"Kamu benar-benar manusia tidak bernurani, Mas." Diana merutuki Bara, tetapi hanya mampu di dalam hati saja. Namun, mulutnya malah tertutup dengan rapat.
Diana hanya bisa terdiam seraya menatap kepergian Bara ke dalam kamar mandi, lelaki itu bahkan tidak menolehkan wajahnya sama sekali ke arah Diana. Pria itu terlihat begitu marah karena dirinya tidak mau menuruti apa yang diinginkan oleh Bara, Diana baru sadar jika Bara merupakan pria yang bisa dengan mudahnya marah jika keinginannya tidak terwujud. Satu hal yang membuat matanya Diana terasa sakit, pria yang belum lama memerawani dirinya itu terlihat begitu acuh masuk ke dalam kamar mandi tanpa memakai sehelai benang pun. Pria itu seolah tidak malu mempertontonkan tubuhnya yang tidak terbalut busana, padahal Diana seketika merasa jijik saat memandang tubuh lelaki itu. Brak! Bara membanting pintu kamar mandi dengan begitu kencang, dia terlihat begitu emosi karena Diana tidak mau menuruti keinginannya. Padahal, Bara sudah merencanakan semuanya dengan matang. Dia tidak akan membiarkan Diana bekerja, Bara hanya akan meminta istrinya untuk mengasuh kelima anaknya Anak-anaknya butuh kasih sayang seorang ibu, apalagi putra bungsunya yang sama sekali belum merasakan kasih sayang seorang ibu. Maka dari itu Bara meminta Diana untuk segera menjadi istrinya, agar putra bungsunya bisa segera mendapatkan kasih sayang dari seorang wanita yang bisa dipanggil ibu nantinya. Diana terjingkat kaget, dia bahkan merasakan hatinya mencelos ketika melihat suaminya melakukan hal itu. Area inti Diana memang masih terasa sangat sakit, tetapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan kata-kata yang sudah diucapkan oleh Bara. Apalagi kata talak yang sudah diucapkan oleh Bara, rasanya kata talak tiga itu seperti peluru yang ditembakan dan langsung menembus jantungnya. Rasanya tubuhnya begitu lemas, lututnya seakan kopong tidak bertulang. Untuk bangun saja terasa begitu sulit, dadanya bahkan terasa begitu sesak dan sulit untuk bernapas. Padahal, Bara sudah mengusir dirinya dari dalam kamar pengantin mereka. Namun, kakinya seakan sulit untuk melangkah. "Aww! Sakit sekali, Tuhan," keluh Diana ketika dia turun dari tempaat tidur. Area intinya terasa berdenyut ngilu ketika dia bergerak, setelah inti tubuhnya dikoyak oleh keperkasaan milik suaminya, kini dia harus pergi dari sana dalam waktu yang cepat. Diana terlihat turun dari tempat tidur dengan tubuh polosnya, dia hampir saja terjatuh karena area intinya begitu sakit. Bahkan tubuhnya terasa remuk akibat pergumulan panasnya dengan Bara. Namun, rasa sakit di tubuhnya seakan tidak berarti. Karena rasa sakit di dalam hatinya lebih dari apa pun, sangat sakit. "Kamu tega sekali, Mas. Aku tertipu dengan wajah tampan yang selalu terlihat perhatian itu," ucap Diana seraya terisak. Diana membuka kopernya, lalu dia memakai baju dan juga celananya. Setelah itu, dia merapikan kembali kopernya dan mengambil tas jinjing miliknya. Untuk sesaat, dia terdiam ketika melihat kamar pengantin tempat saksi bisu saat Bara sudah mengambil mahkotanya seraya mengatakan kata-kata sayang. Apalagi ketika dia melihat bercak darah yang terlihat mengering di atas sprei, rasanya hatinya benar-benar hancur karena sudah memberikan mahkotanya kepada suami yang tidak berakhlak seperti Bara. Padahal, dia begitu percaya kepada suaminya tersebut. Sayangnya dia telah tertipu, karena ternyata Bara menikahi dirinya hanya untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya. Tidak lama kemudian, tatapan matanya tertuju pada bingkai kaca berisikan uang senilai $10223. Uang yang Bara berikan untuk maharnya kepada Diana. Diana terlihat gamang, haruskah dia mengambil bingkai kaca berisikan uang itu atau tidak. Namun, setelah dia pikir-pikir, lebih baik Diana mengambil uang itu. Karena uang itu adalah uang yang Bara berikan sebagai mahar untuk dirinya. "Sebaiknya aku bawa saja, lagi pula itu