Share

Bab 2. PRANATA

Penulis: Siti Auliya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-08 08:58:54

Mardawa terus berlari tanpa henti. Dia harus mencapai kampung terdekat sebelum malam tiba. Perasaan was-was muncul seketika karena tidak ada yang dikenalnya di daerah itu. Dirinya adalah orang asing, tak lepas kemungkinan dicurigai oleh masyarakat atas kejadian pembunuhan yang tengah meneror warga. 

Tiba di pinggir sungai Mardawa berhenti. Dia melepas dahaga dengan meminum air sungai itu. Tanpa disadari ada sepasang mata yang mengawasi dengan raut wajah ketakutan.

“Aaah … segarnya.” Mardawa berdiri sambil mengusap wajah. Sejenak dia memandang berkeliling sambil bertolak pinggang. 

“Aduh.” Seseorang terdengar mengaduh.

Mardawa cepat menoleh ke asal suara. Terlihat oleh pemuda itu seorang gadis sedang memegang salah satu kakinya yang berdarah. Dengan sigap Mardawa mendekati gadis tersebut.

“Mengapa kamu terluka? Tunggu, aku cari obatnya!” Mardawa tidak menunggu jawaban gadis itu. Dia segera mencari daun-daunan untuk menghentikan darah dari luka gadis tersebut. Gadis itu hanya melongo, dia cemas dan berniat akan pergi.

Dengan terpincang-pincang gadis itu berlalu. Dia harus sesegera mungkin sampai di kampung, menyesal tadi pergi ke sungai walau hari sudah sangat sore. Orang asing itu sudah membuat jantungnya dagdigdug dengan kencang. Walau tampak seperti orang baik, dirinya harus waspada. Banyak kejadian aneh akhir-akhir ini di kampung.

“Tunggu! Mengapa kamu pergi?” tanya Mardawa. Tiba-tiba saja pemuda itu sudah menghadang gadis tersebut dengan segenggam daun badotan di tangan. 

"Izinkan aku obati dulu lukamu, setelah itu silakan kalau kau ingin pergi.” Suara Mardawa membuat gadis itu seperti terhipnotis. Dia menurut saja disuruh duduk oleh pemuda asing di hadapan. Dengan cekatan, Mardawa menutup luka di kaki gadis itu dengan dedaunan yang didapatnya tadi.

"Nama kamu siapa?" tanya Mardawa sambil mendongak. Sejenak mata mereka bertemu. Rona merah menjalar di pipi gadis itu dan seketika menunduk.

Gadis itu diam tidak menjawab pertanyaan Mardawa. Sekilas tadi Mardawa melihat gadis itu tersipu sebelum dia menundukkan wajah menghindari tatapannya. 

Selesai membalurkan obat, Mardawa mundur memberi jarak antara dirinya dan gadis tersebut. 

“Sudah selesai. Lukamu akan sembuh dalam dua hari ini. Lain kali, berhati-hatilah. Tidak baik seorang gadis pergi sendirian saat senja begini,” ucap Mardawa sembari menegakkan badan.

Mendengar nasihat baik dari pemuda asing, gadis itu sontak mengalihkan pandang. Hidung mancung dan bibir tipis pemuda itu serta kulit wajah yang bersih mencuri perhatiannya. 

“Tidak ada pemuda di desa yang memiliki kulit sebersih dia,” puji gadis itu dalam hati. Namun, kekhawatiran dan rasa takut tiba-tiba datang merayapi hatinya. 

"Pergilah!" suruh Mardawa. Dia menatap paras gadis itu.  "Cantik sekali," batinnya. Tiba-tiba hatinya diselimuti rasa hangat, entah apa namanya, Mardawa tidak mengerti. "Ah … ada-ada saja." Tanpa sadar dia tersenyum kecil.

Mardawa yang menangkap sorot ketakutan   dalam mata gadis tersebut pun segera sadar lalu lekas berkata lagi, “Kau boleh pergi, Nyimas.”

Gadis itu berlalu dengan terburu-buru walau langkah sedikit pincang. Mardawa lega karena dia yakin, luka gadis tersebut akan segera sembuh. Mardawa memperhatikan gadis itu sampai hilang di belokan. Namun, tiba-tiba dia teringat sesuatu. 

Buru-buru Mardawa berteriak,"Eh … tunggu! Namamu siapa?"  Terlambat, gadis itu sudah menghilang dari pandangan.

"Aaah, sial!" umpat pemuda itu. Dia menyesali kesempatan untuk mengenal gadis tersebut dan mengetahui nama desa ini hilang sudah. "Sungguh tidak beruntung," rutuknya sekali lagi. Dia tertawa sendiri sambil menepuk jidatnya.

