Home / Pendekar / Tarian Pemikat Serigala / Bab 3. KEMATIAN RONGGENG

Share

Bab 3. KEMATIAN RONGGENG

Author: Siti Auliya
last update Last Updated: 2023-04-08 08:59:31

Pranata sangat disegani sekaligus ditakuti. Selain wajah yang angker, perangainya juga sangat buruk. Setiap ada gadis cantik pasti selalu diambil paksa untuk dijadikan gundik. Belum keonaran yang lainnya. Sudah menjadi rahasia umum jika dia adalah dalang di setiap perampokan.

“Lamun teu kauntun tipung, katambang beas hlahhksana kapiduriat. Matak paeh ngabale bangke, matak edan leuleuweungan.”

Nyi Ronggeng masih nyinden sambil menari. Wajahnya yang cantik semakin bersinar di bawah cahaya lampu yang benderang.

“Sawer … sawer!” Penduduk ramai berteriak-teriak. Tentu saja Pranata semakin bersemangat melemparkan uang. Sinden itu mandi uang dengan kepingan-kepingan logam tersebut di seluruh tubuhnya. Pranata membisikkan sesuatu ke telinga sinden. Gadis itu sekilas tampak kaget, lalu tersenyum masam menanggapinya.

Dengan tanpa malu-malu, laki-laki itu melingkarkan tangan di pinggang ramping sinden. Tentu saja penonton tambah ramai bersorak. Pranata semakin bersemangat, beberapa pundi keping emas diselipkan di balik selendang yang membelit pinggang gadis ronggeng tersebut.

Setelah meninggalkan banyak uang berserakan di panggung, Pranata kembali duduk di kursi. Beberapa anak buah berjaga di sekitarnya.

Ronggeng berikutnya kembali hadir naik ke atas panggung. Pranata seketika memaku pandangannya pada sang gadis ronggeng. Dia memperhatikan gadis itu tanpa kedip. Terpikir olehnya untuk naik lagi ke panggung, uang masih tersedia beberapa kantong.

Beberapa orang menari dengan ronggeng lain. Malam tambah semarak dengan hiruk pikuk teriakan. Beberapa laki-laki menghabiskan pundi-pundi mereka. Kantong-kantong uang yang segera menjadi milik para penari.

"Minggir!" seru Pranata sambil mendorong seorang laki-laki yang sedang menari bersama ronggeng tadi.

"Eeh … maaf." Laki-laki itu tadinya akan marah. Namun, saat melihat yang menyingkirkannya pimpinan perguruan Bangbung Hideung, dia cepat-cepat turun sambil minta maaf.

"Ayo Geulis, kita menari sampai pagi!" bisik Pranata di telinga sinden yang tadi. Gadis itu berubah wajahnya, dia merasa tidak suka dengan sosok lelaki tua itu.

Perubahan mimik sinden tersebut tidak luput dari pandangan Mardawa. Pemuda itu kelihatan geram dengan kelakuan lelaki tua itu.

Warok Pranata membisikkan sesuatu, membuat raut wajah sinden tersebut berubah cerah. Dia menjadi bersikap manis terhadap Pranata sampai lagu tersebut habis.

"Apa yang dibisikkan lelaki tua itu?" pikir Mardawa curiga.

**

Tolong … tolong!” Suara teriakan terdengar lamat-lamat di telinga Mardawa. Pemuda itu secepat kilat melompat dari tempat tidur. Dia tidak yakin bahwa suara yang didengarnya barusan adalah permintaan tolong.

Tadi, dia meninggalkan keramaian setelah keadaan aman. Tidak ada tanda-tanda keributan yang akan ditimbulkan oleh Pranata.

“Dari mana arah suara tersebut?” tanya Mardawa pada dirinya sendiri sambil melihat kiri-kanan. Namun, telinganya kembali mendengar teriakan itu.

Setelah dirasa yakin, cepat-cepat Mardawa keluar dan berkelebat menuju ke utara. Arah suara tersebut berasal.

“Ada mayat … ada mayat!”

Terdengar kembali teriakan dari arah hutan kecil di belakang kampung. Penduduk yang baru saja lelap, terbangun kembali karenanya. Mereka cepat-cepat keluar menuju sumber teriakan.

“Mayat siapa itu?” tanya seorang penduduk.

“Entahlah!” Orang yang berteriak tadi menggeleng. Pemuda itu memang tidak tahu siapa yang terbaring bersimbah darah di depannya.

“Seorang gadis.”

Bergegas dengan langkah lebar, Mardawa beserta beberapa warga kampung beramai-ramai menuju asal teriakan tadi.