adalah hak aku. Kecuali yang ini," ucap Diana seraya membuka cincin kawinnya lalu menyimpannya di atas meja rias. Setelah itu, Diana terlihat menyimpan bingkai kaca bersihkan uang itu ke dalam kopernya. Karena menurutnya itu adalah haknya, miliknya yang sudah diberikan oleh Bara kepada dirinya. "Selamat tinggal, Mas. Terima kasih karena kamu sudah menunjukkan sikap asli kamu di awal pernikahan kita," ucap Diana seraya menahan sesak di dadanya. Setelah mengatakan hal itu, Diana nampak keluar dari dalam kamar pengantin dengan tertatih. Dia menarik koper dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya dia gunakan untuk mengelus dadanya yang terasa begitu sasak. Dia benar-benar tidak menyangka jika pernikahannya akan berakhir di malam pertamanya, padahal dia sudah membayangkan akan hidup bahagia bersama dengan Bara. Walaupun Bara merupakan duda yang sudah memiliki 5 anak, tetapi Diana begitu mencintai pria itu. Dia bahkan begitu menyukai kelima anak dari Bara yang ditinggalkan oleh istrinya itu. Diana bahkan sudah bertekad akan mengurusi kelima putra-putri Bara, walaupun nanti dirinya akan diberikan keturunan. Sayangnya, hal itu tidak akan pernah terjadi. Karena semuanya sudah berakhir, pernikahannya dengan Bara berakhir sebelum dua puluh empat jam. "Ya, Tuhan. Aku harus pergi ke mana? Kalau pergi ke tempat lain, ayah pasti akan menghawatirkan aku kalau pulang ke rumah---" Diama terlihat begitu gamang, dia ingin pulang tapi takut ayahnya akan kecewa dan sedih. Namun, jika dia pergi ke tempat lain dia takut ayahnya akan mengkhawatirkan dirinya. Dengan berat hati, akhirnya Diana memutuskan untuk pergi ke kerumah ayahnya. Karena rasanya itu adalah hal yang lebih baik, pulang ke kediaman orang tuanya sendiri. Walaupun dia tahu jika ayahnya pasti akan terluka dan sangat sedih, tapi Diana yakin jika dia sudah menceritakan semuanya ayahnya pasti akan mengerti. "Semoga ayah paham, maafkan aku ayah. Jika saja aku mendengarkan apa yang kamu ucapkan, pasti hal ini tidak akan terjadi," ucap Diana dengan air mata yang terus saja mengalir di kedua pipinya. Waktu menunjukkan hampir tengah malam, Diana benar-benar ketakutan. Karena dia harus pulang seorang diri, jarak dari hotel ke rumahnya lumayan jauh. Membutuhkan waktu sekitar 1 jam lamanya. "Ya Tuhan, apakah sudah malam seperti ini. masih ada taksi?" tanya Diana seraya mengedarkan pandangannya. Di saat dia sedang dalam kebingungan, seorang security menghampiri Diana. Dia tersenyum dengan sangat ramah seraya memperhatikan Diana dan berkata. "Nyonya mau ke mana? Ini sudah sangat malam, bukankah anda yang menikah tadi di ballroom hotel, ya? Kok sudah mau pergi saja? Pengantin prianya mana?" tanya security tersebut dengan tatapan menyelidik. Wajah Diana langsung memerah, dia merasa malu karena security tersebut mengenali dirinya. Padahal dia berharap tidak akan ada yang tahu akan apa yang sudah terjadi malam ini. "Ah, iya Pak. Saya mau pulang, ada sesuatu hal yang penting yang harus saya lakukan. Bisakah anda memesankan taksi untuk saya?" tanya Diana dengan kikuk. Diana sangat yakin jika security tersebut masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Diana, karena tidak akan ada pengantin wanita yang pergi di malam pertamanya sendirian. Security itu terlihat memperhatikan Diana dari ujung kaki sampai ujung kepala, tentu saja hal itu membuat Dia a benar-benar merasa risih. Apalagi ketika menyadari pandangan security tersebut yang terlihat begitu menyelidik, dia takut jika security itu akan berniat jahat terhadap dirinya. "Ehm! Bagaimana, Pak? Apakah anda bisa memesankan taksi untuk saya?" tanya Diana. Karena security tersebut hanya diam saja seraya memandangi dirinya dengan raut wajah yang tidak terbaca. Pria yang sedang asyik dalam lamunannya itu seolah tertarik ke alam nyata, dia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Ah, bisa Nyonya. Sebentar, kebetulan hotel kami