Home / Pendekar / Tarian Pemikat Serigala / Bab 1. TURUN GUNUNG

Share

Tarian Pemikat Serigala
Tarian Pemikat Serigala
Author: Siti Auliya

Bab 1. TURUN GUNUNG

Author: Siti Auliya
last update Last Updated: 2023-04-08 08:58:12

Tolong ... tolong!" jerit seorang gadis sambil berlari sekuat tenaga. Ia tengah berusaha lolos dari kejaran seekor binatang buas. Napasnya terengah-engah tidak karuan. Degup jantungnya semakin cepat seiring gerakan kakinya berlari. Ia setengah mati membagi fokus antara jalan di depan dan binatang buas di belakang.

Gadis itu terus berlari. Wajahnya pucat hampir putus asa. Di depan sana, tepat di sebelah pepohonan, ia melihat semak-semak. Secepat kilat ia melewati pepohonan lalu melesat menyelinap ke balik semak. Diam, ketakutan bercampur kewaspadaan yang tak boleh berkurang sedikit pun.

Dia menunggu, hingga sekian waktu tak didapatinya suara langkah maupun tanda-tanda binatang yang mengejarnya tadi. Ia pun bisa menghela napas. Sebuah kelegaan hingga bisa meluruskan kakinya yang pegal dan sakit. Tanpa alas kaki, berlari di tengah hutan dengan membabi buta, tentu saja kaki dipenuhi goresan luka. Dengan meringis menahan perih, dirinya memijat pelan kedua kaki. Dalam hati berpikir, akhirnya keadaan aman.

Suara tawa keras mengagetkan gadis tersebut. Ia mendongak, sontak tubuhnya beringsut mundur. Sekuat tenaga berusaha menjauh dari sosok yang baru saja muncul di hadapannya.

"Ka ... kamu ... kamu ... manusia ... ma—" Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimat, cakar tajam telah menerkam wajahnya.

"Aarrghh!" Satu teriakan terakhir terdengar menggema di antara pepohonan. Gadis itu meronta, tangan masih berusaha mendorong perut binatang yang berada di atas tubuh. Ia masih ingin hidup. Sayang, malang tak dapat ditolak. Kesadaran gadis itu perlahan hilang. Hanya tertinggal suara geraman binatang disertai percikan darah dari tubuh yang tercabik-cabik.

"Grrrh grrrh!" Manusia serigala itu melompat lalu menghilang setelah melihat korban meregang nyawa.

**

Blaar.

Sebuah batu besar hancur dalam satu kali pukulan jarak jauh. Senyum puas tersungging di wajah seorang pemuda. Jurus Katumbiri yang dilatihnya selama ini telah berhasil dikuasai dengan sempurna.

“Murid Eyang Suwita … tiada lawan … ha ha ha …!” Pemuda itu bertepuk tangan sambil tergelak.

“Iya ‘kan Eyang?” Dia celingukan mencari sosok guru yang diingatnya memperhatikan dari belakang. Namun sosok tersebut raib entah ke mana.

Pemuda tersebut bernama Mardawa. Sejak kecil diasuh dan dilatih Eyang Suwita dalam gubuk sederhana di lereng Gunung Wingit.

“Eyang!” Suara Mardawa menggema di antara pepohonan sekitar. Tidak ada tanda-tanda sahutan atas panggilannya.

Mardawa berpindah tempat berdiri. Dia mulai merasa cemas padahal tahu jika ilmu sang Eyang jauh di atasnya.

“Eyang … Eyang di mana?” Teriakan Mardawa sekali lagi membuat kumpulan burung terganggu lalu terbang berhamburan. Sepi. Tak ada jawaban sama sekali.

Mardawa mendongak, menajamkan penglihatan, mencari sang guru di antara dahan pepohonan. Barangkali Eyang Suwita ada di salah satu dahan tengah melamun.

Sebuah kebiasaan yang kadang membuat Mardawa menggelengkan kepala. Entah sedang melamunkan apa. Mungkin mantan kekasih yang kini entah di mana rimbanya.

"Tidak ada. Eyang … Eyang!" Suara Mardawa nyaring di hutan itu. Pondok mereka memang terletak di tengah hutan. Seketika suara-suara binatang liar terhenti sejenak. Kaget dengan teriakan Mardawa.

Set set set.