“Bukan warga sini, aku tahu gadis-gadis yang tinggal di kampung ini.”

“Halah kamu, kalau gadis-gadis aja tahu.”

Suara penduduk ramai sambil memperhatikan mayat tersebut. Tidak ada yang berani menyentuh karena tetua kampung belum datang.

“Ada apa ini?” tanya Mardawa . Pemuda tampan dengan badan tinggi kekar. Bermata bulat dan jernih, memakai ikat kepala berwarna hitam. Bajunya juga setelan baju komprang berwarna hitam. Dia menyeruak di antara warga.

Di pusat kerumunan, terbujur mayat bersimbah darah dalam keadaan mengenaskan.

“Ada mayat lagi, Mardawa. Ini sudah gadis ke-empat yang sudah kami temukan dalam bulan ini. Pasti perbuatan Pranata. Lihat bekas lukanya itu, semua gadis yang meninggal mempunyai luka seperti itu.” Danu menjelaskan. Pemuda itu ternyata telah lebih dulu sampai tadi. Mardawa diam tidak menyahuti ucapan Danu. Dia masih mengamati dengan seksama luka-luka yang ada pada mayat tersebut.

“Ish … jangan sembarangan! Belum tentu dia,” sergah temannya sambil mencolek bahu.

“Kan dia biang kerok keributan di mana-mana, perampokan, penculikan gadis.” Danu bersikeras walau hati tak yakin betul.

Tetua kampung datang. Beberapa warga segera memberikan jalan kepadanya. Dia langsung melihat dan memeriksa jenazah. Kepalanya menggeleng-geleng karena pemandangan itu sangat tidak masuk akal. Ada orang yang begitu tega menyiksa seorang perempuan. Penduduk bersikeras jika itu perbuatan Pranata.

"Makhluk seperti apa yang telah melakukan hal keji seperti itu kepada seorang gadis?" pikir Mardawa. Desas-desus sebagian warga menuduh Pranata-lah pelaku pembunuhan tersebut. Sementara itu, tetua kampung yang sedari tadi berpindah-pindah meneliti setiap luka pada mayat, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Mardawa merasa kecolongan. Kemampuan menjaga kewaspadaan dan kepekaannya terhadap suara-suara maupun gerakan seperti tidak berguna. Dia yakin suara teriakan yang didengarnya tadi adalah suara gadis yang kini telah menjadi mayat. Hanya saja jeda waktu antara teriakan dan penemuan mayat ini terlalu singkat.

"Secepat itukah pemangsa tersebut melakukan pembunuhan?" gumam Mardawa.

Terdapat memar-memar di sekujur tubuh gadis tersebut. Ada yang lebih mengenaskan, luka menganga terdapat di dada. Luka tersebut seperti gigitan binatang buas. Wajahnya sulit dikenali.

“Ini seperti bukan perbuatan manusia.” Kalimat yang keluar dari mulut tetua kampung, meski pelan, tapi semua orang dapat mendengarnya dengan jelas. Mereka kembali riuh, saling memperingatkan satu sama lain.

Luka sayatan lebar di dada, memar di beberapa bagian dan ada bekas gigitan yang tertutup darah. Melihat jenis luka-luka itu, bisa ditarik kesimpulan jika pelaku pembunuhan bukan manusia. Itu gigitan binatang buas. Namun, selama hidup di Gunung Wingit, Mardawa tidak pernah mengetahui ada binatang yang turun gunung untuk memangsa manusia.

“Apa mungkin … Pranata punya hewan peliharaan?” tanya Mardawa penuh penasaran.

Semua orang di tempat itu kembali hening melihat tetua kampung membersihkan darah di bagian wajah. Memang, semua tahu jika Pranata suka sekali kepada gadis-gadis muda. Dia memburu gadis-gadis untuk dijadikan istri. Sebagian besar mereka adalah sinden atau penari ronggeng. Mereka menjadi pemuas nafsu bejatnya, bukan dijadikan mayat.

Seseorang mendekati Mardawa, ia menatap ragu-ragu pemuda itu. Ada sesuatu yang harus disampaikan terkait kematian gadis tersebut. Dia percaya Mardawa adalah seorang pendekar yang mumpuni. Berdasarkan cerita Danu, Mardawa adalah murid Eyang Suwita, seorang pendekar tersohor beberapa tahun silam. Pastinya, Mardawa sebagai murid memiliki kemampuan yang tidak jauh dari gurunya. Apalagi dia adalah murid satu-satunya.