bekerjasama dengan taksi online," ucap security tersebut. Diana bisa bernapas dengan lega, karena setidaknya dia bisa pulang ke rumah ayahnya dengan perasaan aman dan juga tenang. "Terima kasih," ucap Diana tulus. Tidak lama kemudian, taksi pun datang. Diana mengucapkan terima kasih beberapa kali kepada security tersebut dan segera pergi dari sana untuk pulang ke kediaman ayahnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah ayahnya, Diama hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong. Dia tidak menyangka jika dirinya akan menjadi janda di malam pertamanya, dia tidak menyangka jika lelaki pilihan yang sudah dia bela mati-matian ternyata adalah lelaki berengsek yang hanya memikirkan dirinya sendiri saja tanpa memikirkan orang lain. 'Brengsek! Dasar lelaki brengsek!' rutuknya dalam hatiSepanjang perjalanan menuju kediaman Bagas, Diana terus saja menangis. Dia merasa sedih karena mengalami kejadian yang tidak terduga di malam pertamanya.Air matanya terus saja mengalir di kedua pipinya tanpa dia minta, hatinya terasa sakit dan dadanya terasa sangat sesak. Rasanya dia ingin bunuh diri saja, tapi takut akan dosa."Oh Tuhan, kenapa bisa seperti ini?" tanya Dia a lirih.Sopir taksi yang sedang mengemudi memandang Diana dari kaca spion dengan iba, dia merasa kasihan karena melihat Diana yang terus saja menangis tanpa henti.Namun, dia tidak berani berkata apa pun. Karena dia sangat paham, jika wanita yang sedang bersedih hanya butuh waktu untuk menumpahkan segala kesedihannya itu lewat tangisan.Setelah melakukan satu jam perjalanan, akhirnya Dia a tiba di kediaman sederhana milik ayahnya, Bagas. Ada kelegaan, tetapi ada juga kebingungan."Ini ongkosnya, Pak." Diana memberikan ongkos taksinya dan segera keluar dari taksi tersebut.Diana terlihat melangkahkan kakinya den
Tadi malam. Setelah selesai melaksanakan ritual mandinya, Bara keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan kimono mandi saja.Dia terlihat mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Diana, dia merasa kesal saat tidak melihat keberadaan wanita yang baru saja dia buka segelnya itu.Padahal, dia hanya menggertak Diana saja dengan mengatakan perempuan itu harus pergi saat ini juga. Menurutnya kata talak yang sudah dia katakan tadi hanya karena emosi semata, seharusnya Diana tidak menganggap dirinya dengan serius.Seharusnya Diana merayu dirinya agar Bara mau tetap melanjutkan pernikahannya, tetapi jika untuk memiliki anak dari Diana, dia tetap tidak akan mau.Dia sudah memiliki 5 orang anak, rasanya tidak mungkin lagi untuk dirirnya menambah anak lagi. Karena memang rencana awal Bara untuk menikah lagi adalah untuk mencari ibu untuk anak-anaknya, bukan untuk memproduksi anak lagi."Ke mana perginya wanita sialan itu? Kenapa dia berani sekali pergi dari sini? Kenapa koper
Bara mengambil ponselnya, lalu dia menatap foto Diana saat bersama dengan dirinya. Mereka terlihat mesra sekali, Bara nampak memeluk dan mengecup pipi Diana."Lihat saja Diana, aku pastikan kamu dan Bagas akan menderita. Aku pasti akan menghancurkan kalian berdua," ucap Bagas dengan pelan tetapi penuh penekanan.Tidak lama kemudian pak sopir nampak melajukan mobilnya menuju kediaman Kusuma, di mana di sana ada ibu dan juga kelima anak Bara. Sepanjang perjalanan menuju kediaman Kusuma, Bara terus saja menggerutu dan mengeluarkan unek-uneknya.Dia benar-benar tidak habis pikiran karena Diana tidak mau kembali kepada dirinya, padahal dia adalah pria kaya. Bukankah semua wanita akan bahagia dengan limpahan harta, lalu kenapa Diana tidak mau kembali kepada dirinya, pikirannya.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya pak sopir memberhentikan mobilnya tepat di halaman kediaman Kusuma. Bara berjalan masuk menuju rumah megah itu dengan raut wajah kesal, tidak ada kebahagiaan yang terpancar se