Mardawa berkelebat di antara pepohonan besar. Dia teringat dengan satu tempat yang selalu dikunjungi oleh Eyang Suwita.

"Tidak ada juga." Mardawa mengeluh sambil garuk-garuk kepala.

Tangannya bersedekap sejenak, lalu jarinya mengetuk-ngetuk dahinya yang berkerut. Mulutnya mencang-mencong tandanya dia berpikir keras. Dia melanjutkan pencariannya ke sebuah air terjun yang tak jauh dari tempat itu.

"Rupanya ada di sini, Kakek. Aku mencarimu ke mana-mana." Mardawa berkata sambil menghempaskan bokongnya di dekat Eyang Suwita.

Eyang Suwita tidak menjawab. Dia masih asyik dengan batu-batu kecil yang dilemparkan ke kolam kecil di bawah air terjun. Mardawa akhirnya diam, ikut memandang kolam yang beriak-riak. Tempias air terjun sampai ke tempat duduknya.

"Apa yang membuat Kakek resah?" tanya Mardawa. Pemuda itu tidak tahan untuk tidak bertanya. Tidak biasanya Eyang Suwita bermuram durja. Beban berat nampak di wajahnya yang murung.

"Kamu harus segera pergi dari sini!" kata Eyang Suwita tegas.

“Apa? Aku harus pergi? Salahku apa? Mengapa Eyang mengusirku?” Dia sangat sedih mendengar kalimat Eyang Suwita barusan.

“Bukan mengusirmu Mardawa. Lebih tepatnya aku mengembankan amanah kepadamu.” Suara berat yang khas bercampur ketegasan membuat Mardawa terdiam menyimak.

“Keadaan Jatisari sedang tidak baik-baik saja, terutama di Jatiwarna. Ada kabar yang beredar tentang Pranata yang membuat warga tidak tenang. Belum lagi banyak kematian wanita penari ronggeng oleh binatang buas. Hanya saja … aku tidak yakin akan hal itu.”

“Siapa Pranata itu, Eyang?” tanya Mardawa sembari mengamati raut serius di tiap lekuk wajah sang guru.

“Dia adalah manusia yang tidak layak ada di bumi Jatisari.”

Mardawa paham apa yang baru saja diucapkan Eyang Suwita.

“Apa aku mampu untuk mengemban amanah itu, Eyang?” Mardawa meragukan kemampuan sendiri meski tadi dia sempat bertepuk tangan membanggakan jurus andalan Katumbiri.

“Jika bukan dirimu, lalu siapa lagi Mardawa? Usiaku sudah lanjut, tenaga pun tak lagi sama seperti dulu. Hampir semua ilmuku telah kuturunkan kepadamu. Sekarang saatnya kau menggunakannya untuk kebaikan sesama.”

Mardawa terdiam. Amanah sang guru adalah titah baginya. Tidak pernah sekalipun selama bersama, Mardawa menolak perintah Eyang Suwita. Meski diliputi rasa cemas dan ragu pada kemampuan diri sendiri, Mardawa tetap harus mengemban tugas tersebut.

“Baiklah, Eyang. Aku akan mengemban tugas yang kau berikan.” Mardawa berbalik, langkahnya pelan meninggalkan Eyang Suwita menuju pondok yang berada di balik sebuah pohon besar berusia ratusan tahun.

Menjelang sore, Mardawa yang telah berkemas siap berpamitan. Untuk pertama kalinya, Mardawa merasa sedih hendak meninggalkan pondok beserta satu-satunya orang yang dia miliki di dunia ini.

“Kek ….” Kalimat pemuda itu terpotong karena tenggorokan yang terasa penuh. Dia tidak ingat lagi apa yang akan dikatakan. Dada terasa sesak, mata kabur karena air mata. Semua kegagahannya tidak berarti saat menghadapi perpisahan.

Eyang Suwita menoleh. Jauh di lubuk hatinya dirinya ingin tinggal bersama Mardawa lebih lama lagi.

Pergilah!” suruh Eyang Suwita. Lelaki tua itu juga sama tengah menahan rasa haru. Dia memeluk Mardawa dengan erat, ditahannya air mata yang hampir mengalir. Dia tidak boleh kelihatan lemah di hadapan muridnya.