Pemuda tersebut gugup. Dia memainkan jemarinya sembari mendekati Mardawa. Keringat bercucuran mengalir dari pelipis, resah, gelisah bercampur rasa takut yang teramat sangat.

“Kang!” panggil pemuda itu. Mardawa menoleh, dia tidak mengenal pemuda itu. Namun, sepertinya pernah melihat tapi entah di mana.

“Ada apa?” tanya Mardawa heran. Dirinya merasa tidak punya urusan dengan pemuda tersebut. Lelaki berkulit sawo matang itu memberikan isyarat agar Mardawa mendekat. Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Mardawa.

“Aku … aku kenal … gadis itu,” bisik pemuda itu hampir tak terdengar. Dia menunjuk gadis yang sudah jadi mayat tersebut.

“Apa? Katakan siapa dia!” seru Mardawa. Pemuda itu kaget, begitu pula dengan penduduk yang berkumpul di situ.

Related chapters

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 4. MISI SARI SEMBOJA

    Secercah harapan terbit tentang terkuaknya misteri ini. Mardawa memandang lekat pemuda di hadapan. Dia merasa penasaran dengan ucapan pemuda tadi.“Apa maksudmu? Cepat katakan!” desak Mardawa karena pemuda itu hanya diam. Orang-orang menjadi terbagi perhatian oleh ucapan Mardawa.“Dia … dia … Nyi Ronggeng yang tadi malam menari bersama dengan Pranata.” Lelaki itu berbisik dengan suara gemetar. “Pantas aku seperti pernah melihatmu. Apakah kamu tukang kendang yang ikut pertunjukan tadi?” tanya Mardawa penasaran.Lelaki itu menoleh melihat sekitar. Dia seperti merasa ada yang memperhatikannya dengan penuh ancaman hingga dia merasa sangat ketakutan. Mardawa mengikuti pandangan lelaki tersebut, tapi dia tidak menemukan orang yang mencurigakan.“Ya. Akang harus mencari Sari Semboja, dia tahu sesuatu. Sekarang aku harus pergi.” Tanpa basa-basi lagi pemuda itu cepat berlalu dari tempat tersebut.“Hei, tunggu!” seru Mardawa. Pemuda itu berniat mengejar, karena apa yang dikatakannya tidak jela

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 5. PERKENALAN

    Set set set jleng!Tiba-tiba dihadapan Sari sudah berdiri seorang laki-laki yang menatap tajam dirinya. Sari kaget, refleks dia mendekap kantong kecil yang berisi uang hasil saweran.Semboja mundur sambil memeluk kantong kain erat-erat. Dia tidak tahu siapa yang datang tersebut. Gadis yang tengah menantikan seseorang itu hanya terdiam. Tidak berani bergerak apalagi berlari, kakinya seperti terpaku ke bumi. Dia bersiaga, jika laki-laki itu berniat jahat, dirinya akan melawan sekuat tenaga. Orang yang ditunggu-tunggu juga tak kunjung muncul. Sang paman yang menjadi penjemput setia pun tidak juga tiba.“Kemanakah dia? Biasanya tak pernah terlambat.” Gadis itu mengeluh dalam hati. Dia merasa terancam dengan kehadiran sosok di hadapan.Sari yakin, sosok yang mencegatnya adalah seorang lelaki. Dia merasa mengenal sosok itu dari perawakan tubuhnya. Bersembunyi di balik penutup muka berwarna hitam, mata tajamnya benar-benar mengintimidasi Sari untuk tidak beranjak dari tempat berdiri. Sosok

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 6. KABAR BURUK

    Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan."Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja. Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan."Lalu …." Kalimat Semboja menggantung. "Dia semalam terbunuh." Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya."Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa."Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat."A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi s

    Last Updated : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 7. RATU DUYUNG

    Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t

    Last Updated : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 8. RENCANA PRANATA

    Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata

    Last Updated : 2023-09-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 9. CAKAR SERIGALA

    Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge

    Last Updated : 2023-09-09
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 10. RATU KALI WINGIT

    Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se

    Last Updated : 2023-09-10
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 11. NYANYIAN MANTRA