"Aku harus menemui Diana, aku harus membicarakan masalah ini dengannya. Kalau perlu aku akan berlutut untuk meminta maaf kepadanya."Sebenarnya Debi merasa malu dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bara terhadap Diana, dia juga merasa malu kita harus menemui Diana walaupun hanya untuk sekedar meminta maaf.Rasanya, apa yang sudah dilakukan oleh Bara terhadap Diana benar-benar keterlaluan, Debi bahkan tidak menyangka jika ternyata dia memiliki putra yang bersifat seperti itu.Dia baru tahu jika pemikiran putranya sangatlah picik, di dunia ini mana ada perempuan yang dinikahi tapi tidak boleh melahirkan.Jika ada pun, tentu wanita itu adalah wanita yang tidak baik. Dia ingin menikah, ingin menikmati harta dari Bara tapi tidak ingin memiliki keturunan.Cukup lama Debi terdiam seraya memikirkan cara untuk menemui Diana agar diterima oleh wanita itu, tidak lama kemudian dia nampak tersenyum penuh arti.Kemudian, Debi melangkahkan kakinya menuju kamar si bungsu, putra kelima dari Bara. Menu
"Maaf, Mom. Maafkan aku, aku tidak bisa lagi kembali kepada mas Bara. Tapi, kalau Mom dan juga anak-anak mau main kemari, datanglah kapan pun juga." Diana tersenyum hangat.Mendengar apa yang dikatakan oleh Diana, Debi benar-benar menyesalkan sikap Bara kepada menantunya yang kini sudah menjadi mantan menantunya itu.Jika suatu saat Bara menikah kembali, belum tentu mendapatkan wanita baik seperti Diana, pikirnya. Wanita yang bisa menerima keadaan Bara dengan sepenuh hatinya."Ya, Mom paham," ucap Debi.Cukup lama Debi dan juga Diana berbicara dari hati ke hati, mereka berdua mengutarakan apa yang ada di dalam isi hati mereka berdua. Setelah 3 jam kemudian, akhirnya Debi memutuskan untuk pulang karena takut terjadi kesalahpahaman dengan Bara."Mom pulang dulu, Sayang. Lain kali Mom akan datang lagi," pamit Debi."Yes, Mom. Pulanglah, aku juga sebentar lagi akan pergi. Selepas shalat dzuhur aku ingin pergi ke toko kue milik bapak," ungkap Diana.Debi tersenyum bangga ke arah Diana, wal
"Mana mungkin aku nipu, Mas ada-ada saja." Diana bicara dengan gugup, karena Bara menatap dirinya dengan tatapan intimidasi. "Apa benar kamu tidak menipu aku? Karena aku merasa tidak percaya dengan apa yang kamu katakan, semuanya terdengar tidak benar."Bara masih mencoba bernegosiasi dengan Diana, siapa tahu dia bisa bercinta dengan Diana. Walaupun memang mereka belum menikah kembali, tapi mereka bisa melakukan hal yang lebih.Hal yang selalu diinginkan oleh Bara ketika berdekatan dengan Diana, percintaan yang begitu indah seperti di malam pertama mereka.Bara merasa sulit melupakan malam pertamanya dengan Diana, karena Diana begitu berusaha untuk memuaskan dirinya saat di malam pertama mereka.Diana sama halnya dengan Airin, almarhumah istrinya. Selalu berusaha untuk membahagiakan dirinya, selalu berusaha membuat dia nyaman saat berada di dekat kedua wanita itu.Sayangnya Bara kini sudah melakukan kesalahan, dia tidak tahu jika ternyata menjatuhkan talak 3 itu akan berimbas tidak b
"Lihat saja Diana, Sayang. Mulai besok aku akan mulai mencari simpati dari kamu, aku akan membuat kamu merasa tidak bisa jauh dariku dan anak-anakku." Bara menyeringai dengan licik.Bara sudah bertekad, jika mulai besok dia akan menggunakan anak-anaknya sebagai cara agar Diana tidak mau berjauhan dengan kelima putra-putrinya.Pria berusia tiga puluh lima tahun itu juga sudah bertekad akan memberikan bualan-bualan manis kepada Diana, agar wanita muda itu mau kembali kepada dirinya.Dia sudah bertekad tidak akan melepaskan Diana, karena menurutnya Diana adalah wanita yang terbaik untuk dirinya dan juga anak-anaknya."Aku pasti bisa membuat hati Diana luluh kembali, Aku tidak akan membiarkan wanita secantik Diana jatuh ke pelukan pria lain. Apalagi Diana memiliki body yang sangat seksi," ucap Bara seraya membayangkan pergulatan panas di saat malam pertama mereka.Setelah mengatakan hal itu, Bara langsung pulang ke kediaman Kusuma, dia langsung mengistirahatkan tubuhnya yang begitu lelah.