Tanpa berkata apa-apa lagi Mardawa berlalu dari hadapan Eyang Suwita. Sebelum mencapai kelokan jalan setapak, pemuda itu menoleh ke arah gurunya tersebut. Lama dia mematung, lalu berbalik dan berkelebat menuruni lereng gunung.

“Mardawa … cucuku …. Semoga kita bisa berjumpa lagi …,” gumam Eyang Suwita sedih. Mata memerah karena menahan tangis. Lelaki tua itu mengusap sudut mata. Tak urung setitik air mata terjatuh juga. Terakhir menangis saat dulu dia kehilangan adiknya. Kini, tak dipungkiri, ada rasa takut kehilangan sang cucu. Karena bagaimanapun, Mardawa pasti akan berhadapan dengan pendekar-pendekar hitam saat menjalan tugas darinya.

"Mengapa kamu memilih jalan sesat, Adikku." Eyang Suwita bergumam sambil melihat langit.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Alina Strkv
ada yang pengen aku tanyain
goodnovel comment avatar
Alina Strkv
kak mau nanya, dapet inspirasi subjudul Ratu Kali Wingit dari mana ya?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 2. PRANATA

    Mardawa terus berlari tanpa henti. Dia harus mencapai kampung terdekat sebelum malam tiba. Perasaan was-was muncul seketika karena tidak ada yang dikenalnya di daerah itu. Dirinya adalah orang asing, tak lepas kemungkinan dicurigai oleh masyarakat atas kejadian pembunuhan yang tengah meneror warga. Tiba di pinggir sungai Mardawa berhenti. Dia melepas dahaga dengan meminum air sungai itu. Tanpa disadari ada sepasang mata yang mengawasi dengan raut wajah ketakutan.“Aaah … segarnya.” Mardawa berdiri sambil mengusap wajah. Sejenak dia memandang berkeliling sambil bertolak pinggang. “Aduh.” Seseorang terdengar mengaduh.Mardawa cepat menoleh ke asal suara. Terlihat oleh pemuda itu seorang gadis sedang memegang salah satu kakinya yang berdarah. Dengan sigap Mardawa mendekati gadis tersebut.“Mengapa kamu terluka? Tunggu, aku cari obatnya!” Mardawa tidak menunggu jawaban gadis itu. Dia segera mencari daun-daunan untuk menghentikan darah dari luka gadis tersebut. Gadis itu hanya melongo, d

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 3. KEMATIAN RONGGENG

    Pranata sangat disegani sekaligus ditakuti. Selain wajah yang angker, perangainya juga sangat buruk. Setiap ada gadis cantik pasti selalu diambil paksa untuk dijadikan gundik. Belum keonaran yang lainnya. Sudah menjadi rahasia umum jika dia adalah dalang di setiap perampokan.“Lamun teu kauntun tipung, katambang beas hlahhksana kapiduriat. Matak paeh ngabale bangke, matak edan leuleuweungan.” Nyi Ronggeng masih nyinden sambil menari. Wajahnya yang cantik semakin bersinar di bawah cahaya lampu yang benderang. “Sawer … sawer!” Penduduk ramai berteriak-teriak. Tentu saja Pranata semakin bersemangat melemparkan uang. Sinden itu mandi uang dengan kepingan-kepingan logam tersebut di seluruh tubuhnya. Pranata membisikkan sesuatu ke telinga sinden. Gadis itu sekilas tampak kaget, lalu tersenyum masam menanggapinya.Dengan tanpa malu-malu, laki-laki itu melingkarkan tangan di pinggang ramping sinden. Tentu saja penonton tambah ramai bersorak. Pranata semakin bersemangat, beberapa pundi kepin

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 4. MISI SARI SEMBOJA

    Secercah harapan terbit tentang terkuaknya misteri ini. Mardawa memandang lekat pemuda di hadapan. Dia merasa penasaran dengan ucapan pemuda tadi.“Apa maksudmu? Cepat katakan!” desak Mardawa karena pemuda itu hanya diam. Orang-orang menjadi terbagi perhatian oleh ucapan Mardawa.“Dia … dia … Nyi Ronggeng yang tadi malam menari bersama dengan Pranata.” Lelaki itu berbisik dengan suara gemetar. “Pantas aku seperti pernah melihatmu. Apakah kamu tukang kendang yang ikut pertunjukan tadi?” tanya Mardawa penasaran.Lelaki itu menoleh melihat sekitar. Dia seperti merasa ada yang memperhatikannya dengan penuh ancaman hingga dia merasa sangat ketakutan. Mardawa mengikuti pandangan lelaki tersebut, tapi dia tidak menemukan orang yang mencurigakan.“Ya. Akang harus mencari Sari Semboja, dia tahu sesuatu. Sekarang aku harus pergi.” Tanpa basa-basi lagi pemuda itu cepat berlalu dari tempat tersebut.“Hei, tunggu!” seru Mardawa. Pemuda itu berniat mengejar, karena apa yang dikatakannya tidak jela