Sembari mengayunkan langkah, Mardawa mengulum senyum. Dia mengingat lesung pipit yang sempat dilihatnya di kedua pipi gadis tadi. Tanpa sadar, hatinya yang tadi gelisah telah berubah. Dia bersiul sambil meneruskan langkah.

"Tunggu, Kisanak!" 

Langkah Mardawa terhenti, sebuah suara mengagetkannya. Pemuda itu cepat-cepat berpaling ke belakang. Rupanya ada seorang pemuda berdiri dengan tatapan menyelidik. Memandang Mardawa dengan sikap waspada.

"Ya, ada apa?" tanya Mardawa. Pemuda itu diam-diam menyalurkan tenaga dalam ke tangannya. Berjaga-jaga dengan serangan mendadak yang bisa saja terjadi.

"Dari mana, mau ke mana?" tanya orang yang baru datang dengan curiga. “Sepertinya saya tidak pernah melihat Kisanak di sekitar sini. Jika boleh tahu, Kisanak dari mana dan hendak ke mana?” tanya orang tersebut dengan nada penuh kecurigaan.

Mardawa diam sejenak. Dia menelisik penampilan serta aura yang dimiliki pemuda di depannya. Tidak ada tanda-tanda niat buruk, maka Mardawa memutuskan menyebutkan nama. "Aku Mardawa, murid Eyang Suwita dari Gunung Wingit itu," jawab Mardawa sambil menunjuk gunung yang menjulang dari tempatnya.

 “Oooh, aku sering mendengar nama Eyang Suwita. Perkenalkan namaku Danu.” Pemuda tersebut tersenyum lebar mendengar penuturan Mardawa barusan. Eyang Suwita adalah pendekar yang cukup dikenal namanya di kampung terdekat. Beberapa tahun silam, memang terdengar kabar jika beliau mundur dari dunia persilatan dan mengasingkan diri di Gunung Wingit. Gunung yang sangat sulit ditempuh medannya dan terkenal wingit atau seram.

Melihat langit yang mulai gelap, Danu menawarkan rumahnya sebagai persinggahan bagi Mardawa. Melihat niat baik, Mardawa menerima tawaran tersebut. Sepanjang perjalanan menuju desa, dia banyak menggali informasi dari Danu tentang  Pranata dan beberapa pembunuhan ronggeng yang disampaikan Eyang Suwita.

**

Hiiburan di Desa Jatiwarna baru saja dimulai. Hampir setiap malam ada saja keramaian. Maklum lagi musim orang hajatan.

Bunyi gendang tambah ramai ditingkah para laki-laki yang sedang berjoget. Mereka tengah menghamburkan uang demi lirikan maut si Bintang Pentas--Nyi Ronggeng. Gadis cantik itu tengah asyik menari dan nyinden. Lagu Bangbung Hideung baru saja dimainkan.

“Eee … ieu abdi anu geulis, nu geulis kawanti-wanti

Nu endahna malih warna puputon kembang kadaton

Jungjunan ….” 

Nyi Ronggeng menyanyikan lagu tersebut dengan sangat merdu. Lagu wajib yang mesti dinyanyikan di setiap pertunjukannya. Banyak penonton yang menunggu saat tersebut. Mereka sudah menyiapkan uang yang banyak untuk memberikan saweran.

Lagu yang mampu memancarkan aura magis, menghipnotis pendengarnya untuk turut bergoyang. Seiring kendang sambil nyawer dengan kepingan uang logam emas dan perak.

“Pranata anu mana … Pranata anu mana … Pranata mangga ka payun!” Kali ini penari itu memanggil salah satu tamu yang punya hajatan. Suara tepuk tangan mengiringi Pranata naik panggung. Lelaki gagah setengah tua itu maju lalu menjura, tepuk tangan kembali bergemuruh.

Seorang pemuda gagah tidak ikut bertepuk-tangan. Ia menatap tajam ke arah lelaki tua itu. Hatinya berdebar saat melihat lelaki setengah tua itu.

“Dia orangnya, Mardawa,” bisik pemuda di samping lelaki gagah itu–Danu.

“Yang mana?” tanya Mardawa. Hatinya tiba-tiba berdebar-debar.  Ini kali pertama Mardawa akan melihat dengan jelas wajah Pranata, sosok yang tidak layak berada di Bumi Jatiwarna. Meski tidak berhadapan langsung, tapi Mardawa dapat menangkap aura hitam dari Pranata. Rasa penasaran membuatnya matanya tidak berkedip.

Seorang laki-laki setengah tua maju. Mukanya dingin dihiasi kumis baplang. Semua orang di kampung itu tahu siapa dia, Pranata. Mempunyai perguruan silat bernama Bangbung Hideung yang artinya kumbang hitam. Sebuah perguruan yang beraliran hitam. 