"Hey! Tua bangka, di mana Diana-ku?" tanya Bara dengan raut wajah kesal.Bagas begitu kaget dengan suara Bara yang begitu menggelegar, dia langsung menolehkan wajahnya ke arah Bara.Bagas lebih kaget lagi kala melihat raut wajah Bara yang memerah dan siap meledakkan amarah kapan saja, Bagas menghampiri Bara dengan tubuhnya yang bergetar hebat."Ada apa, Nak Bara? Kenapa datang secara tiba-tiba dan langsung marah-marah?" tanya Bagas dengan hati-hati.Bagas berusaha berbicara dengan setenang mungkin, karena dia takut jika Bara akan tahu kalau Diana memang sengaja dia suruh pergi."Di mana Diana, hah? Kamu sembunyikan di mana Diana-ku?" tanya Bara.Bara yang emosi langsung menarik kerah baju Bagas, dia menariknya dengan sangat kencang. Bagas sampai tercekik oleh baju yang dia pakai, dia yang merasa sesak berusaha untuk melepaskan tangan Bara."Aku tidak bisa bernapas," ucap Bagas terbata.Mendengar apa yang dikatakan oleh Bagas, Bara langsung menghempeskan tubuh pria paruh baya itu. Tubu
Satu minggu sudah Diana dan juga Aiden tinggal di luar kota, bukan hanya sekedar melakukan pengembangan bisnis. Namun, mereka seperti terlihat sedang melakukan bulan madu.Setelah pekerjaan selesai, Aiden akan mengajak Diana untuk pergi jalan-jalan. Aiden akan menghabiskan waktu bersama dengan Diana di luar, entah itu untuk makan, hanya sekedar jalan-jalan dan pergi untuk mencari jajanan khas daerah tersebut.Hari ini adalah hari terakhir Diana dan juga Aiden berada di kota tersebut, mereka berdua sedang berkeliling kota untuk mencari oleh-oleh.Aiden berkata mereka tidak perlu membeli oleh-oleh yang banyak, lagi pula dia tidak memiliki saudara yang banyak. Tante Alicia pun berada di luar negeri, beli oleh-oleh sedikit saja untuk Bagas dan juga asisten yang berada di rumahnya.Namun, Diana malah membeli banyak sekali makanan. Dia juga membeli beberapa kerajinan khas daerah sana seperti gelang dan juga kalung, bahkan dia juga memberi topi berhiaskan cangkang kerang."Yang, aku mau beli
Pada akhirnya, Diana dan juga Aiden memakan makanan yang sangat diinginkan oleh Diana itu. Diana memakan cumi pedas manis dengan irisan belimbing wuluh itu dengan raut wajah sumringah.Berbeda dengan Aiden, pria itu sesekali memejamkan matanya karena menahan rasa asam yang begitu menyengat di lidahnya. Air liurnya bahkan sampai hendak menetes."Yang, ini asem banget loh. Nanti kamu bisa sakit perut," ucap Aiden.Diana menolehkan wajahnya ke arah Aiden, lalu dia kembali fokus pada makanan yang ada di hadapannya. Tak ada niatan untuk wanita itu menghentikan kunyahannya."Yang, asem. Nanti sakit perut loh," ulang Aiden."Nggak akan dong, Yang. Ini sangat enak," jawab Diana dengan mulut yang penuh dengan makanan.Aiden tidak menyangka jika Diana akan memesan makanan yang membuat dirinya tersiksa, rasa asam dari belimbing wuluh itu benar-benar membuat dia seakan hendak muntah."Ya udah, kamu abisin makanannya, ya?" ujar Aiden.Aiden yang sudah merasa tidak tahan menghentikan kunyahannya, D
