada kejadian yang luar biasa tentang binatang yang namanya ular."Hap!"Berhasil, Mardawa sudah memegang kepala ular tersebut. Badan dan ekornya menggerinjal karena ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Namun, Mardawa tidak melepaskan binatang berbisa itu. Tenaganya sangat kuat dibandingkan ular tersebut."Ini! pegang saja. Kamu harus mulai terbiasa dengan binatang-binatang yang ada di hutan!" suruh Mardawa. Dia bermaksud agar wanita itu berani karena dilihatnya sudah dua kali berada di dalam hutan. Entah apa yang dicarinya. Apalagi ini tengah malam masih keluyuran. "Mencari jodoh kan bisa saja siang
Ratu Duyung yang sudah sadar berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman ular tersebut. "Ciwang Adiwara! Aku tahu itu kamu," desis Ratu Duyung. Dia merapal mantra yang baru saja dikuasainya–Jurus Air Membatu. Sebuah jurus sedingin es yang berkekuatan dahsyat. Semua yang terkena pukulan tersebut akan membeku di dalam balok es."Sssh sssh sssh." Ular tersebut masih mendesis-desis karena nafsu birahinya. Hatinya dongkol karena gadis incarannya melawan. Ilmu pengasihan yang sejak tadi di senandungkan ternyata tidak mempan. Rupanya alam bawah sadar gadis itu mempunyai pertahanan."Pergi!" usir Ratu Duyung. Dia masih menghargai lelaki itu, Ratu Duyung memberi kesempatan untuk pergi. Namun, Ciwang Adiwara tetap pada niat awalnya. Dia inginkan gadis tersebut. Dia merasa jika ilmu kanuragan miliknya masih unggul dibanding Ratu Duyung.Asap tipis mengepul dari tangan Ratu Duyung. Dirinya akan menjajal ilmu barunya. Ciwang Adiwara cocok untuk dijadikan tumbal. Lelaki mesum itu harus dibeku
Semboja berusaha menjaga keseimbangan karena terasa juga olehnya bumi bergetar. Ada harapan untuk dapat selamat dari anak buah Pranata kali ini. Gadis itu semakin yakin jika doanya terkabul."Katakan saja, Nisanak! Biar aku tidak bertanya-tanya!" Panji memandang tajam ke arah wanita bercadar itu. Berusaha untuk melihat raut wajah dibaliknya. "Pasti dia sangat cantik. Sepertinya lebih cantik dari Semboja." Otak ngeresnya mulai bergerilya. "Baiklah, aku akan beritahu namaku! Hiaaat hiaaaat!" Wanita itu mencelat ke atas menuju puncak pohon. Dengan ujung jarinya dia menorehkan namanya di pohon tersebut. Dimulai dari puncak pohon ke bawah … D E W I R I M B U."Dewi Rimbu. Apakah itu namamu?" tanya Panji dengan mata melotot. Bukan nama yang membuatnya takjub tapi kemampuan wanita itu yang membuatnya terpana. "Mengapa Juragan Pranata mempunyai anak buah sebodoh kamu, Panji?" tanya Dewi Rimbu tajam. "Hahaha hahaha hahaha hahaha." Wanita itu tidak bisa menahan tawanya. "Pertanyaan bodoh dar