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 5. PERKENALAN

    Set set set jleng!Tiba-tiba dihadapan Sari sudah berdiri seorang laki-laki yang menatap tajam dirinya. Sari kaget, refleks dia mendekap kantong kecil yang berisi uang hasil saweran.Semboja mundur sambil memeluk kantong kain erat-erat. Dia tidak tahu siapa yang datang tersebut. Gadis yang tengah menantikan seseorang itu hanya terdiam. Tidak berani bergerak apalagi berlari, kakinya seperti terpaku ke bumi. Dia bersiaga, jika laki-laki itu berniat jahat, dirinya akan melawan sekuat tenaga. Orang yang ditunggu-tunggu juga tak kunjung muncul. Sang paman yang menjadi penjemput setia pun tidak juga tiba.“Kemanakah dia? Biasanya tak pernah terlambat.” Gadis itu mengeluh dalam hati. Dia merasa terancam dengan kehadiran sosok di hadapan.Sari yakin, sosok yang mencegatnya adalah seorang lelaki. Dia merasa mengenal sosok itu dari perawakan tubuhnya. Bersembunyi di balik penutup muka berwarna hitam, mata tajamnya benar-benar mengintimidasi Sari untuk tidak beranjak dari tempat berdiri. Sosok

    Last Updated : 2023-04-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 6. KABAR BURUK

    Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan."Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja. Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan."Lalu …." Kalimat Semboja menggantung. "Dia semalam terbunuh." Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya."Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa."Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat."A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi s

    Last Updated : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 7. RATU DUYUNG

    Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya. "Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba. "Aaauuuuu!"Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika. "Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. "Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang."Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari t

    Last Updated : 2023-09-07
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 8. RENCANA PRANATA

    Sekelebat kecurigaan terbersit di benak Mardawa. Jika serigala itu adalah binatang yang selama ini meneror Kampung Jatiwarna. "Ratu Duyung … Ratu Duyung!" Mardawa masih saja berteriak. Berharap jika wanita itu belum jauh darinya."Auuuu!" Terdengar kembali suara lolongan serigala. Mardawa menengadah suara itu terdengar sangat jauh kini."Ratu Duyung, apakah dia … apakah dia serigala itu?" tebak Mardawa. Pemuda itu curiga karena kemunculan Ratu Duyung bersamaan dengan munculnya serigala.Mardawa kembali duduk di dahan setelah mencari Ratu Duyung ke mana-mana. Pemuda itu seperti biasa merebahkan diri sambil memikirkan kemungkinan perkiraannya tentang serigala jadi-jadian itu. "Jika memang itu serigala jadi-jadian, mengapa seperti sengaja menampakkan diri." Pusing Mardawa memikirkan itu. Akhirnya dia tertidur pulas. Sementara itu di keramaian yang terjadi di Jatiwarna. Pranata menghadiri undangan seperti biasanya.Malam belum begitu larut, panggung bertaburan bintang pentas. Pranata

    Last Updated : 2023-09-08
  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 9. CAKAR SERIGALA

    Mardawa menyelinap di antara penonton. Dia melihat ada yang mencurigakan antara Pranata dan anak buahnya. Tanda bahaya berdering di benaknya. Anak buah Pranata yang baru dilihatnya itu, pandangannya seperti memindai penonton. Bukan tidak mungkin dirinyalah yang dicari. Mardawa belum tahu nama laki-laki itu."Sepertinya mereka merencanakan sesuatu." Mardawa tidak melepaskan pandangan dari anak buah Pranata. Pelan-pelan lelaki itu meninggalkan tempat hiburan tersebut. Tidak ada yang menyadari karena penonton fokus ke penari.Mardawa mengikuti diam-diam, menyelinap dengan cepat ke balik pepohonan. Lelaki itu tidak menyadarinya. Dia terus berlari menuju satu tempat. "Auuu."Terdengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Mardawa diam sejenak mendengarkan. Firasatnya sudah tidak enak saja. Terbayang binatang buas itu, saat kemarin bertemu dengan Ratu Duyung. Bisa saja binatang itu datang tiba-tiba.. Mardawa semakin waspada.Tap tap tap tap.Lelaki yang diikuti Mardawa melompat dengan ge