Di saat Aiden sedang melakukan meeting penting dengan klien, Diana benar-benar tertidur dengan begitu lelap. Wanita itu bahkan tidak mengingat untuk memakan apa pun, dia hanya merasakan lelah yang luar biasa.Padahal Dia a tidak banyak mengerjakan pekerjaan, tetapi wanita itu merasakan matanya seakan tidak bisa dibuka. Matanya ingin terus menutup dan tubuhnya seakan ingin menempel terus pada bantal.Alhasil, wanita itu kini masih terlelap dalam tidurnya. Terlebih lagi di sana tidak ada Aiden, tidak ada yang mengganggu waktu tidurnya sama sekali.Meeting penting yang dilakukan oleh Aiden ternyata menghabiskan banyak waktu, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan.Terlebih lagi perusahaan cabang ini belum lama berdiri, Aiden harus benar-benar mengurus semuanya dengan sangat baik. Agar tidak salah dalam melangkah nantinya.Pukul 8 malam, Aiden bisa bernapas dengan begitu lega. Karena akhirnya dia bisa segera menemui istrinya, istri tercintanya yang sudah sangat dia rindukan."Akhirn
"Hem! Kamu akan aku hukum dengan--"Dia tak meneruskan ucapannya, Aiden dengan cepat mendekatkan wajahnya pada wajah Diana, bibirnya dengan lincah langsung mengecupi leher jenjang istrinya.Padahal, mereka belum lama selesai bercinta. Akan tetapi, Aiden terlihat begitu berhasrat saat menatap wajah istrinya itu."Jangan, Mas. Aku lelah, hukumannya diganti sama yang lain aja. Nanti aku bisa pingsan," ucap Diana mengiba.Bercinta dengan Aiden memang selalu membuat dia merintih penuh nikmat, tetapi jika terus-menerus melakukannya, rasanya dia benar-benar tidak sanggup."Tapi aku-nya pengen, Yang." Aiden kembali mencumbui bibir istrinya.Namun, dengan cepat Diana menghindari pria itu. Bukannya dia ingin membantah, tetapi ini di kantor. Pekerjaan Aiden sudah terbengkalai, jika mereka kembali bercinta, maka pekerjaan tidak akan selesai juga."Sayang! Pekerjaannya diselesaikan dulu, nanti malem aku kasih lagi," ucap Diana seraya tersenyum dengan begitu manis agar suaminya itu luluh.Awalnya w
Diana tetap menggoyangkan pinggulnya di atas tubuh suaminya, tetapi tidak lama kemudian dia langsung tertawa karena tidak tahan melihat kekesalan di wajah suaminya.Semakin hari dia semakin mengenal sifat dari suaminya, menurutnya Aiden adalah pria yang baik. Pria yang penyayang dan juga pengertian. Namun, dia juga merupakan pria yang tidak ingin diganggu kalau sedang memiliki aktivitas yang serius."Jangan marah-marah, nanti malah nggak enak loh." Diana berkata dengan napas yang terengah-engah, karena saat ini dia sedang berusaha untuk mencapai puncak kenikmatan yang sebentar lagi akan dia dapatkan."Iya, Sayangku."Aiden tersenyum, lalu tangannya terulur untuk meremat kedua dada istrinya dengan begitu lembut. Tidak lama kemudian, bibir Aiden langsung menyambar ujung dada istrinya dengan rakus.Dia sesap dengan penuh gairah, dia perlakukan dada istrinya seperti sebuah makanan yang begitu nikmat untuk disantap."Enak, Yang." Diana merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa saat ini.