Mardawa dengan perasaan tegang mengamati laki-laki itu baik-baik. Jika suatu hari bertemu lagi dirinya langsung mengenalinya. Mardawa sangat terkejut saat dirinya memperhatikan wajah laki-laki itu.

"Wajahnya … wajahnya … mengapa begitu mirip dengan …." 

Bab terkait

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 3. KEMATIAN RONGGENG

    Pranata sangat disegani sekaligus ditakuti. Selain wajah yang angker, perangainya juga sangat buruk. Setiap ada gadis cantik pasti selalu diambil paksa untuk dijadikan gundik. Belum keonaran yang lainnya. Sudah menjadi rahasia umum jika dia adalah dalang di setiap perampokan.“Lamun teu kauntun tipung, katambang beas hlahhksana kapiduriat. Matak paeh ngabale bangke, matak edan leuleuweungan.” Nyi Ronggeng masih nyinden sambil menari. Wajahnya yang cantik semakin bersinar di bawah cahaya lampu yang benderang. “Sawer … sawer!” Penduduk ramai berteriak-teriak. Tentu saja Pranata semakin bersemangat melemparkan uang. Sinden itu mandi uang dengan kepingan-kepingan logam tersebut di seluruh tubuhnya. Pranata membisikkan sesuatu ke telinga sinden. Gadis itu sekilas tampak kaget, lalu tersenyum masam menanggapinya.Dengan tanpa malu-malu, laki-laki itu melingkarkan tangan di pinggang ramping sinden. Tentu saja penonton tambah ramai bersorak. Pranata semakin bersemangat, beberapa pundi kepin

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 4. MISI SARI SEMBOJA

    Secercah harapan terbit tentang terkuaknya misteri ini. Mardawa memandang lekat pemuda di hadapan. Dia merasa penasaran dengan ucapan pemuda tadi.“Apa maksudmu? Cepat katakan!” desak Mardawa karena pemuda itu hanya diam. Orang-orang menjadi terbagi perhatian oleh ucapan Mardawa.“Dia … dia … Nyi Ronggeng yang tadi malam menari bersama dengan Pranata.” Lelaki itu berbisik dengan suara gemetar. “Pantas aku seperti pernah melihatmu. Apakah kamu tukang kendang yang ikut pertunjukan tadi?” tanya Mardawa penasaran.Lelaki itu menoleh melihat sekitar. Dia seperti merasa ada yang memperhatikannya dengan penuh ancaman hingga dia merasa sangat ketakutan. Mardawa mengikuti pandangan lelaki tersebut, tapi dia tidak menemukan orang yang mencurigakan.“Ya. Akang harus mencari Sari Semboja, dia tahu sesuatu. Sekarang aku harus pergi.” Tanpa basa-basi lagi pemuda itu cepat berlalu dari tempat tersebut.“Hei, tunggu!” seru Mardawa. Pemuda itu berniat mengejar, karena apa yang dikatakannya tidak jela

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 5. PERKENALAN

    Set set set jleng!Tiba-tiba dihadapan Sari sudah berdiri seorang laki-laki yang menatap tajam dirinya. Sari kaget, refleks dia mendekap kantong kecil yang berisi uang hasil saweran.Semboja mundur sambil memeluk kantong kain erat-erat. Dia tidak tahu siapa yang datang tersebut. Gadis yang tengah menantikan seseorang itu hanya terdiam. Tidak berani bergerak apalagi berlari, kakinya seperti terpaku ke bumi. Dia bersiaga, jika laki-laki itu berniat jahat, dirinya akan melawan sekuat tenaga. Orang yang ditunggu-tunggu juga tak kunjung muncul. Sang paman yang menjadi penjemput setia pun tidak juga tiba.“Kemanakah dia? Biasanya tak pernah terlambat.” Gadis itu mengeluh dalam hati. Dia merasa terancam dengan kehadiran sosok di hadapan.Sari yakin, sosok yang mencegatnya adalah seorang lelaki. Dia merasa mengenal sosok itu dari perawakan tubuhnya. Bersembunyi di balik penutup muka berwarna hitam, mata tajamnya benar-benar mengintimidasi Sari untuk tidak beranjak dari tempat berdiri. Sosok

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 6. KABAR BURUK

    Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan."Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja. Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan."Lalu …." Kalimat Semboja menggantung. "Dia semalam terbunuh." Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya."Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa."Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat."A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi s