    "Ratu Duyung."Mardawa dengan cepat turun dari tempatnya tidur. Dia meluncur ke bawah demi menolong perempuan itu. Seekor ular besar sedang berdiri tegak siap mematuk wanita cantik itu. "Mundur pelan-pelan!" bisik Mardawa, jangan sampai suaranya membuat kaget ular tersebut.Gadis itu mundur sesuai perintah Mardawa. Dia sangat takut kepada binatang tersebut. Trauma yang mendalam karena ada kejadian yang luar biasa tentang binatang yang namanya ular."Hap!"Berhasil, Mardawa sudah memegang kepala ular tersebut. Badan dan ekornya menggerinjal karena ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Namun, Mardawa tidak melepaskan binatang berbisa itu. Tenaganya sangat kuat dibandingkan ular tersebut."Ini! pegang saja. Kamu harus mulai terbiasa dengan binatang-binatang yang ada di hutan!" suruh Mardawa. Dia bermaksud agar wanita itu berani karena dilihatnya sudah dua kali berada di dalam hutan. Entah apa yang dicarinya. Apalagi ini tengah malam masih keluyuran. "Mencari jodoh kan bisa saja siang

    Last Updated : 2023-09-11

Latest chapter

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 109. SALAH SASARAN

    Mardawa dan Dewi Rimbu saling pandang, mereka tidak menyangka jika kepergian mereka sudah tujuh hari. Padahal mereka menyangka hanya seharian saja. Sementara Semboja menatap ibunya tidak percaya.“Aku hanya pergi tadi siang sampai malam saja, Mak.” Semboja berusaha memberi tahu ibunya. Rasanya sangat mustahil jika dirinya pergi begitu lama.“Kamu pergi selama tujuh hari, Sari. Emak sampai putus asa mencari, akhirnya Emak anggap kamu sudah meninggal. Memanggil orang untuk membaca doa.” Penjelasan Lastri membuat mereka sadar jika waktu di negeri para peri memang jauh sekali berbeda.Lastri menangis sambil memeluk Semboja. Wanita tua itu sangat takut kehilangan teman hidup satu-satunya itu. Gadis itu balik memeluk ibunya, dia juga takut kehilangan orang yang sudah mengurusnya sejak kecil.Merasa sudah menunaikan kewajiban, Mardawa berpamitan. Dia juga berkewajiban untuk mengantarkan Kusuma dan Dewi Rimbu. Semboja hanya mengangguk sambil menatap kepergian mereka.“Ayo, Dewi Rimbu. Kamu h

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 108. PERGI TANPA PAMIT

    Semboja memandang ke arah Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia ingin berterus-terang tapi rasanya malu. Dia hanya tertunduk di hadapan mereka. Persahabatan mereka yang baru seumur jagung membuatnya sungkan. Namun, dirinya juga gelisah jika tidak diungkapkan."Aku takut … takut ….""Iih dari tadi takut-takut terus," potong Dewi Rimbu. Kesal juga lama-lama sama gadis itu. "Apa susahnya terus-terang, cantik?" "Aku takut pada nenekku." Akhirnya Semboja menjelaskan juga alasan dia takut pulang. Gadis itu kadang-kadang menyebut ibunya dengan nenek dan emak, bergantian. Entah mengapa dia selalu merasa jika Lastri bukan ibu kandungnya. Perbedaan usia mereka sangat jauh jika ditelisik. Kadang-kadang Lastri juga keceplosan jika dirinya tidak menikah.“Nenek yang mana?” tanya Dewi Rimbu. Seingatnya Semboja tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dewi Rimbu heran, sejak kapan Semboja punya nenek. Jika demikian, itu pasti seumuran dengan neneknya juga.“Emak.” Semboja menjawab singkat. Dewi Rimbu manggut-

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 107.. BUNGA PERKAWINAN

    Semboja terperangah melihat bunga yang jatuh ke pangkuannya. Dia hanya mampu memandang bunga tersebut."Mengapa bunga itu jatuh di pangkuanku," pikir Semboja. Dia sama sekali tidak tahu mitos, jika bunga itu didapatkan maka akan segera menikah."Wah ini sebuah keberuntungan, kamu akan segera menikah!" seru Dewi Rimbu sambil mengedipkan matanya. Tentu saja Semboja tidak percaya. Mana ada pernikahan ditentukan oleh bunga. Jika dirinya menikah tentu saja karena sudah waktunya atau jodohnya. Gadis itu tertawa mendengar perkataan Dewi Rimbu."Apaan sih! Mau nikah sama siapa?" tanya Semboja. Dirinya memang belum ada rencana menikah. Mardawa juga belum berniat serius dengannya."Ya, sama Mardawa, lah." Dewi Rimbu berbisik. Matanya melirik pemuda yang lagi sibuk menemani Eyang Suwita. Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik juga ke arah mereka. Semboja tersipu, Dewi Rimbu menyikut Kusuma. Tidak ada reaksi dari gadis itu."Ini buat kamu saja!" ujar Semboja sambil mengangsurkan bunga. Dia ti

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status