"Ada apa? Kenapa kamu gelisah seperti itu?" tanya Bagas.Diana langsung menolehkan wajahnya ke arah Bagas, dia berusaha untuk tersenyum manis ke arah ayahnya tersebut. Walaupun dia menduga ada orang yang membuntuti dirinya, tetapi dia tidak bisa mengatakan hal itu begitu saja kepada Bagas.Dia takut jika ayahnya tersebut akan ketakutan, dia takut jika ayahnya akan banyak pikiran. Karena tentunya itu akan berpengaruh terhadap kesehatan dari ayahnya tersebut."Tidak apa-apa, aku hanya kepikiran mas Aiden saja. Dia selalu saja capek dalam bekerja, hari ini aku nggak ikut kerja. Pasti dia akan begitu sibuk," ucap Diana beralasan.Bagas langsung menganggukkan kepalanya, dia membenarkan apa yang dikatakan oleh putrinya. Menantunya itu memang orang yang sangat bekerja keras dalam kesehariannya."Kalau seperti itu, seharusnya tadi kamu tidak usah mengantar Bapak. Bapak kan' bisa pergi dengan sopir," ucap Bagas."Eh? Nggak kayak gitu juga, Pak. Bapak tetap yang terpenting, karena mengurusi Bap
Aiden berteriak-teriak memanggil nama istrinya, dia mencari-cari istrinya dari mulai kamar mandi sampai walk in closet tapi tidak ada.Aiden yang memiliki rasa trauma setelah Diana diculik merasa ketakutan, dia langsung berlari keluar dari dalam kamarnya. Dia ingin berlari ke dapur untuk mencari istrinya.Sungguh dia berharap jika istrinya ada di sana, karena kehausan Diana pergi ke dapur untuk minum, pikirnya.Saat melewati ruang keluarga, Aiden berpapasan dengan bibi. Aiden tentu saja menghentikan langkahnya, karena ingin bertanya kepada bibi. Namun, bibi malah menutup matanya dan membalikkan tubuhnya."Bibi kenapa? Kenapa malah bersikap seperti itu? Saya mau tanya tentang Diana, Bi. Ke mana dia? Apakah ada di dapur?" tanya Aiden.Aiden bertanya dengan tidak sabar kepada bibi, sedangkan bibi terlihat begitu enggan untuk melihat majikannya tersebut."Anu, Den. Nyonya Diana di kamar pak Bagas, tadi dia sesak napas. Jadi Nyonya sedang mengurusi bapaknya," jawab Bibi.Mendengar jawaban
"Anu, Tuan. Itu---"Bibi malah menggaruk pelipis kanannya, dia seperti kebingungan mau mengatakan Siapa yang datang ke sana."Siapa, Bi? Katakan saja," ujar Aiden."Calon besan gak jadi, Den."Aiden hanya bisa menghela napas berat ketika mengetahui siapa yang datang, dua orang yang sangat tidak ingin dia temui itu malah datang ke rumahnya.Kesalahannya memang murni diciptakan oleh Angel, tapi tetap saja dia tidak ingin bertemu dengan kedua orang tua wanita itu. Walaupun mereka tidak ikut andil dalam apa yang dilakukan oleh Angel."Ada apa datang kemari? Kenapa begitu memaksakan untuk datang di saat larut malam seperti ini?" tanya Aiden dengan wajah datarnya.Amira dan juga Arkan la terlihat saling pandang mendengar pertanyaan dari Aiden, karena pada kenyataannya mereka sudah datang dari dua jam yang lalu.Mereka membutuhkan bantuan dari Aiden, maka dari itu mereka hanya menunggu Aiden yang mungkin sedang bergulat dengan istrinya, pikirnya."Kami sudah dua jam berada di sini, maaf kala
Dia yang memilih genre film tersebut, tetapi kini dia sendiri yang tersiksa. Karena ternyata film tersebut banyak adegan kiss-nya, bahkan ada adegan di mana seorang wanita begitu agresif dalam mencari perhatian seorang pria.Pria itu ternyata gampang tergoda dan pada akhirnya mereka berakhir di atas ranjang, walaupun tidak diperlihatkan detailnya seperti apa, tetapi tetap saja hal itu membuat Aiden panas dingin."Yang!" rengek Aiden.Diana sebenarnya merasa kasihan melihat raut wajah suaminya, tetapi dia sengaja tidak memberikan respon yang baik kepada suaminya tersebut."Jangan berisik, Mas. Jangan kaya anak kecil deh," bisik Diana yang tidak mau membuat orang lain terganggu dengan suaranya.Aiden langsung menekuk wajahnya, dia menegakkan tubuhnya lalu memfokuskan pandangannya pada layar besar yang ada di hadapannya.Dia bertekad di dalam hatinya tidak akan menolehkan wajahnya ke arah Diana, karena menoleh sedikit saja ke arah istrinya itu menjadi hal yang sangat berbahaya bagi dirin