    Last Updated : 2023-09-09

Latest chapter

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 109. SALAH SASARAN

    Mardawa dan Dewi Rimbu saling pandang, mereka tidak menyangka jika kepergian mereka sudah tujuh hari. Padahal mereka menyangka hanya seharian saja. Sementara Semboja menatap ibunya tidak percaya.“Aku hanya pergi tadi siang sampai malam saja, Mak.” Semboja berusaha memberi tahu ibunya. Rasanya sangat mustahil jika dirinya pergi begitu lama.“Kamu pergi selama tujuh hari, Sari. Emak sampai putus asa mencari, akhirnya Emak anggap kamu sudah meninggal. Memanggil orang untuk membaca doa.” Penjelasan Lastri membuat mereka sadar jika waktu di negeri para peri memang jauh sekali berbeda.Lastri menangis sambil memeluk Semboja. Wanita tua itu sangat takut kehilangan teman hidup satu-satunya itu. Gadis itu balik memeluk ibunya, dia juga takut kehilangan orang yang sudah mengurusnya sejak kecil.Merasa sudah menunaikan kewajiban, Mardawa berpamitan. Dia juga berkewajiban untuk mengantarkan Kusuma dan Dewi Rimbu. Semboja hanya mengangguk sambil menatap kepergian mereka.“Ayo, Dewi Rimbu. Kamu h

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 108. PERGI TANPA PAMIT

    Semboja memandang ke arah Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia ingin berterus-terang tapi rasanya malu. Dia hanya tertunduk di hadapan mereka. Persahabatan mereka yang baru seumur jagung membuatnya sungkan. Namun, dirinya juga gelisah jika tidak diungkapkan."Aku takut … takut ….""Iih dari tadi takut-takut terus," potong Dewi Rimbu. Kesal juga lama-lama sama gadis itu. "Apa susahnya terus-terang, cantik?" "Aku takut pada nenekku." Akhirnya Semboja menjelaskan juga alasan dia takut pulang. Gadis itu kadang-kadang menyebut ibunya dengan nenek dan emak, bergantian. Entah mengapa dia selalu merasa jika Lastri bukan ibu kandungnya. Perbedaan usia mereka sangat jauh jika ditelisik. Kadang-kadang Lastri juga keceplosan jika dirinya tidak menikah.“Nenek yang mana?” tanya Dewi Rimbu. Seingatnya Semboja tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Dewi Rimbu heran, sejak kapan Semboja punya nenek. Jika demikian, itu pasti seumuran dengan neneknya juga.“Emak.” Semboja menjawab singkat. Dewi Rimbu manggut-

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 107.. BUNGA PERKAWINAN

    Semboja terperangah melihat bunga yang jatuh ke pangkuannya. Dia hanya mampu memandang bunga tersebut."Mengapa bunga itu jatuh di pangkuanku," pikir Semboja. Dia sama sekali tidak tahu mitos, jika bunga itu didapatkan maka akan segera menikah."Wah ini sebuah keberuntungan, kamu akan segera menikah!" seru Dewi Rimbu sambil mengedipkan matanya. Tentu saja Semboja tidak percaya. Mana ada pernikahan ditentukan oleh bunga. Jika dirinya menikah tentu saja karena sudah waktunya atau jodohnya. Gadis itu tertawa mendengar perkataan Dewi Rimbu."Apaan sih! Mau nikah sama siapa?" tanya Semboja. Dirinya memang belum ada rencana menikah. Mardawa juga belum berniat serius dengannya."Ya, sama Mardawa, lah." Dewi Rimbu berbisik. Matanya melirik pemuda yang lagi sibuk menemani Eyang Suwita. Merasa diperhatikan, pemuda itu melirik juga ke arah mereka. Semboja tersipu, Dewi Rimbu menyikut Kusuma. Tidak ada reaksi dari gadis itu."Ini buat kamu saja!" ujar Semboja sambil mengangsurkan bunga. Dia ti

DMCA.com Protection Status