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 7. RATU DUYUNG

    Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 8. RENCANA PRANATA

    Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 9. CAKAR SERIGALA

    Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 10. RATU KALI WINGIT

    Mardawa membiarkan Panji dan kawan-kawannya itu berlalu. Ada hal yang lebih penting yang harus segera dikejarnya. Dia harus menemukan serigala itu. Pembantai anak buah Pranata itu tentu serigala yang bersama Ratu Duyung tadi siang. Tadi sebelum datang anak buah Panji, dirinya juga mendengar lolongan serigala tersebut. Dikira serigala biasa yang sering di dengarnya saat masih bersama Eyang Suwita. Ternyata serigala jadi-jadian yang sedang menjadi momok yang sangat ditakuti penduduk."Di mana kira-kira kediaman Ratu Duyung?" tanya Mardawa dalam hati. Rasa kantuknya tidak dihiraukan. Dia harus secepatnya menemukan wanita tersebut."Hiat!" seru Mardawa. Pemuda itu berlari menembus pekatnya malam. Hutan sangat sepi karena malam memang sudah larut. Mardawa memasang pendengarannya baik-baik. Tidak ada suara binatang hutan yang dilewatkannya. "Aku harus pergi ke arah mana?" tanya hatinya. Pemuda itu bertolak pinggang melihat ada persimpangan di depan matanya. Dia mendongak, rupanya bulan se

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-10

Bab terbaru

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 109. SALAH SASARAN

    Mardawa dan Dewi Rimbu saling pandang, mereka tidak menyangka jika kepergian mereka sudah tujuh hari. Padahal mereka menyangka hanya seharian saja. Sementara Semboja menatap ibunya tidak percaya.“Aku hanya pergi tadi siang sampai malam saja, Mak.” Semboja berusaha memberi tahu ibunya. Rasanya sangat mustahil jika dirinya pergi begitu lama.“Kamu pergi selama tujuh hari, Sari. Emak sampai putus asa mencari, akhirnya Emak anggap kamu sudah meninggal. Memanggil orang untuk membaca doa.” Penjelasan Lastri membuat mereka sadar jika waktu di negeri para peri memang jauh sekali berbeda.Lastri menangis sambil memeluk Semboja. Wanita tua itu sangat takut kehilangan teman hidup satu-satunya itu. Gadis itu balik memeluk ibunya, dia juga takut kehilangan orang yang sudah mengurusnya sejak kecil.Merasa sudah menunaikan kewajiban, Mardawa berpamitan. Dia juga berkewajiban untuk mengantarkan Kusuma dan Dewi Rimbu. Semboja hanya mengangguk sambil menatap kepergian mereka.“Ayo, Dewi Rimbu. Kamu h

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 108. PERGI TANPA PAMIT

    Semboja memandang ke arah Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia ingin berterus-terang tapi rasanya malu. Dia hanya tertunduk di hadapan mereka. Persahabatan mereka yang baru seumur jagung membuatnya sungkan. Namun, dirinya juga gelisah jika tidak diungkapkan."Aku takut … takut ….""Iih dari tadi takut-takut terus," potong Dewi Rimbu. Kesal juga lama-lama sama gadis itu. "Apa susahnya terus-terang, cantik?" "Aku takut pada nenekku." Akhirnya Semboja menjelaskan juga alasan dia takut pulang. Gadis itu kadang-kadang menyebut ibunya dengan nenek dan emak, bergantian. Entah mengapa dia selalu merasa jika Lastri bukan ibu kandungnya. Perbedaan usia mereka sangat jauh jika ditelisik. Kadang-kadang Lastri juga keceplosan jika dirinya tidak menikah.“Nenek yang mana?” tanya Dewi Rimbu. Seingatnya Semboja tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dewi Rimbu heran, sejak kapan Semboja punya nenek. Jika demikian, itu pasti seumuran dengan neneknya juga.“Emak.” Semboja menjawab singkat. Dewi Rimbu manggut-

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 107.. BUNGA PERKAWINAN

    Semboja terperangah melihat bunga yang jatuh ke pangkuannya. Dia hanya mampu memandang bunga tersebut."Mengapa bunga itu jatuh di pangkuanku," pikir Semboja. Dia sama sekali tidak tahu mitos, jika bunga itu didapatkan maka akan segera menikah."Wah ini sebuah keberuntungan, kamu akan segera menikah!" seru Dewi Rimbu sambil mengedipkan matanya. Tentu saja Semboja tidak percaya. Mana ada pernikahan ditentukan oleh bunga. Jika dirinya menikah tentu saja karena sudah waktunya atau jodohnya. Gadis itu tertawa mendengar perkataan Dewi Rimbu."Apaan sih! Mau nikah sama siapa?" tanya Semboja. Dirinya memang belum ada rencana menikah. Mardawa juga belum berniat serius dengannya."Ya, sama Mardawa, lah." Dewi Rimbu berbisik. Matanya melirik pemuda yang lagi sibuk menemani Eyang Suwita. Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik juga ke arah mereka. Semboja tersipu, Dewi Rimbu menyikut Kusuma. Tidak ada reaksi dari gadis itu."Ini buat kamu saja!" ujar Semboja sambil mengangsurkan bunga. Dia ti

DMCA.com Protection Status